Suara Tirta yang keras didengar para wanita di dalam ruangan. Masalahnya, televisi di dalam ruangan sama sekali tidak dinyalakan.Meski Tirta berkata begitu untuk menenangkan Naura, efeknya justru bertolak belakang. Seolah-olah dia sedang mengumumkan pada mereka bahwa dia sudah melihat tubuh Naura.Naura yang sudah bersusah payah menetralkan ekspresinya kini kembali tersipu. Dia langsung menutupi wajahnya yang sudah semerah tomat karena malu. Setelah kejadian ini, dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana menghadapi Tirta."Tirta bodoh! Lebih baik kamu diam saja! Makin banyak yang kamu katakan, makin buruk hasilnya!" seru Agatha ke arah pintu dengan kesal."Galak banget. Toh aku bukannya sengaja mau melihatnya," balas Tirta dengan suara rendah dari balik pintu.Meski merasa jengkel, Tirta akhirnya memilih untuk tutup mulut. Setelah dipikir-pikir, memang Naura-lah yang paling dirugikan dalam masalah ini, sementara dirinya senang-senang saja.Di dalam ruangan, Naura masih merasa sang
Tidak ada siapa pun selain Tirta di sana. Meski merasa bersalah, dia tetap menggunakan mata tembus pandangnya untuk mengintip situasi di dalam."Wah! Tubuh Naura bagus juga," gumam Tirta.Para wanita di dalam ruangan sedang sibuk membantu Naura berganti pakaian. Mereka tidak tahu bahwa Tirta sedang diam-diam mengamati mereka.Tirta sendiri juga merasa bahwa perbuatannya benar-benar rendah. Jadi, sambil mengintip, Tirta juga memaki dirinya sendiri dalam hati. Setelah itu, dia terus menikmati pemandangan di dalam dengan lebih tenang.Sepuluh menit kemudian, Naura selesai berganti pakaian. Dengan bantuan para wanita lainnya, penampilannya sudah kembali rapi dan sopan.Teringat bahwa Tirta masih menunggu di luar, Naura pun berbisik pada Agatha dengan wajah memerah, "Agatha, suruh Tirta masuk dulu. Nggak baik kalau membiarkannya terus berdiri di luar.""Apa yang nggak baik? Aku masih kesal saat mengingat kata-katanya tadi. Lebih baik biarkan dia tetap di luar!" tolak Agatha sambil bersedeka
Ternyata Tirta yang baru mengintip Naura tadi masih datang keadaan tegang. Hal ini tidak begitu kentara saat posisinya duduk.Namun, begitu Aiko duduk di pangkuan Tirta, dia langsung merasakan keperkasaan mengagumkan pemuda itu. Gaun tradisional di area bokongnya serasa ditusuk. Sakit sekali! Padahal Tirta masih begitu muda. Dia makan apa hingga bisa tumbuh seperkasa ini?Aiko refleks ingin bangun dari pangkuan Tirta dan pindah ke sampingnya. Namun, Naura sudah bangun dan hendak membuka pintu. Dia berucap, "Kak Aiko ada di dalam. Kalau ada keperluan, masuk saja dan katakan padanya."Naura tidak tahu betapa malunya Aiko saat ini. Dia hanya ingin membantu sepupunya menyingkirkan Billy secepat mungkin."Ehem ... Aiko, kamu duduk saja di pangkuanku. Nggak baik kalau pasangan kencan butamu melihat sesuatu," ujar Tirta dengan canggung.Sejujurnya, Tirta sudah berusaha keras menahan nafsunya, tetapi sosok Aiko memang sangat memesona. Begitu tubuh lembut wanita itu duduk, sesuatu di bawah sana
"Siapa bilang dia pacar pura-puraku? Apa kamu pernah melihat wanita yang duduk di pangkuan pacar pura-puranya dan berciuman dengan mesra?" balas Aiko dengan nada sinis. Dia jengkel sekali saat mendengar nada memerintah dari ucapan Billy.Usai berkata demikian, Aiko berinisiatif memeluk leher Tirta dan mulai menciumnya dengan agresif. Suara isap dan pertukaran ludah itu terdengar sangat realistis. Dia juga meraih tangan Tirta untuk memeluk pinggangnya.Naura tercengang melihat situasi ini. Pengorbanan Aiko terlalu besar!Agatha dan Irene merasa sangat cemburu. Namun, saat ini mereka tidak bisa menunjukkannya secara terang-terangan.Di sisi lain, Billy sudah naik pitam. Dia merasa seperti sedang dipermalukan di depan umum.Billy berucap dengan nada marah, "Aiko, jangan kira dengan melakukan ini, aku akan percaya. Kamu adalah dokter di ibu kota provinsi, gimana kamu bisa punya pacar di kota ini?""Kalian bahkan nggak punya kesempatan untuk menghabiskan waktu berdua. Belum lagi, dia juga j
Enam triliun bukan jumlah yang kecil. Bank setempat pun tidak mau meminjamkan dana pada orang tua Aiko saat tahu bahwa perusahaan mereka hampir bangkrut.Jika orang tua Aiko memiliki cara lain, mereka juga tidak akan memohon Keluarga Sutejo untuk menjodohkan Billy dan Aiko.Di tengah keputusasaan Aiko, Naura tiba-tiba berkata, "Kak Aiko, jangan khawatir. Aku kenal seseorang yang bisa membantumu!""Siapa itu? Naura, tolong bawa aku menemuinya!" tanya Aiko dengan penuh semangat. Kata-kata Naura memberinya secercah harapan terakhir.Aiko juga melihat wajah muram Billy tadi. Dia benar-benar berharap bisa menemukan jalan lain dan tidak jatuh ke tangan pria itu."Kak Aiko, sudah kubilang jangan khawatir. Sebenarnya orang itu nggak jauh. Dia orang yang sedang kamu duduki, Tirta!" ucap Naura. Saat melihat Tirta yang sedang diduduki Aiko, dia tidak bisa menahan tawanya.Aiko terlalu larut memikirkan cara menghadapi pembalasan Billy. Dia sampai melupakan rasa sakit di bokongnya karena duduk di p
Namun, kebanyakan wanita di sana tidak tahu bahwa Tirta memiliki uang sebanyak itu."Syukurlah, Kak Aiko! Tirta bersedia meminjamkanmu uang. Perusahaan Paman sudah aman, kamu nggak perlu takut Billy balas dendam!" ucap Naura sambil memeluk Aiko.Naura menatap Tirta dengan penuh rasa terima kasih. Dia merasa pemuda itu bersedia melakukan ini demi dirinya. Tirta begitu menghargainya hingga rela meminjamkan 6 triliun!Kini, Naura sudah tidak mempermasalahkan kejadian saat Tirta melihat payudaranya tadi. Bahkan kalau Tirta ingin melihatnya lagi, dia juga tidak keberatan."Tirta, kamu benar-benar bersedia meminjamkanku uang? Gimana ... gimana kalau aku nggak sanggup melunasinya?" tanya Aiko dengan lemah. Meski merasa terharu, dia tetap saja khawatir."Kalau nggak bisa bayar, kamu yang akan jadi kompensasinya," gurau Tirta sambil tertawa.Begitu mendengar ucapannya, wajah Aiko langsung bersemu merah. Dia menundukkan kepalanya dengan malu."Huh! Enak di kamu! Kenapa kamu nggak langsung mengaj
Tirta segera menjelaskan, "Mana mungkin! Agatha, kamu jangan curiga dulu. Uang itu hadiah kemenangan kompetisi tempo hari. Kebetulan perusahaan Kak Irene lagi butuh suntikan modal, jadi aku investasikan uang itu ke sana. Kami nggak ada hubungan apa-apa!""Satu lagi, apa menurutmu Kak Irene bisa menyukai pemuda sejelekku?" tambah Tirta, sengaja merendahkan dirinya."Benar juga. Kak Irene secantik ini, mustahil bisa suka padamu," sahut Agatha dengan polos.Agatha benar-benar memercayai Tirta. Jika wanita lain yang berada di posisinya, mereka tidak akan mungkin percaya semudah itu.Agatha tidak tahu saja, Irene sudah lama ditiduri Tirta. Mereka bahkan sudah mencoba berbagai macam posisi.Irene diam-diam menghela napas lega. Kemudian, dia bertanya lagi dengan penasaran, "Tirta, kalau kamu nggak memakai uang investasi itu, dari mana kamu dapat uang untuk membantu Aiko?"Apa itu uang yang Bella berikan pada Tirta waktu mereka pergi melihat giok? Sepertinya itu tidak masuk akal. Tirta hanya p
Itu sebabnya orang-orang yang penasaran mulai berkerumun.Darian telah mengutus orang untuk mengikuti Tirta dan menangkapnya. Namun, sesampainya di hotel, mereka baru tahu bahwa wali kota setempat sedang menyelenggarakan pesta ulang tahun putrinya di sana.Orang-orang itu tidak bisa bertindak gegabah. Jadi, mereka melaporkan apa yang terjadi pada Darian. Setelah itu, barulah sang jenderal datang bersama orang-orangnya ke sini."Aku nggak bermaksud mengganggu. Aku hanya ingin bertemu dengan Tirta. Setelah Pak Saad menyerahkan orang itu padaku, kami akan segera pergi," ucap Darian sambil menatap Saad.Saad dan Mauri terlihat bingung. Sebelum mereka bicara, Naura sudah terlebih dahulu bertanya sambil mengernyit, "Kamu mau bertemu Tirta? Apa dia membuat pelanggaran hukum? Kenapa kamu mau menangkapnya?"Tadinya, Naura sudah merasa heran. Mengapa jenderal yang tidak dikenalnya ini bisa datang menghadiri pesta ulang tahunnya? Ternyata dia datang untuk menangkap Tirta! Itu sebabnya, Naura mema
Tirta membalas dengan sopan, "Um .... Baiklah, Kak Yahsva. Sebenarnya ini semua cuma kesalahpahaman. Setelah dijelaskan, semuanya beres."Melihat ketulusan Yahsva, Tirta hanya bisa mengangguk setuju. Tak lama, telepon itu kembali diberikan kepada Saba.Saba memberi tahu, "Tirta, aku benar-benar nggak tahu bahwa hari ini adalah pesta pertunanganmu. Waktu yang begitu singkat bikin aku nggak sempat ke ibu kota provinsi. Begini saja, nanti ketika kamu datang ke ibu kota, pastikan untuk membawa tunanganmu juga.""Nantinya, aku akan memberikan kompensasi khusus untuk kalian berdua. Aku harap kalian nggak menyalahkanku karena nggak hadir," ucap Saba dengan nada penuh penyesalan."Kak Saba, aku juga belum sempat memberitahumu soal ini ...." Tirta berbicara beberapa saat lagi dengan Saba sebelum akhirnya menutup telepon dan berjalan menuju aula.Simon mengejar Tirta dengan langkah cepat, lalu berbicara dengan suara pelan di sampingnya, "Kakek Tirta, nanti ketika keluar, aku akan memanggilmu Tir
Simon menimpali, "Hubungan senioritas nggak boleh dibolak-balik! Tadi, di luar banyak orang dan suasana nggak mendukung. Jadi, aku merasa nggak enak untuk memanggilmu Kakek. Tolong jangan salahkan aku atas hal ini. Kalau kamu nggak mau memaafkanku, aku nggak akan bangkit!"Meskipun Simon merasa sedikit tertekan dan malu, setelah berpikir dari sudut pandang lain, dia menyadari bahwa sekalipun tidak pernah menyinggung Tirta, berdasarkan senioritas Tirta, dia tetap harus menghormatinya dengan sujud dan memberikan salam.Pikiran ini perlahan meredakan rasa kesalnya. Terlebih lagi, permintaan untuk berlutut dan meminta maaf itu adalah perintah langsung dari kakeknya. Simon tidak berani menolak perintah tersebut.Tirta memberi tahu, "Simon, aku tahu kamu melakukan ini karena menghormati Pak Saba. Sejujurnya, aku nggak punya dendam yang dalam denganmu.""Kalau kamu nggak mempersulitku, aku juga nggak akan mempermasalahkannya. Tapi, tolong perhatikan perilaku pacarmu. Anggap saja urusan ini se
"Ayah, ayo kita segera pergi dari sini! Kita nggak mungkin bisa tetap di tempat ini lagi!" Melihat Simon merendahkan diri dan bersikap lunak terhadap Tirta, Camila meninggalkan aula dengan wajah penuh rasa malu.Sementara itu, Wirya, Diego, Sofyan, dan beberapa orang yang sebelumnya paling keras mengejek Tirta, mulai merasakan ketakutan. Mereka coba memanfaatkan keramaian untuk menyelinap keluar melalui kerumunan tanpa menarik perhatian.Hanya saja sebelum mereka sempat melangkah lebih jauh, Joshua yang duduk di kursi utama berdiri dan berbicara dengan nada dingin, "Berhenti di situ. Pak Sofyan, Pak Diego, Pak Wirya, kalian mau pergi ke mana? Apa kalian lupa apa yang sudah aku katakan sebelumnya?"Orang-orang di sekitar mereka segera membuka jalan. Mereka sebisa mungkin menjauh dari ketiga orang itu karena takut terseret dalam masalah. Sofyan, Diego, dan Wirya kini tidak bisa melangkah maju ataupun mundur. Mereka terdiam di tempat, bahkan tubuh mereka kaku seperti patung.Mereka sudah
"Pak Simon sudah membungkuk dan minta maaf di depan umum. Itu sudah cukup menghargaimu! Tapi, kamu masih ragu dan enggan pergi ke belakang aula bersamanya!""Kamu kira setelah menjadi saudara angkat Pak Saba, kamu langsung berubah menjadi seorang bangsawan? Padahal sejak awal, kamu cuma orang kampungan yang nggak punya nilai!"Dari kejauhan, Camila memperhatikan semuanya dengan diam-diam. Ketika melihat Tirta ragu, dia mengepalkan tinjunya sambil bergumam demikian dengan gigi terkatup.Camila memang sengaja tidak henti-hentinya menyebut Tirta sebagai orang kampungan. Tujuannya adalah untuk menonjolkan status pacarnya sebagai cucu seorang veteran, sekaligus merendahkan Bella.Namun kini, pacarnya yang begitu dibanggakannya malah membungkuk dan meminta maaf kepada Tirta di depan banyak orang. Bisa dibayangkan betapa tertekan dan geramnya Camila saat ini. Dalam situasi seperti ini, Camila hanya bisa mengutuk Tirta dalam hatinya tanpa bisa berbuat apa-apa.Di saat Tirta masih ragu apakah d
Camila tidak pernah melihat Simon mengamuk seperti ini. Mungkin karena ucapan Yahsva, Simon yang marah juga terlihat sedikit ketakutan.Camila yang dipaksa untuk menerima kenyataan berusaha menahan emosinya dan menghibur Simon, "Simon, biarpun dia itu adik angkat Kakek Saba, kamu itu cucu kandung Kakek Yahsva. Kamu nggak usah panik cuma karena masalah sepele seperti ini."Camila melanjutkan, "Paling-paling kita minta maaf kepada ... Tirta untuk menghormati Kakek Saba. Bagaimanapun, Kakek Yahsva nggak akan mempersulitmu demi orang luar."Camila takut ditendang Simon lagi, tetapi sebenarnya dia tetap menganggap Tirta sebagai orang kampungan. Camila tidak akan mengubah pandangannya karena Tirta adalah adik angkat Saba.Simon memelototi Camila sambil membentak, "Dasar tolol! Kalau memang segampang itu, aku nggak mungkin begitu marah! Kamu tahu Kakek menyuruhku minta maaf pada Tirta dengan cara apa?"Simon ingin menampar Camila. Sementara itu, Camila mulai ketakutan. Dia mundur, lalu beruca
"Kenapa aku bisa punya cucu yang nggak berguna sepertimu? Apa kamu tahu Saba mau bawa bawahannya untuk memberimu pelajaran?" lanjut Yahsva.Sebelumnya Yahsva masih berharap orang yang dilawan Simon bukan temannya Tirta. Setelah mendengar perkataan Simon, amarah Yahsva langsung meluap. Dia terus memarahi Simon.Biarpun Simon sudah mematikan pengeras suara, sebagian orang yang berdiri di dekat Simon bisa samar-samar mendengar suara Yahsva. Salah satu orang menceletuk, "Pak Yahsva nggak bercanda, 'kan? Ternyata pria kam ... salah ... Tirta itu adik angkat Pak Saba! Apa tadi aku salah dengar?"Suasana menjadi heboh. Para tamu mulai berkomentar, tetapi mereka tidak menyebut Tirta orang kampungan lagi."Tadi aku juga dengar, sepertinya memang benar!""Kalau nggak, ekspresi Pak Simon juga nggak akan begitu masam!""Pantas saja, Tirta sama sekali nggak takut kepada Pak Simon. Ternyata omongan Pak Chandra memang benar. Tirta lebih hebat daripada Pak Simon!""Tirta itu adik angkat Pak Saba! Hubu
Simon tertawa sinis, lalu mengomentari, "Kamu menyarankanku jangan bersikap keterlaluan? Memangnya orang seperti kalian pantas menegurku?"Tiba-tiba, ponsel Simon berdering. Dia bergumam, "Eh, Kakek yang menelepon. Apa Kakek sudah menyuruh orang untuk mencabut jabatan Pak Chandra?"Ekspresi Simon tampak senang. Dia hendak menjawab panggilan telepon. Namun, Camila berniat memamerkan latar belakang keluarga pacarnya.Camila berucap kepada Simon, "Simon, bagaimana kalau kamu aktifkan pengeras suara biar pria kampungan itu dan semuanya bisa mendengarnya dengan jelas? Dengan begitu, mereka bisa menyerah!"Wirya juga maju dan memanas-manasi, "Benar, Pak Simon. Pria kampungan ini bilang bisa mencari orang untuk melindungi Pak Chandra dan lainnya. Jadi, kamu harus buat dia dipermalukan habis-habisan!"Simon malas berbuat seperti itu, tetapi dia tidak bisa menolak permintaan Camila. Jadi, dia menuruti kemauan Camila untuk mengaktifkan pengeras suara setelah menjawab panggilan telepon.Suasana d
Tirta menambahkan, "Tadi aku sudah menghubungi Pak Saba. Dia bilang dia akan bantu aku selesaikan masalah ini."Camila mencibir saat mendengar Tirta mengakui dirinya memang mempunyai sokongan hebat. Ketika hendak menyindir Tirta dan Bella, tiba-tiba Simon mengernyit.Simon yang mempunyai firasat buruk bergumam, "Saba? Apa yang dia maksud itu Kakek Saba? Nggak mungkin ... aku bahkan jarang bertemu Kakek Saba. Mana mungkin dia berteman dengan orang rendahan seperti ini? Dugaanku pasti salah."Melihat ekspresi Simon yang khawatir, Camila langsung bertanya, "Simon, kamu bilang apa?"Simon menahan kegelisahannya dan menjelaskan kepada Camila, "Nggak apa-apa. Belakangan ini aku dapat kabar teman kakekku yang bernama Saba kembali ke ibu kota negara dan menduduki jabatannya sebelumnya. Aku berencana bawa kamu bertemu Kakek Saba saat senggang."Camila sengaja berseru ke arah Bella, "Kakek Saba itu salah satu sesepuh di dunia pemerintahan yang paling terkenal, ya? Wah! Simon, kamu nggak bercanda
Jika Tirta belum menghubungi Saba, mungkin Chandra dan lainnya tidak akan memedulikan sindiran mereka. Namun, sekarang mereka tahu Tirta sudah menghubungi Saba untuk menyelesaikan masalah ini. Jadi, Chandra dan lainnya tidak akan berdiam diri lagi.Hendrik melihat Wirya dan Diego dengan dingin sambil angkat bicara, "Semuanya belum pasti. Pak Diego, Pak Wirya, kalian begitu yakin Keluarga Gumarang, Keluarga Reksa, Keluarga Wisono, dan Grup Sapari akan bangkrut. Apa kalian nggak takut kami akan melawan Keluarga Bazan dan Keluarga Liman setelah kami selamat?"Mendengar ucapan Hendrik, Diego tertawa terbahak-bahak dan menyindir, "Kalian hampir celaka, tapi masih bisa berkhayal! Apa kalian kira Pak Simon cuma bercanda saat bilang mau buat kalian bangkrut dalam waktu setengah jam? Apa kalian juga punya sokongan hebat yang bisa membuat Pak Simon takut seperti Keluarga Purnomo?"Bukan hanya Diego yang tidak percaya. Selain orang-orang yang dekat dengan Tirta, semua orang di aula merasa Chandra