"Haha. Kelak aku bakal menjadi murid ahli bela diri terhebat!" seru Bima. Dia merasa bangga dan terhormat mendengar orang-orang memuji Tirta."Kamu benar. Sekarang Tirta cuma perlu mempelajari teknik." Lutfi tertawa, lalu meneruskan, "Aku ingin tanya, apa kamu berniat mempelajari ilmu bela diri?""Aku punya buku yang mencatat banyak teknik bela diri dan pengalaman pribadi. Kalau tertarik, aku bisa memberikannya kepadamu. Kamu juga boleh tanya aku kalau ada yang nggak dipahami.""Tentu saja mau. Belajar ilmu bela diri bukan hal yang buruk. Aku bisa menambah wawasan. Terima kasih banyak." Tirta langsung menyetujui saat melihat Lutfi begitu murah hati padanya.Bagaimanapun, Tirta yang sekarang hanya menguasai teknik menekan titik akupunktur. Sisanya dia tidak bisa. Kelak kalau ada kesempatan, dia akan membalas kebaikan Lutfi."Oke, oke. Aku akan suruh orang ambilkan nanti," ucap Lutfi sambil tersenyum. Buku itu ada di ibu kota. Dia tidak membawanya bersamanya."Nggak ada kata terlambat un
Agus dan Betari tentu tidak berani membantah. Mereka hanya bisa mengangguk dan menuruti pesan dokter. Untungnya, dokter tidak merepet panjang lebar."Sayang, lain kali jangan merayuku lagi. Dokter bilang kemaluanku bisa rusak kalau melakukannya berkali-kali ...," ucap Agus kepada Betari dengan wajah sedih."Sembarangan! Kapan aku merayumu? Kamu sendiri yang nggak bisa tahan dan terus minta lanjut. Sekarang kamu menyalahkanku? Dasar nggak tahu malu!" timpal Betari dengan kesal.Sekalipun pasangan ini tidak tahu malu, mereka tidak mungkin berani menyuruh Tirta mengobati. Makanya, Betari berbohong saat Nabila meneleponnya tadi.Agus merasa kesal. Dalam hatinya, dia bertekad akan mencari Tirta, menyuruhnya mengembangkan obat kuat yang bisa membuatnya sangat perkasa! Dia akan membuat Betari tidak bisa turun dari ranjang! Jika tidak, dia akan merasa dirinya sangat gagal!...."Tadi Bibi Betari bilang Paman Agus jatuh? Kenapa nggak suruh aku obati saja?" tanya Tirta sambil mengernyit setelah
Ketika melihat Saba tidak keberatan, Tirta meneruskan, "Ini Pak Saba, ini Nona Shinta."Naura sontak terbelalak kaget. Dia bertanya dengan tidak percaya, "Apa? Ini Pak Saba, pahlawan pendiri negara? Astaga! A ... aku nggak nyangka punya kehormatan bertemu Pak Saba di sini! Aku telepon ayahku suruh dia kemari!"Karena terlalu bersemangat, Naura sampai terbata-bata. Sebagai wali kota, ayahnya tentu harus menyambut kedatangan Saba. Jika tidak, ayahnya bisa dinilai lalai dalam bertugas.Pada saat yang sama, Naura benar-benar terkejut melihat Tirta hendak mengobati Saba. Bukankah artinya Tirta punya hubungan dengan Saba? Ini adalah peluang besar yang tidak bisa didapat orang biasa!Ketika melihat Naura panik, Saba melambaikan tangannya sambil terkekeh-kekeh. "Hehe. Sekarang aku bukan siapa-siapa lagi. Aku cuma orang tua biasa. Nggak usah suruh ayahmu datang.""Oh ... baik, Pak." Naura tentu tidak berani membantah perkataan Saba. Dia menenangkan diri dan mengiakan."Bu Naura, duduklah. Angga
Ketika mendengar Saba ingin mengangkat Tirta menjadi saudaranya, semua orang tercengang. Jika Saba serius dengan perkataannya, itu artinya status Tirta akan meningkat pesat!Lagi pula, di seluruh negeri, siapa yang pantas membuat Saba berbicara demikian? Kalaupun ada, orang itu tidak mungkin semuda Tirta.Bagaimanapun, selisih usia Saba dan Tirta setidaknya ada 80 tahun! Bukankah hal seperti ini sangat sulit untuk dipercaya?Namun, jika dipikir-pikir, sebenarnya tidak ada yang salah. Tirta telah memperjelas bahwa dirinya bukan hanya bisa memulihkan Saba, tetapi juga membuatnya hidup tujuh sampai delapan tahun lagi.Kekayaan dan kemuliaan sekalipun tidak bisa memberikan Saba waktu selama itu. Saba bisa memilikinya karena bertemu Tirta."Pak Saba, jangan bercanda. Aku cuma pemuda biasa. Mana pantas menjadi saudara angkatmu," timpal Tirta sambil mengangkat alis. Dia sendiri tidak percaya dengan ucapan Saba.Saat ini, Tirta sudah selesai menancapkan semua jarum peraknya. Dia sedang menggun
Ketika mengatakan ini, Tirta tidak menyadari hubungan mereka akan bertambah rumit."Oke, sesuai yang dikatakan Kak Tirta saja. Kamu panggil Kakek kakak, aku juga panggil kamu kakak!" Tanpa memberi Saba kesempatan untuk menolak, Shinta langsung menyetujuinya. Hasil ini sesuai dengan keinginan Shinta."Hm ...." Saba merenung sejenak, lalu menggeleng dan menyahut, "Nggak bisa. Kalau begini, berarti kamu dan Kakek jadi segenerasi. Kamu harus panggil Tirta kakek!""Nggak mau! Aku nggak mau dengar omongan Kakek!" Shinta menjulurkan lidahnya dengan nakal."Tirta benaran menjadi adik angkat Pak Saba," gumam Nabila yang belum tersadar dari keterkejutan. Dia merasa senang untuk Tirta.Naura menatap Tirta dengan terkesima. Pemuda ini benar-benar tak tertandingi!"Kalian ngobrol dulu. Aku mau masak obat. Setelah minum obat, kondisimu bakal makin baik," ujar Tirta tersenyum. Kemudian, dia mengambil bahan obat di meja dan menuju ke dapur."Guru, tunggu. Aku punya permintaan. Apa kamu bisa mengajarik
"Aku sudah pikirin cara untuk memberi Mauri pelajaran. Tenang saja, Pak Joshua. Tunggu kabar baikku saja." Amal terkekeh-kekeh. Kemudian, dia langsung membawa bawahannya ke kantor polisi.Pada saat yang sama, Joshua mendapat pesan dari Budi. "Haha. Pak Budi bakal tiba 30 menit lagi. Suruh orang cari tahu di mana lokasi Tirta dan Saad sekarang."Toby segera menginstruksi bawahannya, "Kenapa diam saja? Cepat cari tahu lokasi mereka."....Dalam waktu kurang dari setengah jam, Amal membawa orang-orangnya menerobos masuk ke lobi kantor polisi.Faktanya, Mauri sudah menduga Amal akan datang. Itu sebabnya, dia tidak terlalu terkejut melihat kedatangan Amal. Hanya saja, dia terlihat agak kesal.Sementara itu, para petugas polisi merasa gelisah. Mereka merasa Mauri akan rugi besar karena menyinggung Amal demi Tirta. Bahkan, karier Mauri akan terancam!Saat ini, Susanti sedang berpatroli sehingga tidak berada di kantor polisi. Mauri juga tidak mengabari apa pun."Pak Mauri, sombong sekali kamu.
"Dalam waktu tiga tahun, aku sudah menyelesaikan 24 kasus dan menangkap pelakunya. Aku juga sudah mendapat petunjuk dari ketiga kasus yang disebutkan tadi. Asalkan memberiku sedikit waktu, aku pasti bisa menyelesaikannya juga," jelas Mauri."Benar! Kami semua bisa bersaksi untuk Pak Mauri! Asalkan memberi kami waktu, semua kasus itu bakal selesai!" Polisi di belakang Mauri turut bersuara.Setelah mendengar ucapan Mauri, bukan hanya para polisi yang mendukung Mauri, tetapi beberapa bawahan yang dibawa Amal juga merasa kagum padanya.Mereka tanpa sadar memuji Mauri, "Pak Mauri benar-benar polisi baik. Bukan cuma sikapnya yang patut dipuji, tapi kinerjanya juga luar biasa."Begitu mendengarnya, Amal sontak berang dan memaki, "Sialan! Tutup mulut kalian! Aku atau dia yang atasan kalian? Kalian tahu apa tugas kalian? Dasar nggak tahu terima kasih! Kalian mau dipecat ya?"Bagaimana mungkin Amal bisa menerima bawahannya memuji Mauri? Bukankah itu berarti mereka menghinanya tidak bisa membedak
Tindakan Amal ini jelas menunjukkan bahwa dia sengaja mencari kesalahan Mauri. Mauri tidak punya kesalahan apa pun, tetapi Amal mengandalkan kekuasaannya untuk melengserkan Mauri. Semua ini hanya untuk membalas dendam!Itu sebabnya, tidak ada yang menuruti instruksi Amal. Para bawahan Amal yang tersisa pun hanya terdiam di tempat. Ekspresi mereka dipenuhi keengganan."Sialan! Aku suruh kalian maju! Kalian tuli ya? Kalau nggak mau kerja lagi, pergi saja sana!" bentak Amal dengan murka."Hais .... Pak Mauri, maaf kalau kami menyinggungmu. Tolong keluar dari sini." Karena takut pada ancaman Amal, mereka terpaksa menurut. Meskipun demikian, sikap mereka sangat sopan, bahkan tidak ada yang berani menyentuh Mauri ataupun mendesaknya. Yang terlihat hanya kepasrahan."Hehe. Aku paham posisi kalian. Ini bukan kesalahan kalian. Aku juga nggak bakal menyulitkan kalian. Tapi, aku ingin menasihati kalian. Nggak ada gunanya mengikuti atasan seperti ini. Sebaiknya kalian cari kerjaan baru," ucap Maur
Camila tidak pernah melihat Simon mengamuk seperti ini. Mungkin karena ucapan Yahsva, Simon yang marah juga terlihat sedikit ketakutan.Camila yang dipaksa untuk menerima kenyataan berusaha menahan emosinya dan menghibur Simon, "Simon, biarpun dia itu adik angkat Kakek Saba, kamu itu cucu kandung Kakek Yahsva. Kamu nggak usah panik cuma karena masalah sepele seperti ini."Camila melanjutkan, "Paling-paling kita minta maaf kepada ... Tirta untuk menghormati Kakek Saba. Bagaimanapun, Kakek Yahsva nggak akan mempersulitmu demi orang luar."Camila takut ditendang Simon lagi, tetapi sebenarnya dia tetap menganggap Tirta sebagai orang kampungan. Camila tidak akan mengubah pandangannya karena Tirta adalah adik angkat Saba.Simon memelototi Camila sambil membentak, "Dasar tolol! Kalau memang segampang itu, aku nggak mungkin begitu marah! Kamu tahu Kakek menyuruhku minta maaf pada Tirta dengan cara apa?"Simon ingin menampar Camila. Sementara itu, Camila mulai ketakutan. Dia mundur, lalu beruca
"Kenapa aku bisa punya cucu yang nggak berguna sepertimu? Apa kamu tahu Saba mau bawa bawahannya untuk memberimu pelajaran?" lanjut Yahsva.Sebelumnya Yahsva masih berharap orang yang dilawan Simon bukan temannya Tirta. Setelah mendengar perkataan Simon, amarah Yahsva langsung meluap. Dia terus memarahi Simon.Biarpun Simon sudah mematikan pengeras suara, sebagian orang yang berdiri di dekat Simon bisa samar-samar mendengar suara Yahsva. Salah satu orang menceletuk, "Pak Yahsva nggak bercanda, 'kan? Ternyata pria kam ... salah ... Tirta itu adik angkat Pak Saba! Apa tadi aku salah dengar?"Suasana menjadi heboh. Para tamu mulai berkomentar, tetapi mereka tidak menyebut Tirta orang kampungan lagi."Tadi aku juga dengar, sepertinya memang benar!""Kalau nggak, ekspresi Pak Simon juga nggak akan begitu masam!""Pantas saja, Tirta sama sekali nggak takut kepada Pak Simon. Ternyata omongan Pak Chandra memang benar. Tirta lebih hebat daripada Pak Simon!""Tirta itu adik angkat Pak Saba! Hubu
Simon tertawa sinis, lalu mengomentari, "Kamu menyarankanku jangan bersikap keterlaluan? Memangnya orang seperti kalian pantas menegurku?"Tiba-tiba, ponsel Simon berdering. Dia bergumam, "Eh, Kakek yang menelepon. Apa Kakek sudah menyuruh orang untuk mencabut jabatan Pak Chandra?"Ekspresi Simon tampak senang. Dia hendak menjawab panggilan telepon. Namun, Camila berniat memamerkan latar belakang keluarga pacarnya.Camila berucap kepada Simon, "Simon, bagaimana kalau kamu aktifkan pengeras suara biar pria kampungan itu dan semuanya bisa mendengarnya dengan jelas? Dengan begitu, mereka bisa menyerah!"Wirya juga maju dan memanas-manasi, "Benar, Pak Simon. Pria kampungan ini bilang bisa mencari orang untuk melindungi Pak Chandra dan lainnya. Jadi, kamu harus buat dia dipermalukan habis-habisan!"Simon malas berbuat seperti itu, tetapi dia tidak bisa menolak permintaan Camila. Jadi, dia menuruti kemauan Camila untuk mengaktifkan pengeras suara setelah menjawab panggilan telepon.Suasana d
Tirta menambahkan, "Tadi aku sudah menghubungi Pak Saba. Dia bilang dia akan bantu aku selesaikan masalah ini."Camila mencibir saat mendengar Tirta mengakui dirinya memang mempunyai sokongan hebat. Ketika hendak menyindir Tirta dan Bella, tiba-tiba Simon mengernyit.Simon yang mempunyai firasat buruk bergumam, "Saba? Apa yang dia maksud itu Kakek Saba? Nggak mungkin ... aku bahkan jarang bertemu Kakek Saba. Mana mungkin dia berteman dengan orang rendahan seperti ini? Dugaanku pasti salah."Melihat ekspresi Simon yang khawatir, Camila langsung bertanya, "Simon, kamu bilang apa?"Simon menahan kegelisahannya dan menjelaskan kepada Camila, "Nggak apa-apa. Belakangan ini aku dapat kabar teman kakekku yang bernama Saba kembali ke ibu kota negara dan menduduki jabatannya sebelumnya. Aku berencana bawa kamu bertemu Kakek Saba saat senggang."Camila sengaja berseru ke arah Bella, "Kakek Saba itu salah satu sesepuh di dunia pemerintahan yang paling terkenal, ya? Wah! Simon, kamu nggak bercanda
Jika Tirta belum menghubungi Saba, mungkin Chandra dan lainnya tidak akan memedulikan sindiran mereka. Namun, sekarang mereka tahu Tirta sudah menghubungi Saba untuk menyelesaikan masalah ini. Jadi, Chandra dan lainnya tidak akan berdiam diri lagi.Hendrik melihat Wirya dan Diego dengan dingin sambil angkat bicara, "Semuanya belum pasti. Pak Diego, Pak Wirya, kalian begitu yakin Keluarga Gumarang, Keluarga Reksa, Keluarga Wisono, dan Grup Sapari akan bangkrut. Apa kalian nggak takut kami akan melawan Keluarga Bazan dan Keluarga Liman setelah kami selamat?"Mendengar ucapan Hendrik, Diego tertawa terbahak-bahak dan menyindir, "Kalian hampir celaka, tapi masih bisa berkhayal! Apa kalian kira Pak Simon cuma bercanda saat bilang mau buat kalian bangkrut dalam waktu setengah jam? Apa kalian juga punya sokongan hebat yang bisa membuat Pak Simon takut seperti Keluarga Purnomo?"Bukan hanya Diego yang tidak percaya. Selain orang-orang yang dekat dengan Tirta, semua orang di aula merasa Chandra
Chandra dan lainnya sudah mendengar Tirta menelepon Saba. Biarpun mereka terlihat tidak peduli, sebenarnya mereka juga merasa gugup.Tirta menegaskan, "Nggak. Kita memang teman, tapi aku tetap berutang budi pada kalian. Aku bisa membedakannya dengan jelas, jadi aku akan tetap menebus kesalahanku. Kalau nggak, ke depannya aku nggak berani bertemu kalian lagi."Sebelum Chandra dan lainnya bicara, Darwan menghampiri mereka dan tertawa. Dia berkata, "Pak Chandra, Pak Argono, Pak Toby, Pak Hendrik, dan Pak Hubert, silakan duduk. Kalian sudah berikan hadiah yang mahal untuk putriku dan Tirta. Kalian itu tamu terhormat Keluarga Purnomo."Darwan meneruskan, "Mohon dimaklumi kalau pelayananku kurang memuaskan. Mulai hari ini, kalian itu rekan kerja sama Keluarga Purnomo yang paling penting. Kalau ada proyek, kalian bisa bahas denganku. Kita bisa berkembang bersama!"Sudah jelas Darwan bermaksud membantu Tirta membayar utang budinya. Bagi Keluarga Gumarang, Keluarga Reksa, Keluarga Wisono, dan H
Selesai bicara, Yahsva hendak menelepon Simon dan menegurnya. Namun, Saba menghentikan dengan ekspresi marah, "Tunggu, Yahsva. Kamu bilang dulu mau beri pelajaran apa pada Simon. Tirta sudah minta bantuanku, aku rasa Simon pasti melakukan hal yang keterlaluan! Mana mungkin Simon bisa jera kalau diberi hukuman yang ringan?"Sebelumnya Saba tidak tahu orang yang ingin dibereskan Simon adalah teman Tirta. Jadi, dia tidak ingin ikut campur dan mengabaikannya. Namun, sekarang masalah ini melibatkan adik angkatnya. Tentu saja, Saba harus menyikapinya dengan serius.Ini adalah pertama kalinya Yahsva melihat sikap Saba yang begitu serius. Dia tahu Saba menganggap Tirta sangat penting. Yahsva menimpali, "Saba ... coba aku pikirkan dulu .... Kalau nggak, aku suruh Simon minta maaf pada Tirta di depan umum dan beri Tirta kompensasi 20 triliun."Mendengar perkataan Yahsva, Saba mendengus dan mengomel, "Yahsva, tadi aku sudah bilang Tirta nggak tertarik dengan uang. Nggak ada gunanya kamu beri dia
Tiba-tiba, ponsel Saba berdering. Begitu melihat Tirta menelepon, mata Saba berbinar-binar. Saba segera memanggil Yahsva, "Yahsva, tunggu sebentar. Tirta yang telepon, aku bantu kamu tanya kapan dia punya waktu datang ke ibu kota. Nanti kamu baru bereskan urusanmu.""Kebetulan sekali! Saba, cepat bantu aku tanya Tirta punya waktu atau nggak! Urusanku nggak terlalu penting," timpal Yahsva.Tentu saja Yahsva merasa urusan memperpanjang umur lebih penting. Dia langsung menghentikan langkahnya begitu mendengar Saba mengatakan Tirta yang menelepon. Yahsva kembali ke sisi Saba dan mendengar percakapannya dengan Tirta.Melihat Yahsva yang antusias, Saba juga langsung berkata sebelum Tirta sempat bicara, "Tirta, kenapa kamu tiba-tiba meneleponku? Kebetulan aku butuh bantuanmu, entah kamu bisa menyanggupinya atau nggak."Mendengar ucapan Saba, Tirta tidak langsung mengungkapkan permintaannya. Bagaimanapun, Tirta hendak merepotkan Saba. Dia berutang budi pada Saba. Jadi, Tirta memutuskan untuk
Yahsva menegur, "Kamu buat masalah apa lagi? Aku lagi minum teh dan main catur dengan Saba! Kalau nggak ada urusan penting, aku langsung akhiri panggilan telepon!"Sepertinya, Yahsva tidak merasa puas dengan Simon. Sementara itu, Simon sangat takut kepada kakeknya. Mendengar teguran Yahsva, Simon langsung menceritakan masalah yang dialaminya di kediaman Keluarga Purnomo, "Kakek, aku juga nggak ingin mengganggumu karena masalah sepele, tapi Pak Chandra keterlaluan sekali!"Simon melanjutkan, "Pak Chandra mempermalukanku di depan umum demi seorang pria kampungan! Aku nggak bisa terima! Kakek, aku mohon ...."Simon tidak mengungkit Keluarga Purnomo. Dia berencana membalas mereka secara diam-diam. Setelah mendengar cerita Simon, Yahsva membentak, "Kamu selalu membuat masalah! Aku bantu kamu terakhir kali."Simon menambahkan, "Kalau ke depannya kamu berani bertindak semena-mena dengan mengandalkan identitasmu, kamu selesaikan masalahmu sendiri! Aku nggak bisa melindungimu seumur hidup, kamu