"Tentu saja, Kak. Sejak kapan aku pernah bohong sama kamu? Kamu tenang saja, nggak akan ada masalah," balas Tirta sambil tersenyum."Kak Melati, aku bisa jadi saksi bahwa ucapan Tirta benar. Waktu dia bicara sama Nabila, aku juga ada di sampingnya." Arum tahu bahwa Tirta hanya ingin menghibur Melati, jadi dia juga membantu Tirta berbicara."Bahkan Arum juga tahu? Astaga, kenapa nggak bilang lebih awal sama kami? Duh, dasar. Buat aku khawatir saja ...." Mendengar ucapan Arum, Melati baru percaya dan menepuk-nepuk dadanya dengan tenang.Bagaimanapun, setelah kenal dengan Arum beberapa hari ini, Arum tidak pernah berbohong."Itu karena aku kira Tirta sudah bilang sama kalian sedari awal, makanya aku nggak bilang apa-apa," balas Arum sambil melirik Tirta dengan perasaan bersalah.Setelahnya, Melati dan Ayu kembali menanyakan beberapa hal pada Tirta, tetapi Tirta berhasil mengelabui mereka. Pada akhirnya, mereka pun tidak banyak bertanya lagi."Tadinya aku berencana mau ke kota besok. Tapi,
Uang bisa menggerakkan hati manusia.Hanya dengan berpikir sejenak saja, Tirta langsung bisa menebak bahwa Agatha pasti diculik karena Pil Kecantikan. Kalau saja Susanti tidak memberitahunya, Tirta sama sekali tidak tahu bahwa Agatha telah diculik.Memikirkan Agatha yang bahkan tidak bisa menjamin keselamatannya sendiri saat ini, membuat Tirta sangat khawatir. Tanpa sadar, dia mencengkeram tangan Susanti hingga terasa sakit.Melihat reaksi Tirta seheboh ini, Susanti baru teringat. Bukankah Direktur Farmasi Santika adalah wanita cantik yang dilindungi Tirta mati-matian saat berada di rumah sakit waktu itu?"Tirta, kamu jangan emosi dulu. Dengarkan ceritaku pelan-pelan," ujar Susanti sambil menarik kembali tangannya dengan perasaan cemburu."Penculikannya baru terjadi semalam. Waktu mendapat kabarnya, kami sudah blokir semua akses kota semalam. Bahkan Pak Saad juga sudah mengutus orang untuk membantu penyelidikan.""Menurut informasi yang kami dapatkan saat ini, Agatha menghilang di Farm
Di seluruh kota, hampir setiap jalan dipenuhi dengan mobil polisi. Setiap pintu masuk dijaga ketat oleh petugas patroli yang memeriksa setiap kendaraan. Wali kota yang turun tangan untuk memerintahkan pencarian. Ditambah lagi, seluruh tenaga kepolisian telah dikerahkan, menunjukkan betapa seriusnya mereka menangani kasus ini.Bukan hanya karena Tirta yang terlibat, tapi juga karena Farmasi Santika yang sedang meroket. Perusahaan ini berpotensi menjadi perusahaan besar. Bagi pemerintah setempat, hal ini tentu sangat menguntungkan. Sekarang dengan adanya ancaman yang berusaha merusak hal baik tersebut, mereka bertekad untuk menyelesaikan kasus ini tanpa menyisakan celah sedikit pun.Kasus penculikan Agatha telah menjadi pembicaraan hangat di kota dan semua orang mengetahuinya.Di lantai tujuh sebuah apartemen kecil yang terpencil, seorang pria paruh baya menatap keluar jendela menyaksikan mobil-mobil polisi yang berpatroli tanpa henti di jalanan. Ekspresinya tampak sangat cemas saat buru
"Dipo? Siapa itu? Dia yang culik Agatha?" tanya Tirta."Ini ... meski masih belum bisa dipastikan, kemungkinannya sangat besar." Setelah berhenti sejenak, Mauri melihat informasi yang didapatkannya dan memberi penjelasan pada Tirta."Dipo adalah keturunan langsung dari keluarga kaya di ibu kota provinsi, yang memiliki bisnis di bidang produk kecantikan.""Menurut informasi dari para pemegang saham, sekitar dua hari yang lalu, entah bagaimana Dipo mendengar kabar tentang kesuksesan Pil Kecantikan dan datang secara khusus dari ibu kota provinsi untuk mengajukan kerja sama dengan Bu Agatha.""Dia menawarkan dua triliun untuk membeli Farmasi Santika, tapi ditolak mentah-mentah oleh Bu Agatha. Sore harinya, Dipo datang lagi dengan tawaran empat triliun, tapi tetap ditolak. Pada akhirnya, Dipo nggak lanjut negosiasi lagi sama Bu Agatha. Dari sini, mudah ditebak bahwa yang paling dia incar adalah formula Pil Kecantikan."Mendengar hal itu, Tirta berkata dengan sinis, "Dia pikir bisa beli form
Di luar ruang VIP, ada lebih dari sepuluh pengawal profesional dengan gaji tahunan miliaran yang berjaga-jaga. Semua ini jelas menunjukkan betapa istimewanya status dan kekayaan mereka.Tidak heran, enam penari cantik yang biasanya sombong itu berani menampilkan tubuh mereka. Jika salah satu dari mereka mendapatkan perhatian dari para pemuda ini, mungkin itu akan menjadi kesempatan besar bagi mereka untuk mengubah nasib.Di antara keempat pemuda tersebut, ada seorang pria muda berusia 20-an dengan wajah tirus, hidung bengkok, bibir tipis, dan mengenakan jam tangan mewah. Dia adalah Dipo. Dua dari tiga orang lainnya adalah teman dekat Dipo yang juga berasal dari keluarga kaya di ibu kota provinsi."Pak Resnu, nggak kusangka bisa ketemu denganmu di tempat sekecil ini. Maaf kalau pertanyaanku lancang, tapi kenapa tanganmu bisa patah?"Dipo mengangkat gelas anggurnya, lalu bertanya dengan penuh rasa hormat kepada seorang pemuda yang terbaring lemah di sofa dengan wajah pucat. Jika Tirta ad
Resnu memang sudah menanti-nantikan penawaran Dipo ini, sehingga dia langsung menyetujuinya tanpa ragu-ragu.Setelah itu, dia mendesak dengan tidak sabaran, "Karena Pak Dipo begitu menghargaiku, aku juga nggak sungkan-sungkan lagi. Tapi, di mana kalian menyekap pemilik Pil Kecantikan itu? Cepat bawa dia kemari, aku bantu kalian menanyakan formulanya supaya kita bisa sukses besar!""Pak Resnu nggak usah buru-buru. Orangnya ada di tempat lain, tapi sekarang ini seluruh kota dipenuhi polisi patroli. Bahkan wali kota sendiri juga turun tangan langsung untuk mencarinya. Sebaiknya kita tunggu dua hari dulu supaya keributan ini mereda sebelum menanyakan soal Pil Kecantikan.""Pak Resnu, kita minum dulu," tambah Dipo sambil mengangkat gelasnya."Ya, Pak Resnu, kita minum dulu untuk merayakannya." Kedua pemuda kaya lainnya juga merasa senang karena berhasil mengajak Resnu untuk bergabung. Bagaimanapun, mereka memang kaya, tetapi posisi Resnu jauh di atas mereka karena memiliki ayah yang menjaba
Seketika, Dipo berpikir bahwa dia harus bersenang-senang dengan wanita yang luar biasa seperti Agatha."Haha, kalau Pak Resnu nggak tertarik, kami nggak sungkan-sungkan lagi ya." Lukky dan seorang pemuda lainnya mulai memeluk dan mencium para penari tersebut. Setelah itu, terdengar suara desahan yang bertubi-tubi.Dipo perlahan-lahan berubah pikiran. Dia menarik salah seorang penari dan melepas sabuk pinggangnya. Baru saja hendak melampiaskan nafsunya, pintu ruangan VIP itu tiba-tiba didorong hingga terbuka.Bos Queen Club masuk dengan wajah panik. Sebelum dia sempat berbicara, Dipo telah menyelanya sambil mengernyit, "Bukannya sudah kubilang, jangan ganggu kami kalau nggak ada urusan penting!"Bos itu berkata sambil tertawa getir, "Pak Dipo, aku juga nggak mau mengganggu kalian. Tapi, wali kota dan kepala kepolisian datang bersama seorang pemuda untuk mencari Bapak! Aku nggak bisa menghalangi mereka. Mereka akan tiba sebentar lagi!"Mendengar hal itu, ekspresi Dipo dan kedua pemuda la
Begitu Tirta melangkah masuk, Mauri, Saad, dan Susanti pun mengikuti. Situasi mendadak ini membuat para penari di ruang privat buru-buru memakai pakaian mereka, lalu berdiri di samping tanpa berani bergerak. Sekalipun Saad dan lainnya tidak bersuara, mereka bisa menebak identitas pendatang ini."Kalian semua pecundang ya? Aku bayar kalian mahal-mahal, tapi kalian nggak sanggup mengadang orang-orang ini? Apa gunanya aku mempekerjakan kalian!" Dipo tidak meladeni Tirta, melainkan langsung membentak para pengawalnya.Dipo awalnya ingin mengulur waktu. Setelah Resnu kembali, dia akan menyuruh Resnu mengatasi masalah ini. Siapa sangka, para pengawal yang dibayar mahal ini justru tidak bisa menghentikan mereka."Pak ... a ... aku ... aku akan mengusir mereka sekarang juga!" Pemimpin pengawal murka karena ditendang Tirta. Kini, dia dimaki oleh Dipo lagi. Amarahnya makin berkecamuk.Setelah bangkit dari lantai, pemimpin pengawal itu langsung menerjang ke depan untuk bertarung dengan Tirta. Dar
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka