Tirta tidak ingin membunuh Resnu di hadapan begitu banyak orang. Yang terpenting lagi adalah, status Resnu sangat tinggi. Jika Tirta membunuhnya sekarang, pasti akan membuat Bella terkena masalah.Jika hanya Tirta seorang, tentu dia tidak akan mempertimbangkan hal ini. Namun, karena telah memutuskan untuk menerima Bella, Tirta terpaksa harus mempertimbangkan banyak hal dan akhirnya melepaskan Resnu kali ini."Nggak kusangka. Master Tirta masih muda saja sudah sehebat ini .... Apa dia pernah belajar bela diri ya? Kalau nggak, mana mungkin bisa hancurin pistol?""Menurutku, sepertinya dia belajar Teknik Zirah Emas. Padahal tadi dia jelas-jelas terkena peluru, tapi malah nggak luka sedikit pun!"Setelah Resnu dan bawahannya melarikan diri, para pekerja yang merasa terkejut baru mulai tersadar kembali. Mereka semua menebak-nebak apakah Tirta memiliki jurus untuk melindungi diri. Jika bukan karena ada Bella di sana, mereka pasti sudah mengerumuni Tirta."Tirta, kamu ... benaran nggak apa-ap
Melihat Bella begitu percaya diri, mandor yang bernama Adit ini lantas mengambil tiga potong batu yang berukuran lebih kecil untuk dipotong. Di satu sisi, dia penasaran dengan kepercayaan diri Bella. Di sisi lain, dia juga takut Bella akan ditipu orang."Adit, tunggu kami! Kami juga ikutan!" Beberapa pekerja lainnya berbondong-bondong mengikutinya. Hanya saja, beberapa saat setelah mereka pergi, ponsel Bella kembali berdering."Bella, ini Paman Dirga." Dirga menelepon Bella dengan suara yang kelelahan dan merasa bersalah."Paman, apa ada masalah yang mau diberitahukan padaku?" tanya Bella. Meski Dirga adalah seniornya, nada bicara Bella tetap terdengar tak acuh. Bagaimanapun, putranya telah mencoba untuk mencelakai Bell. Jadi, Bella juga tidak perlu bersikap segan pada Dirga."Bella, aku sudah tahu soal Pasha. Aku juga nggak nyangka anak itu bisa melakukan hal segila itu. Tujuanku meneleponmu adalah untuk minta maaf. Ke depannya, aku bakal didik Pasha dengan baik."Setelah ulah yang di
"Pasha ... punya ambisi itu hal bagus. Tapi, sifatmu terlalu agresif dan kejam. Kalaupun diberi kesempatan, kamu juga nggak akan bisa mempertahankannya. Justru karena melihat sifatmu ini, Kakek baru memutuskan untuk menyuruh Bella untuk mengambil alih tambang giok ini.""Karena semuanya sudah terjadi, Ayah juga nggak akan banyak bicara. Setelah kamu pulang nanti, Kakek memutuskan akan menyuruhmu bekerja dari tingkat yang paling dasar. Dalam waktu 10 tahun, kalau kamu bisa meraih prestasi yang memuaskan bagi Kakek, dia akan beri kamu kesempatan lagi," ujar Dirga."Ayah, aku nggak percaya Kakek akan sebaik itu. Apa kamu buat perjanjian sama dia?" tanya Pasha dengan alis berkerut.Bisnis Keluarga Purnomo sangat besar dan banyak sekali anggota di bawah mereka. Tentu saja, hukuman yang biasa diberikan juga sangat ketat dan disiplin. Pasha telah melakukan hal separah ini, dia tidak percaya hanya menerima hukuman seperti ini.Waktu 10 tahun memang terdengar lama. Namun, darah yang mengalir da
Saat Tirta baru saja hendak melanjutkan memeriksa giok, Adit dan beberapa pekerja lainnya telah kembali sambil membawa potongan giok dengan antusias."Bu Bella, benar-benar seperti yang kamu bilang. Ucapan Pak Tirta nggak salah! Beberapa batu giok yang ditambang ini isinya benar-benar seperti yang dikatakan Pak Tirta!"Mendengar hal itu, Tirta langsung menyadari bahwa kemampuannya lagi-lagi diragukan orang. Namun, dia tidak terlalu peduli. Kenyataan telah membuktikan kemampuannya."Kalau sudah tahu kehebatan Pak Tirta, kalian nggak mau minta maaf sama dia?" ucap Bella sambil bercanda."Tentu saja. Pak Tirta, aku benar-benar minta maaf. Aku yang nggak pandai menilai orang! Mohon terima permintaan maafku! Malam ini aku traktir Pak Tirta minum!" ujar Adit sambil terkekeh-kekeh."Cuma masalah kecil kok, nggak perlu sampai begitu. Aku juga nggak marah. Pak Adit cepat urus anggota untuk mulai penambangan lagi. Setelah selesai sibuk nanti, aku masih harus segera pulang," balas Tirta seraya te
Ternyata setelah mengetahui Tirta dan Bella selamat, Pasha langsung membuat rencana untuk berjaga-jaga Tirta dan Bella membuat perhitungan dengannya.Pasha bersembunyi di depan pintu masuk gua untuk mengubur 8 buah detonator yang digunakan saat penggalian gunung.Jika Tirta dan Bella tidak kembali secepat itu, Pasha pasti mengubur lebih banyak detonator lagi. Dia sengaja memilih tempat ini karena ruang di depan pintu masuk gua disiapkan khusus untuk menyimpan batu giok. Pasha yakin Tirta dan Bella akan menginjakkan kaki mereka di sana.Ternyata, dugaannya tidak salah. Ketika kedua orang itu sedang lengah, kedelapan detonator itu meledak secara bersamaan. Gua runtuh dan mengubur hidup-hidup Tirta dan Bella. Mereka pasti mati!Itu sebabnya, Tirta merasa tanah di sini lebih lunak daripada tanah lainnya. Sayangnya, Tirta tidak terpikir Pasha akan melakukan hal seperti ini.Ledakan dahsyat membuat tanah berguncang. Kamar tempat Pasha berada bahkan hancur. Pasha membuang remotnya, lalu melan
Sebelum sempat melangkah lebih jauh, tiba-tiba tumpukan batu di belakangnya berguncang dan terjatuh."Ada apa ini? Masa mereka masih hidup?" Pasha tanpa sadar menghentikan langkah kakinya. Namun, hal seperti ini tidak mungkin terjadi. Batu-batu itu setidaknya jutaan kilogram. Siapa pun yang tertimpa pasti akan mati. Tidak mungkin ada yang selamat!Namun, sebelum Pasha merasa lega, makin banyak batu yang bergelinding. Saat berikutnya, terlihat Tirta yang sekujur tubuhnya berdebu, menggendong Bella yang tidak sadarkan diri. Mereka benar-benar keluar dari tumpukan batu!Tirta memang tidak menduga akan terjadi ledakan seperti itu. Saat itu, dia ingin mengambil keuntungan dari Bella. Kebetulan, dia sedang memeluk Bella dengan erat. Itu sebabnya, ketika ledakan terjadi dan gua runtuh, Tirta langsung melindungi Bella.Jika itu orang lain, mereka pasti sudah ditimpa batu dan mati. Namun, hal ini berbeda untuk Tirta. Dia mengerahkan segenap tenaganya untuk meloloskan diri dari tumpukan batu.Ti
Tirta tidak sempat memedulikan orang-orang di dalam gua lagi. Ledakan hanya membuat sebagian pintu masuk gua runtuh. Jadi, nyawa mereka tidak berada dalam bahaya. Asalkan membuka jalan keluar untuk mereka, mereka pasti selamat.Kini, yang paling penting adalah nyawa Bella. Tirta menggendong Bella sambil berlari kencang. Pada saat yang sama, dia tidak lupa mencari bahan obat untuk meracik Pil Kebangkitan.Tirta memang telah menemukan cara untuk menyelamatkan Bella. Namun, bahan obat untuk meracik Pil Kebangkitan terlalu langka. Dia tidak yakin bisa menemukannya.Jika tidak bisa mengumpulkannya dalam waktu singkat, Bella akan mati! Ketika memikirkan ini, Tirta merasa makin panik.Di sini adalah pinggiran tambang giok. Banyak tanah yang telah digali. Terlihat banyak jejak aktivitas di sini, jadi tidak mungkin ada bahan obat yang tersisa. Jika ingin menemukannya, Tirta harus masuk ke pedalaman hutan."Tirta ... Tirta .... Apa aku sudah mati? Syukurlah! Meskipun aku mati, kamu tetap memeluk
Agar tidak memperparah cedera Bella, Tirta terpaksa meninggalkannya dulu. Dia mencari dahan pohon dan rerumputan untuk menghalangi Bella. Setelah semuanya beres, dia segera berlari ke pedalaman hutan!Untungnya, Tirta menghafal semua karakteristik obat yang tertera di buku medis kuno. Dia tahu di mana tumbuhnya bahan obat yang diperlukan untuk meracik Pil Kebangkitan.Ketika menemukan bahan obat di antara bebatuan, Tirta langsung menginjak batu hingga hancur! Ketika menemukan bahan obat di antara duri, dia langsung menerobos tanpa takut terluka! Ketika menemukan bahan obat di seberang sungai, dia langsung menyeberangi sungai!Ketika menemukan bahan obat di antara pepohonan, dia langsung mematahkan pohon! Ketika menemukan bahan obat di tebing, dia langsung mengambilnya tanpa takut mempertaruhkan nyawa!Hanya dalam sejam, Tirta berhasil menemukan lima macam bahan obat. Kalau bukan karena punya fisik istimewa, dia pasti tidak akan tahan.Namun, Tirta belum menemukan obat terakhir untuk me
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka