Tirta tidak sempat memedulikan orang-orang di dalam gua lagi. Ledakan hanya membuat sebagian pintu masuk gua runtuh. Jadi, nyawa mereka tidak berada dalam bahaya. Asalkan membuka jalan keluar untuk mereka, mereka pasti selamat.Kini, yang paling penting adalah nyawa Bella. Tirta menggendong Bella sambil berlari kencang. Pada saat yang sama, dia tidak lupa mencari bahan obat untuk meracik Pil Kebangkitan.Tirta memang telah menemukan cara untuk menyelamatkan Bella. Namun, bahan obat untuk meracik Pil Kebangkitan terlalu langka. Dia tidak yakin bisa menemukannya.Jika tidak bisa mengumpulkannya dalam waktu singkat, Bella akan mati! Ketika memikirkan ini, Tirta merasa makin panik.Di sini adalah pinggiran tambang giok. Banyak tanah yang telah digali. Terlihat banyak jejak aktivitas di sini, jadi tidak mungkin ada bahan obat yang tersisa. Jika ingin menemukannya, Tirta harus masuk ke pedalaman hutan."Tirta ... Tirta .... Apa aku sudah mati? Syukurlah! Meskipun aku mati, kamu tetap memeluk
Agar tidak memperparah cedera Bella, Tirta terpaksa meninggalkannya dulu. Dia mencari dahan pohon dan rerumputan untuk menghalangi Bella. Setelah semuanya beres, dia segera berlari ke pedalaman hutan!Untungnya, Tirta menghafal semua karakteristik obat yang tertera di buku medis kuno. Dia tahu di mana tumbuhnya bahan obat yang diperlukan untuk meracik Pil Kebangkitan.Ketika menemukan bahan obat di antara bebatuan, Tirta langsung menginjak batu hingga hancur! Ketika menemukan bahan obat di antara duri, dia langsung menerobos tanpa takut terluka! Ketika menemukan bahan obat di seberang sungai, dia langsung menyeberangi sungai!Ketika menemukan bahan obat di antara pepohonan, dia langsung mematahkan pohon! Ketika menemukan bahan obat di tebing, dia langsung mengambilnya tanpa takut mempertaruhkan nyawa!Hanya dalam sejam, Tirta berhasil menemukan lima macam bahan obat. Kalau bukan karena punya fisik istimewa, dia pasti tidak akan tahan.Namun, Tirta belum menemukan obat terakhir untuk me
Dengan demikian, detak jantung Bella mulai terdeteksi kembali. Awalnya masih sangat lambat, tetapi seiring pergerakan mutiara perak itu, detak jantung Bella akhirnya normal. Napasnya juga stabil. Itu artinya, Bella telah melewati masa kritis."Bahan obat ini lumayan juga." Bisa dibilang wanita itu merebut Bella dari malaikat maut. Namun, tidak terlihat perubahan apa pun pada ekspresinya. Tatapannya justru tertuju pada lima bahan obat yang dipetik oleh Tirta.Kemudian, wanita itu mengambilnya. Kelima bahan obat itu tiba-tiba menjadi layu. Semua khasiat yang terkandung di dalam diserap olehnya."Aku sudah menyelamatkannya. Jangan lupa janjimu padaku." Wanita itu melambaikan tangannya, lalu mutiara perak meninggalkan tubuh Bella dan masuk ke tubuh Tirta.Tidak berselang lama, kesadaran Tirta pulih kembali. Dia bergumam, "Aku nggak akan lupa."Tirta mencemaskan kondisi Bella. Setelah tersadar, dia segera mencari Bella. Begitu melihatnya, dia tak kuasa berseru kaget, "Bu Bella benaran selam
Kemudian, Tirta membantu Bella menyambungkan tulangnya kembali. Setiap gerak-gerik Tirta sangat lembut. Dia tidak ingin Bella merasa sakit.Faktanya, Bella memang tidak bisa merasa sakit. Ini karena tatapannya terfokus pada Tirta yang merawatnya dengan sepenuh hati, seolah-olah hanya ada dirinya di hati Tirta.Tirta tahu Bella hanya menahan rasa sakitnya. Dia berkata, "Bu, kalau sakit, kamu boleh ngobrol denganku supaya bisa lebih rileks.""Nggak sakit kok, sedikit pun nggak. Omong-omong, kenapa tiba-tiba terjadi ledakan?" Bella menggeleng, lalu bertanya dengan penasaran."Itu ulah Pasha. Tapi, aku sudah membunuhnya untuk membalaskan dendammu. Beraninya dia melakukan hal semacam itu. Aku nggak mungkin membiarkannya hidup!" timpal Tirta. Ketika mengungkit tentang Pasha, ekspresi Tirta menjadi dipenuhi kebencian."Kamu membunuhnya?" Bella terkejut mendengarnya. Jika ada yang mengetahuinya, apakah Tirta akan dalam bahaya? Bagaimanapun, pembunuhan adalah sesuatu yang ilegal."Nggak perlu c
Tirta telah memberi tahu Adit bahwa ledakan disebabkan oleh Pasha. Dia bisa menebak alasan Pasha mati. Pasti ada kaitannya dengan Tirta. Namun, tindakan Pasha ini sangat keterlaluan. Bisa dibilang dia pantas mati."Tenang saja, Pak. Kami nggak bakal membocorkan apa pun." Para pekerja mengiakan."Kalian bereskan kekacauan di sini, kalian ikut aku menjaga kamar Bu Bella. Jangan terlalu ribut. Bu Bella harus istirahat," perintah Adit.....Sebelum langit gelap, Tirta kembali dengan membawa banyak bahan obat. Kemudian, dia memasak semua bahan obat itu dan menyuapi Bella.Pada akhirnya, Bella tertidur lelap sambil menggenggam tangan Tirta. Tirta tidak menyingkirkan tangannya. Dia duduk sambil tidur di pinggir ranjang, membiarkan Bella menggenggamnya.Keesokan pagi, Bella mendapati Tirta tidur di pinggir ranjang. Dia merasa sangat terharu. Tirta juga merasakan pergerakan Bella. Dia tahu Bella sudah bangun, jadi membuka mata dan menguap."Tirta, kenapa kamu nggak tidur di ranjang saja?" tanya
Ketika Tirta kembali dengan membawa obat, Bella berkata dengan wajah tersipu dan suara lirih, "Tirta, ayahku bakal kemari. Dia bilang mau melihatmu.""Hah? Melihatku?" Tirta termangu."Ya. Kalau dia merasa puas, kita bisa bersama." Ketika mengatakan ini, tatapan Bella terus tertuju pada Tirta."Oh ... baguslah kalau begitu." Ekspresi Tirta tampak agak canggung."Tirta, sepertinya kamu nggak senang. Kamu nggak ingin pacaran denganku ya?" Bella seketika merasa cemas."Bukan begitu. Aku cuma gugup. Gimana kalau ayahmu nggak menyukaiku nanti? Bukankah sangat gawat?" Tirta berpura-pura menghela napas dengan cemas.Faktanya, Tirta sama sekali tidak merasa gugup. Masalahnya adalah ada banyak wanita cantik yang menunggunya di rumah. Jika Tirta bertemu ayah Bella dan hubungan mereka direstui, dengan kekuasaan Keluarga Purnomo, mereka pasti akan tahu Tirta punya banyak wanita.Ketika saat itu tiba, bukankah Bella akan menangis darah dan membencinya? Tidak boleh, Tirta tidak boleh membuat ayah Be
Darwan berujar, "Tampaknya semua ini berkat Tirta yang disebut-sebut Bella. Masih muda, tapi selain ahli dalam memilih batu, kemampuan medisnya juga luar biasa. Aku jadi makin penasaran dengannya."Mendengar perkataan awal dokter wanita itu, ekspresi Darwan sempat berubah. Namun setelah mendengar bahwa kondisi Bella sudah membaik, kekhawatirannya pun mereda. Dari nada bicara dokter, Darwan bisa merasakan bahwa Tirta adalah sosok yang sangat dihargai.Saat ini, Bella berucap, "Ayah, awalnya aku juga nggak tahu dia sehebat itu. Tapi setelah itu aku menyadari bahwa dia hampir bisa melakukan apa saja. Rasanya nggak ada yang nggak bisa dia lakukan.""Bahkan, Pil Kecantikan yang sedang sangat populer adalah hasil karyanya," puji Bella. Dia merasa lega ketika melihat reaksi ayahnya. Itu sebabnya, dia mulai memuji Tirta tanpa henti."Oh? Jadi, Pil Kecantikan itu hasil karyanya? Anak muda yang hebat!" ucap Darwan yang makin kagum. Pil Kecantikan yang menjadi sorotan Keluarga Purnomo karena pot
Namun, ketika perkataan itu sampai ke telinga Darwan, itu justru membuatnya makin mengagumi Tirta. Sebab, dia menganggapnya sangat rendah hati.Darwan memuji, "Bagus, bagus sekali. Selama bertahun-tahun di dunia bisnis, aku sudah bertemu banyak anak muda, tapi nggak ada yang sehebat dirimu.""Kebanyakan dari mereka terlalu sombong dan suka meremehkan orang lain. Tapi, kamu justru rendah hati dan punya sifat yang baik. Putriku memang punya selera yang bagus!" lanjut Darwan."Ayah, jangan terlalu membesar-besarkan. Ini karena Tirta memang hebat, bukan karena aku," jawab Bella dengan malu-malu. Dia menatap Tirta dengan penuh kekaguman.Bella sendiri tidak menyangka bahwa ayahnya akan sangat puas dengan Tirta. Dengan begitu, hubungannya dengan Tirta pun hampir pasti bisa diterima.Namun, Tirta justru merasa makin tertekan. Dia bahkan sudah merendahkan dirinya. Lantas, kenapa Darwan malah makin menyukainya?"Tirta, boleh tahu kamu berasal dari mana? Gimana keadaan keluargamu?" tanya Darwan
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka