Tirta baru menghentikan gerakannya, lalu membuang taring ular itu untuk beristirahat. Bukan karena kehabisan stamina, melainkan hanya perlu menenangkan dirinya karena terlalu agresif saat melampiaskan amarahnya tadi.Bella yang terbaring tidak jauh dari tempat itu mengeluarkan erangan lirih. Dia terbangun karena rasa sakit yang menghujam tubuhnya."Ugh ... sakit sekali."Bella menyeka noda darah di wajahnya secara refleks. Dia melihat mayat ular piton yang mengerikan tergeletak di sampingnya dan Tirta yang yang sedang duduk di atasnya dengan sekujur berlumuran darah.Pemandangan ini membuat Bella terkesiap. Padahal Tirta masih muda, tapi ternyata dia sekuat ini? Bahkan bisa membunuh ular piton yang besar? Ini benar-benar menakjubkan!Hanya dengan melihat sekilas saja, semua orang sudah bisa menilai apa yang baru saja terjadi. Apalagi, Bella masih ingat dengan kejadian sebelum dia pingsan tadi. Setelah menenangkan iri, Bella memegang dadanya dengan ekspresi rumit dan ketakutan."Tirta .
Bella masih muda. Apalagi, dia punya latar belakang keluarga yang hebat dan hidupnya termasuk sangat sempurna. Menghadapi situasi seperti ini, siapa yang bisa menerima kematian yang mendekat dengan perasaan tenang?Tirta menghiburnya, "Tenang saja. Nggak akan ada masalah selama ada aku di sini. Berbaringlah, biar kuperiksa. Lepaskan semua pakaianmu."Bella berbaring dengan patuh. Bahkan di saat seperti ini pun, Bella masih memegang kerah bajunya dengan malu-malu. Wajahnya yang pucat tampak merona."Aku nggak mau ...."Melihat penampilan Bella seperti ini, Tirta berkata dengan tidak berdaya, "Ini bukan waktunya untuk malu! Kamu nggak sayang nyawa lagi ya?""Kalau tulangmu nggak diobati, kamu bisa mati! Lagi pula, memangnya aku belum pernah melihat tubuhmu sebelumnya? Aku sudah pernah melihat semuanya, jadi apa lagi yang membuatmu malu? Selain itu, kamu sendiri yang berinisiatif menunjukkannya padaku ....""Kalau kamu masih nggak mau lepas pakaianmu, aku yang akan merobeknya."Tanpa menu
Tidak berselang lama, Tirta berhasil membantu Bella menyambung tulang rusuknya. Tirta menyeka keringatnya, lalu mengambil pakaian dalam hitam berenda di samping dan memakaikannya pada Bella dengan lembut.Bella mengangkat kedua tangannya. Ini pertama kalinya dia memakai pakaian dalam dengan dibantu pria. Selain itu, Tirta terlihat sangat mahir.Bella menatap Tirta dengan mata berkaca-kaca. Sebelumnya dia bersikap sangat buruk kepada Tirta, tetapi Tirta masih menolongnya. Ini di luar dugaan Bella."Tirta, aku ...." Sebelum Bella sempat berbicara, Tirta tiba-tiba menggigit jari sendiri hingga berdarah dan memasukkannya ke mulut Bella.Bella pun termangu. Dia tidak memahami maksud Tirta. Apa mungkin ini hobi uniknya? Tirta berujar, "Jangan bicara lagi. Minum darahku. Jangan tanya alasannya."Tirta memapah Bella dari tanah dengan satu tangan. Sambil membiarkan Bella mengisap darahnya, Tirta juga menyalurkan energi perak ke tubuh Bella.Energi ini mengalir ke sekujur tubuh Bella, membuat Be
"Kalau aku tersesat, aku masih bisa bertahan beberapa hari. Tapi, aku nggak mau melihatmu menunggu kematian di sini. Lupakan saja. Kita akan pulang bersama," jelas Tirta.Bella merasa yang dikatakan Tirta masuk akal, jadi mengangguk menyetujuinya. Waktu terus berlalu. Ada sedikit cahaya yang menyinari masuk di pagi dan siang hari. Setelah langit gelap, gua menjadi gelap gulita.Suasana di sini benar-benar hening. Suhu menurun drastis, membuat Tirta dan Bella kedinginan. Keputusasaan semacam ini tidak akan bisa ditanggung orang biasa. Ini tidak ada bedanya dengan berbaring di peti mati yang sempit dan gelap. Bella tak kuasa merasa takut.Bella melirik ke samping, lalu bertanya, "Tirta, kamu di sana?"Tirta sedang tidur. Dia merespons dengan culas, "Ya ... kenapa?"Bella merangkul lengan Tirta dengan erat dan berkata, "Aku takut. Apa kamu bisa memelukku saat tidur supaya aku merasa lebih tenang?Bella seperti anak kucing yang ditelantarkan di kardus. Kini, hanya pelukan yang bisa membuat
Bella mengira Tirta benar-benar akan menemaninya di sini, tetapi Tirta malah diam-diam kabur, membiarkan dirinya menunggu kematian di sini.Tangisan Bella yang menyedihkan bergema di dalam gua. Tidak ada yang bisa dirasakannya lagi selain keputusasaan.Tiba-tiba, terdengar suara air di sekitar. Sebuah sosok yang familier tampak keluar dari air. Sosok itu bahkan memegang dua ekor ikan yang masih hidup.Tirta mengibaskan rambutnya. Ketika melihat Bella yang menangis tersedu-sedu, dia pun termangu. "Ada apa? Kenapa nangis sampai sesedih ini? Kamu mau panggil setan ya?"Bella pun merasa senang melihat Tirta kembali. Ternyata Tirta tidak meninggalkannya, melainkan menangkap ikan supaya mereka bisa makan.Bella segera menyeka air matanya dan berujar, "Nggak apa-apa. Aku nggak melihatmu saat bangun. Kukira kamu mencampakkanku, makanya aku ...."Jika dibandingkan dengan Bella yang tampak angkuh di ekspo, Bella yang sekarang seperti dua orang yang berbeda. Tirta sampai tidak bisa menahan tawany
Ketika mendengar pertanyaan Resnu, pria itu menyahut dengan ekspresi masam, "Pak, mereka ... masuk ke gunung. Pegunungan terlalu luas. Aku kehilangan jejak mereka ....""Apa? Kamu kehilangan jejak mereka? Matamu buta ya? Nggak berguna sekali!" hardik Resnu. Dia sampai ingin bangkit dari ranjangnya saking emosinya. Namun, karena lukanya tertarik, dia terpaksa berbaring kembali.Kemudian, Resnu pun melampiaskan amarahnya kepada Kadir. "Pak Kadir, gimana saja sih kamu? Kenapa kinerjamu buruk sekali? Sebenarnya kamu mau naik jabatan atau nggak? Aku bisa menyuruh ayahku melengserkanmu kapan saja lho!""Pak Resnu, pegunungan di Kota Barlin tak berujung. Siapa pun yang masuk pasti bakal tersesat. Jadi, wajar kalau dia kehilangan jejak mereka," sahut Kadir.Saat ini, Kadir berbaring di ranjang sebelah. Ketika mendengar bentakan Resnu, dia memaki seluruh keluarga Resnu dalam hatinya. Setelah puas, dia baru memberi penjelasan."Kamu masih berani membantah? Aku akan memberimu kesempatan terakhir.
"Kamu rasa? Semua ini gara-gara Tirta si berengsek itu! Kalau nggak ada dia, aku nggak bakal jadi begini! Mana kakak sepupumu dan bajingan itu?" tanya Resnu.Ketika melihat Pasha, Resnu baru teringat bahwa mereka pernah bertemu. Dulu, mereka bahkan pernah melakukan threesome.Ekspresi Pasha berubah drastis mendengar Resnu mencari Bella dan Tirta. Tindakannya tidak boleh diketahui siapa pun.Jadi, Pasha menghela napas dan berkata, "Kemarin, Kak Bella dan Tirta pergi ke pedalaman gunung untuk mandi. Sampai sekarang, mereka belum kembali. Aku sudah menyuruh orang mencari, tapi nggak menemukan apa pun.""Berengsek! Maksudmu mereka pergi mandi bersama dan masih belum pulang sampai sekarang? Sialan!" Ekspresi Resnu menjadi ganas. Dia mengira Bella dan Tirta berhubungan intim sampai lupa pulang."Jangan panik. Sepertinya mereka tersesat di gunung. Ada banyak binatang buas di sana. Lebih baik kita mengutus orang mencari. Jangan sampai terjadi sesuatu pada Bu Bella," hibur Kadir. Dia mengira Re
Akting Pasha bisa dibilang sempurna, apalagi dia dan Bella adalah saudara sepupu. Tidak ada yang menduga bahwa hilangnya Bella berkaitan dengan Pasha."Jangan terlalu menyalahkan diri sendiri. Kamu jadi kurusan karena terus mencari mereka. Istirahat saja dulu. Aku akan mengirim helikopter untuk mencari di seluruh gunung," ujar Kadir. Dia langsung mengeluarkan ponselnya untuk menelepon seseorang.Bagaimanapun, Bella adalah keturunan resmi Keluarga Purnomo. Jika terjadi sesuatu pada Bella di wilayah kekuasaan Kadir, bukankah Kadir akan dimintai pertanggungjawaban nanti?"Ya, cepat kirim helikopter. Kita harus menemukan Bella!" seru Resnu segera."Mohon bantuannya, Pak Kadir. Aku lelah sekali. Aku mau istirahat dulu," ucap Pasha. Dia mengira sandiwaranya akan membuat Resnu dan Kadir menyerah, tetapi ternyata tidak.Kedua pria ini masih bersikeras mencari. Pasha hanya bisa berpura-pura berterima kasih dan kembali ke kamarnya untuk istirahat."Cari saja sesuka hati kalian. Mereka mungkin su
"Hehe, jadi kamu Tirta ya? Masih muda dan cuma rakyat jelata, tapi berani menyuruhku masuk untuk menemuimu? Benar-benar nggak tahu diri!" Setelah memasuki klinik, Pinot menatap Tirta dengan tatapan tajam. Sikapnya terlihat seperti pejabat tinggi yang penuh wibawa."Ayah Angkat, dia Tirta. Jangan lepaskan dia begitu saja! Tirta, ayah angkatku sudah datang. Kamu akan berakhir tragis. Setahun lagi akan menjadi hari peringatan kematianmu!" Karsa yang dibawa masuk langsung dipenuhi api kebencian setelah melihat Tirta. Setelah berbicara kepada Pinot, dia berteriak dengan marah kepada Tirta."Kamu ayah angkat Karsa? Huh, sudah tua dan mau mati, tapi masih saja bodoh. Pendiri negara, Pak Saba, ada di sini. Kamu malah berani sesombong ini?" Tirta sama sekali tidak peduli dengan Karsa, melainkan menatap Pinot dan tersenyum dingin."Pak Saba? Saba Dinata? Hahaha, kenapa nggak bilang dia raja saja? Kamu ini cuma orang kampung yang picik. Atas dasar apa kamu mengenal orang sehebat Pak Saba?" Pinot
"Bu ... buset! Me ... mereka punya pistol!" Begitu melihat perubahan situasi yang mendadak, orang-orang itu pun terkesiap.Apalagi, aura yang dipancarkan oleh para pengawal Nagamas itu dipenuhi niat membunuh. Mereka ketakutan hingga memucat dan sekujur tubuh gemetar. Seketika, tidak ada yang berani bergerak.Saat ini, terdengar suara santai seseorang. "Aku Tirta. Beri tahu bos kalian, kalau mau menemuiku, suruh dia masuk sendiri. Mau aku yang keluar? Dia nggak pantas!"Tirta menyesap tehnya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan."Ya, cuma wali kota rendahan. Atas dasar apa dia menyuruh Kak Tirta keluar menemuinya? Dia saja yang merangkak masuk!" ucap Shinta yang memeluk anak harimau."Kita keluar!" Para bawahan itu tidak berani membantah karena mereka dibidik dengan pistol. Mereka berlari keluar dengan ketakutan."Hm? Aku suruh kalian bawa Tirta keluar. Kenapa kalian malah keluar secepat ini?" tanya Pinot dengan kesal saat melihat bawahannya keluar dengan tangan kosong."Ayah Angkat
Semua orang mengikuti arah pandang Pinot. Begitu melihatnya, mereka semua terkejut. Bagaimana bisa mobil dengan plat nomor ibu kota muncul di tempat terpencil seperti ini?Bahkan, mobil yang berada di paling depan punya plat nomor yang begitu istimewa, A99999! Jelas, pemilik mobil ini bukan orang biasa!"Pak Pinot, aku rasa kamu berlebihan. Orang-orang di ibu kota itu nggak mungkin datang ke tempat jelek seperti ini. Ini nggak masuk akal. Mungkin saja, ini rekayasa Tirta. Jangan menakuti diri sendiri," ucap Ladim sambil tersenyum tipis setelah terpikir akan kemungkinan ini."Masuk akal. Kalau Tirta kenal tokoh besar di ibu kota, mana mungkin dia masih tinggal di tempat bobrok seperti ini?""Ayah Angkat, dia mungkin tahu kita bakal kemari untuk balas dendam. Dia takut, makanya ingin menakuti kita dengan cara seperti ini. Kamu jangan tertipu," ujar Karsa yang ingin sekali membalas dendam."Seharusnya begitu. Huh! Bocah ini licik juga! Kalian semua, masuk dan tangkap dia!" Setelah menghel
"Pak Ladim, kalau kamu suka, kita bisa pindahkan dia ke Kota Lais supaya lebih dekat. Setelah kamu menundukkannya, jangan lupa kirim ke tempatku.""Ya, aku memang punya rencana seperti itu." Ladim tertawa terbahak-bahak.Saat ini, tenaga Karsa telah pulih banyak. Tatapannya dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi sambil berkata dengan susah payah, "Ayah Angkat, akhirnya kamu datang. Aku jadi cacat gara-gara mereka. Gimana aku bisa berbakti padamu di kemudian hari?""Kamu harus membantuku membalas dendam! Kalau nggak, aku nggak bakal bisa tenang seumur hidup!""Sebenarnya siapa yang membuatmu jadi begini? Kejam sekali." Pinot baru memperhatikan penampilan tragis Karsa. Bukan hanya patah tangan dan kaki, tetapi kelima jari di tangan kiri juga putus.Pinot tak kuasa menarik napas dalam-dalam saking terkejutnya. Kondisi Harto juga sama tragisnya."Nama bocah itu Tirta! Kami bertemu di kota kecil sekitar. Bukan cuma aku, tapi adikku juga! Ayah Angkat, Pak Ladim, kalian harus membalaskan d
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan
"Kak Tirta, yang kamu tulis ini benar? Benaran ada efek seperti itu?" Setelah melihat resep untuk pembesaran bokong dengan teliti, ekspresi Shinta penuh kegembiraan.Dengan resep pembesaran payudara dan bokong ini, dia akan menjadi wanita sempurna di masa depan!"Tentu saja benar, untuk apa aku menipumu?" sahut Tirta mengangguk."Tirta, aku tentu percaya dengan keahlian medismu, bahkan kamu bisa dibilang setara dengan dewa. Tapi, apa benaran khasiatnya sebagus itu? Orang mati bisa dibangkitkan kembali?" tanya Saba yang semakin terkejut setelah melihat resep itu."Itu juga benar. Selama nggak ada kerusakan otak, jantung hancur, atau berusia lebih dari 100 tahun, resep ini bisa menyelamatkan mereka. Kalau kamu nggak butuh, keluarga atau temanmu juga bisa menggunakannya. Cukup ikuti resep di atas untuk membuatnya," jelas Tirta."Oke, ini baru namanya kebal dari apa pun! Kalau digunakan di kemiliteran, ini akan sangat berguna! Tirta, terima kasih!" Ini pertama kalinya Saba menunjukkan eksp
"Kak Saba, hadiah ini terlalu berharga. Aku nggak bisa menerimanya!" Mendengar itu, tangan Tirta sampai gemetaran. Dia hendak mengembalikan kotak hitam kecil itu.Meskipun belum pernah mendengar tentang Nagamas, dari namanya saja, Tirta bisa menebak bahwa yang tinggal di sana pasti orang-orang besar seperti Saba!Tirta merasa, sebagai orang biasa yang tidak memiliki jabatan atau kekuasaan, dirinya tidak layak tinggal di tempat seperti itu.Sementara itu, buku kecil biru itu seperti semacam surat pengampunan yang sangat berharga!Tirta merasa dirinya hanya mengobati penyakit orang, secara logika, dia tidak pantas menerima hadiah sebesar ini."Tirta, kenapa sungkan begitu sama aku? Vila itu sudah terdaftar atas namamu. Terima saja. Lagi pula, kalau aku mengundangmu untuk jalan-jalan ke ibu kota, kamu butuh tempat untuk tinggal, 'kan?" Saba melambaikan tangan dan tersenyum."Benar, barang-barang ini nggak ada artinya bagi kakek. Kak Tirta, terima saja. Kalau nggak, kamu nggak boleh mencar
Tirta tersenyum dan berkata, "Ya sudah, besok kamu temani aku beli sayuran."Dengan mata yang berkilat, Tirta langsung menyetujui dengan cepat. Melihat Tirta setuju, Ayu merasa senang. Dia mulai memikirkan, apa yang harus dikenakan besok.....Setelah makan, sekitar setengah jam kemudian, Ayu membawa para wanita menyiram tanaman di kebun.Tirta dengan beberapa anak harimau di pelukannya, sedang duduk santai di depan pintu menikmati sinar matahari.Tiba-tiba, beberapa mobil jeep hitam berhenti perlahan di depan klinik. Pintu mobil terbuka. Shinta adalah yang pertama keluar dari mobil.Gadis itu berkata dengan girang kepada seorang pria tua di dalam mobil, "Kakek, ini tempat tinggal Tirta. Namanya Desa Persik. Ada gunung dan ada air, pemandangannya sangat indah.""Desa Persik ... bagus, bagus. Benar-benar tempat yang bagus untuk menenangkan diri. Pantas saja orang sehebat Tirta tinggal di sini." Saba turun dari mobil dan memandang sekitar.Di depan matanya, ada pegunungan hijau dan air y
"Bi Ayu, aku sudah bawa Tirta kembali! Waktu aku sampai, dia sedang makan nasi kotak di vila!" Setelah kembali ke klinik, Arum melepaskan Tirta dan menepuk tangannya sambil berkata dengan tidak puas."Tirta, Arum sudah masak banyak makanan bergizi untukmu. Kenapa nggak dimakan dan malah pergi ke vila untuk makan nasi kotak?" tanya Ayu dengan bingung."Kenapa lagi?" Agatha tertawa dan menyela, "Karena dia nggak ingin makan kemaluan sapi!"Di sudut meja makan, Nia yang mendengar ini merasa agak malu."Tirta, terakhir kali kamu menghabiskan sepiring penuh kemaluan sapi dalam dua hingga tiga menit. Kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Arum dengan kesal. "Aku kira kamu suka makan itu, jadi aku masak dua batang kali ini!""Ya, Tirta, kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Melati dengan bingung."Aku ... hais, aku sebenarnya nggak butuh makan itu. Tubuhku sehat-sehat saja, makanan seperti itu berlebihan untukku," timpal Tirta dengan lesu."Kenapa berlebihan? Makanan itu sangat b