Tirta melirik sekeliling gua dan melihat tumpukan tulang manusia yang berserakan di lantai, beberapa di antaranya sudah hancur dan membusuk. Ada tulang kaki dan tengkorak yang menunjukkan bahwa selama bertahun-tahun, ular piton ini sudah merenggut nyawa banyak korban."Sshh ...."Pada saat yang sama, ular piton itu mengangkat tubuhnya yang besar dan kepala yang menjulang setinggi lebih dari tiga meter. Matanya penuh dengan kebencian.Dengan gerakan yang cepat, ular itu meluncur menyerang Tirta dan Bella. Jelas bahwa ular ini belum melupakan luka yang ditimbulkan Tirta sebelumnya dan tidak berniat melepaskan mereka."Dasar! Naga saja sudah pernah kumakan, kamu pikir aku takut padamu, binatang sialan?" teriak Tirta dengan marah. "Ayo maju!"Tirta meletakkan tubuh Bella di tanah dengan hati-hati, lalu ekspresinya berubah menjadi ganas. Tanpa ragu-ragu, dia melompat maju untuk menghadapi ular itu. Seperti biasanya, ular piton itu mencoba menggunakan teknik lilitannya. Saat Tirta mendekat,
Tirta baru menghentikan gerakannya, lalu membuang taring ular itu untuk beristirahat. Bukan karena kehabisan stamina, melainkan hanya perlu menenangkan dirinya karena terlalu agresif saat melampiaskan amarahnya tadi.Bella yang terbaring tidak jauh dari tempat itu mengeluarkan erangan lirih. Dia terbangun karena rasa sakit yang menghujam tubuhnya."Ugh ... sakit sekali."Bella menyeka noda darah di wajahnya secara refleks. Dia melihat mayat ular piton yang mengerikan tergeletak di sampingnya dan Tirta yang yang sedang duduk di atasnya dengan sekujur berlumuran darah.Pemandangan ini membuat Bella terkesiap. Padahal Tirta masih muda, tapi ternyata dia sekuat ini? Bahkan bisa membunuh ular piton yang besar? Ini benar-benar menakjubkan!Hanya dengan melihat sekilas saja, semua orang sudah bisa menilai apa yang baru saja terjadi. Apalagi, Bella masih ingat dengan kejadian sebelum dia pingsan tadi. Setelah menenangkan iri, Bella memegang dadanya dengan ekspresi rumit dan ketakutan."Tirta .
Bella masih muda. Apalagi, dia punya latar belakang keluarga yang hebat dan hidupnya termasuk sangat sempurna. Menghadapi situasi seperti ini, siapa yang bisa menerima kematian yang mendekat dengan perasaan tenang?Tirta menghiburnya, "Tenang saja. Nggak akan ada masalah selama ada aku di sini. Berbaringlah, biar kuperiksa. Lepaskan semua pakaianmu."Bella berbaring dengan patuh. Bahkan di saat seperti ini pun, Bella masih memegang kerah bajunya dengan malu-malu. Wajahnya yang pucat tampak merona."Aku nggak mau ...."Melihat penampilan Bella seperti ini, Tirta berkata dengan tidak berdaya, "Ini bukan waktunya untuk malu! Kamu nggak sayang nyawa lagi ya?""Kalau tulangmu nggak diobati, kamu bisa mati! Lagi pula, memangnya aku belum pernah melihat tubuhmu sebelumnya? Aku sudah pernah melihat semuanya, jadi apa lagi yang membuatmu malu? Selain itu, kamu sendiri yang berinisiatif menunjukkannya padaku ....""Kalau kamu masih nggak mau lepas pakaianmu, aku yang akan merobeknya."Tanpa menu
Tidak berselang lama, Tirta berhasil membantu Bella menyambung tulang rusuknya. Tirta menyeka keringatnya, lalu mengambil pakaian dalam hitam berenda di samping dan memakaikannya pada Bella dengan lembut.Bella mengangkat kedua tangannya. Ini pertama kalinya dia memakai pakaian dalam dengan dibantu pria. Selain itu, Tirta terlihat sangat mahir.Bella menatap Tirta dengan mata berkaca-kaca. Sebelumnya dia bersikap sangat buruk kepada Tirta, tetapi Tirta masih menolongnya. Ini di luar dugaan Bella."Tirta, aku ...." Sebelum Bella sempat berbicara, Tirta tiba-tiba menggigit jari sendiri hingga berdarah dan memasukkannya ke mulut Bella.Bella pun termangu. Dia tidak memahami maksud Tirta. Apa mungkin ini hobi uniknya? Tirta berujar, "Jangan bicara lagi. Minum darahku. Jangan tanya alasannya."Tirta memapah Bella dari tanah dengan satu tangan. Sambil membiarkan Bella mengisap darahnya, Tirta juga menyalurkan energi perak ke tubuh Bella.Energi ini mengalir ke sekujur tubuh Bella, membuat Be
"Kalau aku tersesat, aku masih bisa bertahan beberapa hari. Tapi, aku nggak mau melihatmu menunggu kematian di sini. Lupakan saja. Kita akan pulang bersama," jelas Tirta.Bella merasa yang dikatakan Tirta masuk akal, jadi mengangguk menyetujuinya. Waktu terus berlalu. Ada sedikit cahaya yang menyinari masuk di pagi dan siang hari. Setelah langit gelap, gua menjadi gelap gulita.Suasana di sini benar-benar hening. Suhu menurun drastis, membuat Tirta dan Bella kedinginan. Keputusasaan semacam ini tidak akan bisa ditanggung orang biasa. Ini tidak ada bedanya dengan berbaring di peti mati yang sempit dan gelap. Bella tak kuasa merasa takut.Bella melirik ke samping, lalu bertanya, "Tirta, kamu di sana?"Tirta sedang tidur. Dia merespons dengan culas, "Ya ... kenapa?"Bella merangkul lengan Tirta dengan erat dan berkata, "Aku takut. Apa kamu bisa memelukku saat tidur supaya aku merasa lebih tenang?Bella seperti anak kucing yang ditelantarkan di kardus. Kini, hanya pelukan yang bisa membuat
Bella mengira Tirta benar-benar akan menemaninya di sini, tetapi Tirta malah diam-diam kabur, membiarkan dirinya menunggu kematian di sini.Tangisan Bella yang menyedihkan bergema di dalam gua. Tidak ada yang bisa dirasakannya lagi selain keputusasaan.Tiba-tiba, terdengar suara air di sekitar. Sebuah sosok yang familier tampak keluar dari air. Sosok itu bahkan memegang dua ekor ikan yang masih hidup.Tirta mengibaskan rambutnya. Ketika melihat Bella yang menangis tersedu-sedu, dia pun termangu. "Ada apa? Kenapa nangis sampai sesedih ini? Kamu mau panggil setan ya?"Bella pun merasa senang melihat Tirta kembali. Ternyata Tirta tidak meninggalkannya, melainkan menangkap ikan supaya mereka bisa makan.Bella segera menyeka air matanya dan berujar, "Nggak apa-apa. Aku nggak melihatmu saat bangun. Kukira kamu mencampakkanku, makanya aku ...."Jika dibandingkan dengan Bella yang tampak angkuh di ekspo, Bella yang sekarang seperti dua orang yang berbeda. Tirta sampai tidak bisa menahan tawany
Ketika mendengar pertanyaan Resnu, pria itu menyahut dengan ekspresi masam, "Pak, mereka ... masuk ke gunung. Pegunungan terlalu luas. Aku kehilangan jejak mereka ....""Apa? Kamu kehilangan jejak mereka? Matamu buta ya? Nggak berguna sekali!" hardik Resnu. Dia sampai ingin bangkit dari ranjangnya saking emosinya. Namun, karena lukanya tertarik, dia terpaksa berbaring kembali.Kemudian, Resnu pun melampiaskan amarahnya kepada Kadir. "Pak Kadir, gimana saja sih kamu? Kenapa kinerjamu buruk sekali? Sebenarnya kamu mau naik jabatan atau nggak? Aku bisa menyuruh ayahku melengserkanmu kapan saja lho!""Pak Resnu, pegunungan di Kota Barlin tak berujung. Siapa pun yang masuk pasti bakal tersesat. Jadi, wajar kalau dia kehilangan jejak mereka," sahut Kadir.Saat ini, Kadir berbaring di ranjang sebelah. Ketika mendengar bentakan Resnu, dia memaki seluruh keluarga Resnu dalam hatinya. Setelah puas, dia baru memberi penjelasan."Kamu masih berani membantah? Aku akan memberimu kesempatan terakhir.
"Kamu rasa? Semua ini gara-gara Tirta si berengsek itu! Kalau nggak ada dia, aku nggak bakal jadi begini! Mana kakak sepupumu dan bajingan itu?" tanya Resnu.Ketika melihat Pasha, Resnu baru teringat bahwa mereka pernah bertemu. Dulu, mereka bahkan pernah melakukan threesome.Ekspresi Pasha berubah drastis mendengar Resnu mencari Bella dan Tirta. Tindakannya tidak boleh diketahui siapa pun.Jadi, Pasha menghela napas dan berkata, "Kemarin, Kak Bella dan Tirta pergi ke pedalaman gunung untuk mandi. Sampai sekarang, mereka belum kembali. Aku sudah menyuruh orang mencari, tapi nggak menemukan apa pun.""Berengsek! Maksudmu mereka pergi mandi bersama dan masih belum pulang sampai sekarang? Sialan!" Ekspresi Resnu menjadi ganas. Dia mengira Bella dan Tirta berhubungan intim sampai lupa pulang."Jangan panik. Sepertinya mereka tersesat di gunung. Ada banyak binatang buas di sana. Lebih baik kita mengutus orang mencari. Jangan sampai terjadi sesuatu pada Bu Bella," hibur Kadir. Dia mengira Re
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka