"Baik, aku akan mengurus semuanya dengan baik," ujar Kadir.Kemudian, Resnu menatap ahli batu mentah di samping dan berkata, "Ayo, kita pergi."Ahli itu mengikuti Resnu. Mereka membawa anggur dan air yang telah disiapkan ke kamar Bella.Sebelum mengetuk pintu, Resnu mengambil gelas yang tidak ditambahkan obat. Tok, tok, tok ....Terdengar suara ketukan pintu. Bella sudah tidur. Dia merasa bingung untuk sesaat. Apa mungkin terjadi sesuatu pada Tirta? Tirta yang mencarinya? Bella tidak mungkin mengabaikannya, jadi segera bangkit dari ranjang."Siapa? Kenapa mencariku malam-malam begini?" tanya Bella.Terdengar suara Resnu dari luar. "Ini aku, maaf sudah mengganggumu. Aku rasa perbuatanku sudah salah, jadi aku mau minta maaf. Aku janji nggak bakal mencari masalah dengan Tirta lagi."Resnu tampak tersenyum, sedangkan Bella tampak keheranan. Untuk apa Resnu minta maaf larut malam begini? Bella tidak langsung membuka pintu karena berwaspada darinya.Kemudian, Bella menyahut, "Kamu minta maaf
Setelah menghabiskan airnya, Bella berkata, "Aku akan panggil Tirta. Kamu harus minta maaf dengan baik nanti."Bella menuju ke kamar Tirta dan mengetuk pintu. Sementara itu, Resnu mengamati tubuhnya dari belakang sambil menyahut, "Tentu saja. Kamu nggak perlu cemas soal itu."Dalam hatinya, Resnu tersenyum nakal dan membatin, 'Tsk, tsk. Seksi sekali tubuh ini. Aku benaran nggak tahan lagi! Kira-kira, gaya apa yang harus kugunakan nanti? Pokoknya aku akan membuatmu terbang ke awang-awang. Hahaha!"Resnu tak kuasa menyunggingkan senyuman. Di sisi lain, Tirta masih belum tidur setelah melihat adegan mandi Bella. Sekujur tubuhnya terasa panas. Untungnya, dia sudah mandi supaya bisa lebih tenang.Ketika mendengar suara ketukan pintu, Tirta tidak langsung merespons. Bella pun bertanya, "Tirta, kamu sudah tidur?"Tirta terkejut mendengar suara Bella. Bukannya Bella sudah tidur tadi? Kenapa tiba-tiba mencarinya?Tirta sontak menggeleng. Ini tidak mungkin. Dia dan Bella tidak akur. Dengan karak
Tirta masih tidak menerima gelas anggur itu. Dia tersenyum dingin dan menimpali, "Minta maaf? Sudahlah, aku tahu isi pikiran kalian. Sebaiknya kamu kembali dan istirahat. Aku nggak bakal minum anggur itu. Apalagi, statusmu begitu tinggi. Mana sanggup aku menerima permohonan maafmu."Tirta mendengus, lalu hendak menutup pintu. Resnu sungguh membenci Tirta. Dia tidak menyangka Tirta akan menolaknya, padahal dia sudah bersikap begitu rendah diri.Jika Tirta menolak meminum anggur ini, Resnu tidak akan bisa meniduri Bella malam ini. Resnu tidak peduli Tirta mati atau tidak. Yang jelas, dia tidak ingin ada yang mengganggu malam pertamanya dengan Bella.Plak! Tiba-tiba, terdengar suara tamparan yang nyaring. Di hadapan semua orang, Resnu menampar diri sendiri dengan kuat."Tirta, apa ini sudah cukup untuk membuktikan ketulusanku? Kalau kamu nggak memaafkanku dan nggak minum anggur ini, aku nggak bakal kembali ke kamarku," ucap Resnu dengan ekspresi tulus sambil menyodorkan gelas anggur lagi.
Namun, karena Bella ada di sampingnya, Resnu belum bisa melakukan apa pun. Resnu tidak berminat meminta maaf lagi. Dia menahan amarahnya saat berkata, "Ya sudah. Karena kamu begitu nggak menghargaiku, aku nggak akan mengganggu istirahatmu lagi. Aku pamit."Resnu menoleh dan berucap kepada Bella, "Bella, aku ke kamarku dulu.""Kita pergi." Resnu melambaikan tangan kepada ahli di sampingnya, lalu mereka pergi.Setelah kedua orang itu pergi, Bella bertanya dengan ekspresi tanpa daya, "Tirta, kenapa kamu keras kepala sekali? Dia sudah minta maaf. Kenapa kamu nggak mau maafin?"Tirta mendengus, lalu menatap Bella dengan kesal sambil membalas, "Kamu bisa terima, tapi belum tentu aku bisa. Kamu sendiri tahu apa yang dia lakukan. Kata maaf saja nggak cukup untuk menebus kesalahannya. Aku punya harga diriku sendiri. Lagian, memangnya orang seperti dia benar-benar bisa minta maaf?"Selesai berbicara, Tirta langsung menutup pintu kamarnya tanpa peduli pada reaksi Bella. Dia balik untuk tidur.Bel
"Sampah! Benar-benar sampah!" Resnu membanting semua barang di kamar.Ketika melihat kamar yang begitu berantakan, Kadir yang berdiri di sebelah bertanya dengan gelisah, "Tenang sedikit, Pak. Apa yang sebenarnya terjadi?"Ahli di samping menyahut, "Kami sudah mencoba minta maaf pada Tirta si berengsek itu. Pak Resnu sampai menampar diri sendiri untuk menunjukkan ketulusannya.""Tapi, bocah itu terus menolak minum anggur pemberian Pak Resnu. Dia bahkan menyuruh Pak Resnu berlutut minta maaf. Lancang sekali! Mana mungkin Pak Resnu melakukan hal semacam itu! Rencana kita jadi gagal! Tapi, untungnya, Bu Bella minum air dari kami."Kadir tentu murka. "Kurang ajar sekali! Tirta ini benar-benar kelewatan! Kita harus memberinya pelajaran! Kita harus melampiaskan amarah Pak Resnu!"Saat berikutnya, Kadir mengubah nada bicaranya. "Tapi, Tirta nggak minum anggurnya. Sepertinya bakal sulit untuk menghabisinya nanti, 'kan? Pasti ada keributan yang terjadi nanti."Ekspresi Resnu tampak ganas. Dia me
"Jangan-jangan Resnu si bajingan itu ingin balas dendam?" gumam Tirta. Dia merapikan bajunya, lalu berkelebat ke belakang pintu untuk bersembunyi.Siapa pun orangnya, mereka jelas berniat jahat karena ingin menyelinap masuk malam-malam begini.Sesaat kemudian, pintu terbuka. Empat pria yang menutup wajah mereka dengan kain hitam diam-diam mendorong pintu. Semuanya memegang pisau sambil menyelinap masuk dengan hati-hati.Tirta melihat jelas semua ini. Tatapannya sontak menjadi dingin. Karena lantai kamar dilapisi karpet yang lembut, tidak terdengar suara langkah kaki apa pun.Keempat pria itu tampak agak gugup. Di tengah-tengah kegelapan, mereka akhirnya tiba di depan ranjang Tirta. Salah satunya menyibak selimut dengan pisau, tetapi tidak terlihat Tirta di sana.Seketika, mereka pun merinding karena menyadari ada yang tidak beres. "Gawat, dia nggak ada di sini."Saat ini, Tirta yang bersembunyi sontak beraksi. Sebelum keempat orang itu bereaksi, dia langsung menutup pintu dan meninju m
"Katakan, siapa yang mengutus kalian kemari!" perintah Tirta."Kami pembunuh dari pasar gelap. Namaku ...." Di bawah pengaruh teknik hipnosis, pembunuh itu mengungkapkan semuanya. Ternyata yang dikatakannya memang benar.Akan tetapi, Tirta tahu bahwa musuhnya hanya ada seorang, yaitu Resnu. Ini pertama kalinya Resnu datang ke Kota Barlin. Kalau ingin menyewa pembunuh dalam waktu sesingkat ini, dia pasti butuh bantuan seseorang yang tidak asing lagi dengan tempat ini, yaitu Kadir.Setelah memikirkan semua ini, ekspresi Tirta menjadi sangat masam. Aura dingin yang dipancarkan tubuhnya membuat keempat pembunuh itu ketakutan.Pembunuh yang lengannya patah dibuat Tirta, kesakitan sampai bercucuran keringat dingin. Namun, dia tidak berani melontarkan sepatah kata pun karena takut Tirta menghabisi mereka semua.Keempat pembunuh itu masih sibuk memohon, "Kak, tolong ampuni nyawa kami. Kami bersedia melakukan apa pun untukmu."Tirta tersadar dari lamunannya. Dia menatap keempat orang itu dengan
"Sebentar, biar kutanya dulu." Kadir mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi keempat pembunuh itu. Namun, tidak ada tanggapan apa pun.Sambil mengernyit, Kadir melapor dengan jujur, "Pak, belum ada respons dari mereka. Gimana kalau kita tunggu sebentar?"Resnu termangu sesaat. Bagaimanapun, dia sudah sangat berhasrat sekarang. Dia sudah siap untuk melancarkan aksinya. Mereka malah belum berhasil membunuh Tirta?"Nggak mungkin. Tirta cuma pecundang. Masa mereka perlu waktu selama itu? Apa mungkin terjadi kesalahan?" tanya Resnu."Tenang saja, Pak. Nggak mungkin terjadi kesalahan. Mereka semua adalah pembunuh terhebat di pasar gelap, jadi nggak mungkin gagal. Mungkin ada sedikit masalah yang menghambat mereka. Sebaiknya kita tunggu sebentar lagi," sahut Kadir.Saat berikutnya, gagang pintu tiba-tiba bergerak. Resnu yang gusar pun termangu sesaat sebelum memaki, "Apa-apaan ini? Siapa di luar sana?"Ahli batu mentah sontak bangkit dari sofa dan berkata, "Pak, biar aku periksa."Ahli itu m
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka