"Sebentar, biar kutanya dulu." Kadir mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi keempat pembunuh itu. Namun, tidak ada tanggapan apa pun.Sambil mengernyit, Kadir melapor dengan jujur, "Pak, belum ada respons dari mereka. Gimana kalau kita tunggu sebentar?"Resnu termangu sesaat. Bagaimanapun, dia sudah sangat berhasrat sekarang. Dia sudah siap untuk melancarkan aksinya. Mereka malah belum berhasil membunuh Tirta?"Nggak mungkin. Tirta cuma pecundang. Masa mereka perlu waktu selama itu? Apa mungkin terjadi kesalahan?" tanya Resnu."Tenang saja, Pak. Nggak mungkin terjadi kesalahan. Mereka semua adalah pembunuh terhebat di pasar gelap, jadi nggak mungkin gagal. Mungkin ada sedikit masalah yang menghambat mereka. Sebaiknya kita tunggu sebentar lagi," sahut Kadir.Saat berikutnya, gagang pintu tiba-tiba bergerak. Resnu yang gusar pun termangu sesaat sebelum memaki, "Apa-apaan ini? Siapa di luar sana?"Ahli batu mentah sontak bangkit dari sofa dan berkata, "Pak, biar aku periksa."Ahli itu m
Resnu menahan rasa sakit di tubuhnya dan mencoba melarikan diri. Namun, kedua pembunuh itu menarik pakaiannya supaya dia tidak bisa ke mana-mana.Bahkan, kedua pembunuh itu masih mengangkat belati mereka untuk memberi tikaman mengerikan kepada Resnu.Ahli batu mentah dan wanita itu tentu ketakutan melihat situasi ini. Kenapa tiba-tiba ada yang masuk untuk membunuh orang? Sungguh menakutkan!Tanpa ragu sedikit pun, Resnu menarik ahli batu mentah supaya ada yang membantunya mengadang serangan. Akan tetapi, mungkin karena naluri untuk bertahan hidup, ahli itu sudah lupa untuk menyanjung Resnu dan tanpa sadar menahan Resnu.Lantaran kecanduan seks dan alkohol sepanjang tahun, Resnu tidak punya kemampuan melawan. Sebaliknya, ahli batu yang sudah tidak muda lagi malah berhasil menahan Resnu di hadapannya. Dengan demikian, Resnu menjadi tameng untuknya.Resnu tidak menyangka ahli batu itu akan melakukan hal seperti ini. Dia ketakutan hingga pipis di celana. "Berengsek! Kamu menjadikanku tamen
Resnu tidak sempat lagi memaki ahli batu yang mengkhianatinya, saat ini yang paling penting adalah bertahan hidup. Dia harus segera memanggil seseorang untuk menyelamatkannya.Resnu teringat wanita berwajah cantik yang duduk di ranjang dengan wajah pucat karena ketakutan. Saat ini, hanya dia yang bisa menelepon untuk meminta bantuan. Resnu memaki, "Dasar wanita jalang, masih bengong saja? Cepat panggil ambulans!"Wanita cantik itu pun tahu bahwa situasi telah menjadi serius. Sekarang pembunuhnya sudah pergi, dia juga merasa aman. Dia segera mengeluarkan teleponnya dan menekan nomor darurat dengan tangan gemetaran.Saat ambulans tiba, darah telah menggenang di bawah tubuh Kadir dan Resnu. Jika ambulans datang lebih lambat sedikit saja, keduanya pasti akan mati karena kehabisan darah. Untungnya, ambulans tiba tepat waktu.Setelah perawatan darurat yang dilakukan oleh petugas medis, nyawa Kadir dan Resnu berhasil diselamatkan. Mereka segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan peraw
Sebaiknya menunggu efek obat benar-benar hilang, jika tidak, hal buruk bisa terjadi."Jangan gerak dulu, tunggu sebentar," kata Tirta."Nggak mau ... sebal deh! Kamu ini tahunya menindas orang saja. Nggak lihat seberapa mendesaknya aku sekarang? Kamu ini malah nggak mau memuaskanku. Aku sudah nggak tahan lagi .... Kalau nggak percaya, lihat saja ini ...."Bella bahkan ingin menunjukkannya kepada Tirta."Ugh ...." Tirta bahkan hampir mencubit pahanya sendiri hingga membiru untuk menahan dirinya.Seiring berjalannya waktu, efek obat perangsang itu pun mulai memudar. Bella juga tidak lagi mengucapkan hal-hal yang menggoda. Kini dia tampak agak bingung dengan pandangan kosong yang menatap langit-langit.Setelah beberapa saat kemudian, Bella baru tersadar sepenuhnya. Sekujur tubuhnya terasa pegal dan sakit, seolah-olah baru saja dilindas oleh kereta api. Tenaganya terkuras habis dan terasa lemas. Mungkin bisa dibilang, rasanya seperti baru saja dinodai oleh beberapa pria ....Sorot mata Bel
Bella merasa tubuhnya sangat panas dan gelisah, bahkan mengeluarkan suara rintihan yang memancing imajinasi liar. Dalam kondisi setengah sadar, dia masih memiliki sedikit ingatan. Sepertinya memang benar bahwa dia yang melepas pakaiannya sendiri.Dia mulai percaya dengan apa yang dikatakan Tirta. Dengan malu, dia melirik Tirta. "Jadi ... gimana kamu tahu cara menghilangkan efek obat ini? Bukankah obat seperti ini hanya bisa diatasi dengan ... cara itu?"Tirta tersenyum tipis. "Aku sudah pernah bilang, mengamati batu itu cuma hobiku. Pekerjaan utamaku adalah sebagai dokter. Aku punya klinik sendiri di Desa Persik, jadi keahlianku dalam mengobati penyakit dan racun sudah terlatih.""Racun yang nggak bisa diatasi orang lain, bagiku hanya masalah kecil," lanjut Tirta dengan tenang.Barulah Bella menyadari betapa hebatnya kemampuan Tirta sebenarnya. Namun, sebagai putri Keluarga Purnomo yang terhormat, dia merasa sangat marah karena Resnu berani memberinya obat seperti itu. Memangnya Resnu
Bella menceritakan semua kejadiannya kepada ayahnya. Darwan langsung naik pitam. "Resnu sialan, berani-beraninya turun tangan pada putriku? Besar sekali nyalinya! Dia kira Keluarga Purnomo takut padanya?" Setelah itu, Darwan menghiburnya, "Bella, nggak usah khawatir. Aku akan bicarakan masalah ini sama ayah Resnu. Keluarga mereka harus beri penjelasan pada kita. Kamu harus lebih hati-hati di sana, jaga dirimu baik-baik."Bella mengangguk. "Baik, Ayah. Ayah cepat istirahat."Setelah menutup telepon, Bella menatap Tirta dengan perasaan bersalah. "Maaf, Tirta, semua ini salahku. Kalau bukan karena aku memaksamu datang, kamu juga nggak akan terlibat masalah Resnu."Tirta tidak tertarik dengan masalah Resnu dan Bella. Kini, dia punya dendam pribadi pada Resnu."Sudahlah, nggak perlu begitu. Setelah selesai melihat batu mentah kali ini, jangan cari aku lagi. Kalau nggak, nanti aku akan terlibat masalah lain lagi."Usai bicara, Tirta berencana untuk kembali ke kamarnya beristirahat. Bella ti
Untuk menghindari masalah lebih lanjut, Bella telah menghubungi anggota keluarganya tadi malam. Dia tidak menyangka bahwa yang datang adalah Pasha, adik sepupunya. Di pertemuan keluarga sebelumnya, dia pernah bertemu beberapa kali dengan Pasha."Nggak kusangka mereka akan mengutusmu, Pasha."Wajah Pasha menunjukkan senyuman yang hangat. "Kak Bella datang untuk mengawasi pekerjaan secara langsung, tentu saja aku harus menjamu Kak Bella dengan baik. Ada bawaan yang perlu kubantu bawakan nggak?" Melihat Bella dan Tirta yang tidak membawa apa pun, Pasha bertanya dengan penasaran.Bella menggelengkan kepalanya. "Kami datang untuk kerja, bukan liburan. Jadi, tentu saja harus minim bawaan."Pasha kembali tersenyum hangat, lalu membuka pintu mobil dan mempersilakan kedua orang itu untuk masuk."Ucapan Kak Bella benar. Kakak masih tetap memesona dan cekatan seperti biasanya. Oh ya, aku dengar, Pak Resnu juga ikut datang? Kenapa nggak kelihatan orangnya?"Mendengar Pasha menanyakan tentang Resnu
Resnu bisa merasakan betapa marahnya Chandra hanya dari nada bicaranya. Bisa dibayangkan betapa memalukan situasinya ketika Chandra yang tidak tahu apa pun, didatangi oleh Darwan Menghadapi amarah ayahnya, Resnu hanya bisa memberikan penjelasan dengan terbata-bata."Ayah, dengarkan penjelasanku. Ini bukan salahku sepenuhnya. Aku mengikuti Bella untuk memilih batu kali ini dan bahkan berbaik hati mengundang ahli untuk membantunya.""Tapi siapa sangka, Bella juga mendatangkan seorang ahli. Si Tirta berengsek itu terlalu dekat sama Bella, jadi aku benar-benar nggak bisa bersabar lagi dan melakukan hal seperti itu. Kalau bisa berhasil meniduri Bella dan jadi menantu Keluarga Purnomo, bukankah itu juga menguntungkan bagi keluarga kita?""Siapa tahu ... ternyata gagal."Saking marahnya, Chandra terus mengumpat. "Omong kosong! Kalau dia memang suka padamu, kalian pasti sudah jadian sedari awal. Apa perlu tunggu sampai sekarang? Selain itu, berani-beraninya kamu pakai obat?""Sekarang ini Kelu
"Hehe, jadi kamu Tirta ya? Masih muda dan cuma rakyat jelata, tapi berani menyuruhku masuk untuk menemuimu? Benar-benar nggak tahu diri!" Setelah memasuki klinik, Pinot menatap Tirta dengan tatapan tajam. Sikapnya terlihat seperti pejabat tinggi yang penuh wibawa."Ayah Angkat, dia Tirta. Jangan lepaskan dia begitu saja! Tirta, ayah angkatku sudah datang. Kamu akan berakhir tragis. Setahun lagi akan menjadi hari peringatan kematianmu!" Karsa yang dibawa masuk langsung dipenuhi api kebencian setelah melihat Tirta. Setelah berbicara kepada Pinot, dia berteriak dengan marah kepada Tirta."Kamu ayah angkat Karsa? Huh, sudah tua dan mau mati, tapi masih saja bodoh. Pendiri negara, Pak Saba, ada di sini. Kamu malah berani sesombong ini?" Tirta sama sekali tidak peduli dengan Karsa, melainkan menatap Pinot dan tersenyum dingin."Pak Saba? Saba Dinata? Hahaha, kenapa nggak bilang dia raja saja? Kamu ini cuma orang kampung yang picik. Atas dasar apa kamu mengenal orang sehebat Pak Saba?" Pinot
"Bu ... buset! Me ... mereka punya pistol!" Begitu melihat perubahan situasi yang mendadak, orang-orang itu pun terkesiap.Apalagi, aura yang dipancarkan oleh para pengawal Nagamas itu dipenuhi niat membunuh. Mereka ketakutan hingga memucat dan sekujur tubuh gemetar. Seketika, tidak ada yang berani bergerak.Saat ini, terdengar suara santai seseorang. "Aku Tirta. Beri tahu bos kalian, kalau mau menemuiku, suruh dia masuk sendiri. Mau aku yang keluar? Dia nggak pantas!"Tirta menyesap tehnya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan."Ya, cuma wali kota rendahan. Atas dasar apa dia menyuruh Kak Tirta keluar menemuinya? Dia saja yang merangkak masuk!" ucap Shinta yang memeluk anak harimau."Kita keluar!" Para bawahan itu tidak berani membantah karena mereka dibidik dengan pistol. Mereka berlari keluar dengan ketakutan."Hm? Aku suruh kalian bawa Tirta keluar. Kenapa kalian malah keluar secepat ini?" tanya Pinot dengan kesal saat melihat bawahannya keluar dengan tangan kosong."Ayah Angkat
Semua orang mengikuti arah pandang Pinot. Begitu melihatnya, mereka semua terkejut. Bagaimana bisa mobil dengan plat nomor ibu kota muncul di tempat terpencil seperti ini?Bahkan, mobil yang berada di paling depan punya plat nomor yang begitu istimewa, A99999! Jelas, pemilik mobil ini bukan orang biasa!"Pak Pinot, aku rasa kamu berlebihan. Orang-orang di ibu kota itu nggak mungkin datang ke tempat jelek seperti ini. Ini nggak masuk akal. Mungkin saja, ini rekayasa Tirta. Jangan menakuti diri sendiri," ucap Ladim sambil tersenyum tipis setelah terpikir akan kemungkinan ini."Masuk akal. Kalau Tirta kenal tokoh besar di ibu kota, mana mungkin dia masih tinggal di tempat bobrok seperti ini?""Ayah Angkat, dia mungkin tahu kita bakal kemari untuk balas dendam. Dia takut, makanya ingin menakuti kita dengan cara seperti ini. Kamu jangan tertipu," ujar Karsa yang ingin sekali membalas dendam."Seharusnya begitu. Huh! Bocah ini licik juga! Kalian semua, masuk dan tangkap dia!" Setelah menghel
"Pak Ladim, kalau kamu suka, kita bisa pindahkan dia ke Kota Lais supaya lebih dekat. Setelah kamu menundukkannya, jangan lupa kirim ke tempatku.""Ya, aku memang punya rencana seperti itu." Ladim tertawa terbahak-bahak.Saat ini, tenaga Karsa telah pulih banyak. Tatapannya dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi sambil berkata dengan susah payah, "Ayah Angkat, akhirnya kamu datang. Aku jadi cacat gara-gara mereka. Gimana aku bisa berbakti padamu di kemudian hari?""Kamu harus membantuku membalas dendam! Kalau nggak, aku nggak bakal bisa tenang seumur hidup!""Sebenarnya siapa yang membuatmu jadi begini? Kejam sekali." Pinot baru memperhatikan penampilan tragis Karsa. Bukan hanya patah tangan dan kaki, tetapi kelima jari di tangan kiri juga putus.Pinot tak kuasa menarik napas dalam-dalam saking terkejutnya. Kondisi Harto juga sama tragisnya."Nama bocah itu Tirta! Kami bertemu di kota kecil sekitar. Bukan cuma aku, tapi adikku juga! Ayah Angkat, Pak Ladim, kalian harus membalaskan d
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan
"Kak Tirta, yang kamu tulis ini benar? Benaran ada efek seperti itu?" Setelah melihat resep untuk pembesaran bokong dengan teliti, ekspresi Shinta penuh kegembiraan.Dengan resep pembesaran payudara dan bokong ini, dia akan menjadi wanita sempurna di masa depan!"Tentu saja benar, untuk apa aku menipumu?" sahut Tirta mengangguk."Tirta, aku tentu percaya dengan keahlian medismu, bahkan kamu bisa dibilang setara dengan dewa. Tapi, apa benaran khasiatnya sebagus itu? Orang mati bisa dibangkitkan kembali?" tanya Saba yang semakin terkejut setelah melihat resep itu."Itu juga benar. Selama nggak ada kerusakan otak, jantung hancur, atau berusia lebih dari 100 tahun, resep ini bisa menyelamatkan mereka. Kalau kamu nggak butuh, keluarga atau temanmu juga bisa menggunakannya. Cukup ikuti resep di atas untuk membuatnya," jelas Tirta."Oke, ini baru namanya kebal dari apa pun! Kalau digunakan di kemiliteran, ini akan sangat berguna! Tirta, terima kasih!" Ini pertama kalinya Saba menunjukkan eksp
"Kak Saba, hadiah ini terlalu berharga. Aku nggak bisa menerimanya!" Mendengar itu, tangan Tirta sampai gemetaran. Dia hendak mengembalikan kotak hitam kecil itu.Meskipun belum pernah mendengar tentang Nagamas, dari namanya saja, Tirta bisa menebak bahwa yang tinggal di sana pasti orang-orang besar seperti Saba!Tirta merasa, sebagai orang biasa yang tidak memiliki jabatan atau kekuasaan, dirinya tidak layak tinggal di tempat seperti itu.Sementara itu, buku kecil biru itu seperti semacam surat pengampunan yang sangat berharga!Tirta merasa dirinya hanya mengobati penyakit orang, secara logika, dia tidak pantas menerima hadiah sebesar ini."Tirta, kenapa sungkan begitu sama aku? Vila itu sudah terdaftar atas namamu. Terima saja. Lagi pula, kalau aku mengundangmu untuk jalan-jalan ke ibu kota, kamu butuh tempat untuk tinggal, 'kan?" Saba melambaikan tangan dan tersenyum."Benar, barang-barang ini nggak ada artinya bagi kakek. Kak Tirta, terima saja. Kalau nggak, kamu nggak boleh mencar
Tirta tersenyum dan berkata, "Ya sudah, besok kamu temani aku beli sayuran."Dengan mata yang berkilat, Tirta langsung menyetujui dengan cepat. Melihat Tirta setuju, Ayu merasa senang. Dia mulai memikirkan, apa yang harus dikenakan besok.....Setelah makan, sekitar setengah jam kemudian, Ayu membawa para wanita menyiram tanaman di kebun.Tirta dengan beberapa anak harimau di pelukannya, sedang duduk santai di depan pintu menikmati sinar matahari.Tiba-tiba, beberapa mobil jeep hitam berhenti perlahan di depan klinik. Pintu mobil terbuka. Shinta adalah yang pertama keluar dari mobil.Gadis itu berkata dengan girang kepada seorang pria tua di dalam mobil, "Kakek, ini tempat tinggal Tirta. Namanya Desa Persik. Ada gunung dan ada air, pemandangannya sangat indah.""Desa Persik ... bagus, bagus. Benar-benar tempat yang bagus untuk menenangkan diri. Pantas saja orang sehebat Tirta tinggal di sini." Saba turun dari mobil dan memandang sekitar.Di depan matanya, ada pegunungan hijau dan air y
"Bi Ayu, aku sudah bawa Tirta kembali! Waktu aku sampai, dia sedang makan nasi kotak di vila!" Setelah kembali ke klinik, Arum melepaskan Tirta dan menepuk tangannya sambil berkata dengan tidak puas."Tirta, Arum sudah masak banyak makanan bergizi untukmu. Kenapa nggak dimakan dan malah pergi ke vila untuk makan nasi kotak?" tanya Ayu dengan bingung."Kenapa lagi?" Agatha tertawa dan menyela, "Karena dia nggak ingin makan kemaluan sapi!"Di sudut meja makan, Nia yang mendengar ini merasa agak malu."Tirta, terakhir kali kamu menghabiskan sepiring penuh kemaluan sapi dalam dua hingga tiga menit. Kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Arum dengan kesal. "Aku kira kamu suka makan itu, jadi aku masak dua batang kali ini!""Ya, Tirta, kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Melati dengan bingung."Aku ... hais, aku sebenarnya nggak butuh makan itu. Tubuhku sehat-sehat saja, makanan seperti itu berlebihan untukku," timpal Tirta dengan lesu."Kenapa berlebihan? Makanan itu sangat b