Nabila membujuk, "Tirta, kamu jangan sedih lagi, ya? Kalau nggak, aku mau jadi pacarmu ...."Tirta menarik tangannya dan menimpali dengan acuh tak acuh, "Sudahlah. Aku nggak mau kamu mengasihaniku."Nabila menanggapi, "Aku bukan mengasihanimu. Aku serius dengan omonganku. Kamu sudah melihat tubuhku. Kamu juga menciumku dan menyentuhku. Aku pasti sudah marah sejak awal kalau memang sama sekali nggak menyukaimu. Aku juga menutupinya dari ayahku ...."Nabila menambahkan, "Aku hanya kaget karena tadi kamu terlalu kasar. Masa kamu mau langsung meniduriku?"Melihat Tirta yang kecewa, Nabila pun menangis lagi. Sebenarnya, dia juga menyukai Tirta. Hanya saja, tadi Tirta memang keterlaluan!"Benaran?" tanya Tirta yang mulai sedikit bersemangat. Dia merangkul Nabila dan menyeka air matanya. Tirta melanjutkan, "Tapi, tadi kamu bilang kamu nggak mungkin menikah denganku?"Nabila menjelaskan, "Kamu juga tahu, tuntutan orang tuaku sangat tinggi. Mana mungkin mereka mengizinkan kamu menikahiku? Kalau
"Kak, jangan begitu. Nabila baru keluar. Nanti kita ketahuan," ujar Tirta yang panik. Dia segera mendorong Melati, lalu pergi menutup pintu. Tirta mengintip sosok Nabila yang berlari keluar dari celah pintu. Tampaknya, Nabila takut ditanya Melati lagi. Seharusnya, tadi Nabila tidak melihat kemesraan Tirta dengan Melati. Tirta pun mengembuskan napas lega.Melihat gerak-gerik Tirta, Melati menyindir, "Kamu makin hebat, ya. Baru beberapa hari saja, kamu sudah berhasil menaklukkan Nabila."Tirta menyanggah, "Nggak. Aku dan Nabila nggak ada hubungan apa-apa. Bukannya tadi dia sudah bilang? Dia hanya datang berobat.""Huh, kamu pikir aku bodoh? Kalau berobat, masa bajunya terbuka begitu? Wajahnya juga memerah," timpal Melati. Dia memutar bola matanya, lalu melanjutkan, "Nabila nggak pernah berobat di tempatmu. Kamu nggak usah berbohong kepadaku. Bagaimana rasanya meniduri Nabila?"Tirta pun berbicara jujur, "Aku nggak meniduri Nabila. Dia baru setuju menjadi pacarku. Kita belum sempat melaku
"Ada apa, Bi?" tanya Tirta. Setelah dipanggil beberapa kali, dia baru memberanikan diri untuk mendatangi rumah Ayu. Hanya saja, dia tidak berani menatap wajah wanita itu.Rumah Ayu sama sederhananya dengan rumah Tirta. Meja, ranjang, dan kursinya terbuat dari kayu. Meski begitu, rumah ini sangat wangi. Ruangan di dalamnya juga berkali lipat lebih bersih dan tertata daripada rumah Tirta."Kenapa kamu lelet sekali datangnya?" tanya Ayu. Dia masih berbaring dengan wajah lesu di ranjang, terlihat seakan-akan kurang tidur semalaman.Tirta bertambah gugup saat melihat posisi Ayu sekarang. Dia beralasan, "Aku baru bangun, belum sadar sepenuhnya tadi.""Bibi mau tanya sesuatu padamu. Apa kamu dengar suara-suara aneh semalam?" tanya Ayu sambil mengernyit."Suara apa? Aku nggak dengar tuh. Aku tidur pulas banget kemarin," sahut Tirta seraya menggeleng berulang kali. Dia mengira suara desahan Melati kemarin terlalu keras hingga terdengar Ayu. Namun, ucapan Ayu selanjutnya membuatnya kebingungan.
Setelah mendengar pertanyaan Tirta, beberapa wanita membalas dengan wajah yang merah."Hmph! Kamu membawa begitu banyak bahan obat kemari untuk dijual. Klinikmu pasti sudah mau bangkrut, 'kan?""Benar! Dia orang yang pelit. Kliniknya pantas bangkrut!""Bukan urusan kalian!" sahut Tirta. Dia malas meladeni mereka dan berjalan ke dalam melewati kerumunan."Tirta, kemari!" teriak Nabila. Ternyata dia juga ada di sini. Begitu melihat Tirta, dia segera melambaikan tangannya dengan gembira. Gadis ini sepertinya telah melupakan kejadian tentang Tirta yang membuatnya menangis kemarin.Hari ini, Nabila mengenakan gaun putih bermotif bunga. Namun, warna kulitnya lebih putih dibandingkan pakaiannya. Rambutnya diikat kuncir kuda dengan poni yang sedikit berantakan di dahinya. Dia terlihat seperti gadis lugu. Tirta merasa sangat gemas melihat penampilannya.Ketika hendak menyapanya, Tirta melihat Agus yang berdiri di samping Nabila dengan tatapan mengerikan.Setelah memelototi Tirta, Agus mengomeli
"Aku bilang aku memberimu harga 600 ribu karena kasihan padamu yang sudah nggak punya orang tua. Kalau bukan karena itu, aku nggak mungkin mau membeli bahan obatmu. Kalaupun dikasih gratis, aku juga nggak mau!" timpal Malvin dengan lantang.Ketika minum-minum bersama Agus kemarin, Malvin mendengar bahwa Tirta hidup sebatang kara. Dia juga sudah tidak bisa memiliki keturunan. Kini, Tirta hanya hidup bersama orang buta. Dengan latar belakang seperti ini, bagaimana mungkin Malvin takut pada Tirta? Malvin justru akan membalas Tirta karena telah memukulnya kemarin."Untuk apa kasihan? Aku nggak butuh dikasihani!" teriak Tirta dengan gusar. Lantaran sudah tidak bisa menahan amarahnya, dia langsung meraih kerah baju Malvin dan meninju mulutnya.Jika Agus tidak segera melerai mereka, Tirta mungkin akan mematahkan semua gigi Malvin. Meskipun sudah dilerai, Tirta sempat menghajar Malvin hingga wajahnya memar dan tidak bisa berdiri tegak."Tirta, apa kamu sudah gila? Cepat minta maaf pada Malvin!
"Mercedes ... Maybach ...," ujar Malvin yang tercengang. Ini adalah mobil mewah seharga miliaran. Harganya berkali-kali lipat lebih mahal dari mobil Mercedes-Benz bekas miliknya. Apa wanita ini merupakan tokoh hebat? Bukan! Dia pasti wanita matre dan Mercedes Maybach itu hanya mobil sewaan.Malvin yakin Tirta yang miskin tidak mungkin mengenal wanita kaya. Setelah memikirkan hal ini, Malvin tidak takut lagi. Malvin maju dan membentak, "Aku yang menyuruh Tirta berlutut dan minta maaf! Apa urusannya denganmu?"Agatha menampar Malvin dan menegur dengan ekspresi dingin, "Memangnya kamu siapa? Beraninya kamu menyuruh Tirta berlutut dan minta maaf!Malvin tertegun. Dia bukan hanya dipukul Tirta, sekarang Agatha juga memukulnya! Namun, Malvin tidak mampu melawan Tirta. Dia yang kesal langsung mengeluarkan ponsel dan mengancam, "Kalau kalian berani, jangan pergi dulu! Sekarang aku akan menelepon ayahku untuk menyuruh bawahannya datang ke sini!"Agatha melipat kedua tangannya di dada sambil ter
"Ayah, aku nggak mau hidup susah ...," kata Malvin. Dia terduduk di tanah sambil menangis.Benny membentak, "Kalau begitu, cepat minta ampun kepada Bu Agatha dan temannya itu! Kalau nggak, keluarga kita pasti akan hidup susah!""Oke!" sahut Malvin. Kemudian, dia berlutut di depan Agatha dan Tirta, lalu meminta maaf sembari menampar wajahnya sendiri, "Bu Agatha, aku memang salah. Seharusnya aku nggak menindas orang. Tolong ampuni aku ....""Ada apa ini?" tanya Agus dan beberapa penduduk desa. Mereka terkejut melihat perubahan situasi yang mendadak ini.Kenapa Malvin yang sangat arogan sebelumnya malah meminta ampun sekarang setelah menjawab panggilan telepon? Para penduduk desa tidak paham dengan apa yang terjadi, tetapi Tirta tahu. Ternyata sekarang Agatha adalah direktur baru Farmasi Santika! Agatha benar-benar hebat!Kemarin, Tirta hampir meniduri Agatha. Dia juga menyentuh seluruh tubuhnya. Bahkan, Agatha juga membantu Tirta dengan tangan .... Seketika, Tirta merasa sangat puas!Aga
Sejujurnya, Tirta tidak ingin memedulikan Agus yang tidak berpendirian. Namun, dia terpaksa menanggapi karena menghargai Nabila, "Itu hanya masalah sepele. Aku nggak akan menyalahkanmu. Pak Agus, sebaiknya kamu pulang saja."Agus menyergah seraya mengernyit, "Aku lagi bicara dengan Agatha! Untuk apa kamu ikut campur? Minggir kamu!"Agatha menimpali dengan tegas, "Pak Agus, Tirta itu teman baikku. Aku harap kamu bisa menghormatinya."Agus tidak menyangka Agatha sangat protektif kepada Tirta. Tubuh Agus berkeringat dingin, dia berucap, "Oh ... iya, aku memang salah ...."Nabila yang kesal menegur, "Ayah, jangan membuatku malu lagi! Cepat pulang!"Agus juga merasa malu. Dia berpesan kepada Nabila sebelum pergi, "Kamu jangan pulang dulu. Aku harap kamu bisa berteman dekat dengan Agatha."Seketika, hanya tersisa Tirta, Agatha, dan Nabila di alun-alun desa yang luas. Melihat Agus sudah pergi, Nabila segera berpesan kepada Tirta, "Tirta, untung saja hari ini Agatha membantumu. Kamu harus meng
Pria paruh baya itu sangat marah. Dia menunjuk Tirta sambil berteriak kepada pria botak yang berdiri di tengah.Harto tetap bergeming. Dia mengamati Tirta, seperti sedang memikirkan identitasnya.Melihat Harto datang, staf toko yang menghalangi Tirta tadi segera menghampiri Harto dan berujar, "Kak Harto, dia datang untuk mencari 2 wanita itu. Biasanya nggak ada tokoh hebat yang datang ke kota kita.""Oke, aku tahu," sahut Harto. Kemudian, dia berucap kepada pria paruh baya yang dipukul, "Kamu tahan dulu. Jangan lupa kita datang untuk urus barang. Setelah mendapatkan barangnya, aku baru suruh orang beri dia pelajaran. Biar nggak timbul masalah.""Ini .... Oke, Kak Harto," kata pria paruh baya yang dipukul. Sebenarnya dia merasa tidak rela, tetapi dia tetap mengikuti arahan Harto.Setelah itu, mereka pergi ke lantai 2. Tirta merasa tujuan kedatangan 5 pria paruh baya itu tidak sederhana. Dia langsung mengikuti mereka.Siapa sangka, staf toko itu menghalangi Tirta lagi dan menegur, "Tungg
"Pak, aku cuma pegawai toko. Kita nggak punya masalah apa-apa. Kenapa aku harus bohong? Dua wanita tadi memang sudah pergi.""Pasti kamu nggak melihatnya. Aku ulangi sekali lagi, ini toko pakaian dalam wanita. Pria nggak boleh masuk kalau nggak ditemani wanita. Silakan keluar." Ketika melihat Tirta bersikeras ingin masuk, staf wanita itu maju selangkah untuk menghalangi."Minggir, aku nggak punya waktu bicara sama kamu!" Dari sikap staf wanita ini, Tirta semakin yakin bahwa terjadi sesuatu pada Agatha dan Nia di dalam sana. Tanpa pikir panjang, Tirta langsung mendorong wanita itu."Aduh ... ada yang mukul aku! Tolong, tolong! Ada pria mesum yang mau menerobos masuk ke toko pakaian dalam!"Tirta tidak mendorong dengan keras, tetapi wanita itu langsung terjatuh. Dia memegang celana Tirta sambil berteriak sekencang-kencangnya.Suaranya yang keras menarik perhatian banyak orang yang lewat, terutama para wanita yang sedang belanja pakaian dalam."Jangan-jangan dia mau ngintip kita ganti baj
"Selain itu, pentilku juga gatal sekali. Padahal hanya tergosok dengan kain, tapi rasanya gatal sekali. Kamu bisa bantu aku periksa nggak? Apa mungkin ada masalah dengan tubuhku?""Oh, semua itu cuma efek samping normal dari pembesaran payudara. Ke depannya kalau kamu melakukan pembesaran payudara lagi, menstruasimu tetap bakal datang lebih awal.""Obat yang kamu minum kemarin punya efek untuk meningkatkan estrogen dalam tubuh. Itu sebabnya dadamu terasa gatal," jelas Tirta dengan agak canggung."Fiuh ... untung saja. Ternyata nggak ada masalah besar. Aku benaran takut tadi." Shinta pun merasa lega."Omong-omong, ada satu hal lagi yang ingin aku kasih tahu. Aku dan kakekku akan kembali ke ibu kota besok. Sore nanti, kami akan pergi ke desa untuk melihatmu.""Oke, Desa Persik sangat indah. Kakekmu bisa datang untuk menikmati pemandangan. Bagus juga," sahut Tirta sambil tersenyum."Kamu cuma suruh kami melihat pemandangan? Aku akan pergi lho. Masa kamu nggak berniat memberiku hadiah?" ca
"Aku penduduk lokal, tapi tinggal di kota besar. Aku jarang sekali ke kota kecil. Wajar kalau kamu nggak pernah melihatku," jawab Agatha dengan santai."Begitu ya, orang kota besar datang ke kota kecil untuk beli pakaian dalam. Agak mengejutkan." Suci tersenyum dan menoleh ke arah Nia. "Cantik, gimana denganmu? Kamu juga orang lokal?""Ya, tapi aku kuliah di luar kota. Aku baru lulus tahun ini, jadi jarang sekali datang ke kota kecil. Ini pertama kalinya aku datang ke toko ini," sahut Nia dengan sopan."Wah, ternyata kamu seorang mahasiswi, luar biasa! Kalau keluargaku kaya dulu, mungkin aku juga kuliah dan nggak berjualan di kota kecil ini," ujar Suci dengan ekspresi agak iri. Saat berikutnya, tatapannya tiba-tiba menjadi dingin!Sambil mengobrol, ketiga wanita itu sudah naik ke lantai dua. Harus diakui bahwa model pakaian dalam di lantai dua memang jauh lebih bagus daripada yang ada di lantai satu!Beberapa di antaranya bahkan merupakan merek internasional terkenal! Agatha dan Nia sa
"Hah? Tapi ... bukannya pagi tadi Tirta bilang kamu pacarnya?" Ekspresi Nia dipenuhi kebingungan."Aku memang pacarnya. Kak Nia, dia ini sangat genit. Pacarnya banyak sekali. Aku dan Nabila cuma salah satunya," jelas Agatha yang menghela napas."Ha?" Nia semakin bingung. Dia tidak mengerti kenapa Tirta masih menggoda wanita lain setelah memiliki pacar secantik Agatha.Yang paling membuatnya bingung adalah Agatha masih bersedia menjadi pacar Tirta, meskipun tahu Tirta punya banyak wanita. Ini sungguh tidak masuk akal.Hanya saja, Nia hanya memikirkan semua ini dalam hati. Dia tidak mengungkapkannya."Tirta, kalau semua pakaian dalam itu untuk pacarmu, lebih baik aku beli yang baru saja." Usai mengatakan itu, Nia menoleh kepada Agatha. "Agatha, ayo temani aku.""Oke," sahut Agatha yang masih merasa cemburu. Setelah turun dari mobil, dia berteriak kepada Tirta, "Hei, setelah kami selesai pilih, kamu baru masuk untuk bayar ya! Setelah aku pulang, kamu langsung cari Nabila saja!""Ya, ya, a
"Bukan masalah, Kak Nia. Nanti kalau ada waktu, aku akan bantu kamu dengan akupunktur. Kali ini, aku akan mengobati penyakitmu sampai ke akarnya. Mungkin setelah diakupunktur, penyakitmu nggak bakal kambuh lagi." Tirta mengangguk."Terima kasih, Tirta," ucap Nia dengan ekspresi penuh syukur. "Tapi, nggak usah terburu-buru kok. Kamu bisa bawa aku ke kota dulu untuk beli barang nggak? Kalaupun pindah ke vilamu, aku nggak mungkin tangan kosong, 'kan?""Aku bawa kamu ke kota besar saja. Barang-barang di kota kecil kurang bagus," sahut Tirta setelah berpikir sejenak."Nggak usah repot-repot. Aku cuma beli barang biasa kok. Ke kota kecil saja sudah bisa. Selain itu, bibit yang kubeli juga di kota kecil. Kita bisa sekalian mampir," ujar Nia sambil menggeleng."Begitu ya. Tirta, kita ke kota kecil saja," ucap Agatha kepada Tirta. "Aku juga sudah lama nggak pergi ke kota kecil. Kebetulan, aku bisa jalan-jalan sama Kak Nia di sana."....Setengah jam kemudian, saat melewati toko lingerie, Nia me
"Apa? Kamu dipukuli sampai cacat?" Ratna terkejut. Kemudian, dia langsung bertanya, "Lalu, uang mahar untukku gimana? Sudah kamu kumpulkan semua, 'kan?""Ma ... masih kurang 200 juta. Datang ke rumahku dulu ya? Antar aku ke rumah sakit ya?" ucap Ammar dengan susah payah."Setelah tanganku dan kakiku sembuh, beri aku sedikit waktu. Aku pasti akan mengumpulkan uang untukmu!""Pergi saja sendiri! Kalau masih kurang 200 juta, untuk apa aku ke rumahmu? Lebih baik uangmu itu untuk pengemis saja!"Tut ... tut .... Ratna langsung mengakhiri panggilan."Ratna ... sialan kamu! Wanita murahan ini cuma pikirin uang! Nanti kalau aku bangkit lagi, aku nggak akan mau menikahinya lagi!" Ammar mengepalkan tangan kirinya yang tidak cedera, lalu memukul lantai dengan marah."Anakku, anakku, gimana keadaanmu?" Saat ini, Samudra siuman dan menggoyangkan kepalanya yang pusing. Kemudian, dia langsung menghampiri Ammar."Ayah ... cepat bawa aku ke rumah sakit! Aku kesakitan sekali!" Ammar berkeringat dingin d
Plak! Plak! Plak! Setelah dipukul berkali-kali, semua gigi Samudra copot. Setelah dia pingsan, Tirta baru melepaskannya.Kemudian, pandangannya tertuju pada Ammar yang merangkak ke sudut dinding. Ammar langsung menjerit sekencang-kencangnya. "Ah! Ah! Kami nggak mau uang itu lagi! Cepat bawa pergi! Kami kembalikan semua!""Kenapa kamu takut sekali?" Tirta tersenyum sinis. "Tenang saja, aku nggak bakal membunuhmu kok. Aku cuma ingin memberimu pelajaran agar kamu nggak ganggu Kak Nia lagi.""Tentunya, aku nggak ingin orang lain tahu tentang kejadian hari ini. Tapi kalau bocor, aku nggak keberatan untuk membuatmu jadi bodoh. Kalau nggak percaya, coba saja!"Setelah mengatakan itu, Tirta membawa karung berisi uang dan keluar dari rumah. Uang ini tidak pantas untuk mereka berdua.Saat Tirta keluar, Agatha dan Nia sedang menunggu di dekat mobil. Setelah ditolong oleh Agatha, Nia sudah kembali normal. Mereka berdua melihat apa yang terjadi di dalam rumah."Tirta, kerja bagus! Orang seperti mer
"Oke. Ayah, ayo kita masuk! Kita lihat dia mau bilang apa!" Ammar langsung bersemangat. Dia melangkah masuk ke rumah. Dalam hatinya, dia merasa sangat bangga.Apa hebatnya punya banyak uang? Memangnya punya Maybach sudah termasuk keren? Pada akhirnya, dia yang memenangkan permainan ini!"Haha. Nak, kamu memang hebat! Kita bakal kaya raya!" Samudra sangat senang. Setelah bangkit dari tanah, dia membawa karung berisi uang itu dan masuk ke dalam rumah."Langsung saja ke intinya. Gimana kamu akan kasih kami uang?" Sambil menahan sakit, Ammar menyalakan sebatang rokok dan merapikan rambutnya."Kasih uang? Kapan aku janji mau kasih uang? Telingamu bermasalah ya? Aku bilang aku mau buat kamu cacat lho!" Tirta menyipitkan mata. Suaranya dingin.Begitu ucapan itu dilontarkan, Tirta langsung meraih lengan Ammar dan mematahkannya dengan kuat! Krek! Terdengar suara retakan tulang! Lengan kanan Ammar sontak patah! Darah mengucur deras, memperlihatkan tulang yang patah."Ah! Ah! Sialan! Kamu main cu