"Ayah, aku nggak mau hidup susah ...," kata Malvin. Dia terduduk di tanah sambil menangis.Benny membentak, "Kalau begitu, cepat minta ampun kepada Bu Agatha dan temannya itu! Kalau nggak, keluarga kita pasti akan hidup susah!""Oke!" sahut Malvin. Kemudian, dia berlutut di depan Agatha dan Tirta, lalu meminta maaf sembari menampar wajahnya sendiri, "Bu Agatha, aku memang salah. Seharusnya aku nggak menindas orang. Tolong ampuni aku ....""Ada apa ini?" tanya Agus dan beberapa penduduk desa. Mereka terkejut melihat perubahan situasi yang mendadak ini.Kenapa Malvin yang sangat arogan sebelumnya malah meminta ampun sekarang setelah menjawab panggilan telepon? Para penduduk desa tidak paham dengan apa yang terjadi, tetapi Tirta tahu. Ternyata sekarang Agatha adalah direktur baru Farmasi Santika! Agatha benar-benar hebat!Kemarin, Tirta hampir meniduri Agatha. Dia juga menyentuh seluruh tubuhnya. Bahkan, Agatha juga membantu Tirta dengan tangan .... Seketika, Tirta merasa sangat puas!Aga
Sejujurnya, Tirta tidak ingin memedulikan Agus yang tidak berpendirian. Namun, dia terpaksa menanggapi karena menghargai Nabila, "Itu hanya masalah sepele. Aku nggak akan menyalahkanmu. Pak Agus, sebaiknya kamu pulang saja."Agus menyergah seraya mengernyit, "Aku lagi bicara dengan Agatha! Untuk apa kamu ikut campur? Minggir kamu!"Agatha menimpali dengan tegas, "Pak Agus, Tirta itu teman baikku. Aku harap kamu bisa menghormatinya."Agus tidak menyangka Agatha sangat protektif kepada Tirta. Tubuh Agus berkeringat dingin, dia berucap, "Oh ... iya, aku memang salah ...."Nabila yang kesal menegur, "Ayah, jangan membuatku malu lagi! Cepat pulang!"Agus juga merasa malu. Dia berpesan kepada Nabila sebelum pergi, "Kamu jangan pulang dulu. Aku harap kamu bisa berteman dekat dengan Agatha."Seketika, hanya tersisa Tirta, Agatha, dan Nabila di alun-alun desa yang luas. Melihat Agus sudah pergi, Nabila segera berpesan kepada Tirta, "Tirta, untung saja hari ini Agatha membantumu. Kamu harus meng
Tirta menggaruk kepalanya dan berkata, "Oh, ya? Seharusnya bukan ...." Tentu saja, Tirta tahu Agatha marah. Namun, Nabila ada di sampingnya. Tentu saja Tirta tidak berani membujuk Agatha. Tirta pun merasa cemas saat melihat mobil Agatha sudah melaju pergi.Nabila mencubit lengan Tirta dan menegur, "Kamu ini benar-benar bodoh. Agatha pasti marah karena kamu nggak setia kawan.""Ha? Masa Agatha marah karena itu?" sahut Tirta yang kebingungan.Nabila menanggapi, "Tentu saja. Agatha sudah membantumu dan membeli bahan obatmu dengan harga tinggi. Tapi, kamu malah menyetujui permintaan Agatha dengan terpaksa. Mana mungkin dia nggak marah? Apa mungkin dia marah karena aku?"Tirta menimpali, "Benar. Pasti aku yang membuatnya marah. Kalau begitu ... aku harus minta maaf kepadanya?"Nabila membalas, "Iya. Kebetulan aku sudah lapar, aku mau pulang dulu. Jangan lupa minta maaf kepada Agatha." Kemudian, Nabila pun pulang.Sementara itu, Tirta segera mengejar mobil Agatha sembari berteriak, "Agatha,
Namun, ketika tangan Tirta mulai bergerak ke bawah, Agatha langsung mendorong Tirta dan menolak, "Kamu nggak boleh menyentuhku lagi! Kamu sudah punya pacar. Kelak, kamu harus jaga sikapmu saat bertemu denganku."Agatha mengembuskan napas, lalu segera merapikan bajunya. Kulit Agatha sangat mulus. Agatha menggerak-gerakkan tangannya yang mati rasa, lalu menjalankan mobilnya dan berujar, "Aku antar kamu pulang dulu. Setelah itu, aku harus kembali."Tirta yang merasa tidak rela bertanya, "Besok kamu datang lagi, nggak?" Dibandingkan dengan Nabila, Tirta merasa Agatha lebih gampang dibujuk. Jadi, Tirta berharap dia bisa sering bertemu Agatha.Agatha berpikir sejenak, lalu menyahut, "Besok belum tentu aku ada waktu. Mungkin lusa aku bisa datang. Kalau 2 hari ini kamu nggak sibuk, bantu aku kumpulkan lebih banyak bahan obat. Aku akan mengambilnya lusa nanti."Tirta mengangguk dan membalas, "Oke. Nanti kamu langsung cari aku di klinik saja."....Nabila hendak naik ke lantai atas untuk beristi
Di dalam mimpinya, Tirta sangat tinggi, tampan, dan menawan. Nabila menyampaikan sebuah kabar baik kepada Tirta dengan gembira."Benarkah? Bagus sekali. Nabila, ayo kita lanjut tidur," ucap Tirta yang hendak melucuti pakaian Nabila. Kemudian, dia menambahkan dengan suara menggoda, "Nabila, apa kamu suka tidur denganku?""Aku ... suka .... Aku ingin tidur bersamamu setiap hari ...," balas Nabila sambil menunduk dengan malu diiringi dengan suara desahan.....Setelah mengantar Tirta ke desa, Agatha langsung pergi."Agatha, sering-seringlah kemari kalau punya waktu," tutur Tirta seraya melambaikan tangan. Setelah melihat Agatha pergi menjauh, dia berjalan menuju ke rumahnya.Ketika melewati rumah Melati, Tirta tiba-tiba mendengar suara mertua Melati yang sedang memarahinya. Tirta seketika menghentikan langkahnya."Kami pergi selama dua hari. Begitu kami pulang, bukannya menyambut kami, kamu malah tidur? Baju nggak dicuci, ladang sayur nggak disiram, rumah juga nggak dirapikan. Apa kamu me
"Kenapa kamu kemari?" tanya Damar dengan dingin. Mereka sangat kaget saat mendengar teriakan Tirta.Melihat kedatangan Tirta, Melati tidak berani bersuara. Dia hanya bisa diam-diam memberi isyarat untuk meminta Tirta segera pergi. Dia khawatir Tirta akan mendapatkan masalah jika ketahuan.Namun, Tirta sudah tersulut amarah. Bagaimana mungkin dia pergi? Dia menghampiri Damar dan Gendis, lalu bertanya dengan marah, "Apa kesalahan yang Kak Melati perbuat sehingga kalian memperlakukannya dengan kejam? Kalian mau melepas celananya di depan umum. Apa kalian nggak menganggapnya sebagai manusia?""Minggir! Ini adalah urusan keluarga kami. Jangan ikut campur!" sergah Damar."Benar! Dia nggak bersikap sebagai menantu yang baik dan diam-diam main serong dengan pria lain. Kami adalah mertuanya, wajar kalau kami memukul dan memarahinya. Apa urusannya denganmu?" timpal Gendis sembari meludahi Tirta."Omong kosong! Apa kalian melihatnya berselingkuh dengan pria lain?" tanya Tirta dengan lantang seray
"Nggak berani? Oh, aku lupa, bijimu sudah lama hancur. Kamu nggak bisa disebut lelaki lagi," ejek Damar sambil tertawa terbahak-bahak. Dia tidak tahu saja, Tirta yang diledeknya itulah yang telah meniduri Melati hingga kelimpungan."Sialan, tunggu saja kalian!" ujar Tirta.Emosi Tirta sudah tidak tertahankan saat melihat betapa buruknya Damar dan istrinya memperlakukan Melati. Dia lantas mengeluarkan ponsel jadulnya dan menelepon polisi. Polisi yang menerima laporan pun segera bergegas ke sini."Bedebah! Ka ... kamu benar-benar menelepon polisi?" tanya Damar yang mulai merasa ciut."Untuk apa takut? Kalaupun polisi datang, mereka nggak bisa menangkap kita. Kita mertuanya Melati, nggak salah kalau kita memukulnya," ujar Gendis, sama sekali tidak terlihat panik."Cih, lihat saja, kalian berdua pasti menangis sebentar lagi! Jangan takut, Kak Melati. Aku akan menegakkan keadilan buatmu. Nggak lama lagi mereka bakal menyesal!" kata Tirta dengan nada kesal. Dia menarik Melati dan melindungi
Beberapa orang polisi bergegas maju untuk menyeret Damar beserta istrinya ke mobil patroli."Ja ... jangan tangkap kami ...," mohon Damar. Tubuh rentanya seketika gemetar ketakutan. Seangkuh apa pun dirinya, dia tidak mungkin berani melawan polisi."Kalian menangkap orang yang salah! Bocah inilah yang berniat buruk pada menantuku. Kami cuma nggak terima dengan sikapnya, makanya kami menyerangnya! Kalian bahkan nggak bisa membedakan yang benar dan salah. Kalian seharusnya malu dengan seragam di tubuh kalian!" ratap Gendis dengan keras kepala. Dia terus membuat-buat alasan, seakan-akan telah diperlakukan dengan sangat tidak adil.Sayangnya, pemimpin para polisi ini sama sekali tidak tertipu. Dia langsung memperingatkan dengan suara berat, "Nggak usah cari-cari alasan! Kalau kamu nggak terima, tunggulah sampai kita tiba di kantor polisi. Kalau kalian memang nggak bersalah, kami tentu akan membersihkan nama kalian.""Bawa mereka pergi!" perintah polisi wanita itu lagi."Nggak mau! Lepaskan
Susanti melihat Harto dan lainnya dengan ekspresi dingin. Niko menyahut, "Oke, Bu Susanti!"Kemudian, Niko memerintah bawahan untuk menangkap Harto dan lainnya. Susanti menghampiri Agatha dan Nia, lalu bertanya, "Bu Agatha, Bu Nia, apa kalian disakiti?""Nggak. Tapi, kalau nggak ada Tirta, kami pasti celaka," sahut Agatha yang masih merasa takut.Susanti mengeluarkan pena dan catatan, lalu mencari tahu seluk-beluk kejadiannya. Dia berkata, "Yang penting kalian baik-baik saja. Aku butuh pengakuan kalian. Waktu mengurus kasus, aku butuh ...."Setelah selesai bertanya kepada Agatha dan Nia, Susanti berpamitan dengan Tirta dan buru-buru pergi. Sudah jelas Susanti makin sibuk sejak Mauri dipindahkan. Yang mengejutkan Tirta adalah kali ini Susanti dan Agatha tidak berdebat.Agatha melihat Susanti turun ke lantai bawah, lalu menghampiri Tirta dan merangkul lengannya sembari bertanya, "Tirta, apa yang harus kita lakukan sekarang?"Tirta merangkul pinggang Agatha dan menjawab, "Lanjut beli paka
Tendangan Tirta sangat kuat. Wajah Karsa babak belur dan tulangnya patah. Karsa merasakan sakit kepala hebat. Dia berteriak, "Lihat saja nanti! Ayah angkatku pasti akan membalas dendam untukku setelah tahu masalah ini!""Berisik!" seru Tirta. Dia menendang Karsa lagi. Kali ini, Karsa tidak bersuara.Harto berucap dengan geram seraya menatap Tirta, "Kak Karsa .... Dasar bocah sialan! Kamu bunuh kakakku! Polisi sudah datang, mereka pasti nggak akan lepaskan kamu!"Tirta melempar parang, lalu menimpali, "Kamu salah. Aku cuma membantu masyarakat untuk membasmi orang jahat. Polisi nggak akan mempersulitku.""Lagi pula, aku ini dokter. Aku tahu batasan saat bertindak. Paling-paling kakakmu cuma jadi orang cacat selamanya dan hidup menderita. Nggak adil kalau orang jahat sepertinya langsung mati," lanjut Tirta.Tirta tersenyum sinis dan menambahkan, "Tentu saja, nasibmu hampir saja dengan dia."Harto ketakutan, tetapi dia tetap memarahi Tirta, "Kamu itu memang gila!"Namun, Tirta tidak memedu
Tirta membentak, "Cepat bilang! Kalau nggak, aku lumpuhkan kalian!"Seorang bawahan didorong oleh orang di belakangnya. Dia langsung berlutut di depan Tirta saking takutnya, lalu menyahut sembari menangis, "Kak, kami nggak berani bilang. Kami cuma bawahan rendahan, kami nggak ingin singgung tokoh hebat itu."Bawahan itu menambahkan, "Lagi pula, kamu sudah tahu. Jangan tanya kami lagi. Kalau nggak, kami bisa mati."Tirta mendengus dan memarahi, "Kalian juga berengsek! Kalian pantas mati! Cepat berlutut!"Tirta berpikir nanti dia akan memberi tahu masalah ini kepada Saba setelah Saba dan Shinta datang. Jadi, Saba bisa mengutus orang untuk membereskan wali Kota Hamza.Para bawahan tidak berani melawan Tirta. Mereka langsung berlutut dan berujar, "Oke ... kami berlutut."Sementara itu, Agatha sudah melepaskan pipa besi yang dipegangnya. Dia dan Nia bergegas menghampiri Tirta. Agatha bertanya, "Tirta, apa sekarang aku perlu telepon Bu Susanti supaya dia bisa bawa anggotanya kemari?""Tunggu
Tirta tertawa sinis, lalu berkata, "Baguslah kalau kamu maju. Aku memang berniat membuat perhitungan denganmu!"Tirta mengerahkan kekuatan Tinju Harimau Ganas sampai maksimal. Energi tinjuannya benar-benar dahsyat dan menimbulkan suara yang memekakkan telinga, seperti suara auman harimau!Semua orang di lantai 2 menutup telinga mereka. Kala ini, mereka sangat ketakutan. Bahkan, tubuh mereka lemas.Ini adalah kekuatan Tinju Harimau Ganas tingkat tertinggi. Energinya saja sudah cukup membuat orang gentar. Jika Lutfi berada di sini, dia pasti tercengang.Hal ini karena guru Lutfi juga tidak berhasil mempelajari Tinju Harimau Ganas tingkat tertinggi setelah puluhan tahun. Namun, Tirta bisa menguasai teknik ini setelah mempelajarinya dalam waktu singkat.Parang Karsa menghantam Tinju Harimau Ganas yang dilancarkan Tirta. Parang itu langsung hancur berkeping-keping. Sementara itu, tinjuan Tirta seperti menghancurkan selembar kertas yang tipis.Tirta tidak berhenti melancarkan serangan. Dia l
Siapa sangka, terjadi sesuatu yang mengejutkan! Hanya dalam sekejap, sekitar 5 bawahan Karsa terpental karena serangan Tirta. Bahkan, bawahan yang diserang masih terbengong-bengong.Nia yang bersembunyi di sudut bertanya kepada Agatha, "Kak Agatha, kenapa ... Tirta begitu hebat?"Agatha terus memandangi Tirta sambil menyahut, "Aku juga nggak tahu. Tapi, Tirta memang hebat. Seharusnya orang-orang ini nggak bisa melawannya.""Benaran?" tanya Nia dengan ragu-ragu.Saat Agatha dan Nia berbicara, terdengar suara teriakan lagi. Tirta berhasil mengalahkan sekitar 8 bawahan lagi.Kekuatan Tirta yang dahsyat membuat bawahan lain ketakutan. Mereka pun mundur. Harto yang berbaring di lantai mengingatkan, "Kak ... orang ini menguasai ilmu bela diri! Kamu harus hati-hati!""Harto, kamu tenang saja. Biarpun dia itu ahli, hari ini dia tetap akan dicincang!" timpal Karsa dengan santai. Kemudian, dia membentak bawahan, "Dasar orang-orang bodoh! Langsung tebas dia pakai parang!"Karsa menambahkan, "Jang
Karsa melihat kaki dan tangan Harto yang remuk. Bahkan, bagian selangkangannya berlumuran darah. Emosi Karsa tersulut.Karsa berkata kepada Tirta dengan geram, "Hei, kamu itu orang pertama yang berani melumpuhkan adikku! Tapi, kamu akan menjadi yang terakhir! Katakan, kamu mau mati dengan cara apa?"Karsa membawa puluhan bawahan, jadi Harto tidak takut pada Tirta lagi. Harto berseru, "Kak, aku mau dia dicincang, lalu diberikan kepada anjing! Kalau nggak, aku nggak merasa puas!"Tirta mencibir dan membalas, "Kalian mau habisi aku? Takutnya kalian nggak mampu!"Karsa datang terlalu cepat sehingga Tirta tidak sempat menelepon Susanti. Jika Tirta menghubungi Susanti sekarang, Susanti juga tidak bisa sampai tepat waktu. Jadi, Tirta memutuskan untuk menyuruh Susanti datang setelah membereskan Karsa."Dasar nggak tahu diri! Aku bisa menghabisimu dengan mudah!" timpal Karsa. Kemudian, dia memerintah bawahannya dengan ekspresi muram, "Kenapa kalian masih diam saja? Cepat cincang orang ini dan b
Harto menceritakan kejadiannya kepada Karsa secara singkat. Karsa berujar, "Apa? Kaki dan tanganmu dipatahkan? Mana Suci? Bukannya dia bilang barangnya aman?"Karsa menegaskan, "Oke. Harto, tunggu aku. Sekarang aku bawa bawahan untuk bantu kamu balas dendam!"Selesai bicara, Karsa langsung mengakhiri panggilan telepon. Dia segera membawa bawahannya untuk membantu Harto.Karsa cukup berkuasa di Kota Hamza. Sekarang adiknya malah dilumpuhkan. Tentu saja Karsa tidak akan melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta memanfaatkan waktu ini untuk menetralkan obat bius Agatha dan Nia dengan jarum. Agatha yang bersandar di pelukan Tirta bangun dan bertanya, "Tirta, kenapa kamu datang ke sini? Apa yang terjadi padaku?"Agatha agak pusing. Efek obat bius itu sangat kuat sehingga Agatha tidak ingat kejadian saat dirinya pingsan.Tirta melirik Suci dengan dingin dan menjelaskan, "Kak Agatha, kamu dan Kak Nia diberi obat bius. Bos toko pakaian dalam ini berniat jahat. Dia ingin menjual kalian."Nia yang
Tirta mencibir, lalu menanggapi, "Tempat berbahaya apanya? Dasar pecundang! Nggak tahu malu!"Selesai bicara, Tirta langsung menampar Harto. Sementara itu, Harto tidak sempat menghindar. Tamparan Tirta membuatnya marah dan juga kaget. Harto memaki, "Sialan! Beraninya kamu pukul aku!"Harto melambaikan tangannya, lalu memerintah keempat bawahan di belakangnya, "Habisi dia!""Siap, Kak Harto!" sahut keempat bawahan Harto. Mereka langsung mengepung Tirta.Pria paruh baya yang ditampar Tirta di lantai 1 tadi membentak, "Bocah sialan! Kamu yang cari masalah sendiri! Kamu pasti mati!"Pria paruh baya itu mengeluarkan pisau dan hendak menusuk leher Tirta. Dia ingin langsung membunuh Tirta.Tirta berteriak, "Kalau nggak mau mati, cepat menyingkir!"Tirta melancarkan Tinju Harimau Ganas dari teknik rahasia yang diberikan Lutfi. Sebelum keempat pria itu mendekati Tirta, mereka ditinju Tirta hingga terpental.Bagian tubuh mereka yang ditinju Tirta pasti mengalami patah tulang. Mereka tidak bisa b
Pria paruh baya itu sangat marah. Dia menunjuk Tirta sambil berteriak kepada pria botak yang berdiri di tengah.Harto tetap bergeming. Dia mengamati Tirta, seperti sedang memikirkan identitasnya.Melihat Harto datang, staf toko yang menghalangi Tirta tadi segera menghampiri Harto dan berujar, "Kak Harto, dia datang untuk mencari 2 wanita itu. Biasanya nggak ada tokoh hebat yang datang ke kota kita.""Oke, aku tahu," sahut Harto. Kemudian, dia berucap kepada pria paruh baya yang dipukul, "Kamu tahan dulu. Jangan lupa kita datang untuk urus barang. Setelah mendapatkan barangnya, aku baru suruh orang beri dia pelajaran. Biar nggak timbul masalah.""Ini .... Oke, Kak Harto," kata pria paruh baya yang dipukul. Sebenarnya dia merasa tidak rela, tetapi dia tetap mengikuti arahan Harto.Setelah itu, mereka pergi ke lantai 2. Tirta merasa tujuan kedatangan 5 pria paruh baya itu tidak sederhana. Dia langsung mengikuti mereka.Siapa sangka, staf toko itu menghalangi Tirta lagi dan menegur, "Tungg