Sejujurnya, Tirta tidak ingin memedulikan Agus yang tidak berpendirian. Namun, dia terpaksa menanggapi karena menghargai Nabila, "Itu hanya masalah sepele. Aku nggak akan menyalahkanmu. Pak Agus, sebaiknya kamu pulang saja."Agus menyergah seraya mengernyit, "Aku lagi bicara dengan Agatha! Untuk apa kamu ikut campur? Minggir kamu!"Agatha menimpali dengan tegas, "Pak Agus, Tirta itu teman baikku. Aku harap kamu bisa menghormatinya."Agus tidak menyangka Agatha sangat protektif kepada Tirta. Tubuh Agus berkeringat dingin, dia berucap, "Oh ... iya, aku memang salah ...."Nabila yang kesal menegur, "Ayah, jangan membuatku malu lagi! Cepat pulang!"Agus juga merasa malu. Dia berpesan kepada Nabila sebelum pergi, "Kamu jangan pulang dulu. Aku harap kamu bisa berteman dekat dengan Agatha."Seketika, hanya tersisa Tirta, Agatha, dan Nabila di alun-alun desa yang luas. Melihat Agus sudah pergi, Nabila segera berpesan kepada Tirta, "Tirta, untung saja hari ini Agatha membantumu. Kamu harus meng
Tirta menggaruk kepalanya dan berkata, "Oh, ya? Seharusnya bukan ...." Tentu saja, Tirta tahu Agatha marah. Namun, Nabila ada di sampingnya. Tentu saja Tirta tidak berani membujuk Agatha. Tirta pun merasa cemas saat melihat mobil Agatha sudah melaju pergi.Nabila mencubit lengan Tirta dan menegur, "Kamu ini benar-benar bodoh. Agatha pasti marah karena kamu nggak setia kawan.""Ha? Masa Agatha marah karena itu?" sahut Tirta yang kebingungan.Nabila menanggapi, "Tentu saja. Agatha sudah membantumu dan membeli bahan obatmu dengan harga tinggi. Tapi, kamu malah menyetujui permintaan Agatha dengan terpaksa. Mana mungkin dia nggak marah? Apa mungkin dia marah karena aku?"Tirta menimpali, "Benar. Pasti aku yang membuatnya marah. Kalau begitu ... aku harus minta maaf kepadanya?"Nabila membalas, "Iya. Kebetulan aku sudah lapar, aku mau pulang dulu. Jangan lupa minta maaf kepada Agatha." Kemudian, Nabila pun pulang.Sementara itu, Tirta segera mengejar mobil Agatha sembari berteriak, "Agatha,
Namun, ketika tangan Tirta mulai bergerak ke bawah, Agatha langsung mendorong Tirta dan menolak, "Kamu nggak boleh menyentuhku lagi! Kamu sudah punya pacar. Kelak, kamu harus jaga sikapmu saat bertemu denganku."Agatha mengembuskan napas, lalu segera merapikan bajunya. Kulit Agatha sangat mulus. Agatha menggerak-gerakkan tangannya yang mati rasa, lalu menjalankan mobilnya dan berujar, "Aku antar kamu pulang dulu. Setelah itu, aku harus kembali."Tirta yang merasa tidak rela bertanya, "Besok kamu datang lagi, nggak?" Dibandingkan dengan Nabila, Tirta merasa Agatha lebih gampang dibujuk. Jadi, Tirta berharap dia bisa sering bertemu Agatha.Agatha berpikir sejenak, lalu menyahut, "Besok belum tentu aku ada waktu. Mungkin lusa aku bisa datang. Kalau 2 hari ini kamu nggak sibuk, bantu aku kumpulkan lebih banyak bahan obat. Aku akan mengambilnya lusa nanti."Tirta mengangguk dan membalas, "Oke. Nanti kamu langsung cari aku di klinik saja."....Nabila hendak naik ke lantai atas untuk beristi
Di dalam mimpinya, Tirta sangat tinggi, tampan, dan menawan. Nabila menyampaikan sebuah kabar baik kepada Tirta dengan gembira."Benarkah? Bagus sekali. Nabila, ayo kita lanjut tidur," ucap Tirta yang hendak melucuti pakaian Nabila. Kemudian, dia menambahkan dengan suara menggoda, "Nabila, apa kamu suka tidur denganku?""Aku ... suka .... Aku ingin tidur bersamamu setiap hari ...," balas Nabila sambil menunduk dengan malu diiringi dengan suara desahan.....Setelah mengantar Tirta ke desa, Agatha langsung pergi."Agatha, sering-seringlah kemari kalau punya waktu," tutur Tirta seraya melambaikan tangan. Setelah melihat Agatha pergi menjauh, dia berjalan menuju ke rumahnya.Ketika melewati rumah Melati, Tirta tiba-tiba mendengar suara mertua Melati yang sedang memarahinya. Tirta seketika menghentikan langkahnya."Kami pergi selama dua hari. Begitu kami pulang, bukannya menyambut kami, kamu malah tidur? Baju nggak dicuci, ladang sayur nggak disiram, rumah juga nggak dirapikan. Apa kamu me
"Kenapa kamu kemari?" tanya Damar dengan dingin. Mereka sangat kaget saat mendengar teriakan Tirta.Melihat kedatangan Tirta, Melati tidak berani bersuara. Dia hanya bisa diam-diam memberi isyarat untuk meminta Tirta segera pergi. Dia khawatir Tirta akan mendapatkan masalah jika ketahuan.Namun, Tirta sudah tersulut amarah. Bagaimana mungkin dia pergi? Dia menghampiri Damar dan Gendis, lalu bertanya dengan marah, "Apa kesalahan yang Kak Melati perbuat sehingga kalian memperlakukannya dengan kejam? Kalian mau melepas celananya di depan umum. Apa kalian nggak menganggapnya sebagai manusia?""Minggir! Ini adalah urusan keluarga kami. Jangan ikut campur!" sergah Damar."Benar! Dia nggak bersikap sebagai menantu yang baik dan diam-diam main serong dengan pria lain. Kami adalah mertuanya, wajar kalau kami memukul dan memarahinya. Apa urusannya denganmu?" timpal Gendis sembari meludahi Tirta."Omong kosong! Apa kalian melihatnya berselingkuh dengan pria lain?" tanya Tirta dengan lantang seray
"Nggak berani? Oh, aku lupa, bijimu sudah lama hancur. Kamu nggak bisa disebut lelaki lagi," ejek Damar sambil tertawa terbahak-bahak. Dia tidak tahu saja, Tirta yang diledeknya itulah yang telah meniduri Melati hingga kelimpungan."Sialan, tunggu saja kalian!" ujar Tirta.Emosi Tirta sudah tidak tertahankan saat melihat betapa buruknya Damar dan istrinya memperlakukan Melati. Dia lantas mengeluarkan ponsel jadulnya dan menelepon polisi. Polisi yang menerima laporan pun segera bergegas ke sini."Bedebah! Ka ... kamu benar-benar menelepon polisi?" tanya Damar yang mulai merasa ciut."Untuk apa takut? Kalaupun polisi datang, mereka nggak bisa menangkap kita. Kita mertuanya Melati, nggak salah kalau kita memukulnya," ujar Gendis, sama sekali tidak terlihat panik."Cih, lihat saja, kalian berdua pasti menangis sebentar lagi! Jangan takut, Kak Melati. Aku akan menegakkan keadilan buatmu. Nggak lama lagi mereka bakal menyesal!" kata Tirta dengan nada kesal. Dia menarik Melati dan melindungi
Beberapa orang polisi bergegas maju untuk menyeret Damar beserta istrinya ke mobil patroli."Ja ... jangan tangkap kami ...," mohon Damar. Tubuh rentanya seketika gemetar ketakutan. Seangkuh apa pun dirinya, dia tidak mungkin berani melawan polisi."Kalian menangkap orang yang salah! Bocah inilah yang berniat buruk pada menantuku. Kami cuma nggak terima dengan sikapnya, makanya kami menyerangnya! Kalian bahkan nggak bisa membedakan yang benar dan salah. Kalian seharusnya malu dengan seragam di tubuh kalian!" ratap Gendis dengan keras kepala. Dia terus membuat-buat alasan, seakan-akan telah diperlakukan dengan sangat tidak adil.Sayangnya, pemimpin para polisi ini sama sekali tidak tertipu. Dia langsung memperingatkan dengan suara berat, "Nggak usah cari-cari alasan! Kalau kamu nggak terima, tunggulah sampai kita tiba di kantor polisi. Kalau kalian memang nggak bersalah, kami tentu akan membersihkan nama kalian.""Bawa mereka pergi!" perintah polisi wanita itu lagi."Nggak mau! Lepaskan
Tirta buru-buru memberi penjelasan."Kamu dokter?" Polisi wanita itu seketika terkejut saat menyadarinya. Apakah benar-benar ada dokter semuda ini? Selain itu, pria ini bahkan bisa menebak masalah yang berusaha ditutupinya selama ini hanya dengan sekali pandang?"Ya, aku ini dokter tradisional terhebat di desa kami. Aku bisa menyembuhkan penyakit apa pun. Kakak mau coba nggak?" tanya Tirta dengan penuh persuasif. Tirta memang pernah membaca tentang cara pengobatan penyakit ini di buku medis kuno sebelumnya. Tidak buruk juga kalau dia bisa mengobati polisi wanita ini dan mendekatkan hubungan mereka."Nggak usah!" Polisi wanita itu tadinya ingin mencobanya. Namun saat mendengar bahwa Tirta adalah dokter di kampung, dia langsung berubah pikiran."Hehe .... Aku berani jamin, nggak ada orang lain yang bisa menyembuhkan penyakit ini selain aku. Kalau kamu berubah pikiran nanti, kamu bisa datang ke Desa Persik untuk mencariku."Tirta juga tidak terlalu peduli dengan hal ini. Dia hanya membaha
Setelah keluar dari Desa Persik, kesadaran Filda mulai pulih. Dia duduk di kursi belakang sambil terus menyeringai dingin menatap Tirta."Kamu terlalu banyak bicara! Kamu pikir aku akan memberimu kesempatan untuk melapor polisi?" Tirta tiba-tiba menginjak rem, menghentikan mobilnya.Kemudian, dia turun dan menarik Filda keluar dari kursi belakang. Tepat di sebelah mereka adalah sebuah waduk besar!Melihat waduk itu serta ekspresi dingin Tirta, Filda benar-benar panik! Dia menggigil dan bertanya dengan suara gemetar, "Kamu mau apa? Kamu nggak boleh membunuhku! Itu melanggar hukum! Hentikan!""Membunuhmu? Jangan mimpi! Membunuhmu hanya akan mengotori tanganku!" cela Tirta dengan dingin. Kemudian, dia mengeluarkan jarum perak dari saku.Dengan menggunakan teknik akupuntur untuk menghilangkan ingatan, Tirta menghapus ingatan Filda tentang kejadian malam ini. Sebentar lagi, Filda akan melupakan segalanya.Setelah mencabut jarum perak, Tirta segera melangkah ke mobil. Sebelum kesadaran Filda
Setelah kebohongannya terbongkar, Filda tidak lagi memiliki kesempatan untuk mendekati Tirta. Karena itu, dia begitu marah hingga tak bisa menahan diri untuk memaki Farida!"Berhenti! Barusan kamu bilang siapa yang menjijikkan?" Namun, setelah mendengar ucapannya, Tirta segera melangkah ke depan, menghalangi Filda, lalu menatapnya dingin."Kamu benar-benar nggak tahu diri. Justru perempuan seperti kamu yang sebenarnya paling menjijikkan! Kalau nggak minta maaf, jangan harap bisa pergi hari ini!"Sejak tadi, ketika Filda membolak-balikkan fakta, Tirta sudah merasa tidak senang padanya. Kini, setelah semuanya jelas, bukan hanya tidak meminta maaf, Filda malah menghina Farida! Jelas, Tirta tidak akan membiarkan dia lolos begitu saja!"Aku sudah bilang aku nggak mau kerja lagi! Aku juga sudah kembalikan uang kalian! Aku sudah nggak ada hubungan apa pun dengan kalian, jadi aku nggak akan minta maaf padanya!""Memangnya kamu bisa apa padaku? Jangan kira cuma karena punya uang, kamu bisa bert
Wajah Farida kembali merona. Dia menggigit bibirnya, lalu menatap Tirta dan berkata, "Tirta, aku tahu kamu khawatir padaku, tapi aku benaran nggak lelah. Aku bisa bekerja sampai pagi tanpa masalah.""Besok kamu harus kembali ke ibu kota provinsi, lebih baik kamu pergi ke vila dan istirahat. Aku akan tetap di sini untuk menanam beberapa bibit pohon buah lagi. Kalau aku sudah nggak kuat, aku akan diam-diam menyusulmu."Saat mengatakan itu, Farida berbisik di telinga Tirta, "Selama dua hari ini kamu nggak ada, Agatha dan Nabila juga nggak datang. Melati dan Arum hampir sakit karena terlalu rindu padamu. Cepat pergi temui mereka.""Kak Farida, kamu sendiri nggak merindukanku? Aku akan menemanimu dulu, setelah itu baru aku temui mereka." Tirta menggeleng dengan tegas, nada bicaranya terdengar sedikit mendominasi."Ya sudah kalau begitu." Farida lebih tua satu atau dua tahun dari Ayu. Dia sendiri adalah wanita dewasa yang cerdas dan anggun.Namun, saat mendengar ucapan Tirta, dia menjadi beg
"Tirta, tentu saja aku mengatakan yang sebenarnya." Di bawah cahaya malam yang samar, Filda tidak bisa melihat ekspresi Tirta dengan jelas. Dia terus berakting."Kamu telah menyelamatkan nyawa anak kakakku dan juga membantu mengurus bisnisnya. Kamu begitu baik kepada keluargaku, mana mungkin aku berbohong padamu?""Baiklah, kalau memang Kak Farida seburuk yang kamu katakan, aku pasti akan menyuruhnya minta maaf padamu. Naik mobil, ikut aku ke sana dan kita tanyakan ke Kak Farida langsung!""Tapi kalau ternyata kamu cuma bohong padaku, kamu yang harus memberi penjelasan pada Kak Farida!" Nada suara Tirta mengandung sedikit kemarahan.Menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam nada bicara Tirta, Filda sontak merasa gelisah dan tidak berani naik mobil.“Kenapa malah bengong? Ayo naik mobil," desak Tirta dengan tidak sabar."Tirta, aku ... aku tiba-tiba sakit perut. Gimana kalau kamu saja yang pergi? Beri tahu saja aku cara keluar dari sini. Aku nggak mau ikut. Aku harus cepat pulang ke
Wajahnya langsung memerah, merasa malu sekaligus marah. Filda mengumpulkan keberanian, lalu kembali melangkah ke arah belakang.Kali ini, dia memang tidak kembali ke tempat Farida dan para pekerja, tetapi dia tersesat."Jangan-jangan aku benar-benar mengalami fenomena terjebak di jalur hantu? Saat masuk tadi, semuanya baik-baik saja. Kenapa sekarang malah nggak bisa keluar? Aku harus meminta Kakak datang menjemputku!"Filda gemetar ketakutan. Dia mengeluarkan ponselnya dan hendak menelepon kakaknya, pemilik bibit pohon buah.Tiin! Tiin! Tiba-tiba, dari kejauhan, cahaya lampu yang menyilaukan menerangi tempat itu!Criiit! Suara rem yang tajam terdengar. Sebuah Mercedes-Maybach berhenti tepat di depan Filda.“Bukankah kamu adik pemilik bibit pohon buah? Malam-malam bukannya tidur, kenapa malah berada di sini?" Tirta membuka pintu mobil dan turun. Begitu melihat Filda, dia langsung ingat siapa gadis itu dan bertanya dengan penasaran."Kamu ... kamu Tirta? Syukurlah! Tirta, kamu datang tep
Mendengar perkataan Filda, banyak pekerja di bawah Farida yang merasa sangat marah!Mereka segera maju dan mengadangnya, tidak membiarkannya pergi!"Berhenti di situ!""Kamu ini gadis muda yang cantik, tapi kenapa caramu bicara dan bertindak sangat buruk?""Saat kakakmu menjual bibit pohon buah kepada Bos, dia sudah janji akan mengirimmu untuk membantu kami mengelola kebun secara gratis!""Kak Farida sangat baik, dia bahkan memberimu bayaran 1 miliar sebagai tambahan!""Kami juga nggak menyuruhmu menanam sendiri, cuma minta sedikit arahan. Lagian, kamu baru kerja setengah hari!""Masa kamu mau ambil uangnya, lalu langsung pergi begitu saja?""Mau pergi? Tinggalkan uangnya dulu! Kalau nggak, jangan salahkan kami kalau bertindak kasar!"Melihat puluhan pekerja yang marah dan tampak garang, Filda secara refleks mundur beberapa langkah karena takut.Namun, dia segera menenangkan diri, lalu mendengus dingin dan berkata, "Percuma kalian bilang begitu, aku nggak pernah bilang aku nggak mau me
"Jangan salahkan aku. Dengan tubuhmu sendiri, kamu akan membantai semua orang yang kamu cintai!"Itulah kata-kata terakhir yang dikatakan Genta kepada Tirta. Setelah suaranya menghilang, Genta tidak lagi memberikan tanda-tanda keberadaan."Sial ... wanita ini benar-benar kejam!"Tirta tahu bahwa kali ini dia benar-benar membuat Genta marah. Dia menggeleng dan tidak berani banyak mengeluh. Setelah memastikan bahwa tubuhnya tidak mengalami masalah, dia melanjutkan perjalanan menuju Desa Persik.Namun, keinginannya untuk menaklukkan Genta kini telah berakar kuat di dalam hatinya. Jika ada kesempatan di masa depan, dia pasti akan menidurinya!....Dalam gelapnya malam, Desa Persik diselimuti cahaya putih samar. Itu adalah lampu jalan yang dipasang oleh Farida saat Tirta tidak ada di sana.Bagaimanapun, saat ini adalah periode penting untuk menanam bibit pohon buah dan tanaman obat. Farida tidak berani bersikap lalai.Di bawah cahaya lampu jalan, Farida memimpin sekelompok pekerja untuk men
Tirta berpikir sejenak dan langsung bisa menebak bahwa momen mesranya barusan dengan Nabila pasti telah disaksikan dengan jelas oleh Genta.Pertama kali mungkin canggung, tetapi kedua kali sudah terbiasa. Kali ini, Tirta sudah tidak merasa malu lagi.Dia tidak percaya kalau Genta, seekor naga betina, bisa tetap tenang saat melihatnya dan Nabila bercinta.Tentu saja, Tirta hanya berandai-andai. Pikiran seperti itu hanya berani disimpan dalam hati. Kalau sampai Genta murka, dia mungkin bisa dihukum."Hais, Kak, aku memang bukan pria baik sejak dulu. Aku tahu Kak Nabila sangat mencintaiku, tapi bukankah Kak Arum, Kak Agatha, Susanti, dan Kak Melati juga mencintaiku sepenuh hati?""Sekarang aku sudah pulang, aku nggak bisa cuma mempertimbangkan perasaan Kak Nabila saja. Bukan karena aku nggak setia, tapi karena aku benar-benar nggak bisa membagi diri!"Tiba-tiba, Tirta teringat sesuatu dan sontak menepuk pahanya. "Eh, Kak! Dalam memori yang kamu wariskan padaku, bukankah dikatakan aku bisa
"Waktu luangmu benar-benar banyak ya ...." Nabila melirik jam yang tergantung di dinding, lalu tiba-tiba menghela napas."Ada apa, Kak Nabila?" tanya Tirta."Nggak ada apa-apa, aku cuma tiba-tiba merasa ... kamu sudah banyak berubah. Dulu, kamu cuma anak muda yang ceroboh dan polos.""Melihatku dari kejauhan saja kamu nggak berani, apalagi menatapku lebih lama. Bicara pun selalu terbata-bata.""Tapi ... setelah kamu diam-diam mengintipku mandi di sungai, kamu langsung berubah menjadi pria sejati.""Aku awalnya nggak berniat menjadi pacarmu, tapi karena kamu nekat dan pantang menyerah ... aku akhirnya malah tidur denganmu.""Setelah beberapa waktu, tiba-tiba kamu menjadi miliarder. Temanmu ada yang kepala kepolisian, wali kota, gubernur, bahkan kamu sampai bersumpah saudara dengan Pak Saba.""Sedangkan aku? Aku masih tetap gadis desa yang sama seperti dulu. Dibandingkan denganmu, aku sama sekali nggak berkembang. Aku merasa ... aku nggak pantas untukmu.""Tirta, kamu sudah sehebat ini.