"Kenapa kamu kemari?" tanya Damar dengan dingin. Mereka sangat kaget saat mendengar teriakan Tirta.Melihat kedatangan Tirta, Melati tidak berani bersuara. Dia hanya bisa diam-diam memberi isyarat untuk meminta Tirta segera pergi. Dia khawatir Tirta akan mendapatkan masalah jika ketahuan.Namun, Tirta sudah tersulut amarah. Bagaimana mungkin dia pergi? Dia menghampiri Damar dan Gendis, lalu bertanya dengan marah, "Apa kesalahan yang Kak Melati perbuat sehingga kalian memperlakukannya dengan kejam? Kalian mau melepas celananya di depan umum. Apa kalian nggak menganggapnya sebagai manusia?""Minggir! Ini adalah urusan keluarga kami. Jangan ikut campur!" sergah Damar."Benar! Dia nggak bersikap sebagai menantu yang baik dan diam-diam main serong dengan pria lain. Kami adalah mertuanya, wajar kalau kami memukul dan memarahinya. Apa urusannya denganmu?" timpal Gendis sembari meludahi Tirta."Omong kosong! Apa kalian melihatnya berselingkuh dengan pria lain?" tanya Tirta dengan lantang seray
"Nggak berani? Oh, aku lupa, bijimu sudah lama hancur. Kamu nggak bisa disebut lelaki lagi," ejek Damar sambil tertawa terbahak-bahak. Dia tidak tahu saja, Tirta yang diledeknya itulah yang telah meniduri Melati hingga kelimpungan."Sialan, tunggu saja kalian!" ujar Tirta.Emosi Tirta sudah tidak tertahankan saat melihat betapa buruknya Damar dan istrinya memperlakukan Melati. Dia lantas mengeluarkan ponsel jadulnya dan menelepon polisi. Polisi yang menerima laporan pun segera bergegas ke sini."Bedebah! Ka ... kamu benar-benar menelepon polisi?" tanya Damar yang mulai merasa ciut."Untuk apa takut? Kalaupun polisi datang, mereka nggak bisa menangkap kita. Kita mertuanya Melati, nggak salah kalau kita memukulnya," ujar Gendis, sama sekali tidak terlihat panik."Cih, lihat saja, kalian berdua pasti menangis sebentar lagi! Jangan takut, Kak Melati. Aku akan menegakkan keadilan buatmu. Nggak lama lagi mereka bakal menyesal!" kata Tirta dengan nada kesal. Dia menarik Melati dan melindungi
Beberapa orang polisi bergegas maju untuk menyeret Damar beserta istrinya ke mobil patroli."Ja ... jangan tangkap kami ...," mohon Damar. Tubuh rentanya seketika gemetar ketakutan. Seangkuh apa pun dirinya, dia tidak mungkin berani melawan polisi."Kalian menangkap orang yang salah! Bocah inilah yang berniat buruk pada menantuku. Kami cuma nggak terima dengan sikapnya, makanya kami menyerangnya! Kalian bahkan nggak bisa membedakan yang benar dan salah. Kalian seharusnya malu dengan seragam di tubuh kalian!" ratap Gendis dengan keras kepala. Dia terus membuat-buat alasan, seakan-akan telah diperlakukan dengan sangat tidak adil.Sayangnya, pemimpin para polisi ini sama sekali tidak tertipu. Dia langsung memperingatkan dengan suara berat, "Nggak usah cari-cari alasan! Kalau kamu nggak terima, tunggulah sampai kita tiba di kantor polisi. Kalau kalian memang nggak bersalah, kami tentu akan membersihkan nama kalian.""Bawa mereka pergi!" perintah polisi wanita itu lagi."Nggak mau! Lepaskan
Tirta buru-buru memberi penjelasan."Kamu dokter?" Polisi wanita itu seketika terkejut saat menyadarinya. Apakah benar-benar ada dokter semuda ini? Selain itu, pria ini bahkan bisa menebak masalah yang berusaha ditutupinya selama ini hanya dengan sekali pandang?"Ya, aku ini dokter tradisional terhebat di desa kami. Aku bisa menyembuhkan penyakit apa pun. Kakak mau coba nggak?" tanya Tirta dengan penuh persuasif. Tirta memang pernah membaca tentang cara pengobatan penyakit ini di buku medis kuno sebelumnya. Tidak buruk juga kalau dia bisa mengobati polisi wanita ini dan mendekatkan hubungan mereka."Nggak usah!" Polisi wanita itu tadinya ingin mencobanya. Namun saat mendengar bahwa Tirta adalah dokter di kampung, dia langsung berubah pikiran."Hehe .... Aku berani jamin, nggak ada orang lain yang bisa menyembuhkan penyakit ini selain aku. Kalau kamu berubah pikiran nanti, kamu bisa datang ke Desa Persik untuk mencariku."Tirta juga tidak terlalu peduli dengan hal ini. Dia hanya membaha
"Apa yang Ibu katakan itu sungguhan?" Saat mendengar ucapan Susanti, Melati langsung tertegun dan meneteskan air mata. Kalau tahu begini jadinya, Melati pasti sudah melarikan diri sedari awal. Mana mungkin dia masih tetap menetap di rumah itu dan disiksa oleh mereka berdua."Tentu saja!" jawab Susanti sambil mengangguk."Syukurlah Kak Melati, kamu nggak usah ditindas lagi kelak!" timpal Tirta dengan senang hati. Jika Melati tidak menikah, berarti Tirta juga tidak termasuk sedang berselingkuh dengannya. Mereka hanya termasuk menjalin hubungan yang biasa. Selain itu, karena Melati telah menyerahkan pertama kalinya kepada Tirta, Tirta juga telah menganggap Melati sebagai kekasihnya."Bu, kami sudah menyerahkan maskawin saat itu. Kenapa dia bukan menantu keluarga kami?" Damar seketika menjadi panik."Iya. Kalau nggak, biarkan saja dia buat surat nikah dengan anakku lagi. Bisa, 'kan?" tanya Gendis dengan panik."Huh! Putramu saja sudah meninggal, mau bagaimana urus akta nikah?" Ucapan Tirta
"Tirta, kamu ini benar-benar hebat! Kakak cinta banget sama kamu!"....Setelah berjalan sejam lebih, mereka akhirnya telah kembali ke desa. Saat itu, langit juga sudah mulai gelap. Melati membereskan pakaiannya dan bersiap-siap untuk tinggal di rumah Tirta. Oleh karena itu, dia menyuruh Tirta untuk pulang dan menunggunya di rumah.Meskipun gembira, Tirta merasa agak bingung. Bagaimana kalau Nabila tiba-tiba datang di malam hari dan melihatnya sedang tidur bersama Melati? Selain itu, Ayu juga berada di sebelah kamarnya. Meski semalam dia tidak mendengar apa pun, bukan berarti tidak akan ketahuan selamanya.Tirta benar-benar bingung. Punya banyak kekasih juga sebuah hal yang merepotkan. Tirta memutuskan untuk menyuruh Melati tidur di kamar Ayu terlebih dahulu agar tidak kepergok oleh Nabila jika wanita itu datang. Setelah larut malam dan Nabila sudah pergi, dia baru akan meniduri Melati diam-diam.Setelah menyusun rencana seperti itu, Tirta pun masuk ke rumahnya. Tak disangka, dia mala
Melihat Melati datang, Tirta berujar, "Kak, kenapa kamu juga masuk ke dapur? Kamu temani saja Bi Ayu. Aku bisa memasak sendiri, kamu nggak perlu bantu aku.""Anak bodoh, aku takut kamu kelelahan kalau masak sendiri," timpal Melati dengan ekspresi canggung. Dia menarik Tirta ke belakangnya dan mulai memasak."Kak, apa kamu mulai nggak tahan lagi?" tanya Tirta. Dia memeluk Melati dan menyadari bahwa Melati tidak mengenakan pakaian dalam. Tirta langsung merasa antusias."Suaramu jangan terlalu keras. Kamu peluk aku seperti ini saja. Biar aku yang masak untukmu," ucap Melati dengan lirih sembari menggigit bibirnya. Saat merasakan perubahan di tubuh Tirta, Melati juga mulai bersemangat."Kak, kamu memang nakal," komentar Tirta. Dia tertawa, lalu merangkul pinggang Melati dengan erat."Tirta, jangan terlalu kuat. Aku masih mau masak untukmu," keluh Melati. Tubuhnya bergetar dan dia tanpa sadar membungkuk.Tirta terlena dengan kenikmatan ini. Melati memasak sambil dipuaskan Tirta. Setelah 1 j
Tirta tahu bahwa Nabila juga menyukainya. Kalau tidak, Nabila juga tidak akan ditindas Tirta. Hati Tirta pun luluh. Tirta menghibur sembari mendekap Nabila, "Kak Nabila, aku salah. Kelak aku baru menidurimu kalau kamu bersedia. Aku nggak akan mendesakmu lagi."Tirta berpikir dia akan mencari Melati saat ingin memuaskan nafsunya. Waktu masih panjang. Kelak dia pasti bisa meniduri Nabila.Nabila berhenti menangis, lalu mengangguk dan menimpali, "Oke. Kamu harus memegang janjimu."Kemudian, Nabila memberi tahu Tirta tujuan Agus. Setelah mendengarnya, Tirta mengkritik, "Pria tua itu memang licik! Bisa-bisanya dia memintamu berkorban untuk menggodaku!"Namun, rencana Agus tidak akan berhasil. Bahkan, dia akan sia-sia mengorbankan putrinya. Tirta juga bukan orang baik-baik.Nabila mencubit lengan Tirta dan menegur, "Jangan bicara sembarangan! Bagaimanapun, dia itu ayahku. Kamu nggak boleh mengkritiknya. Lagi pula, aku juga nggak berniat menipumu.""Kak Nabila, jangan marah. Kamu itu pacarku.
Setelah keluar dari Desa Persik, kesadaran Filda mulai pulih. Dia duduk di kursi belakang sambil terus menyeringai dingin menatap Tirta."Kamu terlalu banyak bicara! Kamu pikir aku akan memberimu kesempatan untuk melapor polisi?" Tirta tiba-tiba menginjak rem, menghentikan mobilnya.Kemudian, dia turun dan menarik Filda keluar dari kursi belakang. Tepat di sebelah mereka adalah sebuah waduk besar!Melihat waduk itu serta ekspresi dingin Tirta, Filda benar-benar panik! Dia menggigil dan bertanya dengan suara gemetar, "Kamu mau apa? Kamu nggak boleh membunuhku! Itu melanggar hukum! Hentikan!""Membunuhmu? Jangan mimpi! Membunuhmu hanya akan mengotori tanganku!" cela Tirta dengan dingin. Kemudian, dia mengeluarkan jarum perak dari saku.Dengan menggunakan teknik akupuntur untuk menghilangkan ingatan, Tirta menghapus ingatan Filda tentang kejadian malam ini. Sebentar lagi, Filda akan melupakan segalanya.Setelah mencabut jarum perak, Tirta segera melangkah ke mobil. Sebelum kesadaran Filda
Setelah kebohongannya terbongkar, Filda tidak lagi memiliki kesempatan untuk mendekati Tirta. Karena itu, dia begitu marah hingga tak bisa menahan diri untuk memaki Farida!"Berhenti! Barusan kamu bilang siapa yang menjijikkan?" Namun, setelah mendengar ucapannya, Tirta segera melangkah ke depan, menghalangi Filda, lalu menatapnya dingin."Kamu benar-benar nggak tahu diri. Justru perempuan seperti kamu yang sebenarnya paling menjijikkan! Kalau nggak minta maaf, jangan harap bisa pergi hari ini!"Sejak tadi, ketika Filda membolak-balikkan fakta, Tirta sudah merasa tidak senang padanya. Kini, setelah semuanya jelas, bukan hanya tidak meminta maaf, Filda malah menghina Farida! Jelas, Tirta tidak akan membiarkan dia lolos begitu saja!"Aku sudah bilang aku nggak mau kerja lagi! Aku juga sudah kembalikan uang kalian! Aku sudah nggak ada hubungan apa pun dengan kalian, jadi aku nggak akan minta maaf padanya!""Memangnya kamu bisa apa padaku? Jangan kira cuma karena punya uang, kamu bisa bert
Wajah Farida kembali merona. Dia menggigit bibirnya, lalu menatap Tirta dan berkata, "Tirta, aku tahu kamu khawatir padaku, tapi aku benaran nggak lelah. Aku bisa bekerja sampai pagi tanpa masalah.""Besok kamu harus kembali ke ibu kota provinsi, lebih baik kamu pergi ke vila dan istirahat. Aku akan tetap di sini untuk menanam beberapa bibit pohon buah lagi. Kalau aku sudah nggak kuat, aku akan diam-diam menyusulmu."Saat mengatakan itu, Farida berbisik di telinga Tirta, "Selama dua hari ini kamu nggak ada, Agatha dan Nabila juga nggak datang. Melati dan Arum hampir sakit karena terlalu rindu padamu. Cepat pergi temui mereka.""Kak Farida, kamu sendiri nggak merindukanku? Aku akan menemanimu dulu, setelah itu baru aku temui mereka." Tirta menggeleng dengan tegas, nada bicaranya terdengar sedikit mendominasi."Ya sudah kalau begitu." Farida lebih tua satu atau dua tahun dari Ayu. Dia sendiri adalah wanita dewasa yang cerdas dan anggun.Namun, saat mendengar ucapan Tirta, dia menjadi beg
"Tirta, tentu saja aku mengatakan yang sebenarnya." Di bawah cahaya malam yang samar, Filda tidak bisa melihat ekspresi Tirta dengan jelas. Dia terus berakting."Kamu telah menyelamatkan nyawa anak kakakku dan juga membantu mengurus bisnisnya. Kamu begitu baik kepada keluargaku, mana mungkin aku berbohong padamu?""Baiklah, kalau memang Kak Farida seburuk yang kamu katakan, aku pasti akan menyuruhnya minta maaf padamu. Naik mobil, ikut aku ke sana dan kita tanyakan ke Kak Farida langsung!""Tapi kalau ternyata kamu cuma bohong padaku, kamu yang harus memberi penjelasan pada Kak Farida!" Nada suara Tirta mengandung sedikit kemarahan.Menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam nada bicara Tirta, Filda sontak merasa gelisah dan tidak berani naik mobil.“Kenapa malah bengong? Ayo naik mobil," desak Tirta dengan tidak sabar."Tirta, aku ... aku tiba-tiba sakit perut. Gimana kalau kamu saja yang pergi? Beri tahu saja aku cara keluar dari sini. Aku nggak mau ikut. Aku harus cepat pulang ke
Wajahnya langsung memerah, merasa malu sekaligus marah. Filda mengumpulkan keberanian, lalu kembali melangkah ke arah belakang.Kali ini, dia memang tidak kembali ke tempat Farida dan para pekerja, tetapi dia tersesat."Jangan-jangan aku benar-benar mengalami fenomena terjebak di jalur hantu? Saat masuk tadi, semuanya baik-baik saja. Kenapa sekarang malah nggak bisa keluar? Aku harus meminta Kakak datang menjemputku!"Filda gemetar ketakutan. Dia mengeluarkan ponselnya dan hendak menelepon kakaknya, pemilik bibit pohon buah.Tiin! Tiin! Tiba-tiba, dari kejauhan, cahaya lampu yang menyilaukan menerangi tempat itu!Criiit! Suara rem yang tajam terdengar. Sebuah Mercedes-Maybach berhenti tepat di depan Filda.“Bukankah kamu adik pemilik bibit pohon buah? Malam-malam bukannya tidur, kenapa malah berada di sini?" Tirta membuka pintu mobil dan turun. Begitu melihat Filda, dia langsung ingat siapa gadis itu dan bertanya dengan penasaran."Kamu ... kamu Tirta? Syukurlah! Tirta, kamu datang tep
Mendengar perkataan Filda, banyak pekerja di bawah Farida yang merasa sangat marah!Mereka segera maju dan mengadangnya, tidak membiarkannya pergi!"Berhenti di situ!""Kamu ini gadis muda yang cantik, tapi kenapa caramu bicara dan bertindak sangat buruk?""Saat kakakmu menjual bibit pohon buah kepada Bos, dia sudah janji akan mengirimmu untuk membantu kami mengelola kebun secara gratis!""Kak Farida sangat baik, dia bahkan memberimu bayaran 1 miliar sebagai tambahan!""Kami juga nggak menyuruhmu menanam sendiri, cuma minta sedikit arahan. Lagian, kamu baru kerja setengah hari!""Masa kamu mau ambil uangnya, lalu langsung pergi begitu saja?""Mau pergi? Tinggalkan uangnya dulu! Kalau nggak, jangan salahkan kami kalau bertindak kasar!"Melihat puluhan pekerja yang marah dan tampak garang, Filda secara refleks mundur beberapa langkah karena takut.Namun, dia segera menenangkan diri, lalu mendengus dingin dan berkata, "Percuma kalian bilang begitu, aku nggak pernah bilang aku nggak mau me
"Jangan salahkan aku. Dengan tubuhmu sendiri, kamu akan membantai semua orang yang kamu cintai!"Itulah kata-kata terakhir yang dikatakan Genta kepada Tirta. Setelah suaranya menghilang, Genta tidak lagi memberikan tanda-tanda keberadaan."Sial ... wanita ini benar-benar kejam!"Tirta tahu bahwa kali ini dia benar-benar membuat Genta marah. Dia menggeleng dan tidak berani banyak mengeluh. Setelah memastikan bahwa tubuhnya tidak mengalami masalah, dia melanjutkan perjalanan menuju Desa Persik.Namun, keinginannya untuk menaklukkan Genta kini telah berakar kuat di dalam hatinya. Jika ada kesempatan di masa depan, dia pasti akan menidurinya!....Dalam gelapnya malam, Desa Persik diselimuti cahaya putih samar. Itu adalah lampu jalan yang dipasang oleh Farida saat Tirta tidak ada di sana.Bagaimanapun, saat ini adalah periode penting untuk menanam bibit pohon buah dan tanaman obat. Farida tidak berani bersikap lalai.Di bawah cahaya lampu jalan, Farida memimpin sekelompok pekerja untuk men
Tirta berpikir sejenak dan langsung bisa menebak bahwa momen mesranya barusan dengan Nabila pasti telah disaksikan dengan jelas oleh Genta.Pertama kali mungkin canggung, tetapi kedua kali sudah terbiasa. Kali ini, Tirta sudah tidak merasa malu lagi.Dia tidak percaya kalau Genta, seekor naga betina, bisa tetap tenang saat melihatnya dan Nabila bercinta.Tentu saja, Tirta hanya berandai-andai. Pikiran seperti itu hanya berani disimpan dalam hati. Kalau sampai Genta murka, dia mungkin bisa dihukum."Hais, Kak, aku memang bukan pria baik sejak dulu. Aku tahu Kak Nabila sangat mencintaiku, tapi bukankah Kak Arum, Kak Agatha, Susanti, dan Kak Melati juga mencintaiku sepenuh hati?""Sekarang aku sudah pulang, aku nggak bisa cuma mempertimbangkan perasaan Kak Nabila saja. Bukan karena aku nggak setia, tapi karena aku benar-benar nggak bisa membagi diri!"Tiba-tiba, Tirta teringat sesuatu dan sontak menepuk pahanya. "Eh, Kak! Dalam memori yang kamu wariskan padaku, bukankah dikatakan aku bisa
"Waktu luangmu benar-benar banyak ya ...." Nabila melirik jam yang tergantung di dinding, lalu tiba-tiba menghela napas."Ada apa, Kak Nabila?" tanya Tirta."Nggak ada apa-apa, aku cuma tiba-tiba merasa ... kamu sudah banyak berubah. Dulu, kamu cuma anak muda yang ceroboh dan polos.""Melihatku dari kejauhan saja kamu nggak berani, apalagi menatapku lebih lama. Bicara pun selalu terbata-bata.""Tapi ... setelah kamu diam-diam mengintipku mandi di sungai, kamu langsung berubah menjadi pria sejati.""Aku awalnya nggak berniat menjadi pacarmu, tapi karena kamu nekat dan pantang menyerah ... aku akhirnya malah tidur denganmu.""Setelah beberapa waktu, tiba-tiba kamu menjadi miliarder. Temanmu ada yang kepala kepolisian, wali kota, gubernur, bahkan kamu sampai bersumpah saudara dengan Pak Saba.""Sedangkan aku? Aku masih tetap gadis desa yang sama seperti dulu. Dibandingkan denganmu, aku sama sekali nggak berkembang. Aku merasa ... aku nggak pantas untukmu.""Tirta, kamu sudah sehebat ini.