Beberapa orang polisi bergegas maju untuk menyeret Damar beserta istrinya ke mobil patroli."Ja ... jangan tangkap kami ...," mohon Damar. Tubuh rentanya seketika gemetar ketakutan. Seangkuh apa pun dirinya, dia tidak mungkin berani melawan polisi."Kalian menangkap orang yang salah! Bocah inilah yang berniat buruk pada menantuku. Kami cuma nggak terima dengan sikapnya, makanya kami menyerangnya! Kalian bahkan nggak bisa membedakan yang benar dan salah. Kalian seharusnya malu dengan seragam di tubuh kalian!" ratap Gendis dengan keras kepala. Dia terus membuat-buat alasan, seakan-akan telah diperlakukan dengan sangat tidak adil.Sayangnya, pemimpin para polisi ini sama sekali tidak tertipu. Dia langsung memperingatkan dengan suara berat, "Nggak usah cari-cari alasan! Kalau kamu nggak terima, tunggulah sampai kita tiba di kantor polisi. Kalau kalian memang nggak bersalah, kami tentu akan membersihkan nama kalian.""Bawa mereka pergi!" perintah polisi wanita itu lagi."Nggak mau! Lepaskan
Tirta buru-buru memberi penjelasan."Kamu dokter?" Polisi wanita itu seketika terkejut saat menyadarinya. Apakah benar-benar ada dokter semuda ini? Selain itu, pria ini bahkan bisa menebak masalah yang berusaha ditutupinya selama ini hanya dengan sekali pandang?"Ya, aku ini dokter tradisional terhebat di desa kami. Aku bisa menyembuhkan penyakit apa pun. Kakak mau coba nggak?" tanya Tirta dengan penuh persuasif. Tirta memang pernah membaca tentang cara pengobatan penyakit ini di buku medis kuno sebelumnya. Tidak buruk juga kalau dia bisa mengobati polisi wanita ini dan mendekatkan hubungan mereka."Nggak usah!" Polisi wanita itu tadinya ingin mencobanya. Namun saat mendengar bahwa Tirta adalah dokter di kampung, dia langsung berubah pikiran."Hehe .... Aku berani jamin, nggak ada orang lain yang bisa menyembuhkan penyakit ini selain aku. Kalau kamu berubah pikiran nanti, kamu bisa datang ke Desa Persik untuk mencariku."Tirta juga tidak terlalu peduli dengan hal ini. Dia hanya membaha
"Apa yang Ibu katakan itu sungguhan?" Saat mendengar ucapan Susanti, Melati langsung tertegun dan meneteskan air mata. Kalau tahu begini jadinya, Melati pasti sudah melarikan diri sedari awal. Mana mungkin dia masih tetap menetap di rumah itu dan disiksa oleh mereka berdua."Tentu saja!" jawab Susanti sambil mengangguk."Syukurlah Kak Melati, kamu nggak usah ditindas lagi kelak!" timpal Tirta dengan senang hati. Jika Melati tidak menikah, berarti Tirta juga tidak termasuk sedang berselingkuh dengannya. Mereka hanya termasuk menjalin hubungan yang biasa. Selain itu, karena Melati telah menyerahkan pertama kalinya kepada Tirta, Tirta juga telah menganggap Melati sebagai kekasihnya."Bu, kami sudah menyerahkan maskawin saat itu. Kenapa dia bukan menantu keluarga kami?" Damar seketika menjadi panik."Iya. Kalau nggak, biarkan saja dia buat surat nikah dengan anakku lagi. Bisa, 'kan?" tanya Gendis dengan panik."Huh! Putramu saja sudah meninggal, mau bagaimana urus akta nikah?" Ucapan Tirta
"Tirta, kamu ini benar-benar hebat! Kakak cinta banget sama kamu!"....Setelah berjalan sejam lebih, mereka akhirnya telah kembali ke desa. Saat itu, langit juga sudah mulai gelap. Melati membereskan pakaiannya dan bersiap-siap untuk tinggal di rumah Tirta. Oleh karena itu, dia menyuruh Tirta untuk pulang dan menunggunya di rumah.Meskipun gembira, Tirta merasa agak bingung. Bagaimana kalau Nabila tiba-tiba datang di malam hari dan melihatnya sedang tidur bersama Melati? Selain itu, Ayu juga berada di sebelah kamarnya. Meski semalam dia tidak mendengar apa pun, bukan berarti tidak akan ketahuan selamanya.Tirta benar-benar bingung. Punya banyak kekasih juga sebuah hal yang merepotkan. Tirta memutuskan untuk menyuruh Melati tidur di kamar Ayu terlebih dahulu agar tidak kepergok oleh Nabila jika wanita itu datang. Setelah larut malam dan Nabila sudah pergi, dia baru akan meniduri Melati diam-diam.Setelah menyusun rencana seperti itu, Tirta pun masuk ke rumahnya. Tak disangka, dia mala
Melihat Melati datang, Tirta berujar, "Kak, kenapa kamu juga masuk ke dapur? Kamu temani saja Bi Ayu. Aku bisa memasak sendiri, kamu nggak perlu bantu aku.""Anak bodoh, aku takut kamu kelelahan kalau masak sendiri," timpal Melati dengan ekspresi canggung. Dia menarik Tirta ke belakangnya dan mulai memasak."Kak, apa kamu mulai nggak tahan lagi?" tanya Tirta. Dia memeluk Melati dan menyadari bahwa Melati tidak mengenakan pakaian dalam. Tirta langsung merasa antusias."Suaramu jangan terlalu keras. Kamu peluk aku seperti ini saja. Biar aku yang masak untukmu," ucap Melati dengan lirih sembari menggigit bibirnya. Saat merasakan perubahan di tubuh Tirta, Melati juga mulai bersemangat."Kak, kamu memang nakal," komentar Tirta. Dia tertawa, lalu merangkul pinggang Melati dengan erat."Tirta, jangan terlalu kuat. Aku masih mau masak untukmu," keluh Melati. Tubuhnya bergetar dan dia tanpa sadar membungkuk.Tirta terlena dengan kenikmatan ini. Melati memasak sambil dipuaskan Tirta. Setelah 1 j
Tirta tahu bahwa Nabila juga menyukainya. Kalau tidak, Nabila juga tidak akan ditindas Tirta. Hati Tirta pun luluh. Tirta menghibur sembari mendekap Nabila, "Kak Nabila, aku salah. Kelak aku baru menidurimu kalau kamu bersedia. Aku nggak akan mendesakmu lagi."Tirta berpikir dia akan mencari Melati saat ingin memuaskan nafsunya. Waktu masih panjang. Kelak dia pasti bisa meniduri Nabila.Nabila berhenti menangis, lalu mengangguk dan menimpali, "Oke. Kamu harus memegang janjimu."Kemudian, Nabila memberi tahu Tirta tujuan Agus. Setelah mendengarnya, Tirta mengkritik, "Pria tua itu memang licik! Bisa-bisanya dia memintamu berkorban untuk menggodaku!"Namun, rencana Agus tidak akan berhasil. Bahkan, dia akan sia-sia mengorbankan putrinya. Tirta juga bukan orang baik-baik.Nabila mencubit lengan Tirta dan menegur, "Jangan bicara sembarangan! Bagaimanapun, dia itu ayahku. Kamu nggak boleh mengkritiknya. Lagi pula, aku juga nggak berniat menipumu.""Kak Nabila, jangan marah. Kamu itu pacarku.
Tirta yang menemani Ayu dan Melati tidur tidak berani melakukan apa pun. Dia membuka matanya lebar-lebar karena ingin melihat apakah benar-benar ada hantu yang mengganggu atau tidak. Setelah menunggu sekitar 1 jam lebih, Tirta tidak melihat apa-apa.Saat ini sudah dini hari. Tirta diam-diam melirik Melati dan Ayu. Sepertinya Melati sudah tidur, Tirta mulai memberanikan dirinya. Dia bergumam, "Badan Bi Ayu wangi sekali ...."Tirta mencium aroma di tubuh Ayu. Dia pun melupakan masalah hantu. Tirta sudah termasuk jujur. Namun, dia tidak sengaja menyentuh tubuh kedua wanita itu karena tempat tidurnya terlalu sempit. Apalagi, Ayu memang cantik. Tirta mulai memasukkan tangannya ke dalam pakaian Ayu sehingga Ayu terkejut. Dia langsung memperingatkan Tirta, tetapi tidak berani mengeluarkan suara yang keras.Tirta makin keterlaluan! Nanti, Ayu akan memberi Tirta pelajaran! Meskipun tidak punya hubungan keluarga apa pun, Ayu dan Tirta sangat akrab. Namun, Ayu merasa keberatan karena dirinya lebi
Jika Tirta hanya pergi memetik obat dengan Nabila berduaan, dia bisa memanfaatkan kesempatan bagus ini untuk bermesraan dengan Nabila. Namun, jika Agus juga mengikuti mereka, Tirta pasti tidak bisa berkutik. Tentu saja, Tirta tidak akan membiarkan tujuan Agus tercapai. Lagi pula, kalau sebelumnya Agus dan Betari menghormatinya, Tirta mungkin akan menyetujui saran mereka sekarang."Apa? Ada harimau? Tirta, apa kamu mau pergi ke Gunung Barat?" tanya Agus. Dia langsung ketakutan. Kalau ada harimau, Agus tidak berani pergi lagi.Nabila juga takut. Dia bertanya dengan wajah pucat pasi, "Tirta, apa benar-benar ada harimau?"Tirta berpura-pura serius saat menyahut, "Iya. Terakhir kali aku melihat harimau waktu memetik obat dengan Kak Melati. Kami hampir saja nggak bisa pulang."Agus langsung menyerah. Dia tersenyum canggung dan berucap, "Kalau begitu ... aku nggak jadi pergi lagi. Aku masih ada urusan."Betari langsung mencubit lengan Agus dan mengingatkan, "Tirta ini cerdik sekali. Apa mungk
Mendengar ucapan Simon, Diego sama sekali tidak takut. Dia malah menghina Simon, "Apa? Orang sepertimu mau melenyapkan Keluarga Bazan? Bahkan, Keluarga Purnomo yang paling berkuasa di ibu kota provinsi juga nggak berani bicara seperti itu!"Diego melanjutkan, "Kamu memang pandai membual! Kamu lagi mimpi, ya? Apa perlu aku bangunkan kamu?"Camila tidak bisa menahan emosinya lagi. Dia langsung membeberkan identitas Simon. Camila berbicara dengan Diego dengan ekspresi sinis, "Orang kampungan, Simon itu cucu kandung sesepuh dalam dunia pemerintahan, Yahsva Unais! Dia itu penerus dan calon pemimpin Keluarga Unais!"Camila menambahkan, "Keluarga Bazan yang kamu banggakan itu nggak ada apa-apanya bagi Simon. Kalau kamu berani macam-macam lagi, Keluarga Bazan akan didepak dari ibu kota provinsi!""Apa? Dia itu cucu kandung Pak Yahsva? Nggak mungkin! Jangan kira kalian bisa takut-takuti aku!" timpal Diego.Diego menegaskan, "Aku nggak percaya dia itu Simon Unais! Pak Simon tinggal di ibu kota n
Kaki Diego gemetaran saking kagetnya. Setelah tersadar, dia mengepalkan tangannya dengan erat dan berteriak kepada sopir, "Kamu buta, ya? Apa kamu bisa menyetir? Kamu nggak lihat ada orang di depan?"Namun, sopir itu mengabaikan Diego. Dia malah berkata kepada pria dan wanita muda di kursi belakang dengan ekspresi panik, "Tuan Simon, Nona Camila, orang ini yang tiba-tiba keluar dari mobil. Aku nggak sengaja buat kalian kaget ...."Camila menyergah, "Kalau dia tiba-tiba keluar dari mobil, kamu langsung tabrak dia saja! Kalau Simon terluka, kamu nggak akan mampu menebus kesalahanmu!"Camila memang memiliki paras yang cantik dan postur tubuh yang bagus, tetapi ternyata dia sangat galak. Bahkan, dia hanya melirik Diego dengan dingin. Sikapnya benar-benar arogan.Sopir tidak berani melawan. Dia segera berucap sembari menunduk, "Iya, Nona Camila. Aku memang salah. Kalau lain kali ada kejadian seperti ini lagi, aku pasti langsung tabrak orangnya."Sikap Camila langsung berubah begitu melihat
Melihat respons Tirta dan Ayu, Fakhri menanggapi dengan ekspresi terkejut, "Aku kira Pak Tirta sudah tahu. Mungkin Bella nggak beri tahu kalian karena ada alasannya. Nanti setelah sampai di kediaman Keluarga Purnomo, Pak Tirta langsung tanya Bella saja.""Oke. Nanti aku tanya Bu Bella alasannya setelah sampai di kediaman Keluarga Purnomo," timpal Tirta.Sebenarnya Tirta merasa gelisah. Dia bukan tidak ingin bertunangan dengan Bella, tetapi hal ini terlalu mendadak. Jadi, Tirta tidak bisa menerimanya.Bahkan, Tirta berpikir kemungkinan Bella menghadapi masalah sehingga dia buru-buru ingin bertunangan dengannya. Itulah sebabnya Bella tidak memberi tahu Tirta masalah tunangan terlebih dahulu.Sementara itu, Ayu yang mendengar kabar pertunangan Tirta merasa kalut. Dia tidak tahu harus merasa senang atau sedih. Ayu tidak banyak bicara di sepanjang perjalanan.....Tak lama setelah Tirta dan lainnya pergi, mobil Diego yang rusak baru keluar dari jalan tol dengan perlahan. Sepertinya mesin mo
Bella berkata dengan antusias, "Nggak usah. Ayahku sudah utus bawahannya untuk menunggumu di setiap pintu keluar tol. Kamu langsung bilang kamu keluar dari tol mana, biar aku suruh orang untuk jemput kalian."Tirta menyahut, "Bu Bella, aku keluar dari tol di kota bagian timur.""Oke, kamu tunggu sebentar. Kamu cari tempat untuk hentikan mobilmu dulu. Aku segera suruh bawahan jemput kamu," timpal Bella.Selesai bicara, Bella langsung mengakhiri panggilan telepon. Sementara itu, Tirta menghentikan mobilnya di tepi jalan.Beberapa menit kemudian, belasan mobil Rolls-Royce berwarna hitam berhenti di depan mobil Tirta. Sekumpulan mobil mewah ini menarik perhatian orang-orang.Pintu mobil Rolls-Royce yang berada di paling depan dibuka. Seorang pria paruh baya yang parasnya mirip dengan Darwan turun dari mobil. Dia menghampiri Tirta dan bertanya, "Apa kamu ini Pak Tirta?"Tirta turun dari mobil, lalu menyahut seraya tersenyum, "Benar, aku Tirta. Apa kamu diutus Keluarga Purnomo?"Fakhri mempe
Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di ibu kota provinsi. Tampak banyak gedung tinggi dan jalanan dipadati mobil. Pemandangannya sangat indah.Namun, Ayu tidak berminat untuk menikmati pemandangannya. Dia malah berpesan kepada Tirta dengan ekspresi cemas, "Tirta, lain kali kita abaikan saja kalau menghadapi masalah seperti ini lagi. Anggap saja kita nggak dengar omongan mereka. Aku takut kamu gegabah dan melakukan hal yang akibatnya fatal."Tirta menimpali, "Bibi, aku paham maksudmu. Aku juga nggak ingin memukul orang. Tapi, bukan kita yang cari masalah. Kita juga nggak bisa menghindari masalah yang tiba-tiba muncul."Tirta melanjutkan, "Kalau kita mengalah, orang lain akan merasa kita gampang ditindas. Tindakan mereka juga makin keterlaluan. Bibi, coba kamu pikirkan. Bukannya Elvi dan keluarganya juga begitu?"Tirta meneruskan, "Kita melawan orang yang menindas kita agar ke depannya kita nggak ditindas lagi. Sekarang aku baru paham terkadang kita harus melawan terlebih dulu s
Ekspresi Tirta sangat dingin. Dia turun dari mobil, lalu menghampiri Jayed dan bertanya dengan sinis, "Kalian mau buat aku nggak bisa keluar dari ibu kota provinsi selamanya?"Jayed menyahut dengan ekspresi sombong, "Benar, kamu nggak tuli, 'kan? Apa kamu tahu identitas Kak Diego? Bahkan anak gubernur juga menghormati Kak Diego.""Jayed, untuk apa kamu bicara panjang lebar dengannya? Biarpun kamu beri tahu dia identitasku, orang kampungan seperti dia nggak akan paham kehebatanku," timpal Diego dengan ekspresi sinis.Tirta sudah bosan menghadapi orang-orang yang arogan seperti ini. Dia membalas, "Kalian memang hebat! Tapi, apa kalian tahu anak gubernur sangat takut kepadaku?"Tirta menampar Jayed dengan kuat. Jayed mengerang, lalu marah-marah, "Dasar berengsek! Beraninya orang kampungan sepertimu memukulku! Kamu bosan hidup, ya?"Jayed menambahkan, "Biarpun aku menghabisimu, aku juga nggak akan dipenjara! Paling-paling aku cuma perlu bayar sedikit kompensasi."Ekspresi Jayed tampak beng
Malam itu, Tirta dan Farida bercinta dengan intens. Farida tidak berpengalaman. Ditambah lagi, Farida harus mengurus kebun buah setelah Tirta pergi ke ibu kota provinsi. Jadi, Tirta berusaha mengendalikan dirinya.Sebelum pergi ke ibu kota provinsi, Tirta memberikan kartu bank yang diberikan Irene kepada Farida. Di dalam rekening itu ada uang sekitar 80 miliar. Uang itu cukup untuk biaya mengurus kebun buah. Sisanya adalah gaji yang diberikan Tirta untuk Farida.Awalnya, Tirta berencana turun tangan mengarahkan bawahan untuk menanam labirin obat. Namun, Tirta harus pergi ke ibu kota provinsi. Jadi, dia terpaksa menyerahkan tugas ini kepada Nia dan Farida.Untung saja, Nia mempunyai peta yang digambar Tirta dengan detail. Seharusnya dia dan Farida bisa membereskannya.....Setelah Ayu bangun, Tirta langsung membawanya ke ibu kota provinsi. Kali ini, Tirta sudah tahu jalannya karena sebelumnya dia pernah pergi.Hanya saja, entah kenapa hari ini jalanan sangat macet. Sebenarnya mereka bis
Tubuh Farida lemas. Tirta memeluk Farida lebih erat sembari berucap, "Kamu tidur di kamar paling ujung di lantai 3 saja."Farida bergumam, "Nggak masalah. Kamu ... tidur di mana?"Farida bersandar di bahu Tirta. Dada Farida yang berisi menempel di lengan Tirta. Setelah berpikir sejenak, Tirta baru menyahut, "Aku tidur di kamar sebelah saja. Panggil aku kalau ada masalah."Alasan utamanya adalah kondisi Ayu dan Melati tidak separah Farida. Jadi, Tirta mengkhawatirkan Farida. Kalau tidak, sebenarnya malam ini Tirta ingin tidur bersama Ayu dan Melati.Farida merangkul lengan Tirta dan berkata seraya memejamkan mata, "Oke. Tirta, aku ingin ... menanyakan sesuatu padamu .... Aku mau tahu ... pemikiranmu ...."Tirta membalas, "Kak Farida mau tanya apa? Langsung tanya saja."Farida bergumam, "Aku mau tanya ... waktu itu kamu bilang mau bertanggung jawab padaku. Apa kamu serius? Kamu nggak bohong, 'kan?"Langkah Tirta terhenti. Dia menimpali dengan serius, "Nggak, Kak Farida. Aku serius. Aku m
Tidak ada yang menanggapi ucapan Tirta. Dia bergumam, "Sepertinya mereka semua mabuk berat."Tirta menggendong Agatha yang kondisinya paling parah ke lantai 3. Dia meletakkannya di tempat tidur yang mereka gunakan untuk bercinta semalam.Kemudian, Tirta juga meletakkan Susanti di tempat tidur itu. Agatha dan Susanti sudah tidak sadarkan diri. Mereka tidur sambil berpelukan.Untung saja, tadi sore Ayu dan lainnya sudah memasang seprai pada tempat tidur di setiap kamar. Tirta menyelimuti Susanti dan Agatha.Saat Tirta turun ke lantai bawah lagi, dia melihat Farida berjalan sempoyongan ke kamar mandi. Tirta segera menghampiri Farida, lalu memapahnya dan bertanya, "Kak Farida, kamu mau muntah, ya?"Farida menyahut, "Nggak ... aku nggak mau muntah. Aku cuma mau buang air kecil .... Kamu nggak boleh ikut aku masuk ...."Farida yang mabuk tampak menggoda. Tirta takut Farida jatuh. Dia membalas, "Kak Farida, aku juga nggak ingin ikut kamu masuk. Tapi, sekarang kamu mabuk berat."Tirta menambah