Melihat Melati datang, Tirta berujar, "Kak, kenapa kamu juga masuk ke dapur? Kamu temani saja Bi Ayu. Aku bisa memasak sendiri, kamu nggak perlu bantu aku.""Anak bodoh, aku takut kamu kelelahan kalau masak sendiri," timpal Melati dengan ekspresi canggung. Dia menarik Tirta ke belakangnya dan mulai memasak."Kak, apa kamu mulai nggak tahan lagi?" tanya Tirta. Dia memeluk Melati dan menyadari bahwa Melati tidak mengenakan pakaian dalam. Tirta langsung merasa antusias."Suaramu jangan terlalu keras. Kamu peluk aku seperti ini saja. Biar aku yang masak untukmu," ucap Melati dengan lirih sembari menggigit bibirnya. Saat merasakan perubahan di tubuh Tirta, Melati juga mulai bersemangat."Kak, kamu memang nakal," komentar Tirta. Dia tertawa, lalu merangkul pinggang Melati dengan erat."Tirta, jangan terlalu kuat. Aku masih mau masak untukmu," keluh Melati. Tubuhnya bergetar dan dia tanpa sadar membungkuk.Tirta terlena dengan kenikmatan ini. Melati memasak sambil dipuaskan Tirta. Setelah 1 j
Tirta tahu bahwa Nabila juga menyukainya. Kalau tidak, Nabila juga tidak akan ditindas Tirta. Hati Tirta pun luluh. Tirta menghibur sembari mendekap Nabila, "Kak Nabila, aku salah. Kelak aku baru menidurimu kalau kamu bersedia. Aku nggak akan mendesakmu lagi."Tirta berpikir dia akan mencari Melati saat ingin memuaskan nafsunya. Waktu masih panjang. Kelak dia pasti bisa meniduri Nabila.Nabila berhenti menangis, lalu mengangguk dan menimpali, "Oke. Kamu harus memegang janjimu."Kemudian, Nabila memberi tahu Tirta tujuan Agus. Setelah mendengarnya, Tirta mengkritik, "Pria tua itu memang licik! Bisa-bisanya dia memintamu berkorban untuk menggodaku!"Namun, rencana Agus tidak akan berhasil. Bahkan, dia akan sia-sia mengorbankan putrinya. Tirta juga bukan orang baik-baik.Nabila mencubit lengan Tirta dan menegur, "Jangan bicara sembarangan! Bagaimanapun, dia itu ayahku. Kamu nggak boleh mengkritiknya. Lagi pula, aku juga nggak berniat menipumu.""Kak Nabila, jangan marah. Kamu itu pacarku.
Tirta yang menemani Ayu dan Melati tidur tidak berani melakukan apa pun. Dia membuka matanya lebar-lebar karena ingin melihat apakah benar-benar ada hantu yang mengganggu atau tidak. Setelah menunggu sekitar 1 jam lebih, Tirta tidak melihat apa-apa.Saat ini sudah dini hari. Tirta diam-diam melirik Melati dan Ayu. Sepertinya Melati sudah tidur, Tirta mulai memberanikan dirinya. Dia bergumam, "Badan Bi Ayu wangi sekali ...."Tirta mencium aroma di tubuh Ayu. Dia pun melupakan masalah hantu. Tirta sudah termasuk jujur. Namun, dia tidak sengaja menyentuh tubuh kedua wanita itu karena tempat tidurnya terlalu sempit. Apalagi, Ayu memang cantik. Tirta mulai memasukkan tangannya ke dalam pakaian Ayu sehingga Ayu terkejut. Dia langsung memperingatkan Tirta, tetapi tidak berani mengeluarkan suara yang keras.Tirta makin keterlaluan! Nanti, Ayu akan memberi Tirta pelajaran! Meskipun tidak punya hubungan keluarga apa pun, Ayu dan Tirta sangat akrab. Namun, Ayu merasa keberatan karena dirinya lebi
Jika Tirta hanya pergi memetik obat dengan Nabila berduaan, dia bisa memanfaatkan kesempatan bagus ini untuk bermesraan dengan Nabila. Namun, jika Agus juga mengikuti mereka, Tirta pasti tidak bisa berkutik. Tentu saja, Tirta tidak akan membiarkan tujuan Agus tercapai. Lagi pula, kalau sebelumnya Agus dan Betari menghormatinya, Tirta mungkin akan menyetujui saran mereka sekarang."Apa? Ada harimau? Tirta, apa kamu mau pergi ke Gunung Barat?" tanya Agus. Dia langsung ketakutan. Kalau ada harimau, Agus tidak berani pergi lagi.Nabila juga takut. Dia bertanya dengan wajah pucat pasi, "Tirta, apa benar-benar ada harimau?"Tirta berpura-pura serius saat menyahut, "Iya. Terakhir kali aku melihat harimau waktu memetik obat dengan Kak Melati. Kami hampir saja nggak bisa pulang."Agus langsung menyerah. Dia tersenyum canggung dan berucap, "Kalau begitu ... aku nggak jadi pergi lagi. Aku masih ada urusan."Betari langsung mencubit lengan Agus dan mengingatkan, "Tirta ini cerdik sekali. Apa mungk
Semua bahan obat yang dilihat Agus langsung dipetik dan dimasukkan ke dalam karung. Nabila menegur, "Ayah, Tirta yang melihat bahan obat itu dulu. Kamu nggak boleh merebutnya."Bahkan, Agus merebut bahan obat berusia puluhan tahun yang hendak dipetik Tirta. Nabila yang marah mengentakkan kakinya.Agus sama sekali tidak merasa bersalah. Dia malah menyalahkan Nabila, "Anak bodoh, kamu nggak paham! Ini semua sangat bernilai! Pengeluaran keluarga kita selama setengah tahun bisa dibayar dengan bahan obat ini!"Nabila membentak seraya menangis, "Ayah, kamu sudah merebut bahan obat Tirta! Cepat kembalikan bahan obat itu kepada Tirta! Kita nggak boleh mengambilnya!"Nabila merebut karung Agus dan mengembalikan bahan obat itu kepada Tirta. Agus yang marah menampar Nabila dan menghardik, "Dasar anak sialan! Aku ini ayahmu! Aku hanya menyuruhmu untuk pura-pura pacaran dengan Tirta, kenapa kamu malah menjadi serius? Untuk apa kamu mengurus Tirta?""Kak Nabila!" panggil Tirta dengan ekspresi cemas.
"Ayo maju, siapa yang mundur duluan berarti pengecut!" teriak Tirta sambil menggulung lengan bajunya. Dia sudah lama tidak senang terhadap Agus, jadi dia ingin memberinya pelajaran."Tirta, Ayah, kalian jangan berkelahi lagi ya?" teriak Nabila dengan panik di samping, tetapi dia juga tidak punya cara untuk menghentikan mereka."Roar!" Melihat Tirta dan Agus akan berkelahi, tiba-tiba terdengar suara raungan hewan yang menakutkan. Suara itu menggema di udara, sehingga membuat semua orang bergidik ngeri mendengarnya.Setelah terdengar suara gemeresik, tiba-tiba muncul seekor harimau dari semak belukar yang lebat. Tubuhnya sangat besar dan wajahnya menakutkan. Sepasang matanya yang tajam seakan-akan hendak menelan jiwa orang. Dia menatap Agus dengan intens, seperti akan menyerangnya kapan saja."Sialan, benar-benar ada harimau?!" Kedua kaki Agus terasa lemas dan tubuhnya gemetaran."Ah! Ada harimau! Benar-benar ada harimau!" teriak Nabila sambil memeluk Tirta dengan wajah pucat. Hanya Tirt
"Bukan salahmu, nggak perlu minta maaf padaku. Tapi aku tegaskan dulu, aku hanya bisa toleransi kali ini. Kalau lain kali ayahmu masih maki-maki aku, jangan salahkan aku nggak sungkan padanya!" Setelah berkata demikian, Tirta memeluk Nabila dan menciumnya dengan erat.Nabila tidak menyangkal, dia hanya mengangguk menyetujuinya. Tampaknya, dia juga merasa tindakan Agus sangat keterlaluan. Setelah menciumnya sesaat, Tirta jadi terangsang dan mulai meremas dadanya yang sintal.Setelah dikacaukan Agus seperti itu, Nabila juga merasa bersalah terhadap Tirta. Baru saja Tirta berpikir hendak mengambil kesempatan ini untuk berhubungan badan dengan Nabila, tiba-tiba dia merasakan ada sesuatu yang berbulu menggosok lengannya. Saat membuka mata melihatnya, ternyata harimau itu sedang menatapnya dengan mata berbinar,"Ah, Tirta, dia mau makan kita ya?" teriak Nabila dengan ketakutan. Tadi dia terlalu lupa diri sampai tidak sadar masih ada harimau di sekitar mereka."Kak Nabila tenang saja. Tempera
"Kamu bilang saja mau atau nggak. Kalau nggak mau, aku cari orang lain saja," kata Tirta sambil mencubit bokong Nabila yang kenyal."Kamu masih mau nyari orang lain? Sialan! Cuma boleh tidur denganku!" balas Nabila tanpa berpikir panjang. Dia sendiri juga tidak menyadari bahwa dirinya sudah tidak bisa berpisah dari Tirta."Kalau nggak, aku tidur denganmu sekarang?" tanya Tirta mencari kesempatan. Tempat ini adalah hutan belantara. Jika Tirta ingin menyetubuhi Nabila, dia sudah pasti tidak akan bisa melarikan diri. Saat menyentuh payudara Nabila tadi, Tirta sudah berusaha menahan nafsunya."Nggak boleh! Nggak boleh sekarang!" Nabila menggelengkan kepalanya."Kalau begitu, kamu bilang saja kapan bisanya?" tanya Tirta dengan kecewa. Nabila benar-benar sulit ditaklukkan. Namun, justru ini yang membuat Tirta semakin tertantang."Kenapa kamu buru-buru? Tunggu sampai ... ulang tahunku selanjutnya, boleh nggak?" tanya Nabila setelah berpikir sejenak."Benarkah? Kapan ulang tahunmu selanjutnya?
Pria paruh baya itu sangat marah. Dia menunjuk Tirta sambil berteriak kepada pria botak yang berdiri di tengah.Harto tetap bergeming. Dia mengamati Tirta, seperti sedang memikirkan identitasnya.Melihat Harto datang, staf toko yang menghalangi Tirta tadi segera menghampiri Harto dan berujar, "Kak Harto, dia datang untuk mencari 2 wanita itu. Biasanya nggak ada tokoh hebat yang datang ke kota kita.""Oke, aku tahu," sahut Harto. Kemudian, dia berucap kepada pria paruh baya yang dipukul, "Kamu tahan dulu. Jangan lupa kita datang untuk urus barang. Setelah mendapatkan barangnya, aku baru suruh orang beri dia pelajaran. Biar nggak timbul masalah.""Ini .... Oke, Kak Harto," kata pria paruh baya yang dipukul. Sebenarnya dia merasa tidak rela, tetapi dia tetap mengikuti arahan Harto.Setelah itu, mereka pergi ke lantai 2. Tirta merasa tujuan kedatangan 5 pria paruh baya itu tidak sederhana. Dia langsung mengikuti mereka.Siapa sangka, staf toko itu menghalangi Tirta lagi dan menegur, "Tungg
"Pak, aku cuma pegawai toko. Kita nggak punya masalah apa-apa. Kenapa aku harus bohong? Dua wanita tadi memang sudah pergi.""Pasti kamu nggak melihatnya. Aku ulangi sekali lagi, ini toko pakaian dalam wanita. Pria nggak boleh masuk kalau nggak ditemani wanita. Silakan keluar." Ketika melihat Tirta bersikeras ingin masuk, staf wanita itu maju selangkah untuk menghalangi."Minggir, aku nggak punya waktu bicara sama kamu!" Dari sikap staf wanita ini, Tirta semakin yakin bahwa terjadi sesuatu pada Agatha dan Nia di dalam sana. Tanpa pikir panjang, Tirta langsung mendorong wanita itu."Aduh ... ada yang mukul aku! Tolong, tolong! Ada pria mesum yang mau menerobos masuk ke toko pakaian dalam!"Tirta tidak mendorong dengan keras, tetapi wanita itu langsung terjatuh. Dia memegang celana Tirta sambil berteriak sekencang-kencangnya.Suaranya yang keras menarik perhatian banyak orang yang lewat, terutama para wanita yang sedang belanja pakaian dalam."Jangan-jangan dia mau ngintip kita ganti baj
"Selain itu, pentilku juga gatal sekali. Padahal hanya tergosok dengan kain, tapi rasanya gatal sekali. Kamu bisa bantu aku periksa nggak? Apa mungkin ada masalah dengan tubuhku?""Oh, semua itu cuma efek samping normal dari pembesaran payudara. Ke depannya kalau kamu melakukan pembesaran payudara lagi, menstruasimu tetap bakal datang lebih awal.""Obat yang kamu minum kemarin punya efek untuk meningkatkan estrogen dalam tubuh. Itu sebabnya dadamu terasa gatal," jelas Tirta dengan agak canggung."Fiuh ... untung saja. Ternyata nggak ada masalah besar. Aku benaran takut tadi." Shinta pun merasa lega."Omong-omong, ada satu hal lagi yang ingin aku kasih tahu. Aku dan kakekku akan kembali ke ibu kota besok. Sore nanti, kami akan pergi ke desa untuk melihatmu.""Oke, Desa Persik sangat indah. Kakekmu bisa datang untuk menikmati pemandangan. Bagus juga," sahut Tirta sambil tersenyum."Kamu cuma suruh kami melihat pemandangan? Aku akan pergi lho. Masa kamu nggak berniat memberiku hadiah?" ca
"Aku penduduk lokal, tapi tinggal di kota besar. Aku jarang sekali ke kota kecil. Wajar kalau kamu nggak pernah melihatku," jawab Agatha dengan santai."Begitu ya, orang kota besar datang ke kota kecil untuk beli pakaian dalam. Agak mengejutkan." Suci tersenyum dan menoleh ke arah Nia. "Cantik, gimana denganmu? Kamu juga orang lokal?""Ya, tapi aku kuliah di luar kota. Aku baru lulus tahun ini, jadi jarang sekali datang ke kota kecil. Ini pertama kalinya aku datang ke toko ini," sahut Nia dengan sopan."Wah, ternyata kamu seorang mahasiswi, luar biasa! Kalau keluargaku kaya dulu, mungkin aku juga kuliah dan nggak berjualan di kota kecil ini," ujar Suci dengan ekspresi agak iri. Saat berikutnya, tatapannya tiba-tiba menjadi dingin!Sambil mengobrol, ketiga wanita itu sudah naik ke lantai dua. Harus diakui bahwa model pakaian dalam di lantai dua memang jauh lebih bagus daripada yang ada di lantai satu!Beberapa di antaranya bahkan merupakan merek internasional terkenal! Agatha dan Nia sa
"Hah? Tapi ... bukannya pagi tadi Tirta bilang kamu pacarnya?" Ekspresi Nia dipenuhi kebingungan."Aku memang pacarnya. Kak Nia, dia ini sangat genit. Pacarnya banyak sekali. Aku dan Nabila cuma salah satunya," jelas Agatha yang menghela napas."Ha?" Nia semakin bingung. Dia tidak mengerti kenapa Tirta masih menggoda wanita lain setelah memiliki pacar secantik Agatha.Yang paling membuatnya bingung adalah Agatha masih bersedia menjadi pacar Tirta, meskipun tahu Tirta punya banyak wanita. Ini sungguh tidak masuk akal.Hanya saja, Nia hanya memikirkan semua ini dalam hati. Dia tidak mengungkapkannya."Tirta, kalau semua pakaian dalam itu untuk pacarmu, lebih baik aku beli yang baru saja." Usai mengatakan itu, Nia menoleh kepada Agatha. "Agatha, ayo temani aku.""Oke," sahut Agatha yang masih merasa cemburu. Setelah turun dari mobil, dia berteriak kepada Tirta, "Hei, setelah kami selesai pilih, kamu baru masuk untuk bayar ya! Setelah aku pulang, kamu langsung cari Nabila saja!""Ya, ya, a
"Bukan masalah, Kak Nia. Nanti kalau ada waktu, aku akan bantu kamu dengan akupunktur. Kali ini, aku akan mengobati penyakitmu sampai ke akarnya. Mungkin setelah diakupunktur, penyakitmu nggak bakal kambuh lagi." Tirta mengangguk."Terima kasih, Tirta," ucap Nia dengan ekspresi penuh syukur. "Tapi, nggak usah terburu-buru kok. Kamu bisa bawa aku ke kota dulu untuk beli barang nggak? Kalaupun pindah ke vilamu, aku nggak mungkin tangan kosong, 'kan?""Aku bawa kamu ke kota besar saja. Barang-barang di kota kecil kurang bagus," sahut Tirta setelah berpikir sejenak."Nggak usah repot-repot. Aku cuma beli barang biasa kok. Ke kota kecil saja sudah bisa. Selain itu, bibit yang kubeli juga di kota kecil. Kita bisa sekalian mampir," ujar Nia sambil menggeleng."Begitu ya. Tirta, kita ke kota kecil saja," ucap Agatha kepada Tirta. "Aku juga sudah lama nggak pergi ke kota kecil. Kebetulan, aku bisa jalan-jalan sama Kak Nia di sana."....Setengah jam kemudian, saat melewati toko lingerie, Nia me
"Apa? Kamu dipukuli sampai cacat?" Ratna terkejut. Kemudian, dia langsung bertanya, "Lalu, uang mahar untukku gimana? Sudah kamu kumpulkan semua, 'kan?""Ma ... masih kurang 200 juta. Datang ke rumahku dulu ya? Antar aku ke rumah sakit ya?" ucap Ammar dengan susah payah."Setelah tanganku dan kakiku sembuh, beri aku sedikit waktu. Aku pasti akan mengumpulkan uang untukmu!""Pergi saja sendiri! Kalau masih kurang 200 juta, untuk apa aku ke rumahmu? Lebih baik uangmu itu untuk pengemis saja!"Tut ... tut .... Ratna langsung mengakhiri panggilan."Ratna ... sialan kamu! Wanita murahan ini cuma pikirin uang! Nanti kalau aku bangkit lagi, aku nggak akan mau menikahinya lagi!" Ammar mengepalkan tangan kirinya yang tidak cedera, lalu memukul lantai dengan marah."Anakku, anakku, gimana keadaanmu?" Saat ini, Samudra siuman dan menggoyangkan kepalanya yang pusing. Kemudian, dia langsung menghampiri Ammar."Ayah ... cepat bawa aku ke rumah sakit! Aku kesakitan sekali!" Ammar berkeringat dingin d
Plak! Plak! Plak! Setelah dipukul berkali-kali, semua gigi Samudra copot. Setelah dia pingsan, Tirta baru melepaskannya.Kemudian, pandangannya tertuju pada Ammar yang merangkak ke sudut dinding. Ammar langsung menjerit sekencang-kencangnya. "Ah! Ah! Kami nggak mau uang itu lagi! Cepat bawa pergi! Kami kembalikan semua!""Kenapa kamu takut sekali?" Tirta tersenyum sinis. "Tenang saja, aku nggak bakal membunuhmu kok. Aku cuma ingin memberimu pelajaran agar kamu nggak ganggu Kak Nia lagi.""Tentunya, aku nggak ingin orang lain tahu tentang kejadian hari ini. Tapi kalau bocor, aku nggak keberatan untuk membuatmu jadi bodoh. Kalau nggak percaya, coba saja!"Setelah mengatakan itu, Tirta membawa karung berisi uang dan keluar dari rumah. Uang ini tidak pantas untuk mereka berdua.Saat Tirta keluar, Agatha dan Nia sedang menunggu di dekat mobil. Setelah ditolong oleh Agatha, Nia sudah kembali normal. Mereka berdua melihat apa yang terjadi di dalam rumah."Tirta, kerja bagus! Orang seperti mer
"Oke. Ayah, ayo kita masuk! Kita lihat dia mau bilang apa!" Ammar langsung bersemangat. Dia melangkah masuk ke rumah. Dalam hatinya, dia merasa sangat bangga.Apa hebatnya punya banyak uang? Memangnya punya Maybach sudah termasuk keren? Pada akhirnya, dia yang memenangkan permainan ini!"Haha. Nak, kamu memang hebat! Kita bakal kaya raya!" Samudra sangat senang. Setelah bangkit dari tanah, dia membawa karung berisi uang itu dan masuk ke dalam rumah."Langsung saja ke intinya. Gimana kamu akan kasih kami uang?" Sambil menahan sakit, Ammar menyalakan sebatang rokok dan merapikan rambutnya."Kasih uang? Kapan aku janji mau kasih uang? Telingamu bermasalah ya? Aku bilang aku mau buat kamu cacat lho!" Tirta menyipitkan mata. Suaranya dingin.Begitu ucapan itu dilontarkan, Tirta langsung meraih lengan Ammar dan mematahkannya dengan kuat! Krek! Terdengar suara retakan tulang! Lengan kanan Ammar sontak patah! Darah mengucur deras, memperlihatkan tulang yang patah."Ah! Ah! Sialan! Kamu main cu