"Kak, jangan begitu. Nabila baru keluar. Nanti kita ketahuan," ujar Tirta yang panik. Dia segera mendorong Melati, lalu pergi menutup pintu. Tirta mengintip sosok Nabila yang berlari keluar dari celah pintu. Tampaknya, Nabila takut ditanya Melati lagi. Seharusnya, tadi Nabila tidak melihat kemesraan Tirta dengan Melati. Tirta pun mengembuskan napas lega.Melihat gerak-gerik Tirta, Melati menyindir, "Kamu makin hebat, ya. Baru beberapa hari saja, kamu sudah berhasil menaklukkan Nabila."Tirta menyanggah, "Nggak. Aku dan Nabila nggak ada hubungan apa-apa. Bukannya tadi dia sudah bilang? Dia hanya datang berobat.""Huh, kamu pikir aku bodoh? Kalau berobat, masa bajunya terbuka begitu? Wajahnya juga memerah," timpal Melati. Dia memutar bola matanya, lalu melanjutkan, "Nabila nggak pernah berobat di tempatmu. Kamu nggak usah berbohong kepadaku. Bagaimana rasanya meniduri Nabila?"Tirta pun berbicara jujur, "Aku nggak meniduri Nabila. Dia baru setuju menjadi pacarku. Kita belum sempat melaku
"Ada apa, Bi?" tanya Tirta. Setelah dipanggil beberapa kali, dia baru memberanikan diri untuk mendatangi rumah Ayu. Hanya saja, dia tidak berani menatap wajah wanita itu.Rumah Ayu sama sederhananya dengan rumah Tirta. Meja, ranjang, dan kursinya terbuat dari kayu. Meski begitu, rumah ini sangat wangi. Ruangan di dalamnya juga berkali lipat lebih bersih dan tertata daripada rumah Tirta."Kenapa kamu lelet sekali datangnya?" tanya Ayu. Dia masih berbaring dengan wajah lesu di ranjang, terlihat seakan-akan kurang tidur semalaman.Tirta bertambah gugup saat melihat posisi Ayu sekarang. Dia beralasan, "Aku baru bangun, belum sadar sepenuhnya tadi.""Bibi mau tanya sesuatu padamu. Apa kamu dengar suara-suara aneh semalam?" tanya Ayu sambil mengernyit."Suara apa? Aku nggak dengar tuh. Aku tidur pulas banget kemarin," sahut Tirta seraya menggeleng berulang kali. Dia mengira suara desahan Melati kemarin terlalu keras hingga terdengar Ayu. Namun, ucapan Ayu selanjutnya membuatnya kebingungan.
Setelah mendengar pertanyaan Tirta, beberapa wanita membalas dengan wajah yang merah."Hmph! Kamu membawa begitu banyak bahan obat kemari untuk dijual. Klinikmu pasti sudah mau bangkrut, 'kan?""Benar! Dia orang yang pelit. Kliniknya pantas bangkrut!""Bukan urusan kalian!" sahut Tirta. Dia malas meladeni mereka dan berjalan ke dalam melewati kerumunan."Tirta, kemari!" teriak Nabila. Ternyata dia juga ada di sini. Begitu melihat Tirta, dia segera melambaikan tangannya dengan gembira. Gadis ini sepertinya telah melupakan kejadian tentang Tirta yang membuatnya menangis kemarin.Hari ini, Nabila mengenakan gaun putih bermotif bunga. Namun, warna kulitnya lebih putih dibandingkan pakaiannya. Rambutnya diikat kuncir kuda dengan poni yang sedikit berantakan di dahinya. Dia terlihat seperti gadis lugu. Tirta merasa sangat gemas melihat penampilannya.Ketika hendak menyapanya, Tirta melihat Agus yang berdiri di samping Nabila dengan tatapan mengerikan.Setelah memelototi Tirta, Agus mengomeli
"Aku bilang aku memberimu harga 600 ribu karena kasihan padamu yang sudah nggak punya orang tua. Kalau bukan karena itu, aku nggak mungkin mau membeli bahan obatmu. Kalaupun dikasih gratis, aku juga nggak mau!" timpal Malvin dengan lantang.Ketika minum-minum bersama Agus kemarin, Malvin mendengar bahwa Tirta hidup sebatang kara. Dia juga sudah tidak bisa memiliki keturunan. Kini, Tirta hanya hidup bersama orang buta. Dengan latar belakang seperti ini, bagaimana mungkin Malvin takut pada Tirta? Malvin justru akan membalas Tirta karena telah memukulnya kemarin."Untuk apa kasihan? Aku nggak butuh dikasihani!" teriak Tirta dengan gusar. Lantaran sudah tidak bisa menahan amarahnya, dia langsung meraih kerah baju Malvin dan meninju mulutnya.Jika Agus tidak segera melerai mereka, Tirta mungkin akan mematahkan semua gigi Malvin. Meskipun sudah dilerai, Tirta sempat menghajar Malvin hingga wajahnya memar dan tidak bisa berdiri tegak."Tirta, apa kamu sudah gila? Cepat minta maaf pada Malvin!
"Mercedes ... Maybach ...," ujar Malvin yang tercengang. Ini adalah mobil mewah seharga miliaran. Harganya berkali-kali lipat lebih mahal dari mobil Mercedes-Benz bekas miliknya. Apa wanita ini merupakan tokoh hebat? Bukan! Dia pasti wanita matre dan Mercedes Maybach itu hanya mobil sewaan.Malvin yakin Tirta yang miskin tidak mungkin mengenal wanita kaya. Setelah memikirkan hal ini, Malvin tidak takut lagi. Malvin maju dan membentak, "Aku yang menyuruh Tirta berlutut dan minta maaf! Apa urusannya denganmu?"Agatha menampar Malvin dan menegur dengan ekspresi dingin, "Memangnya kamu siapa? Beraninya kamu menyuruh Tirta berlutut dan minta maaf!Malvin tertegun. Dia bukan hanya dipukul Tirta, sekarang Agatha juga memukulnya! Namun, Malvin tidak mampu melawan Tirta. Dia yang kesal langsung mengeluarkan ponsel dan mengancam, "Kalau kalian berani, jangan pergi dulu! Sekarang aku akan menelepon ayahku untuk menyuruh bawahannya datang ke sini!"Agatha melipat kedua tangannya di dada sambil ter
"Ayah, aku nggak mau hidup susah ...," kata Malvin. Dia terduduk di tanah sambil menangis.Benny membentak, "Kalau begitu, cepat minta ampun kepada Bu Agatha dan temannya itu! Kalau nggak, keluarga kita pasti akan hidup susah!""Oke!" sahut Malvin. Kemudian, dia berlutut di depan Agatha dan Tirta, lalu meminta maaf sembari menampar wajahnya sendiri, "Bu Agatha, aku memang salah. Seharusnya aku nggak menindas orang. Tolong ampuni aku ....""Ada apa ini?" tanya Agus dan beberapa penduduk desa. Mereka terkejut melihat perubahan situasi yang mendadak ini.Kenapa Malvin yang sangat arogan sebelumnya malah meminta ampun sekarang setelah menjawab panggilan telepon? Para penduduk desa tidak paham dengan apa yang terjadi, tetapi Tirta tahu. Ternyata sekarang Agatha adalah direktur baru Farmasi Santika! Agatha benar-benar hebat!Kemarin, Tirta hampir meniduri Agatha. Dia juga menyentuh seluruh tubuhnya. Bahkan, Agatha juga membantu Tirta dengan tangan .... Seketika, Tirta merasa sangat puas!Aga
Sejujurnya, Tirta tidak ingin memedulikan Agus yang tidak berpendirian. Namun, dia terpaksa menanggapi karena menghargai Nabila, "Itu hanya masalah sepele. Aku nggak akan menyalahkanmu. Pak Agus, sebaiknya kamu pulang saja."Agus menyergah seraya mengernyit, "Aku lagi bicara dengan Agatha! Untuk apa kamu ikut campur? Minggir kamu!"Agatha menimpali dengan tegas, "Pak Agus, Tirta itu teman baikku. Aku harap kamu bisa menghormatinya."Agus tidak menyangka Agatha sangat protektif kepada Tirta. Tubuh Agus berkeringat dingin, dia berucap, "Oh ... iya, aku memang salah ...."Nabila yang kesal menegur, "Ayah, jangan membuatku malu lagi! Cepat pulang!"Agus juga merasa malu. Dia berpesan kepada Nabila sebelum pergi, "Kamu jangan pulang dulu. Aku harap kamu bisa berteman dekat dengan Agatha."Seketika, hanya tersisa Tirta, Agatha, dan Nabila di alun-alun desa yang luas. Melihat Agus sudah pergi, Nabila segera berpesan kepada Tirta, "Tirta, untung saja hari ini Agatha membantumu. Kamu harus meng
Tirta menggaruk kepalanya dan berkata, "Oh, ya? Seharusnya bukan ...." Tentu saja, Tirta tahu Agatha marah. Namun, Nabila ada di sampingnya. Tentu saja Tirta tidak berani membujuk Agatha. Tirta pun merasa cemas saat melihat mobil Agatha sudah melaju pergi.Nabila mencubit lengan Tirta dan menegur, "Kamu ini benar-benar bodoh. Agatha pasti marah karena kamu nggak setia kawan.""Ha? Masa Agatha marah karena itu?" sahut Tirta yang kebingungan.Nabila menanggapi, "Tentu saja. Agatha sudah membantumu dan membeli bahan obatmu dengan harga tinggi. Tapi, kamu malah menyetujui permintaan Agatha dengan terpaksa. Mana mungkin dia nggak marah? Apa mungkin dia marah karena aku?"Tirta menimpali, "Benar. Pasti aku yang membuatnya marah. Kalau begitu ... aku harus minta maaf kepadanya?"Nabila membalas, "Iya. Kebetulan aku sudah lapar, aku mau pulang dulu. Jangan lupa minta maaf kepada Agatha." Kemudian, Nabila pun pulang.Sementara itu, Tirta segera mengejar mobil Agatha sembari berteriak, "Agatha,
Tidak ada yang menanggapi ucapan Tirta. Dia bergumam, "Sepertinya mereka semua mabuk berat."Tirta menggendong Agatha yang kondisinya paling parah ke lantai 3. Dia meletakkannya di tempat tidur yang mereka gunakan untuk bercinta semalam.Kemudian, Tirta juga meletakkan Susanti di tempat tidur itu. Agatha dan Susanti sudah tidak sadarkan diri. Mereka tidur sambil berpelukan.Untung saja, tadi sore Ayu dan lainnya sudah memasang seprai pada tempat tidur di setiap kamar. Tirta menyelimuti Susanti dan Agatha.Saat Tirta turun ke lantai bawah lagi, dia melihat Farida berjalan sempoyongan ke kamar mandi. Tirta segera menghampiri Farida, lalu memapahnya dan bertanya, "Kak Farida, kamu mau muntah, ya?"Farida menyahut, "Nggak ... aku nggak mau muntah. Aku cuma mau buang air kecil .... Kamu nggak boleh ikut aku masuk ...."Farida yang mabuk tampak menggoda. Tirta takut Farida jatuh. Dia membalas, "Kak Farida, aku juga nggak ingin ikut kamu masuk. Tapi, sekarang kamu mabuk berat."Tirta menambah
Ayu dan lainnya memuji secara bergantian."Kak Farida, ternyata kamu begitu cantik.""Kamu sangat menawan.""Sepertinya bergelut di bidang konstruksi kurang cocok untukmu. Dengan kecantikanmu, seharusnya kamu jadi artis. Kamu pasti bisa terkenal!"Farida tersenyum dan menanggapi, "Kalian jangan bercanda. Aku nggak mau jadi artis. Aku sudah cukup puas bisa menemani kalian mengurus kebun buah bersama."Saat bicara, Farida melirik Tirta sekilas. Begitu bertatapan dengan Tirta, Farida langsung mengalihkan pandangannya.Ayu berdiri, lalu berujar, "Benar juga. Ayo, kita makan bersama. Nanti sayurnya dingin."Untung saja, ruang makan di vila cukup besar. Desain meja makan juga sangat mewah. Tirta dan lainnya tidak merasa sempit.Arum menyiapkan semua makanan lezat di meja sepanjang sore. Tirta adalah satu-satunya pria yang duduk di depan meja makan. Enam wanita lainnya juga sangat cantik.Jika semua wanita itu dibandingkan, Nia yang terlihat paling biasa. Namun, sebenarnya penampilannya cukup
Saat mereka sampai di vila, Arum dan lainnya sedang sibuk di dapur. Sementara itu, tubuh Tirta kotor setelah mengurus pupuk.Setelah menyapa Arum dan lainnya, Tirta mencari baju bersih dan mandi. Farida juga membantu Tirta mengurus pupuk. Melihat Tirta hendak mandi, Farida juga ingin membersihkan tubuhnya.Hanya saja, Farida tidak membawa baju ganti. Dia juga merasa malu untuk meminjam baju.Ayu bisa menebak pemikiran Farida. Dia berucap seraya tersenyum, "Kak Farida, kalau kamu nggak keberatan, pakai bajuku dulu. Bajuku sudah dicuci bersih. Postur tubuh kita hampir sama, seharusnya kamu bisa pakai bajuku."Ayu melanjutkan, "Untuk ... pakaian dalam, sebelumnya Tirta membeli banyak pakaian dalam baru. Nanti aku ambilkan untukmu."Farida langsung membalas dengan ekspresi antusias, "Baguslah kalau begitu! Terima kasih, Ayu! Nanti aku belikan beberapa baju baru untukmu kalau ada waktu."Orang yang menyukai kebersihan seperti Farida pasti tidak tahan jika tidak bisa membersihkan tubuhnya ya
Farida langsung menolak, "Tirta, bukannya aku sudah bilang padamu? Total gaji pekerja ditambah biaya material itu 3,4 miliar. Aku nggak mau terima uang sebanyak ini."Tirta menjelaskan dengan ekspresi serius, "Kak Farida, uang ini memang kebanyakan, tapi anggap saja ini niat baikku. Kalian sudah bekerja keras membantuku merenovasi vila. Ke depannya pekerjaan mengurus kebun bunga juga cukup melelahkan."Tirta meneruskan, "Kak Farida, kamu terima saja uang ini dan bagikan kepada para pekerja. Anggap saja aku bayar gaji mereka terlebih dulu. Selain itu, nanti gaji Kak Farida dihitung secara terpisah."Tirta menambahkan, "Jangan tolak aku. Kalau nggak, Kak Farida bawa bawahanmu kerja di tempat lain saja.""Tirta, kamu .... Ya, sudah. Aku terima uangnya. Aku benar-benar takut padamu," timpal Farida. Kemudian, dia membagikan uang kepada para pekerja.Semua pekerja tidak pandai menyanjung Tirta, tetapi mereka sudah memutuskan untuk mengurus kebun buah Tirta dengan baik. Setelah beristirahat s
Tirta berucap, "Iya, aku ingin makan. Kalau di kota ada jual, nanti kita beli sedikit. Tapi, kalau nggak ada, juga nggak apa-apa."Arum tersenyum dan menimpali, "Oke. Nanti aku pasti masak untukmu kalau ada kesempatan. Jadi, kamu bisa cicipi abalone buatanku. Aku berani jamin kamu pasti nggak bisa melupakannya setelah makan."Sekitar setengah jam kemudian, mereka sampai di pasar. Sayangnya, meski ada yang menjual abalone, Tirta datang terlambat. Abalone sudah habis terjual.Tirta pun menemani Arum membeli sayur lain dan minuman beralkohol. Sesudah selesai, mereka langsung kembali ke klinik.Tak lama setelah Tirta dan Arum pulang, bos penjual bibit datang mengantar pupuk. Filda juga ikut datang. Para sopir truk yang datang kemarin mengantar pupuknya. Truk dipenuhi dengan pupuk.Di depan pintu klinik, tidak ada tempat untuk meletakkan pupuk lagi. Tirta terpaksa menyuruh sopir truk mengantar pupuk ke tanah yang dikontraknya.Kemudian, Tirta membantu sopir truk menurunkan pupuk. Mereka sib
Ayu membalas, "Oke. Melati dan Arum juga mau ikut. Kita bawa Nia. Kita pergi berlima."Tirta menimpali dengan ekspresi terkejut, "Ha? Bibi, kita cuma beli sayur. Untuk apa semuanya pergi? Kalau kita semua pergi, Kak Agatha istirahat sendirian di klinik."Tirta menambahkan, "Selain itu, ada banyak uang tunai di klinik. Nggak aman kalau nggak ada yang menjaga klinik."Tirta berniat memanfaatkan kesempatan ini untuk bermesraan dengan Ayu. Kemudian, Ayu menanggapi, "Benar juga. Kalau begitu, kamu bawa Arum beli sayur saja. Biar aku dan Melati yang menjaga bibit bahan obat dan Agatha."Mendengar ucapan Ayu, Arum melirik Tirta dengan ekspresi antusias. Tentu saja Tirta memahami maksud Arum. Dia pasti berharap Tirta menyetujuinya."Kak Arum, kamu ikut aku saja," kata Tirta seraya memandang Arum. Dia merasa Ayu seperti menolak untuk berduaan dengannya.Tirta memutuskan untuk menanyakan Ayu alasannya saat dalam perjalanan ke ibu kota provinsi besok.....Dalam perjalanan, Arum yang duduk di kur
"Oke, aku cicipi. Rasanya memang enak," ucap Tirta. Tentu saja dia menghargai pemberian Farida.Farida mengambil kotak makanan berwarna merah muda dengan ekspresi senang, lalu menimpali, "Baguslah kalau kamu suka. Setelah kamu kembali dari ibu kota provinsi, aku bawakan makanan untukmu setiap hari.""Mungkin agak panas. Aku bantu kamu tiup dulu. Nanti kamu baru makan setelah agak dingin," lanjut Farida.Awalnya Farida ingin langsung memberikan kotak makanannya kepada Tirta. Namun, dia melihat makanannya masih panas begitu membuka kotaknya. Jadi, dia meniup makanannya terlebih dahulu.Tirta berkomentar, "Bau mulut Kak Farida wangi sekali.""Jangan bicara sembarangan. Ini aroma makanan," balas Farida dengan wajah memerah. Kemudian, dia memberikan kotak makanan kepada Tirta dan menambahkan, "Sekarang nggak panas lagi. Cepat makan."Tirta mengambil kotak makanan, lalu makan dengan lahap sambil berujar, "Terima kasih, Kak Farida. Apa kamu nggak makan?"Melihat Tirta makan dengan lahap, Fari
Ayu tentu tidak berharap Tirta pergi. Namun, Tirta telah berhubungan intim dengan Bella. Dia tidak mungkin menyuruh Tirta mencampakkan Bella begitu saja."Besok saja. Aku akan membantu kalian mengurus bibit pohon buah dan tanaman obat hari ini. Tenang saja, kita nggak akan lama-lama di sana. Kita akan pulang secepatnya," sahut Tirta setelah merenung sejenak."Tirta, gimana aku harus menasihatimu? Sebenarnya kamu butuh berapa banyak wanita baru bisa puas?" Ayu menghela napas dengan tidak berdaya."Bibi, aku ... aku janji nggak akan sembarangan mendekati wanita lagi. Jangan marah ya. Sekalipun ada banyak wanita di sekitarku, aku paling peduli padamu," sahut Tirta sambil menepuk tangan Ayu yang lembut."Ya sudah, bukannya kamu mau mencari Kak Farida? Pergi sana. Setelah selesai, aku temani kamu beli bahan makanan." Ayu mengelus kepala Tirta dengan lembut."Bibi, bukannya kamu bilang akan tunggu sampai Agatha dan Susanti pergi?" tanya Tirta dengan kaget."Dasar kamu ini, isi otakmu cuma it
Mendengar suara ceria itu, Tirta langsung bisa menebak siapa wanita itu. Mereka sudah lama tidak bertemu. Sebenarnya Tirta juga merindukan Bella. Namun, ucapan Bella membuatnya merasa agak cemas."Bu Bella, aku agak sibuk belakangan ini. Aku baru mengontrak 2000 hektar tanah di desa untuk menanam pohon buah dan tanaman obat.""Apa kamu bisa tunggu sampai kerjaanku selesai? Setelah itu, aku dan bibiku akan pergi ke ibu kota provinsi." sahut Tirta."Pohon buah dan tanaman obat? Tirta, bukannya ayahku kasih kamu cek senilai 40 triliun waktu itu? Kamu nggak perlu repot-repot bekerja lagi, 'kan?""Lagi pula, dengan kemampuanmu, kamu bisa melakukan sesuatu yang lebih baik daripada menanam pohon buah dan tanaman obat.""Kita sudah lama nggak ketemu. Kamu bahkan nggak pernah meneleponku. Jangan-jangan ini cuma alasanmu untuk menghindar dariku?" tanya Bella dengan agak kesal."Bu Bella, mana mungkin aku nggak mau bertemu denganmu. Aku memimpikanmu setiap malam. Aku ganti ponsel setelah pulang,