Ketika langit hampir terang, mobil baru berhenti bergoyang. Nabila tampak kelelahan, tetapi juga memperoleh kepuasan. Kemudian, keduanya tidur sampai siang hari.Siang harinya, Arum yang sudah selesai memasak membangunkan mereka. "Nabila, Tirta, sudah waktunya makan."Nabila dan Tirta membuka pintu mobil dan masuk ke klinik. Tirta merasa kasihan pada Nabila. Dia memenangkan pertempuran semalam, tetapi Nabila terlihat sangat lelah karena tidak beristirahat.Namun, begitu melihat kantong mata Ayu dan Melati yang hitam, Tirta pun terkesiap. Dia bertanya, "Bi, Kak, kenapa kantong mata kalian hitam sekali?"Tirta jelas-jelas tidak mengganggu mereka semalam. Lantas, mengapa mereka tidak tidur nyenyak semalam?Ketika Tirta masih kebingungan, kedua wanita itu tak kuasa mengerlingkan mata. Semalam, mereka terus mendengar suara Nabila. Gadis ini seperti ingin menyombongkan diri bahwa dirinya bercinta dengan Tirta semalaman.Suara itu tentu tidak bisa membuat mereka tidur. Terutama setelah merasa
"Oh ya? Sepertinya Kak Arum yang terlalu sensitif." Melihat Arum mengernyit, Tirta sontak merasa bersalah. Dia buru-buru membuka jendela mobil dan menginjak pedal gas agar angin berembus masuk. Gawat kalau sampai Arum menyadari sesuatu!"Kak Arum, sebaiknya kita cepat pulang. Selain beli benih, kita masih bisa beli beberapa sayuran. Kalau nggak, nanti nggak dapat sayuran yang segar!" ujar Tirta mencari-cari alasan."Ya, persediaan sayuran di rumah memang tinggal sedikit." Arum hanya mengangguk tanpa berpikir terlalu jauh.Tirta baru menghela napas lega melihat hal itu. Kurang dari setengah jam kemudian, mereka tiba pasar kota."Tirta, kalau nggak, kamu beli beberapa perlengkapan bertani saja dulu untuk tanam sayuran. Aku bisa beli sayur dan benihnya sendiri. Jadi kita nggak menghabiskan terlalu banyak waktu," usul Arum setelah turun dari mobil."Boleh juga. Kalau begitu, aku pergi duluan ya Kak." Mendengar usul Arum, Tirta langsung menyetujuinya tanpa ragu-ragu. Setelah turun dari mobi
"Entah siapa pun ayahmu, aku harus mewakilinya memberi pelajaran padamu!" Setelah berkata demikian, Tirta langsung menyerbu ke arah preman itu lagi. Kini dia benar-benar marah, sehingga dia tidak akan segan-segan lagi terhadap mereka.Kurang dari lima menit kemudian, para preman itu berteriak histeris dengan air mata dan darah yang melumuri wajah mereka."Bos dipukul!" seru beberapa preman lainnya yang terkejut. Mereka tidak menyangka bos mereka akan berakhir seperti ini. Perlu diketahui bahwa ayah dari bos mereka yang bernama Herman ini adalah camat!Namun, saat ini para preman itu juga tidak sempat memikirkan mengapa pria di hadapan mereka ini berani bersikap sekasar ini. Mereka langsung mengeluarkan ponsel untuk menelepon. Jika sampai terjadi sesuatu pada Herman, mereka juga akan bernasib sial!Di saat Tirta sedang asyik memukuli pria itu, awalnya kerumunan yang menyaksikan hal itu juga tampak senang. Akan tetapi, begitu melihat para preman itu menelepon seseorang, mereka langsung t
"Apa katamu?!" Herman semakin emosional saat mendengar ucapan Tirta. Sejak kecil, dia telah terbiasa dimanjakan. Belum pernah ada seorang pun yang membuatnya semarah ini sebelumnya."Kubilang, memangnya kamu pantas kuberi nama? Bocah nggak tahu aturan!" Melihat ekspresi Herman yang merasa kesal, Tirta kembali menerjang ke arah Herman dan memukulnya. Herman bahkan tidak sanggup melawan saat dipukuli Tirta.Pada saat ini, terdengar sebuah suara yang penuh kemarahan dari kejauhan, "Hentikan! Besar sekali nyalimu!""Beraninya kamu memukul orang di depan umum! Nggak ada hukum lagi ya? Kulihat kamu ini sepertinya sudah bosan hidup!"Tirta yang mendengar suara itu langsung menoleh. Terlihat seorang pria paruh baya yang menatap Tirta dengan sorot mata penuh amarah. Di belakangnya tampak beberapa pria kekar yang baru turun dari mobil sambil memelototi Tirta dengan beringas."To ... Tora sudah datang!" Melihat adegan ini, para penjual sayuran di sekitar mereka semakin ketakutan. Mereka langsung
Tora menatap Tirta dengan pandangan penuh penghinaan. "Berani-beraninya kamu mengkritikku? Sebaiknya kamu khawatirkan dulu dirimu sendiri ...."Namun sebelum Tora selesai berbicara, dia tiba-tiba terkejut dan membuka mulutnya lebar-lebar. Saat ini, Tirta sudah menerobos masuk ke kerumunan. Meskipun para preman itu memegang tongkat besi di tangan mereka, senjata tersebut tidak ada gunanya di hadapan Tirta.Tirta menyerbu ke kerumunan bagaikan serigala yang masuk ke kawanan domba. Dalam waktu singkat, dia telah berhasil menjatuhkan semua preman itu. Melihat kejadian ini, warga di sekitarnya bertepuk tangan dengan gembira. Sementara itu, Tirta berjalan mendekati Tora dengan senyuman sinis.Pada saat ini, keangkuhan dan kesombongan Tora sudah lenyap, digantikan oleh ketakutan di matanya. Dengan keringat dingin mengalir di dahinya, dia bertanya, "A ... apa maumu?"Mendengar pertanyaan itu, Tirta mendengus. "Aku mau apa? Tentu saja mau memberimu pelajaran!"Melihat tinju Tirta mengarah padan
Saat Tirta ingin pergi, orang-orang yang dibawa oleh Tora tentu tidak berani menghalanginya sedikit pun. Mereka bahkan terlihat ketakutan. Tirta kemudian membawa Arum ke mobil dan bergegas kembali ke Desa Persik.Di perjalanan, Arum akhirnya bisa bernapas lega. Dia berkata pada Tirta seraya menepuk dada, "Tirta, tadi aku benar-benar ketakutan. Untung ada kamu, kita jadi bisa pulang dengan selamat!""Tapi, lain kali kamu harus lebih hati-hati. Jangan sampai bertindak gegabah seperti itu lagi. Orang yang kamu pukul tadi itu camat. Gimana kalau mereka cari masalah sama kita nanti?"Saat berkata demikian, Arum merasa semakin ketakutan. Dia mencondongkan tubuhnya dan menatap Tirta dengan penuh kekhawatiran.Awalnya saat Arum menepuk dadanya, gerakan itu membuat kedua buah dadanya yang montok bergetar. Pemandangan ini langsung menarik perhatian Tirta. Sambil menyetir, Tirta terus mencuri pandang ke arah payudara Arum dengan kegirangan.Kini saat Arum mencondongkan tubuhnya, sabuk pengaman di
Setelah mendengar cerita tersebut, alis Gavan langsung berkerut. Kejadian yang menimpa Tora tentu saja tidak bisa lepas dari perhatian kapten patroli seperti dirinya. Dia juga tidak menyangka bahwa Tirta yang masih semuda itu ternyata begitu menakutkan!Pemuda itu telah mengalahkan belasan pria kekar sekaligus dan membuat Tora serta Herman menderita luka parah! Meskipun Gavan tidak terlalu ingin terlibat, dia juga tidak berani menolak permintaan Tora.Jika sampai kehilangan dukungan dari Tora, masa depannya juga akan menjadi sulit. "Oke, tunggu aku. Aku akan bawa beberapa orang untuk menemuimu dan kita pergi sama-sama."....Sementara itu, Tirta masih tidak menyadari masalah yang akan menghampirinya. Sambil membawa benih dan peralatan bertani yang baru dibelinya, Tirta mengajak Melati dan Nabila untuk pergi ke ladang dan mulai menanam sayuran.Berhubung penglihatan Ayu kurang baik, Tirta memintanya untuk beristirahat sejenak.....Di sisi lain, di kantor kepolisian tingkat kabupaten.S
"Bocah sialan, kamu sudah membuatku menderita! Tunggu saja, aku nggak akan mengampunimu!" Tora benar-benar marah besar saat ini. Setelah tiba di desa ini, Gavan mencari tahu lokasi klinik Tirta dan membawa bawahannya ke sana.Setelah memasuki klinik dan melihat Tirta sedang makan bersama beberapa wanita lainnya, emosi Tora semakin memuncak. Sekarang dia sudah dilumpuhkan oleh Tirta dan kehilangan kemampuan sebagai seorang pria sejati.Yang lebih parah lagi, dia sekarang juga tidak bisa mengendalikan kapan untuk buang air. Tora terpaksa harus selalu membawa kantong urine ke mana pun dia pergi. Namun, Tirta malah masih bisa duduk di sini dan makan dengan wanita cantik?"Balikkan mejanya!" teriaknya sambil memberi isyarat pada Herman. Setelah itu, Herman langsung bergerak maju dan membalikkan meja makan tersebut."Tirta, kamu sudah membuat ayahku seperti ini. Masih berani makan dengan tenang di sini? Cepat sembuhkan ayahku sekarang juga. Kalau nggak, jangan salahkan aku bertindak kasar!"
Melihat respons Lutfi, Shinta tertawa dan mengomentari, "Kak Lutfi, apa Kak Tirta lebih hebat darimu?"Lutfi menyahut, "Bukan cuma lebih hebat dariku. Bahkan, guruku juga nggak berhasil melatih Tinju Harimau Ganas seperti Tirta."Lutfi yang penasaran bertanya, "Tirta, katakan dengan jujur, apa sebelumnya kamu sudah pernah berlatih Tinju Harimau Ganas? Aku baru saja memberimu buku-buku itu."Tirta yang merasa antusias menjawab, "Kak Lutfi, kamu salah paham. Sebelum kamu memberiku buku-buku itu, aku nggak pernah berlatih ilmu bela diri. Kemarin aku cuma melihatnya sekilas, aku juga nggak menyangka bisa menguasainya. Apa aku benar-benar lebih hebat dari gurumu?"Lutfi menanggapi dengan ekspresi kaget, "Kamu cuma melihatnya sekilas? Tirta, sepertinya kamu itu memang genius langka dalam dunia bela diri. Tinju Harimau Ganas ini memang terdengar biasa saja. Tapi, dibandingkan teknik lain dari buku-buku yang kuberikan padamu, Tinju Harimau Ganas paling sulit dilatih."Lutfi meneruskan, "Guruku
Sebelum Niko sempat bicara, Lutfi menunjuk Karsa sambil marah-marah, "Sepertinya kamu masih nggak menyesali perbuatanmu! Awalnya kamu cuma dijatuhi hukuman tembak mati! Kalau kamu nggak takut mati, aku rasa lebih baik kamu dipenjara seumur hidup seperti dia!"Tindakan Lutfi sudah melanggar perintah Saba, tetapi seharusnya Saba tidak akan menyalahkan Lutfi. Sementara itu, Pinot sudah gila. Dia baru berusia 40-an tahun, tetapi harus menghabiskan sisa hidupnya di penjara.Ekspresi Ladim menjadi masam setelah mendengar ucapan Lutfi. Dia berseru, "Apa? Aku nggak mau dihukum seperti dia! Aku mohon, bunuh aku!"Jika tahu dirinya akan berakhir tragis, tadi Ladim pasti tidak akan berbicara. Sayangnya, semua sudah terlambat.Akhirnya, Ladim dan lainnya pun dipenjara. Niko baru tertawa terbahak-bahak, lalu pergi ke kantor Susanti.Setelah mendengar laporan Niko, Susanti tersenyum dan menanggapi, "Mereka memang pantas dihukum! Kalau mereka itu pemimpin yang memedulikan rakyat, mereka nggak akan be
Biasanya Saba memang terlihat ramah, tetapi dia tidak akan memaafkan orang-orang seperti Ladim dan lainnya yang melakukan perbuatan keji.Begitu Saba melontarkan ucapannya, Ladim dan lainnya sangat terpukul. Biarpun mereka terus memohon kepada Saba, Lutfi juga tidak peduli. Dia memimpin anggotanya untuk membawa Ladim dan lainnya keluar dari klinik."Mereka memang pantas dihukum!" celetuk Tirta. Dia yang merasa puas memandang Saba sembari bertanya, "Kak Saba, sebenarnya ada yang mau kutanyakan."Saba kembali tersenyum. Dia menyahut, "Tirta, kamu langsung bilang saja. Nggak usah sungkan."Tirta mengungkapkan kebingungannya, "Bukannya kemarin kamu bilang sudah pensiun dan nggak punya jabatan apa pun lagi? Kenapa sekarang aku merasa kamu tetap berkuasa? Kamu nggak kelihatan seperti kehilangan jabatan."Saba tertawa, lalu menjelaskan, "Tirta, ini semua berkat kamu. Sebenarnya aku nggak berniat memberitahumu. Tapi, aku akan bicara jujur karena kamu sudah bertanya."Saba meneruskan, "Awalnya
Ladim sungguh emosional sekarang. Dia menerjang ke arah Karsa dan menghajarnya. Dia ingin sekali menembak mati Karsa sekarang juga!"Karsa, akan kuhabisi kamu! Matilah kamu! Beraninya kamu menipuku untuk melawan teman Pak Saba! Kamu harus mati!"Pinot yang murka dan takut juga menyerbu ke arah Karsa dan menghajarnya habis-habisan."Ah ... ah .... Tolong berhenti! Aku nggak tahu dia teman Pak Saba!" teriak Karsa dengan kesakitan. Bagaimanapun, dia masih belum pulih dari cedera sebelumnya. Dia hampir tewas dibuat Ladim dan Pinot."Bagus, bagus sekali." Tirta menonton dengan seru, bahkan bertepuk tangan."Sialan! Kalau nggak ada Pak Saba, kamu bukan siapa-siapa!" Karsa memelototi Tirta dengan tatapan penuh kebencian dan keengganan."Kamu benar, kamu hebat. Tapi, asal kamu tahu, kalau bukan karena ada hukum di negara ini, kamu pasti sudah kubunuh kemarin. Kamu kira aku takut padamu?" sahut Tirta dengan suara rendah sambil maju. Tatapannya terlihat dingin.Seketika, jantung Karsa seperti be
"Hehe, jadi kamu Tirta ya? Masih muda dan cuma rakyat jelata, tapi berani menyuruhku masuk untuk menemuimu? Benar-benar nggak tahu diri!" Setelah memasuki klinik, Pinot menatap Tirta dengan tatapan tajam. Sikapnya terlihat seperti pejabat tinggi yang penuh wibawa."Ayah Angkat, dia Tirta. Jangan lepaskan dia begitu saja! Tirta, ayah angkatku sudah datang. Kamu akan berakhir tragis. Setahun lagi akan menjadi hari peringatan kematianmu!" Karsa yang dibawa masuk langsung dipenuhi api kebencian setelah melihat Tirta. Setelah berbicara kepada Pinot, dia berteriak dengan marah kepada Tirta."Kamu ayah angkat Karsa? Huh, sudah tua dan mau mati, tapi masih saja bodoh. Pendiri negara, Pak Saba, ada di sini. Kamu malah berani sesombong ini?" Tirta sama sekali tidak peduli dengan Karsa, melainkan menatap Pinot dan tersenyum dingin."Pak Saba? Saba Dinata? Hahaha, kenapa nggak bilang dia raja saja? Kamu ini cuma orang kampung yang picik. Atas dasar apa kamu mengenal orang sehebat Pak Saba?" Pinot
"Bu ... buset! Me ... mereka punya pistol!" Begitu melihat perubahan situasi yang mendadak, orang-orang itu pun terkesiap.Apalagi, aura yang dipancarkan oleh para pengawal Nagamas itu dipenuhi niat membunuh. Mereka ketakutan hingga memucat dan sekujur tubuh gemetar. Seketika, tidak ada yang berani bergerak.Saat ini, terdengar suara santai seseorang. "Aku Tirta. Beri tahu bos kalian, kalau mau menemuiku, suruh dia masuk sendiri. Mau aku yang keluar? Dia nggak pantas!"Tirta menyesap tehnya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan."Ya, cuma wali kota rendahan. Atas dasar apa dia menyuruh Kak Tirta keluar menemuinya? Dia saja yang merangkak masuk!" ucap Shinta yang memeluk anak harimau."Kita keluar!" Para bawahan itu tidak berani membantah karena mereka dibidik dengan pistol. Mereka berlari keluar dengan ketakutan."Hm? Aku suruh kalian bawa Tirta keluar. Kenapa kalian malah keluar secepat ini?" tanya Pinot dengan kesal saat melihat bawahannya keluar dengan tangan kosong."Ayah Angkat
Semua orang mengikuti arah pandang Pinot. Begitu melihatnya, mereka semua terkejut. Bagaimana bisa mobil dengan plat nomor ibu kota muncul di tempat terpencil seperti ini?Bahkan, mobil yang berada di paling depan punya plat nomor yang begitu istimewa, A99999! Jelas, pemilik mobil ini bukan orang biasa!"Pak Pinot, aku rasa kamu berlebihan. Orang-orang di ibu kota itu nggak mungkin datang ke tempat jelek seperti ini. Ini nggak masuk akal. Mungkin saja, ini rekayasa Tirta. Jangan menakuti diri sendiri," ucap Ladim sambil tersenyum tipis setelah terpikir akan kemungkinan ini."Masuk akal. Kalau Tirta kenal tokoh besar di ibu kota, mana mungkin dia masih tinggal di tempat bobrok seperti ini?""Ayah Angkat, dia mungkin tahu kita bakal kemari untuk balas dendam. Dia takut, makanya ingin menakuti kita dengan cara seperti ini. Kamu jangan tertipu," ujar Karsa yang ingin sekali membalas dendam."Seharusnya begitu. Huh! Bocah ini licik juga! Kalian semua, masuk dan tangkap dia!" Setelah menghel
"Pak Ladim, kalau kamu suka, kita bisa pindahkan dia ke Kota Lais supaya lebih dekat. Setelah kamu menundukkannya, jangan lupa kirim ke tempatku.""Ya, aku memang punya rencana seperti itu." Ladim tertawa terbahak-bahak.Saat ini, tenaga Karsa telah pulih banyak. Tatapannya dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi sambil berkata dengan susah payah, "Ayah Angkat, akhirnya kamu datang. Aku jadi cacat gara-gara mereka. Gimana aku bisa berbakti padamu di kemudian hari?""Kamu harus membantuku membalas dendam! Kalau nggak, aku nggak bakal bisa tenang seumur hidup!""Sebenarnya siapa yang membuatmu jadi begini? Kejam sekali." Pinot baru memperhatikan penampilan tragis Karsa. Bukan hanya patah tangan dan kaki, tetapi kelima jari di tangan kiri juga putus.Pinot tak kuasa menarik napas dalam-dalam saking terkejutnya. Kondisi Harto juga sama tragisnya."Nama bocah itu Tirta! Kami bertemu di kota kecil sekitar. Bukan cuma aku, tapi adikku juga! Ayah Angkat, Pak Ladim, kalian harus membalaskan d
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan