"Sialan, ulah siapa ini?" Tirta bergegas pulang ke rumah, tetapi tetap tidak melihat sosok Ayu di sana. Seketika, dia menjadi semakin panik. Tiba-tiba, Tirta teringat dengan perkataan Abbas tadi siang. Mereka mau meniduri bibi Tirta!"Abbas sialan. Kalau ini benar-benar ulahmu, akan kuhabisi kamu!" Tirta bergegas lari ke toko di depan desa dengan tatapan yang berapi-api. Setelah orang tuanya meninggal, Ayu adalah satu-satunya keluarga bagi Tirta. Jika sampai terjadi sesuatu pada Ayu, Tirta tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukannya. Perjalanan ke toko yang seharusnya memakan waktu belasan menit, kini ditempuh oleh Tirta dalam lima menit."Abbas sialan, keluar kamu! Di mana bibiku?!" teriak Tirta seraya menendang pintu toko itu hingga terbuka. Di dalamnya ada beberapa wanita paruh baya yang sontak terkejut. Tirta melihat ke sekeliling ruangan itu, tapi tidak menemukan sosok Abbas. Hal ini membuatnya semakin panik."Anak sialan, kamu salah makan obat ya? Berani-beraninya kamu ber
"Tiduri dia! Harus tiduri dia sampai puas! Kalau nggak, sia-sia kita dipukul pagi ini!" Orang yang sedang berbicara adalah Abbas dan Enes. Lantaran masih kesal karena dipukul Tirta tadi pagi, mereka menculik Ayu dan ingin membalas dendam padanya!"Jangan mendekat ...." Pada saat ini, Ayu benar-benar ketakutan. Dia tidak ingin disentuh oleh pria-pria busuk ini. Sebab, dia tidak akan bisa berhadapan dengan Tirta nantinya jika sampai dinodai!"Kita ini sama-sama penduduk desa. Kalau Tirta melakukan kesalahan pada kalian, aku mewakilinya minta maaf. Nggak perlu sampai begitu.""Apa gunanya minta maaf? Lebih baik tiduri kamu!" seru Abbas sambil terkekeh-kekeh. Dia sudah membayangkan adegan nikmat saat meniduri Ayu."Ya, jangan harap Tirta akan datang menolongmu. Jangan-jangan dia sudah sedang dimakan harimau sekarang!" kata Enes sambil menatap Ayu dengan tatapan berbinar. Saat pergi ke klinik tadi, mereka tidak melihat sosok Tirta sama sekali, sehingga mereka beranggapan bahwa dia pasti sud
"Tirta, hati-hati! Jangan gegabah!" teriak Ayu dengan cemas. Dia tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi. Namun, dia khawatir Tirta tidak bisa melawan Enes dan yang lainnya sekaligus."Bibi tenang saja. Kalau mereka berani menyentuhmu, aku akan membuat mereka menanggung akibatnya!" balas Tirta yang sedang di puncak emosinya."Kamu mau berlagak? Aku nggak semudah itu ditindas! Kalau nggak kuhabisi kamu hari ini, jangan panggil aku Enes!" teriak Enes sambil mengangkat kursi dan hendak menghajarnya ke kepala Tirta."Berengsek!" maki Tirta. Dia melayangkan tinjunya untuk menyambut serangan Enes.Brak! Kursi di tangan Enes langsung hancur dan berserakan ke mana-mana. Sementara itu, tinju Tirta masih terus mengarah ke pundak Enes. Seiring dengan suara derakan, Enes merasakan bahwa pundaknya telah hancur dan dia berteriak dengan histeris."Cih, dasar sampah!" maki Tirta. Dampak yang paling mengerikan dari tinjunya ini adalah bisa membuat Enes lumpuh selamanya dan hidupnya akan jadi sangat
Fenny telah bertekad untuk bercerai. Dia meludahi Abbas, lalu pergi tanpa menoleh sama sekali. Saat berpapasan dengan Tirta, Fenny menghentikan langkahnya dan berkata, "Maafkan aku, Tirta. Aku salah paham padamu tadi. Kalau bukan karena kamu, aku masih nggak tahu wujud asli si bajingan itu. Kalau kamu butuh bantuan kelak, hubungi saja aku. Anggap saja aku berutang budi padamu."Tirta mengangguk sekilas dan tidak berkomentar apa pun."Berengsek! Semua ini gara-gara kamu! Aku nggak akan mengampunimu!" teriak Abbas dengan murka saat melihat Fenny tidak mau lagi kembali padanya."Semua itu ulahmu sendiri. Kalau kamu nggak menculik bibiku, mana mungkin kamu akan berakhir seperti ini?" Tirta mendengus sekilas, lalu berbalik dan pergi bersama Ayu.Lagi pula saat ini Abbas tidak ada bedanya lagi dengan orang lumpuh. Sekujur tubuhnya telah banyak tulang yang patah. Tirta juga tidak perlu khawatir dia bisa berbuat macam-macam lagi."Tirta, kenapa kamu bisa menyinggung mereka?" tanya Ayu dengan k
Nabila berucap sembari menangis, "Tirta, kenapa kamu memukulku? Kamu memang nggak berperasaan ...."Nabila baru berani diam-diam datang setelah orang tuanya tidur. Siapa sangka, Nabila malah dipukul Tirta. Dia pun langsung menangis."Kak Nabila, aku pikir kamu itu pencuri. Aku nggak menyangka ternyata kamu yang datang. Kalau tahu, mana mungkin aku tega memukulmu?" bujuk Tirta sambil mengusap kepala Nabila.Untung saja, belakangan ini Tirta mempelajari teknik pijat. Tak lama kemudian, Nabila tidak merasa kesakitan lagi. Namun, Nabila tetap merasa sedih. Biarpun Tirta terus membujuknya, Nabila tetap tidak memedulikan Tirta.Tirta yang panik berjanji, "Kak Nabila, aku memang salah. Tapi, aku jamin kejadian seperti ini nggak akan terulang lagi. Asalkan kamu memaafkanku, kelak aku akan menuruti semua keinginanmu. Oke?"Nabila langsung berhenti menangis dan menimpali, "Benaran? Kalau besok Malvin sengaja mempersulitmu, kamu nggak boleh memukulnya lagi."Tirta menyetujui permintaan Nabila tan
Tiba-tiba, sebuah ide terlintas di benak Tirta. Dia bertanya, "Kak Nabila, apa kamu bisa duduk di kakiku waktu mengajariku membaca?"Nabila yang curiga bertanya balik, "Ha? Kenapa aku harus duduk di kakimu?"Tirta berbohong, "Sekarang aku sedikit mengantuk. Aku takut nggak bisa ingat waktu kamu mengajariku membaca. Kalau kamu duduk di kakiku, aku bisa lebih sadar. Lagi pula, kalau kamu sangat dekat denganku, aku bisa mendengar lebih jelas.""Benaran?" tanya Nabila yang tidak memercayai ucapan Tirta.Tirta menyahut, "Benar. Kak Nabila, kamu begitu baik kepadaku. Mana mungkin aku membohongimu? Masa aku begitu keterlaluan?"Meskipun Nabila memberontak, Tirta tetap menggendong Nabila dan mendudukkan Nabila di kakinya. Saat bokong Nabila menempel di kakinya, Tirta merasa sangat nyaman. Hasratnya pun bergelora.Nabila memperingatkan, "Tirta ... jangan macam-macam! Kalau nggak, aku akan langsung keluar! Kelak aku nggak akan memedulikanmu lagi!"Nabila merasa tidak nyaman duduk di kaki Tirta.
Selesai bicara, Tirta mencium bibir Nabila dengan penuh hasrat, lalu melepaskan pakaiannya. Nabila baru berusia 18 tahun. Kulitnya putih dan mulus. Meskipun masih muda, Nabila mempunyai tubuh yang sintal."Um ... Tirta ... jangan ...," ucap Nabila. Dia gemetaran dan tubuhnya terasa lemas karena Tirta tidak berhenti menggerayanginya. Nabila tidak sanggup mendorong Tirta lagi. Dia memelas seraya menangis, "Kamu nggak boleh meniduriku ... aku mohon ... Tirta ... biarkan aku pergi ....""Kamu nggak boleh pergi. Kak Nabila, sekarang kamu sudah jadi pacarku. Jadi, wajar saja kalau aku menidurimu," tolak Tirta. Dia mulai melepaskan rok Nabila."Tirta, jangan," mohon Nabila seraya mencengkeram ujung roknya. Namun, tenaga Tirta terlalu kuat sehingga rok Nabila pun lepas.Saat ini, Nabila hanya memakai celana dalam. Tirta terpana saat melihat tubuh Nabila yang menggoda. Dia sudah bersiap-siap untuk bersanggama dengan Nabila.Nabila terus memelas, "Tirta, aku mohon. Jangan lakukan itu. Tolong ...
Nabila membujuk, "Tirta, kamu jangan sedih lagi, ya? Kalau nggak, aku mau jadi pacarmu ...."Tirta menarik tangannya dan menimpali dengan acuh tak acuh, "Sudahlah. Aku nggak mau kamu mengasihaniku."Nabila menanggapi, "Aku bukan mengasihanimu. Aku serius dengan omonganku. Kamu sudah melihat tubuhku. Kamu juga menciumku dan menyentuhku. Aku pasti sudah marah sejak awal kalau memang sama sekali nggak menyukaimu. Aku juga menutupinya dari ayahku ...."Nabila menambahkan, "Aku hanya kaget karena tadi kamu terlalu kasar. Masa kamu mau langsung meniduriku?"Melihat Tirta yang kecewa, Nabila pun menangis lagi. Sebenarnya, dia juga menyukai Tirta. Hanya saja, tadi Tirta memang keterlaluan!"Benaran?" tanya Tirta yang mulai sedikit bersemangat. Dia merangkul Nabila dan menyeka air matanya. Tirta melanjutkan, "Tapi, tadi kamu bilang kamu nggak mungkin menikah denganku?"Nabila menjelaskan, "Kamu juga tahu, tuntutan orang tuaku sangat tinggi. Mana mungkin mereka mengizinkan kamu menikahiku? Kalau
"Nggak usah buru-buru, aku sudah pertimbangkan. Aku nggak akan memberi kalian uang, begitu pula ... nyawaku!" tegas Tirta.Tirta tertawa kepada Arkan, lalu menamparnya. Arkan memaki, "Sialan! Bocah berengsek! Beraninya kamu mempermainkanku!"Tentu saja Arkan marah menghadapi situasi seperti ini. Arkan hendak menarik pengaman pistol, lalu mematahkan kedua tangan dan kaki Tirta terlebih dahulu untuk menakutinya.Namun, tamparan Tirta langsung membuat kepala Arkan terpental dalam sekejap. Sementara itu, tubuh Arkan yang sudah kehilangan kepala masih mempertahankan posisi mengangkat pistol untuk mematahkan kaki dan tangan Tirta.Perubahan yang mendadak ini membuat semua orang di tempat kaget dan juga takut. Setelah tersadar, mereka berkata pada Hafiz dengan ekspresi marah."Kak Arkan! Sialan! Ternyata pemuda ini seorang ahli bela diri!""Bos, pemuda ini sudah membunuh Kak Arkan! Kalau nggak, kita langsung bunuh dia saja!"Hafiz menegur, "Sialan, bukannya orang mati itu hal yang biasa? Dulu
"Empat puluh triliun? Bukannya kalian itu polisi? Kenapa aku merasa kalian seperti bandit?" tanya Tirta.Berdasarkan ucapan Mairah, para polisi ini juga bertugas untuk mencari Susanti biarpun Tirta tidak memberi mereka uang. Lagi pula, mereka tidak menemukan Susanti. Namun, Tirta juga bersedia memberi mereka 2 triliun sebagai ungkapan terima kasih.Melihat kondisi ini, emosi Tirta tersulut. Hafiz yang memimpin melihat Tirta masih begitu muda, tetapi dia sama sekali tidak panik setelah dikepung. Tirta juga bisa menebak masa lalu Hafiz dan lainnya dari ucapan mereka.Hafiz menerka-nerka identitas Tirta, 'Eh? Sebenarnya apa latar belakang pemuda ini? Kenapa dulu aku nggak pernah mendengar tentangnya?'Salah satu bawahan kepercayaan Hafiz maju, lalu tertawa dan berujar sembari menunjuk Tirta, "Kak, pemuda ini benar-benar pintar. Dia bisa menebak profesi kita dulu."Puluhan polisi juga ikut menghina Tirta. Sikap mereka sangat keterlaluan."Benar! Dulu kami termasuk bandit. Hanya saja, akhir
Belasan menit kemudian, 13 orang terakhir juga dibunuh oleh Tirta. Setelah menyimpan Pedang Terbang, Tirta melihat mayat-mayat di tanah. Perasaannya campur aduk.Tirta merasa sejak dirinya menguasai kultivasi, hasrat membunuhnya makin kuat. Dulu dia hampir tidak pernah berpikiran untuk membunuh.Saat Tirta sedang gundah dan meragukan dirinya sendiri, suara Genta terdengar. "Kamu sudah menjalani kehidupan di luar alam fana. Kamu nggak usah sedih karena kematian para pecundang ini. Mereka nggak pantas."'Kak, aku juga manusia. Tapi, aku merasa sekarang aku nggak berperikemanusiaan sedikit pun,' balas Tirta. Dia memeluk Susanti makin erat, tetapi hatinya masih kalut.Genta bertanya balik, "Kalau begitu, beri tahu aku apa artinya berperikemanusiaan?"Tirta mendesah dan menjawab, 'Berperikemanusiaan itu ... aku juga nggak tahu. Aku cuma merasa jelas-jelas aku bisa melepaskan mereka dan menyuruh mereka bersumpah ke depannya nggak akan membocorkan hal ini. Tapi, aku tetap membunuh mereka. Kak
Pedang Terbang yang bergerak sangat cepat menebas belasan kepala ahli serangga dalam sekejap. Para ahli serangga dari Desa Hiradi dan Desa Tayur tidak mampu menangkis serangan Tirta. Serangga guna-guna yang mereka banggakan sangat lemah di hadapan Pedang Terbang, seperti anak kecil 3 tahun yang menghadapi orang dewasa.Dalam waktu singkat, puluhan ahli serangga yang awalnya sangat percaya diri merasa tidak berdaya. Mereka yang kalah telak berteriak histeris.Wafri kaget. Dia bergumam, "Apa ... yang terjadi? Pedang ini bisa terbang .... Apa aku berhalusinasi?"Namun, suara teriakan makin jelas. Wafri tidak berani berlama-lama lagi. Dia berusaha keras untuk kabur."Sialan ... sebenarnya siapa pemuda ini? Jamil berengsek! Kamu mencelakaiku!" omel Aezar. Dia yang ketakutan setengah mati juga berusaha kabur."Lari saja, aku mau lihat kaki kalian atau pedangku lebih cepat!" seru Tirta. Dia memancarkan aura membunuh.Tirta menjentik jarinya, lalu bola api muncul dan jatuh ke mayat-mayat yang
Marila segera berucap dengan ekspresi cemas, "Paman, kita jangan habiskan waktu lagi. Kita sama-sama bawa bawahanmu pergi ke Desa Benad secepatnya!""Oke, tapi naik mobil terlalu lambat. Aku suruh orang untuk cari helikopter. Kita naik helikopter ke sana saja," sahut Idris. Dia membawa Marila naik ke mobil, lalu bergegas pergi ke pusat kota.....Waktu kembali ke 2 jam kemudian. Di bawah rumah panggung Susana, sebelumnya Tirta sudah membantai belasan ahli serangga Desa Benad yang tersisa.Tiba-tiba, puluhan ahli serangga mengepung Tirta. Mereka berasal dari Desa Hiradi dan Desa Tayur. Tirta tidak ingin membunuh orang yang tidak bersalah, ditambah lagi dia ingin segera memulihkan ingatan Susanti.Jadi, Tirta tidak langsung bertindak. Dia berkata kepada puluhan orang itu, "Sepertinya aku nggak punya dendam dengan kalian. Kalau kalian nggak mau mati sia-sia, cepat minggir."Aezar mengamati Tirta dengan sinis. Dia mendengus dan berbicara terlebih dahulu, "Kamu memang nggak punya dendam den
Dua jam yang lalu, Marila langsung menelepon pamannya setelah berpisah dengan Tirta. Pamannya adalah gubernur yang memimpin Provinsi Naru. Dia merupakan pejabat yang mengurus perbatasan. Namanya Idris.Marila meminta Idris mengutus orang untuk mencari Susanti. Sementara itu, Marila yang menaiki taksi sedang dalam perjalanan untuk bertemu Idris.Tentu saja, Marila juga mempunyai alasan datang jauh-jauh dari ibu kota ke Provinsi Naru untuk mencari Idris. Awalnya Idris juga merupakan pejabat tinggi di ibu kota. Kemudian, Idris menyinggung orang hebat karena salah bicara. Dia hampir kehilangan posisi sebagai pejabat.Untung saja, Saba turun tangan untuk melindungi Idris. Namun, Idris dipindahkan ke Provinsi Naru yang terpencil karena masalah ini. Dia menjadi seorang gubernur. Kemungkinan dia tidak mempunyai kesempatan untuk kembali ke ibu kota lagi seumur hidup.Setelah itu, petinggi negara memerintahkan untuk membasmi kejahatan di seluruh negeri. Provinsi Naru adalah wilayah yang dikuasai
Apalagi kompetisi serangga akan segera diadakan. Demi memenangkan kompetisi, mereka juga ingin datang untuk mengambil keuntungan. Tujuan mereka adalah merebut Serangga Emas yang dimurnikan dengan susah payah. Jadi, mereka baru menerobos masuk ke Desa Benad.Jamil buru-buru maju dengan napas terengah-engah saat melihat kedua belah pihak yang hendak berkelahi demi merebut Serangga Emas.Jamil menunjuk Tirta yang sedang membunuh di bawah rumah panggung sambil berteriak, "Kepala desa sekalian, jangan bertengkar lagi. Serangga Emas sudah diambil oleh seorang pemuda yang datang dari luar. Nenek Benad dan ayahku sudah dibunuh olehnya!""Siapa yang membunuh pemuda itu akan mendapatkan Serangga Emas. Ayahku sudah mati, jadi aku yang membuat keputusan di Desa Benad. Aku akan membawa semua penduduk Desa Benad untuk membela pihak yang membantuku balas dendam," lanjut Jamil.Jamil meneruskan, "Kalau aku melanggar janjiku, aku akan disambar petir dan dihabisi semua serangga guna-guna. Aku akan mati
Orang yang ditarik Jayadi untuk mengadang serangan pedang Tirta sudah mati. Namun, Jayadi tidak merasa kesakitan selain kepalanya yang makin gatal dan pandangannya yang makin kabur.Jayadi berusaha mengerahkan Serangga Batu dan Serangga Pelumpuh, lalu berujar pada Tirta dengan sinis, "Pemuda sialan, hanya begini kemampuanmu? Kamu sama sekali nggak bisa melukaiku. Haha, selanjutnya sudah saatnya aku bertindak!"Sesuai namanya, Serangga Batu bisa membuat orang yang digigit membatu. Sementara itu, sekujur tubuh orang yang digigit Serangga Pelumpuh akan mati rasa. Mereka tidak akan mampu melawan lagi.Kedua serangga ini bisa memberikan efek yang sama. Jayadi yakin Tirta yang merupakan orang luar pasti tidak bisa menghadapi serangan serangganya. Nanti Jayadi bisa menghabisi Tirta dengan mudah.Hanya saja, tiba-tiba terdengar suara Jamil yang samar dan panik. "Ayah ... kamu ... nggak ... apa-apa, 'kan?""Aku ... nggak ... apa-apa ....," sahut Jayadi. Dia merasa aneh, tetapi dia tetap menangg
Tirta mendengus dan berkata, "Aku memang mau membuat perhitungan denganmu! Sekarang kamu yang cari aku, jadi aku bisa menghemat waktuku!"Tirta melihat dengan menggunakan mata tembus pandang. Ternyata Jamil yang pergi tadi sudah kembali. Dia membawa Jayadi dan belasan ahli serangga di Desa Benad. Mereka membuat masalah di bawah rumah panggung.Tirta langsung menyuruh Anton dan Yuli mengikutinya. Dia yang menggendong Susanti keluar dari kamar terlebih dahulu.Sementara itu, Jamil yang berada di bawah rumah panggung langsung panik begitu melihat Tirta keluar dari kamar sambil menggendong Susanti.Jamil yang cemburu berseru, "Ayah, pemuda itu yang membunuh Nenek Benad! Cepat bunuh dia! Jangan sampai dia membawa Susanti pergi!"Jayadi meremehkan Tirta setelah melihat tampangnya yang lucu dan wajahnya yang masih muda. Dia berucap kepada Jamil, "Jamil, dia masih muda. Untuk apa kamu takut? Tenang saja, aku nggak akan membiarkan dia pergi dari Desa Benad hidup-hidup. Wanita itu milikmu dan di