Fenny telah bertekad untuk bercerai. Dia meludahi Abbas, lalu pergi tanpa menoleh sama sekali. Saat berpapasan dengan Tirta, Fenny menghentikan langkahnya dan berkata, "Maafkan aku, Tirta. Aku salah paham padamu tadi. Kalau bukan karena kamu, aku masih nggak tahu wujud asli si bajingan itu. Kalau kamu butuh bantuan kelak, hubungi saja aku. Anggap saja aku berutang budi padamu."Tirta mengangguk sekilas dan tidak berkomentar apa pun."Berengsek! Semua ini gara-gara kamu! Aku nggak akan mengampunimu!" teriak Abbas dengan murka saat melihat Fenny tidak mau lagi kembali padanya."Semua itu ulahmu sendiri. Kalau kamu nggak menculik bibiku, mana mungkin kamu akan berakhir seperti ini?" Tirta mendengus sekilas, lalu berbalik dan pergi bersama Ayu.Lagi pula saat ini Abbas tidak ada bedanya lagi dengan orang lumpuh. Sekujur tubuhnya telah banyak tulang yang patah. Tirta juga tidak perlu khawatir dia bisa berbuat macam-macam lagi."Tirta, kenapa kamu bisa menyinggung mereka?" tanya Ayu dengan k
Nabila berucap sembari menangis, "Tirta, kenapa kamu memukulku? Kamu memang nggak berperasaan ...."Nabila baru berani diam-diam datang setelah orang tuanya tidur. Siapa sangka, Nabila malah dipukul Tirta. Dia pun langsung menangis."Kak Nabila, aku pikir kamu itu pencuri. Aku nggak menyangka ternyata kamu yang datang. Kalau tahu, mana mungkin aku tega memukulmu?" bujuk Tirta sambil mengusap kepala Nabila.Untung saja, belakangan ini Tirta mempelajari teknik pijat. Tak lama kemudian, Nabila tidak merasa kesakitan lagi. Namun, Nabila tetap merasa sedih. Biarpun Tirta terus membujuknya, Nabila tetap tidak memedulikan Tirta.Tirta yang panik berjanji, "Kak Nabila, aku memang salah. Tapi, aku jamin kejadian seperti ini nggak akan terulang lagi. Asalkan kamu memaafkanku, kelak aku akan menuruti semua keinginanmu. Oke?"Nabila langsung berhenti menangis dan menimpali, "Benaran? Kalau besok Malvin sengaja mempersulitmu, kamu nggak boleh memukulnya lagi."Tirta menyetujui permintaan Nabila tan
Tiba-tiba, sebuah ide terlintas di benak Tirta. Dia bertanya, "Kak Nabila, apa kamu bisa duduk di kakiku waktu mengajariku membaca?"Nabila yang curiga bertanya balik, "Ha? Kenapa aku harus duduk di kakimu?"Tirta berbohong, "Sekarang aku sedikit mengantuk. Aku takut nggak bisa ingat waktu kamu mengajariku membaca. Kalau kamu duduk di kakiku, aku bisa lebih sadar. Lagi pula, kalau kamu sangat dekat denganku, aku bisa mendengar lebih jelas.""Benaran?" tanya Nabila yang tidak memercayai ucapan Tirta.Tirta menyahut, "Benar. Kak Nabila, kamu begitu baik kepadaku. Mana mungkin aku membohongimu? Masa aku begitu keterlaluan?"Meskipun Nabila memberontak, Tirta tetap menggendong Nabila dan mendudukkan Nabila di kakinya. Saat bokong Nabila menempel di kakinya, Tirta merasa sangat nyaman. Hasratnya pun bergelora.Nabila memperingatkan, "Tirta ... jangan macam-macam! Kalau nggak, aku akan langsung keluar! Kelak aku nggak akan memedulikanmu lagi!"Nabila merasa tidak nyaman duduk di kaki Tirta.
Selesai bicara, Tirta mencium bibir Nabila dengan penuh hasrat, lalu melepaskan pakaiannya. Nabila baru berusia 18 tahun. Kulitnya putih dan mulus. Meskipun masih muda, Nabila mempunyai tubuh yang sintal."Um ... Tirta ... jangan ...," ucap Nabila. Dia gemetaran dan tubuhnya terasa lemas karena Tirta tidak berhenti menggerayanginya. Nabila tidak sanggup mendorong Tirta lagi. Dia memelas seraya menangis, "Kamu nggak boleh meniduriku ... aku mohon ... Tirta ... biarkan aku pergi ....""Kamu nggak boleh pergi. Kak Nabila, sekarang kamu sudah jadi pacarku. Jadi, wajar saja kalau aku menidurimu," tolak Tirta. Dia mulai melepaskan rok Nabila."Tirta, jangan," mohon Nabila seraya mencengkeram ujung roknya. Namun, tenaga Tirta terlalu kuat sehingga rok Nabila pun lepas.Saat ini, Nabila hanya memakai celana dalam. Tirta terpana saat melihat tubuh Nabila yang menggoda. Dia sudah bersiap-siap untuk bersanggama dengan Nabila.Nabila terus memelas, "Tirta, aku mohon. Jangan lakukan itu. Tolong ...
Nabila membujuk, "Tirta, kamu jangan sedih lagi, ya? Kalau nggak, aku mau jadi pacarmu ...."Tirta menarik tangannya dan menimpali dengan acuh tak acuh, "Sudahlah. Aku nggak mau kamu mengasihaniku."Nabila menanggapi, "Aku bukan mengasihanimu. Aku serius dengan omonganku. Kamu sudah melihat tubuhku. Kamu juga menciumku dan menyentuhku. Aku pasti sudah marah sejak awal kalau memang sama sekali nggak menyukaimu. Aku juga menutupinya dari ayahku ...."Nabila menambahkan, "Aku hanya kaget karena tadi kamu terlalu kasar. Masa kamu mau langsung meniduriku?"Melihat Tirta yang kecewa, Nabila pun menangis lagi. Sebenarnya, dia juga menyukai Tirta. Hanya saja, tadi Tirta memang keterlaluan!"Benaran?" tanya Tirta yang mulai sedikit bersemangat. Dia merangkul Nabila dan menyeka air matanya. Tirta melanjutkan, "Tapi, tadi kamu bilang kamu nggak mungkin menikah denganku?"Nabila menjelaskan, "Kamu juga tahu, tuntutan orang tuaku sangat tinggi. Mana mungkin mereka mengizinkan kamu menikahiku? Kalau
"Kak, jangan begitu. Nabila baru keluar. Nanti kita ketahuan," ujar Tirta yang panik. Dia segera mendorong Melati, lalu pergi menutup pintu. Tirta mengintip sosok Nabila yang berlari keluar dari celah pintu. Tampaknya, Nabila takut ditanya Melati lagi. Seharusnya, tadi Nabila tidak melihat kemesraan Tirta dengan Melati. Tirta pun mengembuskan napas lega.Melihat gerak-gerik Tirta, Melati menyindir, "Kamu makin hebat, ya. Baru beberapa hari saja, kamu sudah berhasil menaklukkan Nabila."Tirta menyanggah, "Nggak. Aku dan Nabila nggak ada hubungan apa-apa. Bukannya tadi dia sudah bilang? Dia hanya datang berobat.""Huh, kamu pikir aku bodoh? Kalau berobat, masa bajunya terbuka begitu? Wajahnya juga memerah," timpal Melati. Dia memutar bola matanya, lalu melanjutkan, "Nabila nggak pernah berobat di tempatmu. Kamu nggak usah berbohong kepadaku. Bagaimana rasanya meniduri Nabila?"Tirta pun berbicara jujur, "Aku nggak meniduri Nabila. Dia baru setuju menjadi pacarku. Kita belum sempat melaku
"Ada apa, Bi?" tanya Tirta. Setelah dipanggil beberapa kali, dia baru memberanikan diri untuk mendatangi rumah Ayu. Hanya saja, dia tidak berani menatap wajah wanita itu.Rumah Ayu sama sederhananya dengan rumah Tirta. Meja, ranjang, dan kursinya terbuat dari kayu. Meski begitu, rumah ini sangat wangi. Ruangan di dalamnya juga berkali lipat lebih bersih dan tertata daripada rumah Tirta."Kenapa kamu lelet sekali datangnya?" tanya Ayu. Dia masih berbaring dengan wajah lesu di ranjang, terlihat seakan-akan kurang tidur semalaman.Tirta bertambah gugup saat melihat posisi Ayu sekarang. Dia beralasan, "Aku baru bangun, belum sadar sepenuhnya tadi.""Bibi mau tanya sesuatu padamu. Apa kamu dengar suara-suara aneh semalam?" tanya Ayu sambil mengernyit."Suara apa? Aku nggak dengar tuh. Aku tidur pulas banget kemarin," sahut Tirta seraya menggeleng berulang kali. Dia mengira suara desahan Melati kemarin terlalu keras hingga terdengar Ayu. Namun, ucapan Ayu selanjutnya membuatnya kebingungan.
Setelah mendengar pertanyaan Tirta, beberapa wanita membalas dengan wajah yang merah."Hmph! Kamu membawa begitu banyak bahan obat kemari untuk dijual. Klinikmu pasti sudah mau bangkrut, 'kan?""Benar! Dia orang yang pelit. Kliniknya pantas bangkrut!""Bukan urusan kalian!" sahut Tirta. Dia malas meladeni mereka dan berjalan ke dalam melewati kerumunan."Tirta, kemari!" teriak Nabila. Ternyata dia juga ada di sini. Begitu melihat Tirta, dia segera melambaikan tangannya dengan gembira. Gadis ini sepertinya telah melupakan kejadian tentang Tirta yang membuatnya menangis kemarin.Hari ini, Nabila mengenakan gaun putih bermotif bunga. Namun, warna kulitnya lebih putih dibandingkan pakaiannya. Rambutnya diikat kuncir kuda dengan poni yang sedikit berantakan di dahinya. Dia terlihat seperti gadis lugu. Tirta merasa sangat gemas melihat penampilannya.Ketika hendak menyapanya, Tirta melihat Agus yang berdiri di samping Nabila dengan tatapan mengerikan.Setelah memelototi Tirta, Agus mengomeli
"Nggak usah buru-buru, aku sudah pertimbangkan. Aku nggak akan memberi kalian uang, begitu pula ... nyawaku!" tegas Tirta.Tirta tertawa kepada Arkan, lalu menamparnya. Arkan memaki, "Sialan! Bocah berengsek! Beraninya kamu mempermainkanku!"Tentu saja Arkan marah menghadapi situasi seperti ini. Arkan hendak menarik pengaman pistol, lalu mematahkan kedua tangan dan kaki Tirta terlebih dahulu untuk menakutinya.Namun, tamparan Tirta langsung membuat kepala Arkan terpental dalam sekejap. Sementara itu, tubuh Arkan yang sudah kehilangan kepala masih mempertahankan posisi mengangkat pistol untuk mematahkan kaki dan tangan Tirta.Perubahan yang mendadak ini membuat semua orang di tempat kaget dan juga takut. Setelah tersadar, mereka berkata pada Hafiz dengan ekspresi marah."Kak Arkan! Sialan! Ternyata pemuda ini seorang ahli bela diri!""Bos, pemuda ini sudah membunuh Kak Arkan! Kalau nggak, kita langsung bunuh dia saja!"Hafiz menegur, "Sialan, bukannya orang mati itu hal yang biasa? Dulu
"Empat puluh triliun? Bukannya kalian itu polisi? Kenapa aku merasa kalian seperti bandit?" tanya Tirta.Berdasarkan ucapan Mairah, para polisi ini juga bertugas untuk mencari Susanti biarpun Tirta tidak memberi mereka uang. Lagi pula, mereka tidak menemukan Susanti. Namun, Tirta juga bersedia memberi mereka 2 triliun sebagai ungkapan terima kasih.Melihat kondisi ini, emosi Tirta tersulut. Hafiz yang memimpin melihat Tirta masih begitu muda, tetapi dia sama sekali tidak panik setelah dikepung. Tirta juga bisa menebak masa lalu Hafiz dan lainnya dari ucapan mereka.Hafiz menerka-nerka identitas Tirta, 'Eh? Sebenarnya apa latar belakang pemuda ini? Kenapa dulu aku nggak pernah mendengar tentangnya?'Salah satu bawahan kepercayaan Hafiz maju, lalu tertawa dan berujar sembari menunjuk Tirta, "Kak, pemuda ini benar-benar pintar. Dia bisa menebak profesi kita dulu."Puluhan polisi juga ikut menghina Tirta. Sikap mereka sangat keterlaluan."Benar! Dulu kami termasuk bandit. Hanya saja, akhir
Belasan menit kemudian, 13 orang terakhir juga dibunuh oleh Tirta. Setelah menyimpan Pedang Terbang, Tirta melihat mayat-mayat di tanah. Perasaannya campur aduk.Tirta merasa sejak dirinya menguasai kultivasi, hasrat membunuhnya makin kuat. Dulu dia hampir tidak pernah berpikiran untuk membunuh.Saat Tirta sedang gundah dan meragukan dirinya sendiri, suara Genta terdengar. "Kamu sudah menjalani kehidupan di luar alam fana. Kamu nggak usah sedih karena kematian para pecundang ini. Mereka nggak pantas."'Kak, aku juga manusia. Tapi, aku merasa sekarang aku nggak berperikemanusiaan sedikit pun,' balas Tirta. Dia memeluk Susanti makin erat, tetapi hatinya masih kalut.Genta bertanya balik, "Kalau begitu, beri tahu aku apa artinya berperikemanusiaan?"Tirta mendesah dan menjawab, 'Berperikemanusiaan itu ... aku juga nggak tahu. Aku cuma merasa jelas-jelas aku bisa melepaskan mereka dan menyuruh mereka bersumpah ke depannya nggak akan membocorkan hal ini. Tapi, aku tetap membunuh mereka. Kak
Pedang Terbang yang bergerak sangat cepat menebas belasan kepala ahli serangga dalam sekejap. Para ahli serangga dari Desa Hiradi dan Desa Tayur tidak mampu menangkis serangan Tirta. Serangga guna-guna yang mereka banggakan sangat lemah di hadapan Pedang Terbang, seperti anak kecil 3 tahun yang menghadapi orang dewasa.Dalam waktu singkat, puluhan ahli serangga yang awalnya sangat percaya diri merasa tidak berdaya. Mereka yang kalah telak berteriak histeris.Wafri kaget. Dia bergumam, "Apa ... yang terjadi? Pedang ini bisa terbang .... Apa aku berhalusinasi?"Namun, suara teriakan makin jelas. Wafri tidak berani berlama-lama lagi. Dia berusaha keras untuk kabur."Sialan ... sebenarnya siapa pemuda ini? Jamil berengsek! Kamu mencelakaiku!" omel Aezar. Dia yang ketakutan setengah mati juga berusaha kabur."Lari saja, aku mau lihat kaki kalian atau pedangku lebih cepat!" seru Tirta. Dia memancarkan aura membunuh.Tirta menjentik jarinya, lalu bola api muncul dan jatuh ke mayat-mayat yang
Marila segera berucap dengan ekspresi cemas, "Paman, kita jangan habiskan waktu lagi. Kita sama-sama bawa bawahanmu pergi ke Desa Benad secepatnya!""Oke, tapi naik mobil terlalu lambat. Aku suruh orang untuk cari helikopter. Kita naik helikopter ke sana saja," sahut Idris. Dia membawa Marila naik ke mobil, lalu bergegas pergi ke pusat kota.....Waktu kembali ke 2 jam kemudian. Di bawah rumah panggung Susana, sebelumnya Tirta sudah membantai belasan ahli serangga Desa Benad yang tersisa.Tiba-tiba, puluhan ahli serangga mengepung Tirta. Mereka berasal dari Desa Hiradi dan Desa Tayur. Tirta tidak ingin membunuh orang yang tidak bersalah, ditambah lagi dia ingin segera memulihkan ingatan Susanti.Jadi, Tirta tidak langsung bertindak. Dia berkata kepada puluhan orang itu, "Sepertinya aku nggak punya dendam dengan kalian. Kalau kalian nggak mau mati sia-sia, cepat minggir."Aezar mengamati Tirta dengan sinis. Dia mendengus dan berbicara terlebih dahulu, "Kamu memang nggak punya dendam den
Dua jam yang lalu, Marila langsung menelepon pamannya setelah berpisah dengan Tirta. Pamannya adalah gubernur yang memimpin Provinsi Naru. Dia merupakan pejabat yang mengurus perbatasan. Namanya Idris.Marila meminta Idris mengutus orang untuk mencari Susanti. Sementara itu, Marila yang menaiki taksi sedang dalam perjalanan untuk bertemu Idris.Tentu saja, Marila juga mempunyai alasan datang jauh-jauh dari ibu kota ke Provinsi Naru untuk mencari Idris. Awalnya Idris juga merupakan pejabat tinggi di ibu kota. Kemudian, Idris menyinggung orang hebat karena salah bicara. Dia hampir kehilangan posisi sebagai pejabat.Untung saja, Saba turun tangan untuk melindungi Idris. Namun, Idris dipindahkan ke Provinsi Naru yang terpencil karena masalah ini. Dia menjadi seorang gubernur. Kemungkinan dia tidak mempunyai kesempatan untuk kembali ke ibu kota lagi seumur hidup.Setelah itu, petinggi negara memerintahkan untuk membasmi kejahatan di seluruh negeri. Provinsi Naru adalah wilayah yang dikuasai
Apalagi kompetisi serangga akan segera diadakan. Demi memenangkan kompetisi, mereka juga ingin datang untuk mengambil keuntungan. Tujuan mereka adalah merebut Serangga Emas yang dimurnikan dengan susah payah. Jadi, mereka baru menerobos masuk ke Desa Benad.Jamil buru-buru maju dengan napas terengah-engah saat melihat kedua belah pihak yang hendak berkelahi demi merebut Serangga Emas.Jamil menunjuk Tirta yang sedang membunuh di bawah rumah panggung sambil berteriak, "Kepala desa sekalian, jangan bertengkar lagi. Serangga Emas sudah diambil oleh seorang pemuda yang datang dari luar. Nenek Benad dan ayahku sudah dibunuh olehnya!""Siapa yang membunuh pemuda itu akan mendapatkan Serangga Emas. Ayahku sudah mati, jadi aku yang membuat keputusan di Desa Benad. Aku akan membawa semua penduduk Desa Benad untuk membela pihak yang membantuku balas dendam," lanjut Jamil.Jamil meneruskan, "Kalau aku melanggar janjiku, aku akan disambar petir dan dihabisi semua serangga guna-guna. Aku akan mati
Orang yang ditarik Jayadi untuk mengadang serangan pedang Tirta sudah mati. Namun, Jayadi tidak merasa kesakitan selain kepalanya yang makin gatal dan pandangannya yang makin kabur.Jayadi berusaha mengerahkan Serangga Batu dan Serangga Pelumpuh, lalu berujar pada Tirta dengan sinis, "Pemuda sialan, hanya begini kemampuanmu? Kamu sama sekali nggak bisa melukaiku. Haha, selanjutnya sudah saatnya aku bertindak!"Sesuai namanya, Serangga Batu bisa membuat orang yang digigit membatu. Sementara itu, sekujur tubuh orang yang digigit Serangga Pelumpuh akan mati rasa. Mereka tidak akan mampu melawan lagi.Kedua serangga ini bisa memberikan efek yang sama. Jayadi yakin Tirta yang merupakan orang luar pasti tidak bisa menghadapi serangan serangganya. Nanti Jayadi bisa menghabisi Tirta dengan mudah.Hanya saja, tiba-tiba terdengar suara Jamil yang samar dan panik. "Ayah ... kamu ... nggak ... apa-apa, 'kan?""Aku ... nggak ... apa-apa ....," sahut Jayadi. Dia merasa aneh, tetapi dia tetap menangg
Tirta mendengus dan berkata, "Aku memang mau membuat perhitungan denganmu! Sekarang kamu yang cari aku, jadi aku bisa menghemat waktuku!"Tirta melihat dengan menggunakan mata tembus pandang. Ternyata Jamil yang pergi tadi sudah kembali. Dia membawa Jayadi dan belasan ahli serangga di Desa Benad. Mereka membuat masalah di bawah rumah panggung.Tirta langsung menyuruh Anton dan Yuli mengikutinya. Dia yang menggendong Susanti keluar dari kamar terlebih dahulu.Sementara itu, Jamil yang berada di bawah rumah panggung langsung panik begitu melihat Tirta keluar dari kamar sambil menggendong Susanti.Jamil yang cemburu berseru, "Ayah, pemuda itu yang membunuh Nenek Benad! Cepat bunuh dia! Jangan sampai dia membawa Susanti pergi!"Jayadi meremehkan Tirta setelah melihat tampangnya yang lucu dan wajahnya yang masih muda. Dia berucap kepada Jamil, "Jamil, dia masih muda. Untuk apa kamu takut? Tenang saja, aku nggak akan membiarkan dia pergi dari Desa Benad hidup-hidup. Wanita itu milikmu dan di