"Tiduri dia! Harus tiduri dia sampai puas! Kalau nggak, sia-sia kita dipukul pagi ini!" Orang yang sedang berbicara adalah Abbas dan Enes. Lantaran masih kesal karena dipukul Tirta tadi pagi, mereka menculik Ayu dan ingin membalas dendam padanya!"Jangan mendekat ...." Pada saat ini, Ayu benar-benar ketakutan. Dia tidak ingin disentuh oleh pria-pria busuk ini. Sebab, dia tidak akan bisa berhadapan dengan Tirta nantinya jika sampai dinodai!"Kita ini sama-sama penduduk desa. Kalau Tirta melakukan kesalahan pada kalian, aku mewakilinya minta maaf. Nggak perlu sampai begitu.""Apa gunanya minta maaf? Lebih baik tiduri kamu!" seru Abbas sambil terkekeh-kekeh. Dia sudah membayangkan adegan nikmat saat meniduri Ayu."Ya, jangan harap Tirta akan datang menolongmu. Jangan-jangan dia sudah sedang dimakan harimau sekarang!" kata Enes sambil menatap Ayu dengan tatapan berbinar. Saat pergi ke klinik tadi, mereka tidak melihat sosok Tirta sama sekali, sehingga mereka beranggapan bahwa dia pasti sud
"Tirta, hati-hati! Jangan gegabah!" teriak Ayu dengan cemas. Dia tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi. Namun, dia khawatir Tirta tidak bisa melawan Enes dan yang lainnya sekaligus."Bibi tenang saja. Kalau mereka berani menyentuhmu, aku akan membuat mereka menanggung akibatnya!" balas Tirta yang sedang di puncak emosinya."Kamu mau berlagak? Aku nggak semudah itu ditindas! Kalau nggak kuhabisi kamu hari ini, jangan panggil aku Enes!" teriak Enes sambil mengangkat kursi dan hendak menghajarnya ke kepala Tirta."Berengsek!" maki Tirta. Dia melayangkan tinjunya untuk menyambut serangan Enes.Brak! Kursi di tangan Enes langsung hancur dan berserakan ke mana-mana. Sementara itu, tinju Tirta masih terus mengarah ke pundak Enes. Seiring dengan suara derakan, Enes merasakan bahwa pundaknya telah hancur dan dia berteriak dengan histeris."Cih, dasar sampah!" maki Tirta. Dampak yang paling mengerikan dari tinjunya ini adalah bisa membuat Enes lumpuh selamanya dan hidupnya akan jadi sangat
Fenny telah bertekad untuk bercerai. Dia meludahi Abbas, lalu pergi tanpa menoleh sama sekali. Saat berpapasan dengan Tirta, Fenny menghentikan langkahnya dan berkata, "Maafkan aku, Tirta. Aku salah paham padamu tadi. Kalau bukan karena kamu, aku masih nggak tahu wujud asli si bajingan itu. Kalau kamu butuh bantuan kelak, hubungi saja aku. Anggap saja aku berutang budi padamu."Tirta mengangguk sekilas dan tidak berkomentar apa pun."Berengsek! Semua ini gara-gara kamu! Aku nggak akan mengampunimu!" teriak Abbas dengan murka saat melihat Fenny tidak mau lagi kembali padanya."Semua itu ulahmu sendiri. Kalau kamu nggak menculik bibiku, mana mungkin kamu akan berakhir seperti ini?" Tirta mendengus sekilas, lalu berbalik dan pergi bersama Ayu.Lagi pula saat ini Abbas tidak ada bedanya lagi dengan orang lumpuh. Sekujur tubuhnya telah banyak tulang yang patah. Tirta juga tidak perlu khawatir dia bisa berbuat macam-macam lagi."Tirta, kenapa kamu bisa menyinggung mereka?" tanya Ayu dengan k
Nabila berucap sembari menangis, "Tirta, kenapa kamu memukulku? Kamu memang nggak berperasaan ...."Nabila baru berani diam-diam datang setelah orang tuanya tidur. Siapa sangka, Nabila malah dipukul Tirta. Dia pun langsung menangis."Kak Nabila, aku pikir kamu itu pencuri. Aku nggak menyangka ternyata kamu yang datang. Kalau tahu, mana mungkin aku tega memukulmu?" bujuk Tirta sambil mengusap kepala Nabila.Untung saja, belakangan ini Tirta mempelajari teknik pijat. Tak lama kemudian, Nabila tidak merasa kesakitan lagi. Namun, Nabila tetap merasa sedih. Biarpun Tirta terus membujuknya, Nabila tetap tidak memedulikan Tirta.Tirta yang panik berjanji, "Kak Nabila, aku memang salah. Tapi, aku jamin kejadian seperti ini nggak akan terulang lagi. Asalkan kamu memaafkanku, kelak aku akan menuruti semua keinginanmu. Oke?"Nabila langsung berhenti menangis dan menimpali, "Benaran? Kalau besok Malvin sengaja mempersulitmu, kamu nggak boleh memukulnya lagi."Tirta menyetujui permintaan Nabila tan
Tiba-tiba, sebuah ide terlintas di benak Tirta. Dia bertanya, "Kak Nabila, apa kamu bisa duduk di kakiku waktu mengajariku membaca?"Nabila yang curiga bertanya balik, "Ha? Kenapa aku harus duduk di kakimu?"Tirta berbohong, "Sekarang aku sedikit mengantuk. Aku takut nggak bisa ingat waktu kamu mengajariku membaca. Kalau kamu duduk di kakiku, aku bisa lebih sadar. Lagi pula, kalau kamu sangat dekat denganku, aku bisa mendengar lebih jelas.""Benaran?" tanya Nabila yang tidak memercayai ucapan Tirta.Tirta menyahut, "Benar. Kak Nabila, kamu begitu baik kepadaku. Mana mungkin aku membohongimu? Masa aku begitu keterlaluan?"Meskipun Nabila memberontak, Tirta tetap menggendong Nabila dan mendudukkan Nabila di kakinya. Saat bokong Nabila menempel di kakinya, Tirta merasa sangat nyaman. Hasratnya pun bergelora.Nabila memperingatkan, "Tirta ... jangan macam-macam! Kalau nggak, aku akan langsung keluar! Kelak aku nggak akan memedulikanmu lagi!"Nabila merasa tidak nyaman duduk di kaki Tirta.
Selesai bicara, Tirta mencium bibir Nabila dengan penuh hasrat, lalu melepaskan pakaiannya. Nabila baru berusia 18 tahun. Kulitnya putih dan mulus. Meskipun masih muda, Nabila mempunyai tubuh yang sintal."Um ... Tirta ... jangan ...," ucap Nabila. Dia gemetaran dan tubuhnya terasa lemas karena Tirta tidak berhenti menggerayanginya. Nabila tidak sanggup mendorong Tirta lagi. Dia memelas seraya menangis, "Kamu nggak boleh meniduriku ... aku mohon ... Tirta ... biarkan aku pergi ....""Kamu nggak boleh pergi. Kak Nabila, sekarang kamu sudah jadi pacarku. Jadi, wajar saja kalau aku menidurimu," tolak Tirta. Dia mulai melepaskan rok Nabila."Tirta, jangan," mohon Nabila seraya mencengkeram ujung roknya. Namun, tenaga Tirta terlalu kuat sehingga rok Nabila pun lepas.Saat ini, Nabila hanya memakai celana dalam. Tirta terpana saat melihat tubuh Nabila yang menggoda. Dia sudah bersiap-siap untuk bersanggama dengan Nabila.Nabila terus memelas, "Tirta, aku mohon. Jangan lakukan itu. Tolong ...
Nabila membujuk, "Tirta, kamu jangan sedih lagi, ya? Kalau nggak, aku mau jadi pacarmu ...."Tirta menarik tangannya dan menimpali dengan acuh tak acuh, "Sudahlah. Aku nggak mau kamu mengasihaniku."Nabila menanggapi, "Aku bukan mengasihanimu. Aku serius dengan omonganku. Kamu sudah melihat tubuhku. Kamu juga menciumku dan menyentuhku. Aku pasti sudah marah sejak awal kalau memang sama sekali nggak menyukaimu. Aku juga menutupinya dari ayahku ...."Nabila menambahkan, "Aku hanya kaget karena tadi kamu terlalu kasar. Masa kamu mau langsung meniduriku?"Melihat Tirta yang kecewa, Nabila pun menangis lagi. Sebenarnya, dia juga menyukai Tirta. Hanya saja, tadi Tirta memang keterlaluan!"Benaran?" tanya Tirta yang mulai sedikit bersemangat. Dia merangkul Nabila dan menyeka air matanya. Tirta melanjutkan, "Tapi, tadi kamu bilang kamu nggak mungkin menikah denganku?"Nabila menjelaskan, "Kamu juga tahu, tuntutan orang tuaku sangat tinggi. Mana mungkin mereka mengizinkan kamu menikahiku? Kalau
"Kak, jangan begitu. Nabila baru keluar. Nanti kita ketahuan," ujar Tirta yang panik. Dia segera mendorong Melati, lalu pergi menutup pintu. Tirta mengintip sosok Nabila yang berlari keluar dari celah pintu. Tampaknya, Nabila takut ditanya Melati lagi. Seharusnya, tadi Nabila tidak melihat kemesraan Tirta dengan Melati. Tirta pun mengembuskan napas lega.Melihat gerak-gerik Tirta, Melati menyindir, "Kamu makin hebat, ya. Baru beberapa hari saja, kamu sudah berhasil menaklukkan Nabila."Tirta menyanggah, "Nggak. Aku dan Nabila nggak ada hubungan apa-apa. Bukannya tadi dia sudah bilang? Dia hanya datang berobat.""Huh, kamu pikir aku bodoh? Kalau berobat, masa bajunya terbuka begitu? Wajahnya juga memerah," timpal Melati. Dia memutar bola matanya, lalu melanjutkan, "Nabila nggak pernah berobat di tempatmu. Kamu nggak usah berbohong kepadaku. Bagaimana rasanya meniduri Nabila?"Tirta pun berbicara jujur, "Aku nggak meniduri Nabila. Dia baru setuju menjadi pacarku. Kita belum sempat melaku
"Bu Yanti, jangan ...." Arum ingin menghentikan, tetapi sudah terlambat. Dia hanya bisa mengikuti Yanti masuk ke vila."Tirta ini kaya sekali ya. Dia bukan cuma mengontrak seluruh lahan di desa untuk menanam bibit pohon buah, tapi juga membangun vila semegah ini.""Dekorasi di dalamnya mewah banget, bahkan rumahku ... ehem, bahkan rumah di kota pun kalah," ucap Yanti yang mengelilingi vila sambil mengagumi isinya."Bu Yanti, sepertinya sudah cukup, 'kan? Aku agak ngantuk, ayo kita pulang." Arum terpaksa menemani Yanti mengelilingi lantai pertama. Dia menarik ujung baju Yanti dengan erat.Untungnya, di lantai pertama tidak terdengar suara aneh. Kalau tidak, Arum benar-benar bingung harus bagaimana menjelaskan kepada Yanti."Arum, ini pertama kalinya aku datang ke sini. Kasih aku keliling sebentar. Kita belum lihat lantai dua dan tiga. Setelah itu, kita langsung pulang." Yanti tampak sangat bersemangat dan sama sekali tidak terlihat ingin pulang."Lagi pula, aku lihat lampu di lantai tig
Ayu mengantar Arum dan Yanti ke luar klinik. Saat ini, hanya tersisa Ayu, Melati, dan Nia di klinik. Jadi, Nia pun punya tempat untuk tidur."Arum, kulihat kamu agak murung. Apa ada masalah?" tanya Yanti dengan curiga."Nggak kok, aku cuma capek siang tadi. Nggak ada masalah," sahut Arum yang menghela napas.Awalnya, Arum hanya ingin mencoba dengan Tirta. Dia tidak berniat untuk merebut Tirta atau bersaing dengan Ayu dan lainnya.Namun, setelah mereka benar-benar bersama, Ayu malah tidak bisa menahan kecemburuannya melihat Tirta bersama wanita lain."Masa? Aku rasa kamu agak aneh hari ini. Aku pikir kamu ditindas orang. Baguslah kalau nggak ada. Kalau ada yang berani menindasmu, bilang saja padaku. Aku suruh Zoro dan Kuro gigit mereka!" ucapYanti sambil menepuk dadanya. Namun, dia tidak begitu percaya pada ucapan Arum."Terima kasih, Bu Yanti. Oh ya, kamu datang malam-malam untuk cari Tirta karena masalah perban di dada?" Arum langsung mengalihkan topik."Kamu tahu Tirta yang membalut
Target pertama Tirta tidak lain adalah Susanti. Ini karena Susanti yang selalu menunjukkan kekesalannya setiap kali Tirta bertemu Agatha.Di situasi seperti ini, Susanti tentu melawan sekuat tenaga. Namun, tidak peduli bagaimana dia melawan, dia tentu bukan tandingan Tirta.Setelah diberi pelajaran oleh Tirta selama belasan menit, Susanti akhirnya menangis sambil memohon ampun.Kemudian, Tirta segera menyerang Agatha. Hanya dalam belasan menit, Agatha juga menyerah. Bagaimanapun, Tirta tidak menahan tenaganya sedikit pun. Tujuannya memang supaya kedua wanita ini tidak bertengkar setiap kali bertemu."Sekarang sudah ingat ucapanku tadi? Lain kali ketemu Kak Agatha masih berani berdebat?" tanya Tirta yang memandang Susanti dari atas dengan penuh wibawa."Ya, aku nggak akan berani lagi. Maafkan aku .... Kelak Agatha adalah sahabatku. Jangan serang aku lagi ...," pinta Susanti sambil meringkuk di tepi ranjang dengan tubuh bergetar."Huh! Bagus kalau sudah tahu kesalahanmu! Kak Agatha, gima
"Ini nggak ada apa-apanya. Tirta punya banyak kekasih," sindir Susanti."Aku ... ini nggak ada hubungannya denganku. Aku pergi ke dapur untuk lihat masakannya," timpal Nia. Dia takut terlibat permasalahan ini, jadi dia segera mencari alasan untuk keluar dari klinik.Sekarang hanya tersisa Tirta, Agatha, dan Susanti di klinik. Suasananya menjadi canggung. Tirta angkat bicara, "Itu ...."Sebelum Tirta menyelesaikan ucapannya, Agatha dan Susanti membentak secara bersamaan."Diam! Ini bukan urusanmu!""Cepat keluar! Aku pusing lihat kamu!""Oh, oke. Aku keluar sebentar," ucap Tirta. Dia mendesah, lalu keluar dari klinik. Sebelum Tirta berjalan sampai ke pintu, Agatha dan Susanti membentak secara bersamaan lagi."Tirta, tunggu dulu! Kenapa kamu menuruti kemauannya? Kenapa kamu begitu patuh?""Cepat kembali! Kamu nggak boleh pergi ke mana pun!"Kemudian, Agatha dan Susanti saling membentak lagi."Kenapa kamu ikut-ikutan aku bicara?""Berhenti!"Melihat perdebatannya makin sengit, Tirta langs
Tirta tertawa, lalu berkata, "Tenang saja, Kak Nia. Ke depannya kamu juga akan menjadi orang kaya."Agatha mengepalkan tangannya dan menyemangati, "Benar, Kak Nia. Kamu harus berjuang bersama Tirta untuk mengembangkan kebun buah. Ke depannya kamu akan jadi idolaku!"Nia menimpali dengan wajah memerah, "Terima kasih, Tirta dan Agatha. Aku benar-benar beruntung bisa bertemu kalian. Biarpun ke depannya aku menjadi kaya, aku juga nggak akan melupakan kebaikan kalian."Selain berterima kasih kepada Tirta, Nia juga mengagumi dan menghormatinya. Perasaan minder Nia juga langsung sirna.Tiba-tiba, terdengar suara yang familier dari luar. "Tirta, kenapa Bu Agatha belum pulang? Apa yang kalian bicarakan?"Ternyata, hari ini Susanti menyelesaikan pekerjaannya lebih awal dan segera kembali ke klinik. Saat pagi, Susanti masih bersikap sungkan pada Agatha karena dia harus menyelesaikan kasus.Namun, sekarang Susanti hanya kekasih Tirta. Tentu saja dia merasa tidak senang ketika melihat Agatha.Agath
Tirta menyahut seraya mengangguk, "Boleh. Lebih bagus kalau bisa diganti jadi bibit bahan obat. Kak Agatha, kamu sekalian bantu aku beli bahan obat lain lagi ...."Tirta memberi tahu Agatha bahan yang dibutuhkan untuk membuat penawar labirin obat. Agatha berpikir sejenak, lalu menanggapi, "Semua bahan obat ini ada di gudang perusahaanku. Nanti aku suruh bawahanku siapkan semua bahan obat itu. Besok pagi, aku suruh orang antar kemari."Agatha menambahkan, "Selain itu, aku lihat belakangan ini kamu butuh uang tunai. Aku suruh bawahan tarik dana 20 miliar dari rekening perusahaan untukmu."Tirta yang ragu membalas, "Kak Agatha, aku punya uang. Sebaiknya kamu jangan pakai dana perusahaan."Agatha menyanggah, "Dana perusahaan juga uangmu. Kalau bukan karena kamu, mana mungkin perusahaan bisa menghasilkan begitu banyak uang? Kamu pakai saja, nggak ada yang menentang."Mendengar ucapan Agatha, Tirta juga tidak menolak lagi. Nia yang penasaran bertanya, "Agatha, perusahaan kalian bergelut dala
"Ucapanmu nggak bisa dipercaya!" komentar Agatha. Kemudian, dia memandang Ayu sembari memohon, "Bibi Ayu, aku nggak bisa mengawasi Tirta setiap hari. Selama aku nggak bersamanya, tolong awasi Tirta. Takutnya dia mendekati wanita lain tanpa sepengetahuanku."Ayu mengangguk dan menyahut, "Tenang saja, Agatha. Aku pasti akan mengawasi Tirta."Melati menimpali, "Agatha, aku juga akan bantu kamu awasi Tirta. Selama ada kami berdua, Tirta nggak akan berani menyentuh wanita lain."Ayu dan Melati juga merupakan kekasih Tirta. Tentu saja mereka akan mengawasi Tirta. Bisa dibilang, itu memang tugas mereka.Agatha membalas dengan ekspresi gembira, "Terima kasih, Bibi Ayu dan Kak Melati. Nanti aku akan bawakan alat rias dan baju waktu kembali dari kota."Tirta merasa tidak berdaya. Dia berujar, "Kalian mengobrol saja. Aku mau buat peta labirin obat."Kemudian, Tirta mencari kertas, pensil, dan buku kuno pengobatan. Dia mengikuti catatan buku kuno untuk menggambar labirin obat berdasarkan kondisi D
Sebagian bawahan Farida segera membantu setelah tahu Tirta akan menurunkan bibit pohon buah. Namun, jumlah bibit yang diantar kali ini terlalu banyak. Ditambah dengan belasan sopir truk dan Tirta, semua bibit baru selesai dibereskan dalam waktu hampir 2 jam.Kemudian, Tirta menanyakan nomor rekening sopir truk. Dia hendak meminta bantuan Agatha untuk mentransfer bayaran kepada sopir truk. Masalahnya, para sopir truk tidak bersedia menerima uang Tirta.Tirta terpaksa membatalkan niatnya. Nanti dia baru memberikan uangnya kepada bos penjual bibit. Dengan begitu, bos penjual bibit yang akan menyerahkan uang tersebut kepada para sopir truk.Setelah sopir truk pergi, Tirta berterima kasih kepada bawahan Farida. Para bawahan Farida berkomentar."Tirta, justru kami yang harus berterima kasih padamu.""Kak Farida sudah beri tahu kami bahwa kamu mau beri kami gaji sejuta per hari untuk mengurus kebun buah.""Kami nggak menyangka bisa mendapatkan kerjaan sebagus ini!""Ke depannya kamu panggil k
Sopir itu memprotes, "Apa? Kita harus melanjutkan perjalanan lagi dan membantumu merendam bibit di sungai? Kami cuma sopir yang mengantar barang, bukan pembantumu! Kamu kerjakan saja sendiri!"Sopir menambahkan, "Lagi pula, kami sudah dibayar! Kami nggak mau bantu kamu!"Kemudian, sopir itu memberi tahu rekannya tentang permintaan Tirta. Mereka memang gusar karena tadi truk terjerembap. Tentu saja, sekarang mereka tidak ingin memenuhi permintaan Tirta. Bahkan, ada yang menganggap Tirta tidak mempunyai hati nurani.Tirta yang merasa tidak berdaya menjelaskan, "Aku juga nggak bilang kalian nggak dibayar. Kenapa kalian memarahiku?"Sopir truk mengomel, "Biarpun dibayar, kami juga nggak mau! Kami sudah lelah, kami nggak mau kerja lagi! Jangan sok hebat mentang-mentang kamu punya banyak uang!"Ayu dan lainnya mengernyit begitu mendengar ucapan sopir truk. Sebelum mereka angkat bicara, beberapa sopir yang sebelumnya meremehkan Tirta turun dari truk.Salah satu dari mereka berseru, "Yuda, cuk