"Cih, aku masih perawan. Selain kamu, nggak ada pria lain yang pernah menyentuhku sama sekali. Mana mungkin ada airnya," ucap Susanti dengan nada manja dan wajah yang merona."Kalau kamu nggak mau makan ini, nggak ada makanan lain lagi yang kubawa!" Susanti sepertinya memahami bahwa Tirta tidak berani berbuat macam-macam padanya karena mengingat status Susanti. Hal ini membuatnya semakin ingin menggoda Tirta."Haeh, kalau kamu bukan polisi, aku memang ingin mencicipinya," keluh Tirta setelah menghela napas berat.Dalam hatinya bertanya-tanya, apakah Susanti benar-benar tidak menganggapnya sebagai seorang pria? Apa dia pikir Tirta benar-benar tidak berani menidurinya? Ini keterlaluan sekali!"Cuma punya nafsu tapi nggak punya nyali. Kamu ini benar-benar pria paling pengecut yang pernah kutemui.""Huh! Kamu ini benar-benar keterlaluan! Aku nggak bisa bersabar lagi! Akan kuhabisi kamu hari ini. Kamu harus tahu kehebatanku!" seru Tirta.Ucapan Susanti yang penuh penghinaan ini membuat Tirt
Penampilan Susanti saat ini tampak serius sehingga membuatnya terkesan sangat keren. Hati Tirta tersentuh melihatnya. Dibandingkan dengan penampilannya yang menggemaskan saat diganggu Tirta sebelumnya, Tirta merasa Susanti yang saat ini lebih memesona."Oke, lakukan sesuai perintahmu saja. Setelah pelakunya ditangkap nanti, nggak ada urusanku lagi di sini," ujar Tirta sambil mengalihkan pandangannya.Dari celah di antara pepohonan, terlihat bahwa waduk yang terletak tidak jauh dari sana semakin bergejolak. Gelombang air yang berlapis-lapis tampak menakutkan seperti ombak lautan. Di tengah waduk, samar-samar terlihat sebuah pusaran air besar yang perlahan-lahan terbentuk!"Anggota Black Gloves datang di waktu yang tepat. Makam kuno di dasar waduk ini telah hampir sepenuhnya terbuka!" Tirta juga mulai ikut panik. Rahasia seperti apa yang tersimpan di dasar waduk ini sehingga membuat organisasi luar negeri mengincarnya?....Pada saat bersamaan, di sisi lain.Di jalan menuju Desa Persik,
Di mobil paling depan, duduk seorang wanita berjaket kulit dan berkacamata hitam di kursi penumpang. Orang itu tentu saja adalah wanita berambut pirang, Alicia. Dia adalah anggota inti Organisasi Black Gloves. Namun saat ini, tidak ada polisi yang menyadari kehadirannya!...."Mereka sudah datang!"Setengah jam kemudian, Susanti dan Tirta yang bersembunyi di belakang pepohonan telah melihat tiga mobil Mercedes-Benz yang melaju ke tepi waduk. Seketika, kedua orang itu langsung menjadi gugup.Sementara itu, kedua tim bantuan Susanti juga sudah tiba. Jumlah anggota kepolisian yang berada di lokasi itu sekitar 30-an orang."Bu Susanti, bukannya mereka mau merampok makam? Kenapa nggak ada pergerakan?" tanya seorang polisi muda.Ketiga mobil itu tiba di tepi waduk dan berhenti. Namun, tidak ada seorang pun yang turun dari mobil. Jelas sekali, hal ini sangat tidak wajar."Kalau mereka nggak bergerak, kita juga jangan bertindak dulu. Anggota kita nggak banyak sekarang. Tunggu sampai Kapten Tro
Jenny, Yohan, dan kedua sopir lainnya duduk di mobil mereka masing-masing dengan tenang. Tidak peduli bagaimana pun para polisi di luar mendesak mereka, mereka tetap tidak bergerak sama sekali. Semakin lama waktu yang diulur, situasi jadi semakin menguntungkan bagi mereka."Nggak mau buka? Langsung hancurkan saja kaca jendelanya, paksa mereka keluar!" Niko mulai panik dan menembak kaca jendela.Dor!Setelah terdengar tembakan, kaca jendela itu masih tampak utuh. Hanya terlihat sedikit titik berwarna putih di kaca jendela. Peluru yang ditembakkan malah terpental kembali dan mengenai paha Niko."Argh! Ini kaca anti-peluru. Nggak bisa ditembak!" teriak Niko sambil memegang pahanya dengan kesakitan."Biar kuperiksa lukamu." Tirta langsung maju untuk memeriksanya. Untungnya, peluru yang telah dipentalkan tidak begitu berbahaya lagi seperti saat baru ditembakkan. Tirta mengambil peluru tersebut dengan mudah, lalu merobek pakaiannya untuk membalut luka Niko dengan sederhana."Terima kasih, Do
Niko dan Troy beranggapan bahwa Tirta tidak mungkin bisa berhasil. Bahkan peluru saja tidak sanggup menembus kaca jendela itu, apalagi tinju."Bisa atau nggak, biar kucoba dulu. Kalau nggak hajar orang asing sialan ini sampai babak belur, jangan panggil namaku Tirta!"Emosi Tirta telah memuncak saat ini, sehingga dia tidak menggubris nasihat siapa pun. Dia menggerakkan aliran udara perak ke tinjunya, lalu melayangkan pukulan ke jendela anti-peluru.Krak!Sebuah retakan kecil mulai merambat dari bagian yang ditinju oleh Tirta."Astaga! Persetan! Mana mungkin ini bisa terjadi!" seru Yohan dengan kaget."Tinjunya menghancurkan kaca yang bahkan tidak bisa ditembus oleh peluru ...." Jenny yang awalnya hanya menyaksikan semuanya dengan diam dari samping, juga ikut terperangah melihat kondisi saat ini. Mereka menatap Tirta dengan tatapan takjub."Sial, mataku salah lihat ya?" Susanti, Niko, Troy, dan para polisi lainnya juga ikut tercengang."Kenapa teriak-teriak? Tunggu saja sampai tinjuku i
Yohan dipukul hingga berputar beberapa kali di tempat. Bahkan giginya juga copot beberapa buah."Be ... beraninya kamu memukulku! Aku ini anggota parlemen Negara Martim! Perbuatanmu ini akan dikecam!" teriak Yohan sambil menggertakkan gigi setelah menenangkan dirinya.Sementara itu, kedua sopir dari mobil lainnya langsung turun dari mobil setelah melihat Yohan dipukul. "Cari tahu nomor pemimpin mereka. Kita harus dapat penjelasan untuk masalah ini!" perintah Jenny kepada seorang pria asing di belakangnya.Susanti dan beberapa orang lainnya sangat jelas bahwa tindakan mereka ini hanya untuk mengulur waktu, tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa."Aku bukan anggota kepolisian, nggak ada yang bisa mengatur aku! Kalian mau penjelasan, 'kan? Kuberi penjelasan sekarang juga!" Tirta langsung maju dan menampar wajah Jenny.Wajah Jenny yang tadinya tampak cantik, kini terlihat bekas tamparan yang jelas dan darah yang mengalir dari sudut bibirnya."Berani-beraninya kamu memukulku?" Jenny memel
Troy dan Niko marah besar. Pada saat bersamaan, mereka juga merasa kagum terhadap cara yang digunakan Tirta."Jenny, ada apa denganmu? Kenapa kamu mengkhianati Nona? Kamu benar-benar menyia-nyiakan kepercayaan Nona!" teriak Yohan dan kedua pria lainnya dengan terkejut. Meski tidak tahu alasannya, mereka bisa menebak bahwa hal ini pasti berkaitan dengan Tirta."Diam! Kalau berani berisik lagi, aku akan tusukkan jarum pada kalian juga biar kalian tahu rasa!" bentak Tirta."Kamu ...." Yohan dan beberapa orang lainnya tidak berani lagi meremehkan Tirta. Mereka terpaksa diam."Troy, Niko, kalian jaga mereka di sini, sekalian tanyakan semua kasus tentang Black Gloves. Tirta, ikut aku ke Desa Persik dengan pasukan lainnya! Mungkin saja kita masih sempat mencegah mereka!"Susanti mengambil keputusan dengan cepat dan menyerahkan ponselnya kepada Niko. Setelah itu, dia menarik Tirta ke mobil polisi dan melaju cepat."Ayo kita ikut!" Sekitar 30-an orang anggota polisi lainnya juga naik ke mobil d
"Perahu itu terlalu kecil, paling maksimal cuma bisa muat dua orang," kata salah seorang polisi veteran bernama Harris."Ini adalah perahu bekas yang digunakan oleh mantan kepala desa kami dulu untuk menangkap ikan. Sejak dia meninggal, nggak ada lagi yang pakai perahu ini. Bisa muat dua orang saja sudah patut disyukuri."Tirta melihat perahu itu bahkan sudah berlubang. Dia benar-benar curiga perahu itu akan langsung tenggelam begitu memasuki danau."Dua orang juga nggak masalah. Tirta, kamu ikut aku turun!" ujar Susanti sambil mengernyit dan menarik Tirta ke arah perahu kayu tersebut."Bu Susanti, tunggu dulu! Fenomena siphon sebesar ini mungkin bisa makan korban nyawa. Kamu sama sekali nggak ada perlengkapan, bahkan tabung oksigen saja nggak ada. Siapa tahu apa yang bakal muncul di bawah sana? Bahaya sekali kalau pergi begitu saja!""Kamu masih muda, nggak perlu berkorban sebesar ini. Kalau nggak, biar aku saja yang turun sama Tirta!" ujar Harris mencegahnya."Ya, Bu Susanti. Ini ter
"Hehe, jadi kamu Tirta ya? Masih muda dan cuma rakyat jelata, tapi berani menyuruhku masuk untuk menemuimu? Benar-benar nggak tahu diri!" Setelah memasuki klinik, Pinot menatap Tirta dengan tatapan tajam. Sikapnya terlihat seperti pejabat tinggi yang penuh wibawa."Ayah Angkat, dia Tirta. Jangan lepaskan dia begitu saja! Tirta, ayah angkatku sudah datang. Kamu akan berakhir tragis. Setahun lagi akan menjadi hari peringatan kematianmu!" Karsa yang dibawa masuk langsung dipenuhi api kebencian setelah melihat Tirta. Setelah berbicara kepada Pinot, dia berteriak dengan marah kepada Tirta."Kamu ayah angkat Karsa? Huh, sudah tua dan mau mati, tapi masih saja bodoh. Pendiri negara, Pak Saba, ada di sini. Kamu malah berani sesombong ini?" Tirta sama sekali tidak peduli dengan Karsa, melainkan menatap Pinot dan tersenyum dingin."Pak Saba? Saba Dinata? Hahaha, kenapa nggak bilang dia raja saja? Kamu ini cuma orang kampung yang picik. Atas dasar apa kamu mengenal orang sehebat Pak Saba?" Pinot
"Bu ... buset! Me ... mereka punya pistol!" Begitu melihat perubahan situasi yang mendadak, orang-orang itu pun terkesiap.Apalagi, aura yang dipancarkan oleh para pengawal Nagamas itu dipenuhi niat membunuh. Mereka ketakutan hingga memucat dan sekujur tubuh gemetar. Seketika, tidak ada yang berani bergerak.Saat ini, terdengar suara santai seseorang. "Aku Tirta. Beri tahu bos kalian, kalau mau menemuiku, suruh dia masuk sendiri. Mau aku yang keluar? Dia nggak pantas!"Tirta menyesap tehnya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan."Ya, cuma wali kota rendahan. Atas dasar apa dia menyuruh Kak Tirta keluar menemuinya? Dia saja yang merangkak masuk!" ucap Shinta yang memeluk anak harimau."Kita keluar!" Para bawahan itu tidak berani membantah karena mereka dibidik dengan pistol. Mereka berlari keluar dengan ketakutan."Hm? Aku suruh kalian bawa Tirta keluar. Kenapa kalian malah keluar secepat ini?" tanya Pinot dengan kesal saat melihat bawahannya keluar dengan tangan kosong."Ayah Angkat
Semua orang mengikuti arah pandang Pinot. Begitu melihatnya, mereka semua terkejut. Bagaimana bisa mobil dengan plat nomor ibu kota muncul di tempat terpencil seperti ini?Bahkan, mobil yang berada di paling depan punya plat nomor yang begitu istimewa, A99999! Jelas, pemilik mobil ini bukan orang biasa!"Pak Pinot, aku rasa kamu berlebihan. Orang-orang di ibu kota itu nggak mungkin datang ke tempat jelek seperti ini. Ini nggak masuk akal. Mungkin saja, ini rekayasa Tirta. Jangan menakuti diri sendiri," ucap Ladim sambil tersenyum tipis setelah terpikir akan kemungkinan ini."Masuk akal. Kalau Tirta kenal tokoh besar di ibu kota, mana mungkin dia masih tinggal di tempat bobrok seperti ini?""Ayah Angkat, dia mungkin tahu kita bakal kemari untuk balas dendam. Dia takut, makanya ingin menakuti kita dengan cara seperti ini. Kamu jangan tertipu," ujar Karsa yang ingin sekali membalas dendam."Seharusnya begitu. Huh! Bocah ini licik juga! Kalian semua, masuk dan tangkap dia!" Setelah menghel
"Pak Ladim, kalau kamu suka, kita bisa pindahkan dia ke Kota Lais supaya lebih dekat. Setelah kamu menundukkannya, jangan lupa kirim ke tempatku.""Ya, aku memang punya rencana seperti itu." Ladim tertawa terbahak-bahak.Saat ini, tenaga Karsa telah pulih banyak. Tatapannya dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi sambil berkata dengan susah payah, "Ayah Angkat, akhirnya kamu datang. Aku jadi cacat gara-gara mereka. Gimana aku bisa berbakti padamu di kemudian hari?""Kamu harus membantuku membalas dendam! Kalau nggak, aku nggak bakal bisa tenang seumur hidup!""Sebenarnya siapa yang membuatmu jadi begini? Kejam sekali." Pinot baru memperhatikan penampilan tragis Karsa. Bukan hanya patah tangan dan kaki, tetapi kelima jari di tangan kiri juga putus.Pinot tak kuasa menarik napas dalam-dalam saking terkejutnya. Kondisi Harto juga sama tragisnya."Nama bocah itu Tirta! Kami bertemu di kota kecil sekitar. Bukan cuma aku, tapi adikku juga! Ayah Angkat, Pak Ladim, kalian harus membalaskan d
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan
"Kak Tirta, yang kamu tulis ini benar? Benaran ada efek seperti itu?" Setelah melihat resep untuk pembesaran bokong dengan teliti, ekspresi Shinta penuh kegembiraan.Dengan resep pembesaran payudara dan bokong ini, dia akan menjadi wanita sempurna di masa depan!"Tentu saja benar, untuk apa aku menipumu?" sahut Tirta mengangguk."Tirta, aku tentu percaya dengan keahlian medismu, bahkan kamu bisa dibilang setara dengan dewa. Tapi, apa benaran khasiatnya sebagus itu? Orang mati bisa dibangkitkan kembali?" tanya Saba yang semakin terkejut setelah melihat resep itu."Itu juga benar. Selama nggak ada kerusakan otak, jantung hancur, atau berusia lebih dari 100 tahun, resep ini bisa menyelamatkan mereka. Kalau kamu nggak butuh, keluarga atau temanmu juga bisa menggunakannya. Cukup ikuti resep di atas untuk membuatnya," jelas Tirta."Oke, ini baru namanya kebal dari apa pun! Kalau digunakan di kemiliteran, ini akan sangat berguna! Tirta, terima kasih!" Ini pertama kalinya Saba menunjukkan eksp
"Kak Saba, hadiah ini terlalu berharga. Aku nggak bisa menerimanya!" Mendengar itu, tangan Tirta sampai gemetaran. Dia hendak mengembalikan kotak hitam kecil itu.Meskipun belum pernah mendengar tentang Nagamas, dari namanya saja, Tirta bisa menebak bahwa yang tinggal di sana pasti orang-orang besar seperti Saba!Tirta merasa, sebagai orang biasa yang tidak memiliki jabatan atau kekuasaan, dirinya tidak layak tinggal di tempat seperti itu.Sementara itu, buku kecil biru itu seperti semacam surat pengampunan yang sangat berharga!Tirta merasa dirinya hanya mengobati penyakit orang, secara logika, dia tidak pantas menerima hadiah sebesar ini."Tirta, kenapa sungkan begitu sama aku? Vila itu sudah terdaftar atas namamu. Terima saja. Lagi pula, kalau aku mengundangmu untuk jalan-jalan ke ibu kota, kamu butuh tempat untuk tinggal, 'kan?" Saba melambaikan tangan dan tersenyum."Benar, barang-barang ini nggak ada artinya bagi kakek. Kak Tirta, terima saja. Kalau nggak, kamu nggak boleh mencar
Tirta tersenyum dan berkata, "Ya sudah, besok kamu temani aku beli sayuran."Dengan mata yang berkilat, Tirta langsung menyetujui dengan cepat. Melihat Tirta setuju, Ayu merasa senang. Dia mulai memikirkan, apa yang harus dikenakan besok.....Setelah makan, sekitar setengah jam kemudian, Ayu membawa para wanita menyiram tanaman di kebun.Tirta dengan beberapa anak harimau di pelukannya, sedang duduk santai di depan pintu menikmati sinar matahari.Tiba-tiba, beberapa mobil jeep hitam berhenti perlahan di depan klinik. Pintu mobil terbuka. Shinta adalah yang pertama keluar dari mobil.Gadis itu berkata dengan girang kepada seorang pria tua di dalam mobil, "Kakek, ini tempat tinggal Tirta. Namanya Desa Persik. Ada gunung dan ada air, pemandangannya sangat indah.""Desa Persik ... bagus, bagus. Benar-benar tempat yang bagus untuk menenangkan diri. Pantas saja orang sehebat Tirta tinggal di sini." Saba turun dari mobil dan memandang sekitar.Di depan matanya, ada pegunungan hijau dan air y
"Bi Ayu, aku sudah bawa Tirta kembali! Waktu aku sampai, dia sedang makan nasi kotak di vila!" Setelah kembali ke klinik, Arum melepaskan Tirta dan menepuk tangannya sambil berkata dengan tidak puas."Tirta, Arum sudah masak banyak makanan bergizi untukmu. Kenapa nggak dimakan dan malah pergi ke vila untuk makan nasi kotak?" tanya Ayu dengan bingung."Kenapa lagi?" Agatha tertawa dan menyela, "Karena dia nggak ingin makan kemaluan sapi!"Di sudut meja makan, Nia yang mendengar ini merasa agak malu."Tirta, terakhir kali kamu menghabiskan sepiring penuh kemaluan sapi dalam dua hingga tiga menit. Kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Arum dengan kesal. "Aku kira kamu suka makan itu, jadi aku masak dua batang kali ini!""Ya, Tirta, kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Melati dengan bingung."Aku ... hais, aku sebenarnya nggak butuh makan itu. Tubuhku sehat-sehat saja, makanan seperti itu berlebihan untukku," timpal Tirta dengan lesu."Kenapa berlebihan? Makanan itu sangat b