Di mobil paling depan, duduk seorang wanita berjaket kulit dan berkacamata hitam di kursi penumpang. Orang itu tentu saja adalah wanita berambut pirang, Alicia. Dia adalah anggota inti Organisasi Black Gloves. Namun saat ini, tidak ada polisi yang menyadari kehadirannya!...."Mereka sudah datang!"Setengah jam kemudian, Susanti dan Tirta yang bersembunyi di belakang pepohonan telah melihat tiga mobil Mercedes-Benz yang melaju ke tepi waduk. Seketika, kedua orang itu langsung menjadi gugup.Sementara itu, kedua tim bantuan Susanti juga sudah tiba. Jumlah anggota kepolisian yang berada di lokasi itu sekitar 30-an orang."Bu Susanti, bukannya mereka mau merampok makam? Kenapa nggak ada pergerakan?" tanya seorang polisi muda.Ketiga mobil itu tiba di tepi waduk dan berhenti. Namun, tidak ada seorang pun yang turun dari mobil. Jelas sekali, hal ini sangat tidak wajar."Kalau mereka nggak bergerak, kita juga jangan bertindak dulu. Anggota kita nggak banyak sekarang. Tunggu sampai Kapten Tro
Jenny, Yohan, dan kedua sopir lainnya duduk di mobil mereka masing-masing dengan tenang. Tidak peduli bagaimana pun para polisi di luar mendesak mereka, mereka tetap tidak bergerak sama sekali. Semakin lama waktu yang diulur, situasi jadi semakin menguntungkan bagi mereka."Nggak mau buka? Langsung hancurkan saja kaca jendelanya, paksa mereka keluar!" Niko mulai panik dan menembak kaca jendela.Dor!Setelah terdengar tembakan, kaca jendela itu masih tampak utuh. Hanya terlihat sedikit titik berwarna putih di kaca jendela. Peluru yang ditembakkan malah terpental kembali dan mengenai paha Niko."Argh! Ini kaca anti-peluru. Nggak bisa ditembak!" teriak Niko sambil memegang pahanya dengan kesakitan."Biar kuperiksa lukamu." Tirta langsung maju untuk memeriksanya. Untungnya, peluru yang telah dipentalkan tidak begitu berbahaya lagi seperti saat baru ditembakkan. Tirta mengambil peluru tersebut dengan mudah, lalu merobek pakaiannya untuk membalut luka Niko dengan sederhana."Terima kasih, Do
Niko dan Troy beranggapan bahwa Tirta tidak mungkin bisa berhasil. Bahkan peluru saja tidak sanggup menembus kaca jendela itu, apalagi tinju."Bisa atau nggak, biar kucoba dulu. Kalau nggak hajar orang asing sialan ini sampai babak belur, jangan panggil namaku Tirta!"Emosi Tirta telah memuncak saat ini, sehingga dia tidak menggubris nasihat siapa pun. Dia menggerakkan aliran udara perak ke tinjunya, lalu melayangkan pukulan ke jendela anti-peluru.Krak!Sebuah retakan kecil mulai merambat dari bagian yang ditinju oleh Tirta."Astaga! Persetan! Mana mungkin ini bisa terjadi!" seru Yohan dengan kaget."Tinjunya menghancurkan kaca yang bahkan tidak bisa ditembus oleh peluru ...." Jenny yang awalnya hanya menyaksikan semuanya dengan diam dari samping, juga ikut terperangah melihat kondisi saat ini. Mereka menatap Tirta dengan tatapan takjub."Sial, mataku salah lihat ya?" Susanti, Niko, Troy, dan para polisi lainnya juga ikut tercengang."Kenapa teriak-teriak? Tunggu saja sampai tinjuku i
Yohan dipukul hingga berputar beberapa kali di tempat. Bahkan giginya juga copot beberapa buah."Be ... beraninya kamu memukulku! Aku ini anggota parlemen Negara Martim! Perbuatanmu ini akan dikecam!" teriak Yohan sambil menggertakkan gigi setelah menenangkan dirinya.Sementara itu, kedua sopir dari mobil lainnya langsung turun dari mobil setelah melihat Yohan dipukul. "Cari tahu nomor pemimpin mereka. Kita harus dapat penjelasan untuk masalah ini!" perintah Jenny kepada seorang pria asing di belakangnya.Susanti dan beberapa orang lainnya sangat jelas bahwa tindakan mereka ini hanya untuk mengulur waktu, tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa."Aku bukan anggota kepolisian, nggak ada yang bisa mengatur aku! Kalian mau penjelasan, 'kan? Kuberi penjelasan sekarang juga!" Tirta langsung maju dan menampar wajah Jenny.Wajah Jenny yang tadinya tampak cantik, kini terlihat bekas tamparan yang jelas dan darah yang mengalir dari sudut bibirnya."Berani-beraninya kamu memukulku?" Jenny memel
Troy dan Niko marah besar. Pada saat bersamaan, mereka juga merasa kagum terhadap cara yang digunakan Tirta."Jenny, ada apa denganmu? Kenapa kamu mengkhianati Nona? Kamu benar-benar menyia-nyiakan kepercayaan Nona!" teriak Yohan dan kedua pria lainnya dengan terkejut. Meski tidak tahu alasannya, mereka bisa menebak bahwa hal ini pasti berkaitan dengan Tirta."Diam! Kalau berani berisik lagi, aku akan tusukkan jarum pada kalian juga biar kalian tahu rasa!" bentak Tirta."Kamu ...." Yohan dan beberapa orang lainnya tidak berani lagi meremehkan Tirta. Mereka terpaksa diam."Troy, Niko, kalian jaga mereka di sini, sekalian tanyakan semua kasus tentang Black Gloves. Tirta, ikut aku ke Desa Persik dengan pasukan lainnya! Mungkin saja kita masih sempat mencegah mereka!"Susanti mengambil keputusan dengan cepat dan menyerahkan ponselnya kepada Niko. Setelah itu, dia menarik Tirta ke mobil polisi dan melaju cepat."Ayo kita ikut!" Sekitar 30-an orang anggota polisi lainnya juga naik ke mobil d
"Perahu itu terlalu kecil, paling maksimal cuma bisa muat dua orang," kata salah seorang polisi veteran bernama Harris."Ini adalah perahu bekas yang digunakan oleh mantan kepala desa kami dulu untuk menangkap ikan. Sejak dia meninggal, nggak ada lagi yang pakai perahu ini. Bisa muat dua orang saja sudah patut disyukuri."Tirta melihat perahu itu bahkan sudah berlubang. Dia benar-benar curiga perahu itu akan langsung tenggelam begitu memasuki danau."Dua orang juga nggak masalah. Tirta, kamu ikut aku turun!" ujar Susanti sambil mengernyit dan menarik Tirta ke arah perahu kayu tersebut."Bu Susanti, tunggu dulu! Fenomena siphon sebesar ini mungkin bisa makan korban nyawa. Kamu sama sekali nggak ada perlengkapan, bahkan tabung oksigen saja nggak ada. Siapa tahu apa yang bakal muncul di bawah sana? Bahaya sekali kalau pergi begitu saja!""Kamu masih muda, nggak perlu berkorban sebesar ini. Kalau nggak, biar aku saja yang turun sama Tirta!" ujar Harris mencegahnya."Ya, Bu Susanti. Ini ter
"Tapi kamu harus pikirkan dengan baik. Kita ini hanya berdua, mereka ada belasan orang. Kemungkinan juga semuanya bawa senjata.""Kamu nggak mengira mereka akan langsung menyerah hanya dengan kamu mengatakan kamu ini polisi, 'kan? Aku bukan takut, aku cuma bicara kenyataan saja," ucap Tirta."Lalu ... mau bagaimana kita sekarang?" tanya Susanti yang mulai ketakutan."Bisa bagaimana lagi? Nekat saja. Ikuti aku, jangan sampai terpisah sedikit pun. Aku akan melindungimu." Ekspresi Tirta saat ini sangat serius. Dia tidak lagi terlihat bercanda seperti biasanya."Kamu lindungi aku .... Ya, kalau begitu kamu harus lindungi aku dengan baik. Terima kasih, Tirta. Setelah kasus ini selesai nanti, aku akan traktir kamu makan." Susanti merasa terharu mendengarnya, sehingga dia langsung memeluk Tirta tanpa sadar.Susanti merasa bahwa Tirta bisa saja tidak mengambil risiko ini jika bukan karena dia yang memaksa Tirta. Namun, Tirta tetap tidak pergi bahkan setelah menyadari betapa berbahayanya misi i
Aliran air yang dingin menyapu tubuh Susanti. Hawa dingin yang kuat, rasa takut yang menyelimuti dirinya membuat Susanti menangis tak terkendali. Karena ketakutan, Susanti sama sekali tidak berani membuka matanya dan hanya bisa meronta-ronta dengan tak berdaya.Apa yang harus dilakukan? Apakah ini akhir dari hidupnya?Waduk yang luas ini tidak terlihat ujungnya. Bahkan perenang andal sekalipun tidak akan bisa selamat jika terjatuh ke dalam air. Di saat Susanti merasa putus asa, tiba-tiba dia merasakan sepasang tangan yang kuat mengangkatnya. Tangan itu memegang pinggulnya yang berisi dan mengangkatnya ke permukaan air."Uhuk uhuk ...." Begitu membuka mata, Susanti melihat Tirta yang terombang-ambing di hadapannya."Tirta .... Huhuhu .... Aku benar-benar takut!" Setelah terjatuh ke air, Susanti langsung memegang Tirta dengan erat."Kak, aku benar-benar salut padamu. Kalaupun kamu dendam sama aku, nggak perlu sampai merusak perahu kita! Jangankan mau tangkap pencuri makam, sekarang kita
"Nggak usah buru-buru, aku sudah pertimbangkan. Aku nggak akan memberi kalian uang, begitu pula ... nyawaku!" tegas Tirta.Tirta tertawa kepada Arkan, lalu menamparnya. Arkan memaki, "Sialan! Bocah berengsek! Beraninya kamu mempermainkanku!"Tentu saja Arkan marah menghadapi situasi seperti ini. Arkan hendak menarik pengaman pistol, lalu mematahkan kedua tangan dan kaki Tirta terlebih dahulu untuk menakutinya.Namun, tamparan Tirta langsung membuat kepala Arkan terpental dalam sekejap. Sementara itu, tubuh Arkan yang sudah kehilangan kepala masih mempertahankan posisi mengangkat pistol untuk mematahkan kaki dan tangan Tirta.Perubahan yang mendadak ini membuat semua orang di tempat kaget dan juga takut. Setelah tersadar, mereka berkata pada Hafiz dengan ekspresi marah."Kak Arkan! Sialan! Ternyata pemuda ini seorang ahli bela diri!""Bos, pemuda ini sudah membunuh Kak Arkan! Kalau nggak, kita langsung bunuh dia saja!"Hafiz menegur, "Sialan, bukannya orang mati itu hal yang biasa? Dulu
"Empat puluh triliun? Bukannya kalian itu polisi? Kenapa aku merasa kalian seperti bandit?" tanya Tirta.Berdasarkan ucapan Mairah, para polisi ini juga bertugas untuk mencari Susanti biarpun Tirta tidak memberi mereka uang. Lagi pula, mereka tidak menemukan Susanti. Namun, Tirta juga bersedia memberi mereka 2 triliun sebagai ungkapan terima kasih.Melihat kondisi ini, emosi Tirta tersulut. Hafiz yang memimpin melihat Tirta masih begitu muda, tetapi dia sama sekali tidak panik setelah dikepung. Tirta juga bisa menebak masa lalu Hafiz dan lainnya dari ucapan mereka.Hafiz menerka-nerka identitas Tirta, 'Eh? Sebenarnya apa latar belakang pemuda ini? Kenapa dulu aku nggak pernah mendengar tentangnya?'Salah satu bawahan kepercayaan Hafiz maju, lalu tertawa dan berujar sembari menunjuk Tirta, "Kak, pemuda ini benar-benar pintar. Dia bisa menebak profesi kita dulu."Puluhan polisi juga ikut menghina Tirta. Sikap mereka sangat keterlaluan."Benar! Dulu kami termasuk bandit. Hanya saja, akhir
Belasan menit kemudian, 13 orang terakhir juga dibunuh oleh Tirta. Setelah menyimpan Pedang Terbang, Tirta melihat mayat-mayat di tanah. Perasaannya campur aduk.Tirta merasa sejak dirinya menguasai kultivasi, hasrat membunuhnya makin kuat. Dulu dia hampir tidak pernah berpikiran untuk membunuh.Saat Tirta sedang gundah dan meragukan dirinya sendiri, suara Genta terdengar. "Kamu sudah menjalani kehidupan di luar alam fana. Kamu nggak usah sedih karena kematian para pecundang ini. Mereka nggak pantas."'Kak, aku juga manusia. Tapi, aku merasa sekarang aku nggak berperikemanusiaan sedikit pun,' balas Tirta. Dia memeluk Susanti makin erat, tetapi hatinya masih kalut.Genta bertanya balik, "Kalau begitu, beri tahu aku apa artinya berperikemanusiaan?"Tirta mendesah dan menjawab, 'Berperikemanusiaan itu ... aku juga nggak tahu. Aku cuma merasa jelas-jelas aku bisa melepaskan mereka dan menyuruh mereka bersumpah ke depannya nggak akan membocorkan hal ini. Tapi, aku tetap membunuh mereka. Kak
Pedang Terbang yang bergerak sangat cepat menebas belasan kepala ahli serangga dalam sekejap. Para ahli serangga dari Desa Hiradi dan Desa Tayur tidak mampu menangkis serangan Tirta. Serangga guna-guna yang mereka banggakan sangat lemah di hadapan Pedang Terbang, seperti anak kecil 3 tahun yang menghadapi orang dewasa.Dalam waktu singkat, puluhan ahli serangga yang awalnya sangat percaya diri merasa tidak berdaya. Mereka yang kalah telak berteriak histeris.Wafri kaget. Dia bergumam, "Apa ... yang terjadi? Pedang ini bisa terbang .... Apa aku berhalusinasi?"Namun, suara teriakan makin jelas. Wafri tidak berani berlama-lama lagi. Dia berusaha keras untuk kabur."Sialan ... sebenarnya siapa pemuda ini? Jamil berengsek! Kamu mencelakaiku!" omel Aezar. Dia yang ketakutan setengah mati juga berusaha kabur."Lari saja, aku mau lihat kaki kalian atau pedangku lebih cepat!" seru Tirta. Dia memancarkan aura membunuh.Tirta menjentik jarinya, lalu bola api muncul dan jatuh ke mayat-mayat yang
Marila segera berucap dengan ekspresi cemas, "Paman, kita jangan habiskan waktu lagi. Kita sama-sama bawa bawahanmu pergi ke Desa Benad secepatnya!""Oke, tapi naik mobil terlalu lambat. Aku suruh orang untuk cari helikopter. Kita naik helikopter ke sana saja," sahut Idris. Dia membawa Marila naik ke mobil, lalu bergegas pergi ke pusat kota.....Waktu kembali ke 2 jam kemudian. Di bawah rumah panggung Susana, sebelumnya Tirta sudah membantai belasan ahli serangga Desa Benad yang tersisa.Tiba-tiba, puluhan ahli serangga mengepung Tirta. Mereka berasal dari Desa Hiradi dan Desa Tayur. Tirta tidak ingin membunuh orang yang tidak bersalah, ditambah lagi dia ingin segera memulihkan ingatan Susanti.Jadi, Tirta tidak langsung bertindak. Dia berkata kepada puluhan orang itu, "Sepertinya aku nggak punya dendam dengan kalian. Kalau kalian nggak mau mati sia-sia, cepat minggir."Aezar mengamati Tirta dengan sinis. Dia mendengus dan berbicara terlebih dahulu, "Kamu memang nggak punya dendam den
Dua jam yang lalu, Marila langsung menelepon pamannya setelah berpisah dengan Tirta. Pamannya adalah gubernur yang memimpin Provinsi Naru. Dia merupakan pejabat yang mengurus perbatasan. Namanya Idris.Marila meminta Idris mengutus orang untuk mencari Susanti. Sementara itu, Marila yang menaiki taksi sedang dalam perjalanan untuk bertemu Idris.Tentu saja, Marila juga mempunyai alasan datang jauh-jauh dari ibu kota ke Provinsi Naru untuk mencari Idris. Awalnya Idris juga merupakan pejabat tinggi di ibu kota. Kemudian, Idris menyinggung orang hebat karena salah bicara. Dia hampir kehilangan posisi sebagai pejabat.Untung saja, Saba turun tangan untuk melindungi Idris. Namun, Idris dipindahkan ke Provinsi Naru yang terpencil karena masalah ini. Dia menjadi seorang gubernur. Kemungkinan dia tidak mempunyai kesempatan untuk kembali ke ibu kota lagi seumur hidup.Setelah itu, petinggi negara memerintahkan untuk membasmi kejahatan di seluruh negeri. Provinsi Naru adalah wilayah yang dikuasai
Apalagi kompetisi serangga akan segera diadakan. Demi memenangkan kompetisi, mereka juga ingin datang untuk mengambil keuntungan. Tujuan mereka adalah merebut Serangga Emas yang dimurnikan dengan susah payah. Jadi, mereka baru menerobos masuk ke Desa Benad.Jamil buru-buru maju dengan napas terengah-engah saat melihat kedua belah pihak yang hendak berkelahi demi merebut Serangga Emas.Jamil menunjuk Tirta yang sedang membunuh di bawah rumah panggung sambil berteriak, "Kepala desa sekalian, jangan bertengkar lagi. Serangga Emas sudah diambil oleh seorang pemuda yang datang dari luar. Nenek Benad dan ayahku sudah dibunuh olehnya!""Siapa yang membunuh pemuda itu akan mendapatkan Serangga Emas. Ayahku sudah mati, jadi aku yang membuat keputusan di Desa Benad. Aku akan membawa semua penduduk Desa Benad untuk membela pihak yang membantuku balas dendam," lanjut Jamil.Jamil meneruskan, "Kalau aku melanggar janjiku, aku akan disambar petir dan dihabisi semua serangga guna-guna. Aku akan mati
Orang yang ditarik Jayadi untuk mengadang serangan pedang Tirta sudah mati. Namun, Jayadi tidak merasa kesakitan selain kepalanya yang makin gatal dan pandangannya yang makin kabur.Jayadi berusaha mengerahkan Serangga Batu dan Serangga Pelumpuh, lalu berujar pada Tirta dengan sinis, "Pemuda sialan, hanya begini kemampuanmu? Kamu sama sekali nggak bisa melukaiku. Haha, selanjutnya sudah saatnya aku bertindak!"Sesuai namanya, Serangga Batu bisa membuat orang yang digigit membatu. Sementara itu, sekujur tubuh orang yang digigit Serangga Pelumpuh akan mati rasa. Mereka tidak akan mampu melawan lagi.Kedua serangga ini bisa memberikan efek yang sama. Jayadi yakin Tirta yang merupakan orang luar pasti tidak bisa menghadapi serangan serangganya. Nanti Jayadi bisa menghabisi Tirta dengan mudah.Hanya saja, tiba-tiba terdengar suara Jamil yang samar dan panik. "Ayah ... kamu ... nggak ... apa-apa, 'kan?""Aku ... nggak ... apa-apa ....," sahut Jayadi. Dia merasa aneh, tetapi dia tetap menangg
Tirta mendengus dan berkata, "Aku memang mau membuat perhitungan denganmu! Sekarang kamu yang cari aku, jadi aku bisa menghemat waktuku!"Tirta melihat dengan menggunakan mata tembus pandang. Ternyata Jamil yang pergi tadi sudah kembali. Dia membawa Jayadi dan belasan ahli serangga di Desa Benad. Mereka membuat masalah di bawah rumah panggung.Tirta langsung menyuruh Anton dan Yuli mengikutinya. Dia yang menggendong Susanti keluar dari kamar terlebih dahulu.Sementara itu, Jamil yang berada di bawah rumah panggung langsung panik begitu melihat Tirta keluar dari kamar sambil menggendong Susanti.Jamil yang cemburu berseru, "Ayah, pemuda itu yang membunuh Nenek Benad! Cepat bunuh dia! Jangan sampai dia membawa Susanti pergi!"Jayadi meremehkan Tirta setelah melihat tampangnya yang lucu dan wajahnya yang masih muda. Dia berucap kepada Jamil, "Jamil, dia masih muda. Untuk apa kamu takut? Tenang saja, aku nggak akan membiarkan dia pergi dari Desa Benad hidup-hidup. Wanita itu milikmu dan di