Helaan napas Chiara terdengar berat. Sudah ke sekian kalinya ia melakukannya untuk memantapkan diri menghabiskan makanan yang dimasaknya tadi untuk Yanuar. Sayangnya selepas pulang dari kampus, masakannya tak tersentuh sama sekali.Ia geram dua kali lipat. Perdebatannya dengan pria itu saja masih menyisakan kekesalan, ditambah usahanya ini disia-siakan. Belum lagi masalah yang menyeret keluarganya karena ucapan Junias tadi. Semua terasa bertambah banyak karena mood Chiara buruk semenjak datang bulan.Tangan Chiara hendak menyendok cah kangkung di hadapanuyua. Namun kehadiran Leona membuat Chiara menjedanya.“Biar aku aja yang bantu habisin, soalnya majikan kamu yang ribet itu nggak akan keluar kamar sekalipun laper.”Leona duduk dan mengambil mangkuk cah kangkung yang tinggal setengah. Ia meraih garpu, lalu melilitkan makanan itu sebelum memasukkannya ke dalam mulut.Mata Chiara seketika melebar. Ia mengibas-ngibaskan tangan sembari berujar, “Jangan dipaksa makan, Mbak, takut nggak se
Chiara akui, ia tengah berada dalam kekalutan. Sepanjang malam, ia kerap terbangun dari tidurnya dan mendapati bayangan wajah Yanuar.Sebelumnya, seorang Chiara Sagita tak pernah melihat secara langsung bagaimana raut pria yang memiliki banyak tangis dalam hidupnya. Terutama sepasang mata sembab yang ia temui semalam.Yanuar yang memiliki kepribadian menyebalkan itu rupanya memiliki sisi rapuh yang tak semua orang tahu. Jika kakak sepupunya tahu, apa mungkin mereka bisa berbaikan dan tidak ada lagi pertengkaran?“Jangan sampai gosong, saya paling nggak bisa makan makanan menghitam. Itu bisa jadi kanker!”Seruan dari orang yang dipikirkannya cukup membuat Chiara merobohkan momen melamunnya. Ia tersentak dan nyaris melempar sendok ke wajan berisi minyak panas. Seketika ia beri lirikan tajam pada pria yang berdiri di dekat tempat cucian piring.Matanya tertuju pada piring yang baru diletakkan pria itu. Sampai kemudian Chiara mengulas senyum remeh ketika sadar piring kotor apa yang hendak
Yanuar baru saja melepaskan jam tangan bermerknya saat Yabes menyenggol lengannya. Dari raut yang diperlihatkan pria itu, Yanuar sudah bisa membaca ada sesuatu yang kurang beres tengah terjadi.“Abi benar-benar datang, Nu,” bisik Yabes. “Sekarang dia ada di rumah lo, tadi Lele baru ngabarin gue.”Sebelah alis Yanuar terangkat. Ia sedikit salah fokus ketika mendengar rekannya masih berkomunikasi cukup baik dengan adiknya. Sementara yang lebih menarik adalah Abi, kakak iparnya datang.Semenjak kepergian Avita, keluarga dari istri Yanuar, bahkan saudara kembarnya, Abisatya. Mereka masih melimpahkan kesalahan dan penyebab terbesar atas meninggalnya Avita karena kelalaiannya sebagai suami. Dan sekarang, bukan hal mengejutkan jika Abi memilih mendatanginya di rumah alih-alih ke kantor.“Shit!”Umpatan itu sontak keluar dari mulut Yanuar begitu ia sadar kalau Abi bisa saja bertindak nekat. Bahkan pekerjanya, seperti Mang Dar, Bi Asih dan Endah sekalipun tak berani menentang saudara kembar Av
Chiara membiarkan Yanuar memeriksa tangannya. Menyentuh miliknya menggunakan jemari panjang itu beberapa kali. Ia tak begitu mempedulikan sikap tuannya, tapi dalam kepala ia masih berpikir tentang ancaman seorang pria bernama Abi.“Coba kamu jelaskan detail apa aja yang dilakukan pria tadi selama kamu di kamar saya,” titah Yanuar usai melepaskan tangan Chiara.Gadis itu menggeleng pelan. “Sebenarnya dia nggak ngapa-ngapain, cuma minta saya diam dan nggak noleh,” terangnya. “Tapi sayanya ngeyel.”Terkesan konyol, memang. Namun, Chiara tak begitu mempedulikannya. Ia tak berpikir jika nanti Yanuar akan meremehkannya ke sekian kali.“Saya udah bisa prediksi kalau kamu bakal begitu.” Yanuar mengangguk-angguk sesaat. “Di samping ngeyel, kamu juga ceroboh banget.”Yanuar masih ingat sewaktu bertemu dengan Chiara lagi setelah kejadian pemecatan itu terjadi. Ia melihat Chiara jatuh ke kubangan air dan membuat sebagian kemeja yang dipakai gadis itu basah sekaligus kotor.Ia bahkan sampai menyeb
“Gue dengar-dengar, Abi main ngelabrak rumah lo lagi, Nu?” Yanuar membuang napas berat. Ia menghentikan laju treadmill yang sebelumnya ia gunakan sekitar 10 menit. Bersama keringat yang mengucur deras, ia menyambar handuk kecil dan menyampirkannya ke leher. Pertanyaan dari kawannya itu tak ia pedulikan untuk beberapa saat hingga Yabes datang bergabung. Yanuar memilih duduk di bangku sambil menetralisir tenaga sekaligus napasnya yang terengah-engah. “Gosipnya udah menyebar ke mana-mana ya, gue pikir cowok nggak doyan bergosip,” sahut Yanuar yang nada bicaranya jelas tengah menyindir. “Gue dengar langsung dari Lele, adik lo,” imbuh Endra, pria yang tadi sempat melayangkan tanya. Kini Endra menuntaskan kegiatannya dan menghampiri Yanuar yang rautnya sudah tak enak dipandang. uUsai menenggak beberapa kali, Yanuar menengadah menatap Endra. “Sejak kapan lo dekat sama adik gue?” tanyanya datar. “Sampai dia bisa seterbuka itu cerita ke lo soal masalah privasi kakaknya?” Tidak hanya hid
Ingin sekali Chiara berterima kasih sebanyak-banyaknya pada pelayan warung makan nasi Padang. Kalau saja pelayan itu tidak mengantar pesanannya, Chiara pasti sudah ditodong banyak sekali pertanyaan. Dan sekarang, tiga piring porsi sudah di depan mata, tampak menggiurkan sekali.“Ayo dimakan dulu, Pak, mumpung masih hangat.”Chiara berusaha menjeda pertanyaan sekaligus kecurigaan Bapak setelah mendengar Ardan mengatakan tentang status bosnya. Sudah jelas, Bapak akan bertanya-tanya. Mengapa bisa anak gadisnya bekerja di bawah seorang duda kaya raya?Pikiran Bapak memang jarang ditemui ayah-ayah di luaran sana. Bapak terlalu takut jika putrinya ini akan terjebak atau dimanfaatkan tanpa sadar di awal. Padahal Chiara jauh lebih pintar berhati-hati.Ardan memulai lebih dulu untuk menyantap isian piring yang telah dipesan Chiara. Pria itu tampak lahap dan senang bukan kepalang. Mungkin sudah sekian bulan tak mendapat kesempatan mengonsumsi makanan mahal tersebut.“Kamu nggak mau membela diri
Napas Chiara terhela panjang. Ia menekuri selembar kertas yang belum lama ini diberikan Yanuar padanya. Isinya daftar kebutuhan pria itu yang harus dipenuhi Chiara sebagai asisten.Mengingat sekarang sudah menunjukkan waktu tujuh malam, mau tak mau Chiara harus pergi ke minimarket untuk membeli barang. Tiap langkah yang ia seret menuju pintu utama terasa berat sekali.“Ingat, jangan makan gaji buta,” sindir Yanuar yang entah sejak kapan berada di ruang tamu. Menyebabkan Chiara menjeda gerak tangan yang hampir menggapai kenop pintu. “Kerja itu yang semangat, jangan malas-malasan.”Ingin sekali Chiara melempar umpatan pada pria itu, tapi ia masih berusaha bertahan. “Yang waras yang ngalah,” balasnya lirih, tapi masih bisa didengar Yanuar.“Kamu ngatain saya nggak waras, Bocah Tengil?” teriak Yanuar seraya mengejar Chiara, tapi diurungkan karena si gadis sudah lari tunggang langgang. Sengaja menghindari amukan tuannya.Bersama napas tersengal, Chiara kembali melangkah pelan. Napasnya ham
Tatapan Chiara masih menyipit. Menggambarkan mata yang penuh selidik pada Yanuar yang tadi tiba-tiba meminta koper dari tangannya. Chiara tak mengerti, mengapa tuannya itu bisa berubah kepribadian menjadi sosok yang peduli bawahan sepertinya?Belum lama ini, Yanuar juga meyakinkannya agar tidak perlu khawatir soal tanggapan orang lain. Sebab Yanuar tidak akan membiarkan hal itu menimpanya lagi. Chiara setengah percaya. Tepatnya masih skeptis pada kebaikan Yanuar yang kelihatannya dingin dan menyebalkan itu.“Seandainya mata kamu itu laser, muka saya sudah jelas banyak yang bolong karena kamu lihatin terus dari tadi,” celetuk Yanuar tanpa menoleh sedikit pun.Chiara kelabakan seketika. Ia membuang wajah ke sisi lain hingga mendapati jendela yang menampilkan pemandangan laut dari ketinggian. Jantungnya nyaris copot karena baru ini ia menyaksikan alam yang terbentang luasnya.“Kalau mau ngomong, tinggal ngomong,” tambah Yanuar yang dibalas dengkusan pendek dari Chiara. “Sekarang kayaknya