Bab 32 Pria Asing Seketika ibu melongo. Saat aku dan Aisyah menatap wajahnya dengan serius. Seperti tengah mencari alibi, wanita itu masam-mesem dengan matanya yang melirik ke sana kemari."Eh itu–""Sudahlah, Bu. Tidak usah berbohong lagi. Ayah mertua juga sebenarnya sudah sehat. Jadi sebaiknya ibu bawa pulang saja daripada terus-terusan tinggal di rumah sakit, kan tidak enak," ujar Aisyah lagi. Ada raut nada tidak suka dari penjelasannya barusan. Mungkin wanita itu kecewa karena oleh ibuku yang terus membohonginya. Sedangkan aku juga tidak bisa berbuat apa-apa karena ini murni adalah kesalahan ibu.Tidak dapat berkata-kata lagi, Ibu akhirannya membungkam mulutnya. Setelahnya kuajak dia menemui dokter untuk mengajak ayahku pulang. Sepanjang perjalanan Aisyah tidak bersuara. Ibu juga sepertinya merasa malu kepada wanita itu. Saat melewati restoran Padang kesukaannya wanita itu hanya bisa menelan ludah
Bab 33 Akhir Segalanya Berjalan dengan mengendap-ngendap, aku masuk ke rumah yang belakangan ini menjadi tempat tinggalku bersama dengan Aisyah. Berharap wanita itu tidak mengetahui kepergianku ke rumah Anisa. Bahkan dengan keadaanku yang seperti ini, rasanya aku enggan untuk berbicara dengan wanita itu untuk sementara waktu, karena pasti Aisyah akan mencecarku dengan berbagai pertanyaan."Dari mana kamu, Mas?" Deg! Suara Aisyah terdengar dari balik pintu. Wanita itu menatapku dengan penuh selidik."Aku–" Sial. Aku tak sempat memikirkan alasan dari mana kepergianku, apalagi dengan keadaanku yang terluka seperti ini akibat ulah si Malik tadi. Aisyah pasti curiga."Jangan katakan jika seseorang membegalmu lagi di jalan, karena alasan itu sudah basi untukku, Mas." Duh, bagaimana ini. Sangat sulit mencari alasan di saat aku tidak bisa berpikir jernih."Eh, tadi aku bertemu dengan teman, tak disangka dia mar
1. Hinaan AndraSuara motor Mas Andra terdengar menderu di halaman. Setelahnya pria itu terdengar membuka pintu bahkan sebelum aku berjalan mendekat ke arahnya."Kamu sudah pulang, Mas?" tanyaku pada pria yang dua tahun ini sudah menikahiku.Namun, bukannya menjawab, pria itu malah berpaling ke arah lain bahkan untuk mengulurkan tangannya padaku pun, sepertinya jijik. Tanpa kata, Mas Andra melewatiku begitu saja dengan wajahnya yang terlampau dingin. Sama sekali tidak menegaskan kesan sebagai seorang suami yang baik kepada pasangannya.Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, setidaknya aku harus tahu alasan Mas Andra membenciku. Berusaha menegarkan hati, aku mencoba bertanya kembali padanya."Kenapa kamu terus memperlakukan aku seperti ini, Mas? Apa salahku padamu?" tanyaku dengan mata yang pasti sudah berkaca-kaca, karena jujur aku tak mengerti. Aku tak nyaman mendapatkan perlakuan seperti ini terus-menerus. Kedua orang tuaku selalu bersikap lemah lembut saat di rumah, tak pernah ka
Bab 2Ditengah-tengah makanan yang sedang kunikmati ini, tiba-tiba saja air mataku berjatuhan melewati pipiku. Mengingat bagaimana sikap Mas Andra kepadaku, tak ayal membuatku sakit hati sekaligus sedih. Apalagi aku yang tidak biasa dikasari oleh orang lain, membuatku kesulitan dan mencerna semua keadaan ini.Apalagi perkataan Mas Andra itu membuatku merasa sangat nyeri. Hanya karena kulitku yang burik ini, hingga dia tega memperlakukan aku secara buruk, dan bersikap dingin selama berbulan-bulan ini. Menghela nafas berat, aku menghentikan makanku kemudian menyimpan piring yang berisi sayur kangkung dan tempe itu, dan menyimpannya begitu saja di dapur. Mencuci tangan, dan segera kembali ke ruang tengah di mana putraku Farel tengah tertidur dengan lelapnya. Sejak Mas Andra membenciku dan mulai menjaga jarak padaku serta bersikap dingin selama lima bulan ini, pria itu sama sekali tidak pernah berbicara lagi padaku maupun menggendong bayi yang berusia dua bulan itu. Padahal pertama me
CurigaJangan lupa, subscribe, follow author di FB dengan nama pena yang sama. Dan baca novel² ku di app online lainnya. "Maaf, Mas, aku mau mengambil mukena," ujarku berbicara senormal mungkin. Jangan sampai membuat pria dingin itu curiga. Mas Andra melebarkan pintu kamar, saat aku berjalan masuk dan kulirik panggilan ponselnya masih berlangsung, dimana terlihat jam yang menunjukkan berapa lama mereka tengah berbicara. Ada sekitar satu setengah jam yang lalu. Berarti Mas Andra berbicara dengan orang itu selama satu setengah jam."Bukankah katamu kau hanya ingin mengambil mukena? Tapi kenapa sepertinya kamu seperti kebingungan, Aisyah?" Aku tergagap dan menoleh sekilas ke arah Mas Andra, saat pria itu menatap penuh kebencian padaku. Aku mengangguk samar, kemudian meraih mukena yang ada di atas nakas, dan meninggalkan pria itu. Tanpa kuduga, Mas Andra langsung menutup pintunya dengan kasar.Brughh! Padahal aku baru satu langkah keluar dari kamar, tapi pria itu saking membenciku sam
Fakta MengejutkanPagi ini aku mengajak Farel untuk berjemur di halaman depan, sekaligus menunggu tukang sayur yang biasanya lewat. Kata bidan waktu itu, kulit Farel sedikit kuning jadi dia harus sering-sering dijemur untuk mendapatkan vitamin D secara alami. Uang di kantong tinggal lima belas ribu lagi dan harus kugunakan sebaik-baiknya. Beruntung Farel belum bisa jajan karena umurnya masih dini.Besok adalah jatah Mas Andra memberikan uang. Semoga dia tidak melupakan kewajibannya.Bu Nur dan Pak Tarso baru saja pulang dengan motor Beat merah miliknya. Wanita itu misuh-misuh langsung berdebat sedikit dengan suaminya, entah mengobrolkan apa. Setelahnya tampak mendekat ke arahku dengan tergesa."Eh, Aisyah. Aku lihat suamimu membonceng seorang wanita di jalan tadi pagi!" Wajahnya terlihat serius dan meyakinkan."Ap-apa?!" ucapku tak percaya. "Bu Nur jangan bicara sembarangan ya." Kata itu begitu saja keluar dari dalam mulutku, mencoba tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh wanita
Berobat"Maaf, saya mencoba untuk melihat wajahnya ya, Bu Aisyah. Silahkan berbaring di sini." Seorang pria tampan bergelar dokter kecantikan tersenyum dan mempersilahkanku untuk berbaring di brankar. Saat ini aku sedang berada di sebuah klinik kecantikan, saat Bu Indria membawaku ke tempat ini, untuk mengobati wajahku yang sudah sangat memprihatinkan. Sepertinya wanita itu kasihan kepadaku, apalagi setelah kujelaskan kisah hidupku tadi. Katanya, dia tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang karena meyakini jika aku akan menjadi seorang bintang setelah wajahku mulus. Apalagi ditunjang dengan kulitku yang putih, tinggi badan yang proporsional, bentuk tubuhku yang tidak berubah meskipun sudah melahirkan, ditambah penampilanku yang sebentar lagi akan Bu Indria rubah, membuatnya optimis jika aku akan menghasilkan pundi-pundi rupiah. Meski itu juga adalah harapanku. Dokter itu kemudian mengambil sebuah alat yang diarahkan ke wajahku, membuat seluruh apa yang tidak ada di wajahku t
Bab 6MinggatMenjelang malam pun tiba. Aku memilih rebahan di kamar bersama dengan Farel, dan mengajak bayi dua bulan itu bercanda. Tentunya setelah melaksanakan shalat wajib. Seperti biasanya, Mas Andra membeli makanan dari luar, lalu menikmatinya sambil menonton TV. Tanpa menawariku ataupun mencoba memanggilku agar makan bersamanya. Hal yang sudah lima bulan ini tidak dia lakukan. Hampir setiap malam, pria itu membeli makanan dari luar. Entah itu nasi goreng, ayam goreng, martabak, ataupun sate. Dan sebagai seorang istri, aku hanya bisa menelan ludah sambil mencoba untuk bersabar melihat perlakuannya yang tidak wajar itu. Jika ada sisanya, pagi-pagi aku akan memakannya setelah menghangatkannya di atas kompor. Namun jika makanan itu tidak tersisa, aku hanya bisa mendesah panjang mencoba untuk bersabar. Berharap suatu hari nanti hidupku akan berubah. "Entah terbuat apa hati pria yang menikahiku dua tahun yang lalu itu. Hingga begitu kuatnya dia mengabaikanku selama lima bulan laman
Bab 33 Akhir Segalanya Berjalan dengan mengendap-ngendap, aku masuk ke rumah yang belakangan ini menjadi tempat tinggalku bersama dengan Aisyah. Berharap wanita itu tidak mengetahui kepergianku ke rumah Anisa. Bahkan dengan keadaanku yang seperti ini, rasanya aku enggan untuk berbicara dengan wanita itu untuk sementara waktu, karena pasti Aisyah akan mencecarku dengan berbagai pertanyaan."Dari mana kamu, Mas?" Deg! Suara Aisyah terdengar dari balik pintu. Wanita itu menatapku dengan penuh selidik."Aku–" Sial. Aku tak sempat memikirkan alasan dari mana kepergianku, apalagi dengan keadaanku yang terluka seperti ini akibat ulah si Malik tadi. Aisyah pasti curiga."Jangan katakan jika seseorang membegalmu lagi di jalan, karena alasan itu sudah basi untukku, Mas." Duh, bagaimana ini. Sangat sulit mencari alasan di saat aku tidak bisa berpikir jernih."Eh, tadi aku bertemu dengan teman, tak disangka dia mar
Bab 32 Pria Asing Seketika ibu melongo. Saat aku dan Aisyah menatap wajahnya dengan serius. Seperti tengah mencari alibi, wanita itu masam-mesem dengan matanya yang melirik ke sana kemari."Eh itu–""Sudahlah, Bu. Tidak usah berbohong lagi. Ayah mertua juga sebenarnya sudah sehat. Jadi sebaiknya ibu bawa pulang saja daripada terus-terusan tinggal di rumah sakit, kan tidak enak," ujar Aisyah lagi. Ada raut nada tidak suka dari penjelasannya barusan. Mungkin wanita itu kecewa karena oleh ibuku yang terus membohonginya. Sedangkan aku juga tidak bisa berbuat apa-apa karena ini murni adalah kesalahan ibu.Tidak dapat berkata-kata lagi, Ibu akhirannya membungkam mulutnya. Setelahnya kuajak dia menemui dokter untuk mengajak ayahku pulang. Sepanjang perjalanan Aisyah tidak bersuara. Ibu juga sepertinya merasa malu kepada wanita itu. Saat melewati restoran Padang kesukaannya wanita itu hanya bisa menelan ludah
Bab 31 Pria Tidak Bertanggungjawab Kuparkirkan mobilku di halaman. Motor Mas Andra masih ada di sana seperti tadi pagi. Berarti pria itu tidak pergi kemanapun seharian ini. Begitu pintu terbuka, pria itu sudah menodongku dengan keberadaannya. Mengagetkan sekali."Assalamualaikum," ucapku. Terlihat pria itu senyam-senyum sendiri seperti menginginkan sesuatu."Aisyah, kamu sudah pulang? Ayo duduk sini." Bukannya menjawab salamku, pria itu malah mengajakku duduk di sofa. Dari raut wajahnya saja sudah kelihatan jika dia memiliki maksud lain."Ada apa Mas?" Kuikuti kemauannya. Dan bersiap mendengar maksudnya. Padahal aku ingin segera bertemu dengan Farel."Aisyah, tadi ibu minta uang lima belas juta. Kamu tahu kan jika mas sedang sedang cuti sekarang. Sedangkan waktu itu uang mas dipake sama kamu sebanyak empat puluh lima juta. Jadi, bisa kan kamu ngasih dulu ke ibu. Nanti jika mas udah kerja
Bab 30Rasa kesal memenuhi pikiranku. Uang di atm-ku pasti sisanya tidak jauh dari 30 juta. Jika aku harus memberikannya kepada ibu untuk pengobatan ayah, tentu nilainya akan kembali berkurang setengahnya. Sedangkan aku entah kapan kembali bekerja, mengingat sekarang aku juga pasti sedang dikejar-kejar oleh anak buahnya Pak Darma. Bahkan saat ini aku tidak tahu kabar Malik lagi, karena pria itu tidak juga menghubungiku. Ingin menghubunginya terlebih dahulu, namun aku sadar kesalahanku semalam yang meninggalkannya pergi.Kini harapanku tinggal Aisyah saja satu-satunya. Dia kan mulai bekerja, pasti gajinya juga cukup besar. Apalagi seorang model dibayar per kontrak baru disetujui."Andra!" Suara ibu terdengar melengking."Ya, Bu." Aku beranjak dan mendekat ke sumber suara. Wanita itu sudah rapi. Di ruang tengah, ibu memakai kerudung panjang dengan tas yang tersampir di lengannya."Ibu mau ke rumah sak
Bab 29Terasa AsingHari pertama kembali kepada Aisyah. Semuanya terasa begitu asing bagiku. Semalam tidak ada hubungan intim antara kami berdua, karena sesuai poin dalam isi perjanjian, aku harus menahan diri untuk tidak menggaulinya selama dua bulan lamanya. Dan sebagai seorang pria yang memiliki libido tinggi, rasanya hal itu seperti hukuman untukku. Tapi, aku akan berusaha untuk tetap sabar meskipun jika aku kebelet, bisa saja aku pergi diam-diam kepada Anisa sebagai pelampiasan.Pintu kamar mandi terbuka pelan, setelahnya Aisyah keluar dari walk in closet dengan pakaiannya yang sudah rapi. Tampak Anggun mengenakan gamis berwarna pink dengan kerudung berwarna fanta. Melirik sekilas ke arahku, kemudian wanita itu segera membuka pintu kamar dan beranjak ke meja makan membantu Mbak Iin menyiapkan sarapan pagi.Aku ikuti langkahnya dengan perasaan lesu. Sepertinya kembali padanya bukan ide yang baik, mengi
Bab 28Babak Belur "Andra, cepat kau datang ke gudang sekarang juga!!" Kuabaikan perkataan Aisyah. Sekarang bukan waktunya untuk berdebat dengannya, meskipun poin-poin yang tertulis dalam lembaran kertas tadi mengusik pikiranku. Tega sekali wanita itu memberikan syarat yang sulit untuk kulakukan, jika aku ingin kembali hidup dengannya.Dalam pandangan tajam wanita itu, aku segera berlalu, menyambar kunci motor yang terletak di atas meja ruang tamu, lalu mengendarai kendaraan hitam milikku itu. Kendaraan yang kubeli dari hasil sesuatu yang tidak sesuai dengan penghasilanku sebagai pekerja di kantor dengan posisi rendahan.Hanya sepuluh menit sampai di tempat yang dituju. Di sana Malik tengah menunggu. Rekanku itu tidak sendiri. Ada lima orang pria yang tampak berdiri menunggu kedatanganku dengan tidak sabar."Ada apa ini? Apa yang kau lakukan kepada temanku?!" ucapku saat melihat wajah Malik yang babak belur. Waj
Bab 27Persetujuan "Asiyah, kau terlalu sombong. Berani sekali kamu ngajukan syarat berat seperti itu padaku! Kau pikir aku akan tahan dengan tidak menyentuhmu dalam waktu dua bulan lamanya? Dan apa tulisan tadi, kau ingin aku memberikan semua nafkah padamu dan kau yang akan mengaturnya? Lalu kau tidak ingin ada rahasia diantara kita berdua baik itu dalam keuangan sikap maupun isi ponsel masing-masing?! Kau juga ingin diijinkan untuk bekerja sebagai model profesional?! Heh, kau benar-benar menyudutkan aku, Aisyah!! " Pria itu hendak mencengkram rahangku namun tangannya segera kutepis dengan kasar. "Jangan coba-coba kamu melakukan kekerasan padaku, Mas! karena aku tidak akan diam saja. Bukankah sudah kau baca poinnya baik-baik?! Jika kau setuju untuk berbaikan denganku, maka silahkan setujui syarat yang kuajukan tadi. Maka jika tidak, silahkan kau pergi kepada selingkuhanmu itu, aku tidak akan keberatan. Lagi pula aku sudah terbiasa
Bab 26Hasutan AnisaWanita itu berdiri di sana dengan rok pendeknya. Belum lagi atasan yang ketat, menyembulkan kedua dadanya sambil melipat tangan di dada. Jelas terlihat dia sangat membenciku, dan tentu saja setelah pengusiran malam itu aku juga aku bertemu dengannya lagi di tempat ini."Siapa kamu, berani sekali Kamu menyala obrolan kami?!" Bu Indria berdiri dengan bahasa ketus. "Saya siapa?! Saya adalah adiknya dari wanita yang berkerudung di samping anda. Alih-alih memberinya tawaran kerja, kenapa tidak sama saya saja. Anda lihat bentuk tubuh saya tidak kalah dari Aisyah. Kenapa memakai model yang penampilannya saja tertutup? Bukankah lebih baik jika saya juga ikut bekerja pada anda, maka baju model apapun akan saya pakai. Termasuk pakaian seksi sekalipun." Anisa berkata dengan perasaan bangga. Dasar wanita murahan. Benar-benar sudah konslet urat malunya."Kamu jangan bicara ngawur ya. Kamu mau menjadi model?
Bab 25Perjanjian"Sebenarnya ayah sudah tidak sudi lagi bermenantukan pria durjana dan tidak setia itu. Namun demikian, kau lihat sendiri kan Aisyah, bagaimana liciknya dia merayumu terus-terusan bahkan sampai mengandalkan ibu dan ayahnya. Ck!" Ayah tengah meluapkan kekesalannya."Iya, Yah. Sebenarnya Aisyah juga malas untuk melayani. Namun karena kasihan kepada ayahnya, makanya Arisa diam saja ketika berada di rumah sakit tadi," ujarku saat sudah berada di rumah dan pamit pulang lebih dulu karena ada urusan penting. Sementara ibu mertua dan Mas Andra memilih untuk tetap di rumah sakit. Aku juga tidak mengerti dengan keinginan pria itu. Padahal dia sudah blak-blakan menghianatiku, tapi sepertinya dia tidak punya hati dan ingin tetap kembali padaku. Benar-benar kelewatan. Sebenarnya terbuat dari apa hati pria itu, aku juga tidak mengerti."Lalu apa yang kamu inginkan sekarang, Nak? Jangan sampai rasa cinta itu membuta