"Terserah kau saja," jawab Raya yang tak henti menepuk jok mobil yang didudukinya."Mobilmu nyaman ya, beda sekali dengan angkot yang tiap pagi kunaiki," tutur Raya polos.Mata Alex mendelik melihat tingkah Raya, senyum tipis tiba-tiba merekah dari bibir pria itu. Sebuah senyuman yang penuh arti.***"Andrew Rinindra Alexander Green."Raya mengeja sebaris nama di kartu identitas Alex yang dipegangnya. "Namamu keren ya. Orang bule ternyata.""Kalau sudah selesai membacanya, sini kembalikan KTP ku," sungut Alex."Ternyata sudah 25 tahun umurnya, pantesan sampe dicariin calon istri segala. Udah tua!" Lanjut Raya terkekeh.Merasa diejek, tangan Alex dengan cepat menyambar kartu identitasnya dari tangan Raya, wajah kesal ia perlihatkan pada gadis itu."Bukan urusanmu, nona." Ketusnya sambil meletakkan kartu identitasnya kedalam saku celana yang dipakainya."Perasaan nyonya yang tadi siang wajahnya Indonesia banget. Kok bisa punya anak kayak bule nyasar begini yah," tutur Raya sambil melir
"Kok aku jadi ngerasa kayak benalu banget. Sudah ya, aku mau masuk dulu, mau mandi. Terus tirakat semalaman. Biar impianku dapet suami kaya terkabul." Tangan Raya dengan cepat memutar pintu kamar kosnya."Yuk bobo cantik biar tambah imut imut," lanjut Raya pada Winda."Kenapa ada gadis yang selalu beruntung, seperti dirimu," keluh Winda."Karena aku manis dan imut imut" jawab Raya asal. ***Sejak pagi Raya sudah bersiap, gadis itu berdandan cantik, meski acara makan malam yang akan di hadirinya, masih beberapa jam lagi, tetap saja ia menjaga penampilannya.Sepanjang waktu, Raya terlihat bersemangat melayani calon pelanggan yang datang ke counter yang dijaganya. Senyumnya tak pernah lepas dari bibirnya. Suasana hatinya terlihat sangat baik hari ini."Mbak Raya, baik baik saja, nggak demam atau lagi sakit kan?" Tanya Nanda, rekan kerjanya, sesama penjaga counter ini."Nggak, emang aku kenapa?" Balas Raya."Gak apa apa sih, cuma heran saja. Mbak Raya nggak kayak biasanya. Perasaan dar
"Berhenti! Ku bilang, turunkan aku."Dengan terpaksa Alex menaikkan kembali kaca jendela mobilnya dan menghirup kembali parfum aroma melati itu, Merasa menang, Raya mengulas senyum.Mobil yang dikendarai Alex mulai membelah jalanan ibukota. Langit yang bertaburan bintang seolah-olah ikut menyambut kedatangan mereka diserpong. Tanpa di sadari, bahwa acara makan malam ini akan membuat babak baru dalam kisah hidup mereka.****Raya menatap takjub deretan bangunan mewah yang dilewatinya. Mobil yang dikemudikan Alex kini mulai bergerak pelan, berbelok dan berhenti di depan sebuah rumah berlantai dua bergaya Mediterania klasik.Pagar setinggi dua meter itu langsung terbuka, begitu mobil ini menepi, seorang penjaga rumah terlihat melambaikan tangan, seakan telah mengenal pemilik Ferarri merah ini.Alex membuka sedikit kaca jendela mobilnya, dan membalas lambaian tangan itu dengan senyum tipis, lalu membawa mobilnya masuk ke area carport rumah ini."Aku ingin tahu latar belakangmu. Siapa kau
"Kita memang serasi ya," ucapnya dengan senyuman yang lebar. Membuat Alex berdecih pelan, lalu membuang muka.Pemuda bernama Arya itu duduk disamping Bu Sekar. Ia terlihat dingin. Hanya sesekali saja ia terlihat memaksakan diri untuk tersenyum. Berbeda sekali dengan Alex yang cukup banyak bicara, sosok Arya, cenderung diam."Secepatnya, aku ingin bertemu dengan ibumu, Raya," ungkap Bu Sekar."Be- bertemu ... tapi untuk apa, ma?" Tanya Alex gugup.***"Kok nanyanya begitu, nak. Ya untuk membicarakan tentang pernikahan kalian. Bukankah kau bilang kemarin ingin menikahinya bulan depan? Mama pikir juga sebaiknya begitu, semakin cepat akan semakin baik. Lagipula tak elok jika terlalu lama menunda, benar begitu kan, Raya?" Ucapan yang sangat jujur dan terbuka itu sontak membuat Alex salah tingkah. Ia tak mungkin menyanggah perkataan ibunya, karena sama saja seperti menjilat ludahnya sendiri. Tapi, jika secepat itu menikahi gadis yang baru belum genap dua hari dikenalnya ini, membuatnya har
"Ayo masuklah," ajak Alex sambil membuka pintu utama rumahnya."Terima kasih."Mereka berjalan beriringan melintas ruangan tamu, lalu menaiki tangga yang menuju ke lantai atas, sambil memegang selusur tangga ini, mata Raya tak sengaja melihat foto keluarga yang tergantung di dinding ini.Foto seorang anak laki laki berkemeja putih yang diapit kedua orang tuanya. Sebuah foto yang memperlihatkan kehangatan keluarga ini membuat Raya menghentikan langkahnya sejenak.***"Apa ini bapakmu?" "Iya, itu foto kedua orang tuaku. Sudah jelas kan sekarang jika aku bukan kapur yang berada di tumpukan arang," sindirnya."Masih ingat saja." Raya terkekeh.Alex membuang muka sambil mendengkus kesal, tak lama ia masuk kedalam sebuah kamar."Dengar, aku butuh waktu untuk membuang hajat. Kau bisa berkeliling rumah ini. Tapi ingat, Jangan sekali kali mencoba masuk ke kamarku.""Iya. Tapi jangan lama lama, aku mau pulang, aku mau istirahat," balas Raya."Kau benar benar gadis menyebalkan, nona," rutuk Ale
"Bukan seperti itu caranya memperlakukan seorang gadis."Ucapan seseorang refleks membuat Raya langsung menoleh, tampak disana dia sedang mengulas senyum sembari mengulurkan tangannya."Kau!""Akan kutunjukkan padanya, bagaimana cara memperlakukan seorang gadis." Lanjutnya.***"M-mas Arya!"Ia mengulurkan tangannya pada Raya. Untuk sesaat gadis itu tertegun karena tak tahu harus berbuat apa."Sini, kemarikan tanganmu, Raya." ucapnya dengan cepat meraih tangan Raya.Arya mengandeng tangan Raya dengan lembut, membuat gadis itu sejenak terpukau dan terus menatapnya tanpa berkedip. Tak menyangka jika ia mendapat perlakuan semanis ini oleh pria yang tak begitu dikenalnya."Benar benar beda sikapnya," gumam Raya."Maaf, apa kau baru saja mengatakan sesuatu?""Ah, tidak." Jawab Raya tersipu.Arya terus mengandeng lengan Raya hingga tiba didepan Ferarri merah milik Alex. Wajah masam diperlihatkan pemuda itu ketika Arya melepaskan tangannya dan membuka pintu mobil Alex untuk Raya."Nah, masuk
"Apa kau sakit?""Aneh, kau tidak demam kok." Ucap Alex sambil meletakkan telapak tangannya didahi Raya."Apaan sih? Aku baik baik saja.""Kau benar-benar gadis yang aneh," gerutu pemuda itu."Aku mau pulang! Jika ada yang ingin kau bicarakan denganku, lebih baik sekarang bicara saja."Alex masih menatapnya penuh tanya, karena masih tak percaya dengan sikap yang diperlihatkan Raya saat ini. Pemuda itu sejenak menunduk, mencari kalimat yang bisa mewakili keinginannya."Berapa aku harus membayarmu?""Apa maksudmu?"***"Pernikahan kita akan terjadi. Aku tak ingin membuat mama kecewa.""Maaf, aku tak ingin melanjutkan sandiwara ini lagi. Sudah kukatakan aku memang suka uang dan menginginkan pria kaya untuk kujadikan suami, tapi bukan berarti harus mempermainkan sebuah pernikahan. Aku masih cukup waras untuk melakukan hal bodoh itu," balas Raya tegas."Aku tak memintamu mempermainkan pernikahan. Kita akan bercerai jika sudah menemukan pasangan masing-masing.""Sama saja, tuan.""Anggap sa
Lebih baik kau tutup mulutmu itu," ucap Alex lalu memalingkan wajahnya dan membalikkan badannya, melangkah meninggalkan tempat ini."Aku suka Raya. Aku suka gadis itu."Ucapan Arya seketika membuat langkah Alex terhenti. Tak lama ia menoleh menatap Arya yang terkekeh melihatnya***Alex menyandarkan punggungnya dikursi, dengan kedua tangan di atas kemudi mobilnya. Pertemuannya dengan Arya tadi entah mengapa membuat emosinya tiba tiba tersulut."Sial!" Umpatnya.Ia meremas rambutnya kuat, giginya gemeretak, lalu kembali mendengkus kesal. [Aku suka Raya, Aku suka gadis itu]Ucapan saudara tirinya itu kini kembali terngiang di telinganya, bak kaset yang diputar berulang-ulang. Beberapa kali ia membuang napas kasar seakan ingin mengusir kalimat itu dari pikirannya."Apa yang kau rencanakan, Arya?" Geramnya tertahan.Stella, gadis yang ditaksirnya sejak masih sekolah dulu kini telah menjelma menjadi seorang wanita karir yang sukses. Pekerjaannya sebagai aktris populer negeri ini membuatny