"Ayo masuklah," ajak Alex sambil membuka pintu utama rumahnya."Terima kasih."Mereka berjalan beriringan melintas ruangan tamu, lalu menaiki tangga yang menuju ke lantai atas, sambil memegang selusur tangga ini, mata Raya tak sengaja melihat foto keluarga yang tergantung di dinding ini.Foto seorang anak laki laki berkemeja putih yang diapit kedua orang tuanya. Sebuah foto yang memperlihatkan kehangatan keluarga ini membuat Raya menghentikan langkahnya sejenak.***"Apa ini bapakmu?" "Iya, itu foto kedua orang tuaku. Sudah jelas kan sekarang jika aku bukan kapur yang berada di tumpukan arang," sindirnya."Masih ingat saja." Raya terkekeh.Alex membuang muka sambil mendengkus kesal, tak lama ia masuk kedalam sebuah kamar."Dengar, aku butuh waktu untuk membuang hajat. Kau bisa berkeliling rumah ini. Tapi ingat, Jangan sekali kali mencoba masuk ke kamarku.""Iya. Tapi jangan lama lama, aku mau pulang, aku mau istirahat," balas Raya."Kau benar benar gadis menyebalkan, nona," rutuk Ale
"Bukan seperti itu caranya memperlakukan seorang gadis."Ucapan seseorang refleks membuat Raya langsung menoleh, tampak disana dia sedang mengulas senyum sembari mengulurkan tangannya."Kau!""Akan kutunjukkan padanya, bagaimana cara memperlakukan seorang gadis." Lanjutnya.***"M-mas Arya!"Ia mengulurkan tangannya pada Raya. Untuk sesaat gadis itu tertegun karena tak tahu harus berbuat apa."Sini, kemarikan tanganmu, Raya." ucapnya dengan cepat meraih tangan Raya.Arya mengandeng tangan Raya dengan lembut, membuat gadis itu sejenak terpukau dan terus menatapnya tanpa berkedip. Tak menyangka jika ia mendapat perlakuan semanis ini oleh pria yang tak begitu dikenalnya."Benar benar beda sikapnya," gumam Raya."Maaf, apa kau baru saja mengatakan sesuatu?""Ah, tidak." Jawab Raya tersipu.Arya terus mengandeng lengan Raya hingga tiba didepan Ferarri merah milik Alex. Wajah masam diperlihatkan pemuda itu ketika Arya melepaskan tangannya dan membuka pintu mobil Alex untuk Raya."Nah, masuk
"Apa kau sakit?""Aneh, kau tidak demam kok." Ucap Alex sambil meletakkan telapak tangannya didahi Raya."Apaan sih? Aku baik baik saja.""Kau benar-benar gadis yang aneh," gerutu pemuda itu."Aku mau pulang! Jika ada yang ingin kau bicarakan denganku, lebih baik sekarang bicara saja."Alex masih menatapnya penuh tanya, karena masih tak percaya dengan sikap yang diperlihatkan Raya saat ini. Pemuda itu sejenak menunduk, mencari kalimat yang bisa mewakili keinginannya."Berapa aku harus membayarmu?""Apa maksudmu?"***"Pernikahan kita akan terjadi. Aku tak ingin membuat mama kecewa.""Maaf, aku tak ingin melanjutkan sandiwara ini lagi. Sudah kukatakan aku memang suka uang dan menginginkan pria kaya untuk kujadikan suami, tapi bukan berarti harus mempermainkan sebuah pernikahan. Aku masih cukup waras untuk melakukan hal bodoh itu," balas Raya tegas."Aku tak memintamu mempermainkan pernikahan. Kita akan bercerai jika sudah menemukan pasangan masing-masing.""Sama saja, tuan.""Anggap sa
Lebih baik kau tutup mulutmu itu," ucap Alex lalu memalingkan wajahnya dan membalikkan badannya, melangkah meninggalkan tempat ini."Aku suka Raya. Aku suka gadis itu."Ucapan Arya seketika membuat langkah Alex terhenti. Tak lama ia menoleh menatap Arya yang terkekeh melihatnya***Alex menyandarkan punggungnya dikursi, dengan kedua tangan di atas kemudi mobilnya. Pertemuannya dengan Arya tadi entah mengapa membuat emosinya tiba tiba tersulut."Sial!" Umpatnya.Ia meremas rambutnya kuat, giginya gemeretak, lalu kembali mendengkus kesal. [Aku suka Raya, Aku suka gadis itu]Ucapan saudara tirinya itu kini kembali terngiang di telinganya, bak kaset yang diputar berulang-ulang. Beberapa kali ia membuang napas kasar seakan ingin mengusir kalimat itu dari pikirannya."Apa yang kau rencanakan, Arya?" Geramnya tertahan.Stella, gadis yang ditaksirnya sejak masih sekolah dulu kini telah menjelma menjadi seorang wanita karir yang sukses. Pekerjaannya sebagai aktris populer negeri ini membuatny
Dari kejauhan, Raya melihat semua kejadian tadi, mata gadis itu berbinar mendengar apa yang baru saja diucapkan Alex. Ia tak menyangka jika Alex berani mengakui keberadaannya, meskipun hanya untuk mengusir para wartawan."Kau semakin membuatku bimbang, tuan!" Bisik Raya.***Dua hari kemudian."Minggu depan aku akan pulang kampung, Win," ucap Raya pada teman satu kostnya ini."Pulang?""Ho-oh!" Jawab Raya sambil meletakkan kresek plastik hitam yang berisi dua bungkus Nasi Padang ini dari tangannya."Masalah lamaran itu?" Ucap Winda sambil membuka plastik hitam yang dibawa Raya."Iya," jawab Raya pendek."Wah, Nasi Padang yah? Enak nih, tahu aja kalau aku pengen makan rendang.Kedua gadis itu membuka bungkusan Nasi Padang lalu melahapnya, tak hanya nasi, sekotak pizza yang dibawa Winda juga menemani menu makan malam mereka.Mereka makan malam sambil duduk di sebuah bangku kayu panjang yang ada di depan kamar Winda sambil menikmati keindahan langit malam yang bertabur bintang, beberapa
"Ngapain kau datang kesini?"Bukannya menjawab Alex menarik tangan Raya dan memintanya duduk di bangku panjang yang ada didepan kamar Winda."Apa keputusanmu? Aku kesini karena ingin mendengar jawabanmu***"Jadi, kau sengaja datang kesini pagi pagi hanya untuk bertanya hal ini saja?" Protes Raya."Tentu saja, kau pikir untuk apa aku membuang waktu datang kesini? Cepat Katakan, apa jawabanmu, nona Raya?" Desak Alex."Tidak.""A-pa!? Co-coba katakan lagi?" Ucap Alex lembut namun penuh penekanan."Tidak, tidak, tidak! Jawabanku adalah tidak. Aku hanya ingin menikah dengan pria yang mencintaiku saja. Titik. Apa sekarang kau mengerti?""Sudah, sana pulang! Kau datang kesini hanya untuk menganggu tidurku saja. Lagipula, kau kan bisa meneleponku saja, tak harus datang kesini!" Sungut Raya."Aku tak punya nomor teleponmu.""Ah iya benar. Itu karena kau terlalu gengsi meminta nomorku. Padahal butuh, huh!" Raya mencibir."Sini, berikan ponselmu." "Untuk apa?" Balas Alex ketus."Sudah berikan
"Aku belum mendengar keputusanmu?""Asal kau mengabulkan satu keinginanku. Maka lamaranmu akan kuterima.""Baik, tapi sebelum itu, bisa kau ceritakan alasannya mengapa kau terus saja mendesakku agar menerima perjodohan ini?"" ... Setelah itu, baru aku katakan padamu apa keinginanku," jelas Raya.****Palembang, satu minggu kemudian."Apa kau menerima lamaran ini, Raya?"Bu Hartati memandang Raya, putri sulungnya, dengan pandangan menusuk seolah menunggu jawaban tegas darinya . Raya menelan ludah, karena tak biasanya ibunya bersikap seperti ini padanya.Bu Sekar ditemani suami keduanya, Pak Bambang dan tentu saja Alex, kini sudah berada di rumahnya. Meskipun sudah mengetahui niat dan kedatangan mereka dari Raya seminggu yang lalu, tetap saja membuat Bu Hartati terkejut karena tak menyangka calon besannya ternyata lebih kaya dari Pak Sugih. Orang terkaya dikampungnya.Mata Alex mendelik tajam pada Raya, semakin menambah rasa gugup gadis itu. Tak lama, Bu Sekar juga ikut menatapnya. Men
"Mak kan sudah bilang menerima lamaran, masa mau dibatalin, apa nggak kasihan sama anakmu yang manisnya kebangetan ini. Lagipula kan emak sudah ngasih restu?" Raya menggerutu."Ya, Karena emak malu punya anak gadis yang udah mau nikah tapi masih saja pecicilan nggak jelas kayak begini," keluh Bu Hartati sambil berlalu."Iya, bener bi, batalin aja," Nita ikut mengompori.Mendengar pembelaan Nita untuk ibunya, mata Raya membulat sempurna. Tak lama, ia menarik tangan Nita, menyeretnya kedapur."Lebih baik kau bantu aku kocok telurnya, siapa tahu setelah aku menikah kau akan menyusul.""Ogah. Kau yang disuruh kenapa harus aku yang mengerjakan!""Karena kau adalah sahabat baikku. Seorang sahabat kan harus membagi kesusahannya. Benarkan?" Bujuk Raya sambil tersenyum lebar."Dasar, giliran susah aja kau bagi padaku, pas lagi seneng, kau ngilang dari peredaran. Bahkan bayangan hilalnya saja tidak tampak," cibir Nita sambil mencebik kesal pada Raya.****Alex terpaku menatap laptop di hadapann