Raya memutuskan untuk terus menjelajah kamar milik suaminya. Raya semakin meyakini jika yang ditemukannya adalah foto diri Stella. Meski foto itu sedikit buram, karena diambil belasan tahun lalu, namun. Raya yakin jika gadis berseragam putih abu-abu itu adalah Stella. Tak lama, ia mengambil sebuah catatan kecil yang ada disudut bagian bawah meja kerja Alex, sebuah catatan kecil yang nyaris tersembunyi oleh tumpukan map."Bali with Stella, akhir minggu ini."****"Bali with Stella?" Raya mengeja kalimat catatan yang tertulis dalam kertas itu.Untuk beberapa saat, Raya diam menatap kalimat dalam tulisan itu. Bibirnya berdecak kesal. Menandakan emosinya kini sedang berubah."Apa maksudnya ini? Ia bilang pergi karena urusan pekerjaan, tapi ternyata pergi dengan Stella, Apakah ini artinya Alex dan Stella sudah berjanji akan berlibur bersama disana, karena inikah ia sampai berbohong padaku?"Raya menggeleng pelan. Ia tak habis pikir dengan cara berpikir Alex sekarang. Pernikahan mereka mema
"Aku cemburu ...? Kau bilang aku seorang sedang cemburu?""Iya, kau cemburu nona!" Sambar Winda cepat."Tak mungkin. Itu tidak benar. Aku hanya tak suka ia membodohiku, berbohong padaku. Entah mengapa rasanya seperti ...""Seperti tidak rela melihat mereka bersama, iya kan?"Raya diam, keningnya masih terlihat berkerut. Namun, Raut wajahnya mengatakan jika ia setuju dengan pernyataan Winda."Lalu ...?""Apanya?" Ketus Winda."Lalu, apa yang kulakukan?" Lanjut Raya.Winda menggeleng cepat. "Tanyakan itu pada dirimu sendiri, apa yang kau inginkan dengan pernikahanmu. Jika kau mau pernikahanmu hancur dalam setahun kedepan. Maka, tutup matamu tak usah pedulikan apapun yang dilakukan suamimu dan Stella. Tapi, jika kau ingin pernikahanmu bertahan, maka berjuanglah. Buktikan kekuatan dan berkuasanya seorang istri untuk menghajar pelakor," jelas Winda bersemangat."Kau memang kompor meleduk.""Lho aku benar, Raya. Jika aku yang berada diposisimu. Sudah ku susul mereka ke Bali.""Aku bisa mem
"Terserah kau saja. Aku tak akan menang melayanimu bicara jika mode si Patrick ini sudah muncul."Mereka menikmati makanan yang tersaji. Sesekali masih diselingi tawa keduanya. Hingga tak terasa hanya menyisakan piring dan gelas kotor saja di meja."Ah, aku kenyang." Terdengar Winda bersendawa."Sering- sering saja kau mengajakku makan seperti ini," puji Winda sambil melebarkan kedua sudut bibirnya."Iya, kau tenang saja. Aku akan sering mentraktirmu seperti ini.""Lalu, apa kau sudah tahu apa rencanamu selanjutnya?" Tanya Winda sambil mengambil sebuah tusuk gigi dan segera mengunakannya."Tentu saja. Aku tahu apa yang harus kulakukan." Raut wajah Raya kini terlihat sangat misterius, seketika membuat Winda bergidik.***"Auramu kini terasa horor. Raya. Jangan bilang jika kau akan pakai jasa dukun santet." Mata Winda memicing memandang Raya."Sembarangan. Kau pikir aku seputus asa itu, hingga mengambil jalan hitam. Tenanglah, aku masih bisa berpikir waras," balas Raya."Katakan apa ren
"Mama senang kau kesini. Mana Alex, sayang?""Aku datang sendiri kesini. Mas Alex ada urusan pekerjaan diluar kota," jawab Raya."Mama tahu pasti ada yang ingin kau bicarakan dengan mama kan. Hingga tanpa memberi kabar lebih dulu kau datang mengunjungi mama kesini?" Tebak ibu mertua Raya sambil mengulas senyum.***"Ayo duduk disini," ajak Bu Sekar, mertua Raya.Mereka melangkah menuju kesebuah sofa yang tak jauh dari meja kerja. Sofa set berwarna abu abu gelap yang sangat kontras dengan warna dindingnya yang putih polos."Tidak, aku kesini karena tak enak sendirian dirumah, ma." Raya menjawab pertanyaan ibu mertuanya tadi."Aduh, mama lupa, Raya." Bu Sekar menepuk pelan kepalanya."Sebenarnya mama sudah minta sama sebuah yayasan penyalur untuk mencarikan asisten rumah tangga untuk bekerja di rumah kalian. Mama tahu Alex pasti keberatan jika banyak orang asing dirumah. Tapi, jika satu atau dua orang ART dipekerjakan untuk membantu dan menemanimu dirumah, kurasa Alex akan setuju. Karen
"Ma, cincin ini," tanya Raya."Pakai saja. Mulai sekarang itu adalah milikmu.""Terima kasih, ma. Akan ku jaga cincin ini baik baik," sahut Raya."Mama percaya padamu.""Ayo, nanti mama akan beri tahu makanan atau hal apa saja yang disukai Alex dan hal yang tidak disukainya. Kita bisa bicara banyak setelah makan.""Iya ma." Raya mengangguk, lalu mengikuti langkah ibu mertuanya menuju meja makan.****Raya memandang kembali cincin berhiaskan permata safir biru itu dijari manisnya. Pertemuannya dengan ibunya Alex kemarin, membuatnya yakin akan keputusannya untuk memisahkan Alex dari cengkraman Stella.Cukup lama ia memandang cincin itu. Sesekali bibirnya terlihat menyunggingkan senyum. Nampak jelas suasana hatinya kini sedang senang.Raya melangkah menuju lemari pakaian dan mengambil sebuah rok panjang berwarna coklat muda dan juga sebuah cardigan rajut kuning, lalu memakainya. Sengaja ia tak mengikat rambut panjangnya. Membuatnya terlihat benar-benar begitu manis.Sebuah Sling bag berw
Mata Raya tak berkedip ketika melihat sosok yang tak asing sedang berdiri di dekat pintu utama rumahnya. Tak lama kemudian, Arya melintas dari samping dan langsung menyapanya."Kau sudah pulang Alex, kupikir kau akan lama mengurus pekerjaanmu di Bali?"****"Kau sudah pulang?" Tanya Raya masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang."Iya, begitu pekerjaanku selesai, aku langsung pulang," jawab Alex ketus."Ah, jadi benar ini kau," ulang Raya sambil menjawil pipi Alex."Kau apa-apaan sih, dasar aneh!""Ternyata, ini benar benar kau." Raya terkekeh.Wajah masam masih diperlihatkan Alex kala ia melihat Arya yang melirik Raya sambil mengulum senyum. Membuat Alex berdecak kesal."Ke-kenapa kalian bisa pulang bersama?" Tanya Alex ketus sambil melirik Raya."Kami tak sengaja bertemu di mall, lalu menikmati secangkir kopi di sebuah kedai, benar kan Raya?" Arya langsung menjawabnya."Iya, Mas Arya sangat baik, ia menemaniku disana, kau tahu jika tak ada dia mungkin aku akan bosan send
"Dasar bodoh," umpat Raya spontan."Kau bilang aku bodoh!""Iya, kau bodoh. Kenapa tak suka. Kau sengaja kan mau cari ribut denganku. Ayo!" Tantang Raya."Apa kau yakin ingin menantangku?" Mata Alex menyipit lalu menghampiri Raya. Tak lama, ia membisikkan sesuatu ketelinga Raya."Aku terima tantanganmu. Bagaimana kalau untuk pemanasan kita tidur bersama malam ini? Menghabiskan malam pertama kita sebagai pengantin, dengan begitu kau bisa menilai apakah aku bodoh atau tidak dalam memuaskan mu?"***Byurr.Segelas air putih ditumpahkan Raya keatas kepala Alex. Membuat pemuda itu langsung mengumpat kesal."Apa yang kau lakukan?""Mendinginkan dan membersihkan kepalamu, agar otak kotormu itu bersih dari pikiran jorok," sungut Raya."Ah, kau ...!" Alex menggeram kesal."Kalau kau mau kau habiskan saja sisa mie dimeja, aku sudah tak berselera lagi." Ucap Raya sambil berlalu meninggalkan Alex yang masih sibuk mengelap sisa air dikepalanya."Benar benar gadis tak punya etika. Mengapa aku sampa
Sambil mengulas senyum, Raya meletakkan tiga gelas berisi teh hangat itu di meja. Tak lama ia ikut duduk disebelah Alex dan mempersilahkan Stella untuk meminumnya."Minumlah, aku harap kau suka tehnya. Maaf, di rumah ini tak ada cemilan atau kue yang bisa ku suguhkan padamu, karena Mas Alex belum sempat menemaniku belanja," Ujar Raya sambil mendelik tajam pada Alex.Alex berpura pura tak peduli dan memilih untuk mendengarkan saja keluhan Raya tentang dirinya. Tak lama Stella memberanikan diri bicara pada Raya."Aku meminta Alex untuk menemaniku hari ini, apakah kau mengizinkannya, Raya?"***Stella tersenyum menyeringai. Pertanyaan konyol itu akhirnya terucap dari bibir nya. Untuk beberapa saat Raya tertegun mendengarnya. Namun, hal itu tak berlangsung lama karena beberapa detik kemudian, Raya langsung mengulas senyum manis."Kau ingin pergi bersama Mas Alex?" Raya mengerutkan keningnya."Iya, aku ingin ia menemaniku hari ini.""Kau benar benar tak tahu malu!" Ucap Raya sambil terseny