"Terima kasih atas teh nya, Raya.""Sama sama. Kuharap kau tak kecewa karena Alex tak bisa menemanimu."Stella tak menjawabnya. Ia melangkah menuju pintu keluar, sesaat sebelum melintas di hadapan Alex. Stella kembali menoleh lalu, bergumam pelan. "Aku masih berharap kau akan menemaniku, Alex. Aku akan menunggumu di apartemenku." ****Stella berjalan kembali menuju mobilnya. Raut kecewa masih nampak jelas di wajahnya. Masih sempat ia menoleh sebentar memandang Alex yang masih terpaku diam disana. Berharap jika Alex akan pergi bersamanya.Diiringi dengan tatapan mata Raya yang masih mendelik padanya. Stella akhirnya masuk kedalam mobilnya. Untuk sesaat ia diam dibelakang kemudi mobilnya, masih memandang pasangan pengantin baru itu dengan pandangan nanar."Mengapa aku seperti ini. Mengapa aku seakan merasa kehilangan dirimu. Apakah aku telah melakukan kesalahan besar dengan menolak perasaanmu, Alex?"Bibir Stella berucap lirih. Ia menekan pelan dadanya, yang terlihat sesak. Tak lama,
"Biar nanti aku akan mencoba membujuknya, ma." Raya menyarankan."Kau benar! Coba kau yakinkan anak itu, mama yakin kau bisa membujuknya. Setidaknya Mbok Sumi nantinya akan sedikit meringankan pekerjaan rumah kalian.""Iya ma," jawab Raya."Ya sudah, mama pulang dulu ya. Jaga dirimu baik-baik. Mama harap tak lama lagi kalian akan memberi mama kabar baik.""Kabar baik?" Tanya Raya tak mengerti."Iya kabar baik. Kabar kehamilanmu, Raya."Raya menelan ludah, kerongkongannya terasa tercekat begitu mendengarnya. Permintaan ibu mertuanya saat ini sulit untuk dikabulkannya. Tak mungkin ia bisa hamil, karena pertahanannya saja sampai sekarang belum jebol dan terjamah oleh tangan Alex."Mama pulang dulu ya sayang." Pamit ibu mertua Raya lalu mengambil gelas minuman yang tadi disuguhkan Raya dan langsung meminumnya separuh."Iya ma, hati hati.""Mbok Sumi sementara ikut pulang dulu sama mama, nanti jika Alex sudah setuju, mama akan antar mbok Sumi kesini. Kau juga hati hati lah dirumah, jaga ma
Ponselnya berdering ketika Raya membuka pintu kamar mandinya. Masih menggunakan jubah mandi, gadis itu langsung menyambar ponselnya karena mengira jika Alex yang menelponnya."Mas Arya?" Bisik Raya pelan.Raya mengernyitkan dahi ketika menatap layar ponselnya. Ia tak menyangka jika kakak tiri suaminya itu akan menelponnya. Perlahan, jempolnya menggeser tombol hijau diponselnya. Tak lama suara Arya yang langsung menyapanya terdengar jelas. [Hai Raya, bolehkah aku meminta waktumu sebenar?]***Raya melangkah cepat menuju ke sebuah restoran di lantai tiga mall ini. Cukup lama baginya berputar putar arah, karena ini adalah pertama kalinya ia menjejakkan langkah di Mall ini.Beberapa kali ia bertanya pada para pengunjung, dimana letak restoran yang akan dituju olehnya. Meskipun sudah mendapatkan petunjuk arah. Tetap saja ia tak langsung menemukannya. Karena mall ini cukup luas.Papan nama sebuah restoran akhirnya menyudahi acaranya mengelilingi Mall ini lebih lama lagi, mata Raya menatap
"Bisa kita pulang pulang?" Tanya Raya."Tentu saja, kali ini biarkan aku mengantarmu pulang!""Iya, kau bisa mengantarku pulang."Mereka berdua berjalan beriringan keluar dari restoran itu. Mata Arya terlihat berbinar, meski ada rasa ingin mengandeng tangan Raya, namun, ia langsung menyadari jika hal itu tak bisa dilakukannya. Dengan cepat ia memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya.***Mereka berjalan menuju area parkiran yang ada di bagian selatan mall ini, nampak sebuah Jaguar hitam sudah menunggu di parkiran, tak membuang waktu lama, mereka kini sudah berada didalam mobil.Mobil yang dikemudikan Arya perlahan bergerak meninggalkan pelataran parkir mall megah ini. Mata Arya kini fokus menatap jalanan. Begitu juga dengan Raya yang melempar pandangan keluar jendela."Maaf, apa bisa kau menurunkanku di rumah sakit Pond*k ind*h nanti?" Tanya Raya mengusir kebungkaman diantara mereka."Kau ingin melihat Alex disana?" Arya balik bertanya."Kau tahu ...?" Arya menyunggingkan se
"Kita sudah sampai." ucap Arya sambil menarik rem tangan mobilnya.Raya memandang bangunan megah rumah sakit ini. Konon katanya, rumah sakit ini menjadi langganan dan favorit para selebriti tanah air karena tidak sedikit pesohor negeri ini yang memilih rumah sakit ini sebagai tempat mereka untuk berobat, atau sekedar melakukan pemeriksaan medis."Ayo, Raya!" Ajak Arya pelan."Iya mas."Arya membuka pintu belakang mobilnya dan mengambil buket bunga yang langsung diberikannya pada Raya, sedang dirinya sendiri membawa hampers yang berisi buah dengan pita merah muda di bagian pegangannya itu."Kau tahu dimana kamar rawatnya, Mas?" Raya bertanya sesaat hendak menjejakkan kakinya masuk ke area bangunan rumah sakit ini."Tentu saja, aku mengenal manajernya dan sudah menanyakannya tadi. Kau tinggal ikuti saja langkahku," sahut Arya."Baiklah."Raya mengikuti langkah Arya sambil memegang sebuah buket bunga ditangannya. Terlihat para wartawan yang masih berkeliaran di beberapa sudut lorong ruma
"Aku sudah pernah mengatakannya padamu, jika aku suka pada Raya, bukan?""Apa tujuanmu sebenarnya?" Cecar Alex." ... Jika aku melihat satu kesalahan lagi darimu memperlakukannya. Maaf, akan kurampas Raya dari tanganmu," bisik Arya tegas ditelinga Alex.****Alex refleks menoleh dan menatap tajam pada Arya, nafas pemuda itu itu seperti tercekat di tenggorokan, bibirnya seolah ingin mengucapkan suatu kalimat, namun, kembali Arya melanjutkan perkataannya."Aku memberimu satu kesempatan lagi untuk mengubah sikapmu padanya, jika sekali lagi aku melihat Raya tersakiti oleh sikapmu, saat itu aku bertindak dengan caraku sendiri."Arya membalas tatapan mata Alex dengan sebuah senyuman. Ia seakan tak peduli jika Alex marah atau kesal padanya. Sambil melirik jam di pergelangan tangannya, Arya kembali menyapa Stella yang masih berbicara dengan Raya."Aku senang melihatmu tertawa seperti itu, Kurasa keadaanmu kini memang sudah lebih baik.""Iya, para dokter dan perawat disini merawatku dengan bai
"Maaf, aku tak bisa menemanimu lebih lama lagi. Aku pulang dulu. Pikirkan apa yang baru saja kukatakan tadi, demi kebaikanmu sendiri. Kuharap setelah ini kau bisa yakin dengan apa yang sebenarnya kau inginkan."Setelah mengucapkan kalimat itu, Arya kembali membalikkan badannya, melangkahkan kakinya menuju pintu keluar kamar rawat ini.Stella masih terpaku. Perkataan Arya kini membuat dirinya meragu dengan semua yang dilakukannya selama ini. Ucapan Arya mengenai perasaannya pada Alex. Benar benar mengacaukan pikirannya."Mas Arya terang terangan menolakku. Apa perkataannya benar bahwa selama ini aku telah melakukan kesalahan besar karena menolak cinta Alex?" Gumam Stella yang terdengar lirih.****Wajah Alex masih terlihat kesal, beberapa kali ia mendengkus. Ia tak menyangka akan mendengar ucapan tidak menyenangkan itu dari mulut saudara tirinya.Alex masih menarik tangan Raya, melewati lorong lorong rumah sakit ini, mengabaikan tatapan para karyawan rumah sakit yang menatap mereka ber
"Selamat atas pernikahanmu, Raya.""Terima kasih!"Ponsel Alex tiba tiba berdering, dengan cepat pria bermata hazel itu melepas rangkulannya. Tak lama ia pamit menjauh sebentar, demi menjawab panggilan teleponnya. Meninggalkan Raya dan Dhani berdua."Kau sendirian, mas? Mana calon istrimu yang waktu itu bersamamu?" Sindir Raya beberapa saat kemudian.***"Aku sendiri, nunggu teman." Jawab Dhani gugup.Mata Raya menjelajahi sekitar, terlihat disana sebuah motor matic hitam yang terparkir tak jauh dari tempat Dhani berdiri. Tak lama, mata Raya juga memperhatikan sepatu kets yang dipakai Dhani. "Kau sepertinya belum melupakanku ya, Mas? Sepatu itu bukankah itu hadiah pemberianku? Kupikir kau akan membuang semua barang pemberianku setelah berselingkuh dengan anak bos mu yang kaya itu," Seringai mengejek di perlihatkan Raya pada Dhani."Itu ..." "Tenang, aku tak akan memintanya balik. Anggap saja itu kenang kenangan dariku. Lagipula, aku sudah tak butuh lagi barang bekas seperti itu, dij
"Terima kasih kau sudah bekerja keras untukku selama ini, jika perasaanku sudah lebih baik. Aku akan segera kembali, saat itu kau ambil semua kontrak. Aku tak akan menolaknya." Ujar Stella lalu menutup teleponnya."Maaf, tapi yang kubutuhkan saat ini adalah menjauh, karena jika aku tetap melihat Alex dan Raya bersama, akan membuatku sulit untuk bertahan. Aku butuh waktu untuk melepas segala beban ini dan menerima semua kenyataan ini." Aku butuh ketenangan untuk menata hidupku kembali." Bisik Stella hampir tak terdengar.****Tiga minggu kemudian."Kau benar- benar akan pergi?" Tanya Alex pada Arya, kakak tirinya. Ia sengaja datang ke rumah keluarga Pak Bambang. Untuk memastikan ucapan ibunya yang mengatakan bahwa Arya akan berangkat ke Australia, awal bulan depan."Iya, aku sudah memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku disana." Jelas Arya membenarkan pernyataan Alex."Kapan kau akan pergi?" "Minggu depan." Jawab Arya."Kau pergi bukan karena menyerah, bukan?""Anggap saja itulah a
Maaf, Kita Sudah MantanWajah mereka saling berhadapan satu sama lain, rona kemerahan nampak dipipi Raya, rasa malu membuat gadis itu memalingkan wajahnya, melihat sikap Raya yang masih malu, Alex membelai lembut pipi wanitanya."Aku ingin memiliki anak darimu, bisakah kita memulainya malam ini," goda Alex."Kau memang pria mes*m, entah mengapa aku bisa mencintaimu." Balas Raya tersenyum.***Tiga hari sudah Alex berada dirumah mertuanya, dan hari ini mereka akan kembali ke Jakarta, karena pekerjaan Alex yang sudah menunggu. Ada rasa haru ketika Bu Hartati melepas kepergian anak dan menantunya. Namun, setidaknya ia tak perlu khawatir lagi, karena Alex sudah berjanji akan menjaga dan membahagiakan putrinya seumur hidup.Tangan Bu Hartati melambai begitu Alphard hitam itu bergerak dan semakin menjauh, duduk dikursi belakang ada Alex yang berdampingan dengan Raya, sementara Pak Budi duduk dibelakang kursi kemudi. Perjalanan belasan jam akhirnya dilewati tanpa terasa karena rona bahagia
[Aku mencintai Raya. Tolong jangan mengganggunya lagi.]Kalimat itu terdengar sangat tegas diucapkan Alex. Membuat Arya mengerti jika ia tak akan pernah bisa bersaing dengan Alex. Ia pasrah jika akhirnya harus melepas Raya kembali pada Alex.Arya membuka laci meja kerjanya dan melirik pasport yang ada didalamnya. Tangannya kemudian meraih pasport itu dan menatapnya cukup lama."Mungkin sudah saatnya bagiku untuk mencari seseorang yang benar-benar bisa menerimaku." Lirihnya pelan.***Alphard hitam menepi tepat didepan pagar rumahnya. Deru mobil itu masih terdengar, tak lama nampak ada seorang pria yang keluar dari arah pintu kemudi, lalu berputar arah, mengeluarkan sebuah travel bag dan koper.Raya dan Bu Hartati masih memperhatikannya, sinar lampu tak cukup terang untuk melihat siapa gerangan yang baru saja keluar dari sana. Rasa penasaran membuat Bu Hartati fokus menatap pria itu."Mobil siapa itu?" Bu Hartati mengulang pertanyaannya, tanpa menoleh."Entahlah, aku tak tahu, mak. Tap
"Kau ada disini, Raya? Mak pikir kau sudah tidur, nak?"Sapaan Bu Hartati membuat Raya sedikit terkejut, refleks ia menoleh kearah ibunya yang berdiri di bibir pintu lalu duduk di sebelahnya, di kursi rotan panjang ini."Belum.""Apa hubunganmu dengan Alex, masih bermasalah?" Tanya Bu Hartati pada putrinya.***"Sedikit," jawab Raya."Kau mau cerita pada emakmu ini, nak?"Raya menghela nafas panjang begitu mendengar ucapan ibunya. Ada rasa terharu dalam hatinya atas pertanyaan ibunya. Membuat perasaan saat ini sedikit lebih baik."Alex dan aku memang menikah karena suatu alasan. Kami bertemu pertama kali di ..." Raya mulai menceritakan awal mula pertemuan mereka hingga akhirnya sepakat untuk menikah. Sesekali gadis itu terdiam, dan mengigit bibirnya, kala ia harus menceritakan bagaimana selama pernikahan, mereka tidak pernah berbagi tempat tidur.Bu Hartati menggelengkan kepalanya tatkala mendengar penjelasan putrinya. Ada rasa iba saat ia menatap ke wajah anak sulungnya itu. Sorot ma
"Aku hanya kau tidak ingin melewatkan kesempatanmu untuk menjadi lebih bersinar. Karirmu sedang bagus saat ini. Cobalah untuk berpikir ulang dan mempertimbangkannya lagi."Stella menghela nafas panjang, ia tahu akan sulit baginya untuk menolak keinginan managernya. Hanya saja saat ini yang diperlukan olehnya adalah menyembuhkan luka hatinya."Baiklah. Aku akan mempertimbangkannya lagi, tapi jika nanti keputusanku sudah final, kuharap kau bisa menerimanya." Ujar Stella lalu memutuskan sambungan teleponnya.****Mata Bu Hartati mendelik tajam pada Raya, putri sulungnya yang baru saja tiba lima menit yang lalu dari Jakarta. Tatapan wanita berusia empat puluh tahunan itu terasa menghujam seakan mengetahui alasan dibalik kepulangan putrinya. Meski dalam hati sebenarnya ia gembira karena Raya pulang mengunjunginya tetap saja ia tak bisa menepis rasa kecewanya akan sebuah kebohongan.Dua hari yang lalu, Bu Sekar, besannya telah meneleponnya dan membeberkan alasan dibalik pernikahan mereka, i
"Aku dalam perjalanan ke Palembang." Lapor Alex pada istrinya begitu panggilan teleponnya tersambung. Tak lama, wajah Alex nampak mendengkus kesal, karena lagi lagi Raya memutus sambungan teleponnya."Dasar kepala runcing. Entah mengapa aku bisa jatuh cinta dan menikahi wanita keras kepala seperti dirinya." Rutuk Alex yang langsung di sambut gelak tawa oleh Pak Budi."Jangan tertawa, pak." Sungut Alex kesal."Maaf, tapi aku tak bisa menahan tawa," ucap Pak Budi lalu menghentikan tawanya."Jangan kesal. Wanita memang seperti itu. Kita para laki-laki yang harus mengerti dan berjiwa besar menerima sikap mereka yang kadang kadang absurb dan membuat kesal. Istri saya juga sering marah pada saya tanpa alasan yang jelas." "Istri saya, kalau sudah kelihatan gelagatnya mau marah, saya langsung menyingkir pak. Soalnya bisa panjang urusannya. Apalagi kalau sudah mengomel. Wah, alamat tidur sama guling di luar saya pak," gurau Pak Budi sambil tetap fokus dengan kemudinya."Biasanya apa yang bisa
"Itu biasa terjadi, karena Mas Alex panik. Maka, hal kecil dan terlihat sepele bisa terlupa.""Mungkin saja kau benar. Terima kasih karena sudah membantuku dan maaf, jika aku sudah mengganggu waktu istirahatmu." Tutur Alex."Sama sama dan cobalah untuk menelponnya lagi. Siapa tahu kali ini Raya akan menjawabnya." Winda mencoba memberi saran.****Raya memandang ke luar jendela. Pemandangan malam yang gulita kini menghampirinya. Sesekali tampak kerlipan lampu jalan, membuat perjalanan pulangnya terasa syahdu. Rasa rindu kepada keluarga membuatnya tak sabar ingin segera bertemu dengan keluarganya.Malam kini semakin larut, Raya melirik layar ponselnya yang sudah menunjukkan pukul sebelas tiga puluh malam, ada puluhan notifikasi panggilan telepon masuk ke ponselnya yang tidak disadarinya. Sejak keluar dari rumah Alex, ia mengaktifkan mode senyap (silent) pada ponselnya.Sepanjang perjalanan Raya hanya diam, membuang pandangan keluar jendela, menikmati pemandangan malam, di sebelahnya dud
"Tak apa. Jadikan itu sebagai pelajaran untukmu. Jika suatu saat nanti ada pemuda yang jatuh cinta padamu, kau bisa lebih menghargainya." Ujar Arya bijak.Stella tersenyum getir mendengarnya. Tak lama, ia kembali menuangkan wine yang tersisa di botol ke dalam gelas, lalu dengan cepat, tanpa sempat dicegah, ia meminumnya sampai habis. ***"Hidupku terasa menyedihkan. Aku ditolak oleh orang yang selama bertahun tahun, perasaan cintanya kuabaikan. Rasanya tak akan ada lagi yang bisa mencintaiku seperti dirinya dulu." Isak Stella lirih.Lama Arya terdiam, karena tak tahu bagaimana harus bersikap atas pernyataan Stella barusan. Stella meliriknya seakan menunggu reaksinya. Karena merasa Arya mengacuhkan pernyataannya, akhirnya membuat Stella berdiri dan mengambil sebotol Red wine lagi dari dalam lemari kaca yang berada tak jauh darinya."Jangan minum lagi," Arya berusaha mencegah ketika melihat Stella memegang alat pembuka tutup botol."Kau tak perlu cemas. Aku tak akan mabuk." Stella terk
"Bu Raya bilang jika nanti bapak pulang, tolong masuk ke kamarnya."Setelah mendengar pesan yang disampaikan Pak Anton, Alex langsung membuka kunci rumahnya dan langsung berjalan menuju ke kamar Raya. Perasaan gelisah bercampur dengan rasa penasaran membuat Alex lupa untuk menelpon Raya dan bertanya langsung padanya. Tangan Alex nampak jelas sedikit gemetar begitu membuka pintu kamar Raya. Matanya menjelajahi tiap sudut ruangan. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah amplop berwarna putih di atas nakas.***Drrtttt!Ponsel Arya bergetar, tepat disaat ia baru saja hendak keluar dari ruang kerjanya. Dengan cepat tangannya merogoh ponselnya dari dalam saku jasnya.Raut wajah Arya seketika berubah ketika melihat nama yang tertera dilayar pipih itu. Sebuah pesan singkat yang dikirim Stella padanya. Pesan yang berisi agar ia bisa datang ke apartemen gadis itu.Arya meraih tas kerjanya lalu keluar dari ruangannya. Ia melirik sekretarisnya yang masih merapikan mejanya, lalu berjalan menuju temp