"Maaf, aku tak bisa menemanimu lebih lama lagi. Aku pulang dulu. Pikirkan apa yang baru saja kukatakan tadi, demi kebaikanmu sendiri. Kuharap setelah ini kau bisa yakin dengan apa yang sebenarnya kau inginkan."Setelah mengucapkan kalimat itu, Arya kembali membalikkan badannya, melangkahkan kakinya menuju pintu keluar kamar rawat ini.Stella masih terpaku. Perkataan Arya kini membuat dirinya meragu dengan semua yang dilakukannya selama ini. Ucapan Arya mengenai perasaannya pada Alex. Benar benar mengacaukan pikirannya."Mas Arya terang terangan menolakku. Apa perkataannya benar bahwa selama ini aku telah melakukan kesalahan besar karena menolak cinta Alex?" Gumam Stella yang terdengar lirih.****Wajah Alex masih terlihat kesal, beberapa kali ia mendengkus. Ia tak menyangka akan mendengar ucapan tidak menyenangkan itu dari mulut saudara tirinya.Alex masih menarik tangan Raya, melewati lorong lorong rumah sakit ini, mengabaikan tatapan para karyawan rumah sakit yang menatap mereka ber
"Selamat atas pernikahanmu, Raya.""Terima kasih!"Ponsel Alex tiba tiba berdering, dengan cepat pria bermata hazel itu melepas rangkulannya. Tak lama ia pamit menjauh sebentar, demi menjawab panggilan teleponnya. Meninggalkan Raya dan Dhani berdua."Kau sendirian, mas? Mana calon istrimu yang waktu itu bersamamu?" Sindir Raya beberapa saat kemudian.***"Aku sendiri, nunggu teman." Jawab Dhani gugup.Mata Raya menjelajahi sekitar, terlihat disana sebuah motor matic hitam yang terparkir tak jauh dari tempat Dhani berdiri. Tak lama, mata Raya juga memperhatikan sepatu kets yang dipakai Dhani. "Kau sepertinya belum melupakanku ya, Mas? Sepatu itu bukankah itu hadiah pemberianku? Kupikir kau akan membuang semua barang pemberianku setelah berselingkuh dengan anak bos mu yang kaya itu," Seringai mengejek di perlihatkan Raya pada Dhani."Itu ..." "Tenang, aku tak akan memintanya balik. Anggap saja itu kenang kenangan dariku. Lagipula, aku sudah tak butuh lagi barang bekas seperti itu, dij
[Siapa kau?]Tanya Raya setengah berbisik.[Raya, ini aku Stella.][Ada urusan apa kau menelponku?][Aku sengaja menelponmu, karena ingin mengajakmu bicara. Bisakah kau pergi keluar sebentar, aku menunggumu di cafetaria dua blok dari rumahmu] Ucap Stella membuat Raya spontan menoleh kearah suaminya.***Tangan Stella sedikit terangkat dan melambai ketika melihat Raya yang baru saja melangkahkan kakinya ke dalam cafe ini. Senyum tipis terbit di wajahnya seakan senang menyambut kedatangan Raya di tempat itu.Raya membalas lambaian tangan Stella sebentar dengan mengangkat sedikit tangannya, lalu berjalan menghampiri Stella yang duduk di pojok cafe ini."Hai!" Sapa Raya."Duduklah.""Aku yakin kau akan datang, Raya!" Balas Stella."Maaf, aku sedikit terlambat. Mbak.""Tak apa, panggil aku Stella saja," jawab Stella."Kau cukup berani, datang ke cafe ini sendirian saja, bagaimana jika ada wartawan disini?" Tanya Raya menyeringai."Apa tadi kau langsung mengenaliku?"Raya menggeleng. "Aku ha
"Jika begitu pilihanmu, maka, jangan salahkan aku jika suatu saat nanti Alex akan berpaling darimu.""Terserah kau saja. Aku tak peduli. Karena bagiku permintaan itu tidak masuk akal. Kurasa tidak ada lagi yang perlu kita dibicarakan. Aku mau pulang."Raya berdiri dari tempat duduknya, lalu segera membalikkan badannya, berlalu meninggalkan Stella yang masih memandangnya dengan sebuah senyuman sinis."Kau akan lihat bagaimana caraku mengambil Alex darimu, Raya, tak lama lagi kalian akan bercerai," gumam Stella ***Raya memandang Cincin Blue Saphire di jari manisnya. Cukup lama ia terdiam menatap cincin itu. Sesekali nampak ia mengelusnya lembut, sangat jelas jika ia sangat menyukai dan menyayangi cincin itu.Pertemuannya dengan Stella tiga hari lalu, masih menyisakan banyak tanya dan rasa takut didalam benaknya. Bukan tak mungkin ancaman Stella akan menjadi nyata. Karena sampai sekarang, Alex juga masih belum melupakannya.Raya masih terpaku, meski laptop dihadapannya menyala. Tetap s
"Kau berkata benar. Pernikahan kami tidak berdasarkan cinta. Meskipun aku berusaha keras, akan sia sia saja karena Alex sendiri tidak akan berpihak padaku. Mungkin sudah saatnya untuk belajar caranya melepaskan," Jawab Raya dengan seringai tipis di wajahnya."Apa rencanamu, Raya? Wajahmu seakan mengatakan jika kau sudah memiliki jalan keluarnya.""Tak ada." Raya menyahut dengan tatapan mata yang penuh arti.****Satu bulan berlalu sejak kedatangan Stella, perubahan sikap Alex sudah mulai terlihat jelas. Beberapa kali Raya melihat Alex pergi dari rumah menemui Stella tanpa bisa mencegahnya, membuat gadis itu hanya bisa menekan rasa kecewa.Siang ini entah mengapa ia melihat penampilan Alex sudah begitu rapi, Raya yakin jika suaminya akan pergi kembali menemui Stella. Sekali lagi, Raya terpaksa menelan kekecewaan, karena tetap tak bisa mencegahnya."Raya, aku pergi dulu. Jangan menungguku untuk makan malam, karena mungkin aku akan pulang terlambat." Terdengar suara Alex berpamitan padan
Arya menatap dalam ke arah manik mata Raya. Tak ada kebohongan disana. Meski untuk beberapa saat pemuda itu menyadari jika ada rasa cinta yang tumbuh di sinar mata gadis itu, tetap saja tak menggoyahkannya. Tampak tangan lebar itu mengepal seakan marah dan kesal melihat keadaan Raya saat ini."Kau tak akan menangis seperti ini lagi, Raya, mungkin ini sudah waktunya bagiku merampasmu dari tangan Alex." Bisik Arya hampir tak terdengar****Semburat jingga tampak di ujung langit, seolah pertanda berakhirnya kekuasaan Sang Surya hari ini, keperkasaannya di bumi mau tak mau harus digantikan kelembutan oleh Sang Dewi Malam.Perlahan, Sang Surya mulai tenggelam, didukung oleh langit terlihat sangat bersih tanpa adanya awan menutupinya, membuat mata Raya seakan terpukau dengan keindahannya."Kau berkata benar, mas. Sunset disini memang sangat bagus, terima kasih sudah mengajakku kesini," puji Raya."Jika kau ingin menikmatinya, kau bisa tinggal menelponku saja," balas Arya.Arya memandang waj
"Ehm, tunggu Raya! Apa aku bisa mengatakan sesuatu padamu?" Cegah Arya begitu melihat Raya hendak keluar dari mobil."Apa mas? Katakan saja. Kau terlihat begitu tegang." Tanya Raya."Apa kau bisa memberikan aku sedikit ruang di hatimu. Andai kita bertemu lebih dulu, apakah aku bisa mendapat sedikit perhatian darimu?"Raya terpaku, ia tak menyangka jika pemuda dihadapannya bisa berkata hal jujur seperti ini kepadanya. "Kau sudah pernah mengatakan hal ini padaku sebelumnya, mas!""Aku tahu, tapi kali ini aku ingin mendengar jawaban darimu.""A-aku masuk dulu, mas. Hati hatilah di jalan. Terima kasih sudah menemaniku hari ini." Ucap Raya mencoba menghindar."Aku akan tetap menunggu jawaban darimu, Raya." Ucapan Arya kembali membuat Raya hanya bisa mengulas senyum getir di wajahnya. Lalu, melambaikan tangannya sebelum membalik badan, meninggalkan Arya yang masih memandangnya penuh harap.****Dua minggu kemudian."Aku pergi dulu," pamit Raya pada Alex, ketika pemuda itu sedang asyik men
"Ah, dia menutup teleponnya. Dia pikir siapa dirinya?" Alex berdecak kesal.Mobil Ferarri merah itu kini melaju menuju kearah Serpong, wajah Alex masih terlihat kesal, entah mengapa ia memutuskan pergi kerumah ibunya."Awas saja kalau aku melihatnya ada di rumah mama. Akan kuhabisi dia nanti malam." Ucap Alex dengan seringai diwajahnya yang penuh arti.****Mobil Alex kini sudah berhenti di depan rumah ibunya, di Serpong, mata pemuda itu menelisik sekitar. Raut wajahnya terlihat kesal dengan bibir yang terus berdecak.Alex menyandarkan tubuhnya, lalu mencabut kunci mobilnya. Ia tak langsung keluar, tapi masih terpaku di belakang kemudi. Keningnya berkerut, seakan sedang memikirkan sesuatu."Akhirnya, sampai juga kemari," gumam Alex sambil menatap dalam kearah rumah keluarga Pak Bambang, tempat dimana ibunya tinggal sekarang.Dengan langkah malas, akhirnya Alex keluar dari mobilnya. Cuaca panas siang ini, seakan ikut membakar hatinya. Wajahnya masih nampak kesal, lalu berjalan menuju p