Arya menatap dalam ke arah manik mata Raya. Tak ada kebohongan disana. Meski untuk beberapa saat pemuda itu menyadari jika ada rasa cinta yang tumbuh di sinar mata gadis itu, tetap saja tak menggoyahkannya. Tampak tangan lebar itu mengepal seakan marah dan kesal melihat keadaan Raya saat ini."Kau tak akan menangis seperti ini lagi, Raya, mungkin ini sudah waktunya bagiku merampasmu dari tangan Alex." Bisik Arya hampir tak terdengar****Semburat jingga tampak di ujung langit, seolah pertanda berakhirnya kekuasaan Sang Surya hari ini, keperkasaannya di bumi mau tak mau harus digantikan kelembutan oleh Sang Dewi Malam.Perlahan, Sang Surya mulai tenggelam, didukung oleh langit terlihat sangat bersih tanpa adanya awan menutupinya, membuat mata Raya seakan terpukau dengan keindahannya."Kau berkata benar, mas. Sunset disini memang sangat bagus, terima kasih sudah mengajakku kesini," puji Raya."Jika kau ingin menikmatinya, kau bisa tinggal menelponku saja," balas Arya.Arya memandang waj
"Ehm, tunggu Raya! Apa aku bisa mengatakan sesuatu padamu?" Cegah Arya begitu melihat Raya hendak keluar dari mobil."Apa mas? Katakan saja. Kau terlihat begitu tegang." Tanya Raya."Apa kau bisa memberikan aku sedikit ruang di hatimu. Andai kita bertemu lebih dulu, apakah aku bisa mendapat sedikit perhatian darimu?"Raya terpaku, ia tak menyangka jika pemuda dihadapannya bisa berkata hal jujur seperti ini kepadanya. "Kau sudah pernah mengatakan hal ini padaku sebelumnya, mas!""Aku tahu, tapi kali ini aku ingin mendengar jawaban darimu.""A-aku masuk dulu, mas. Hati hatilah di jalan. Terima kasih sudah menemaniku hari ini." Ucap Raya mencoba menghindar."Aku akan tetap menunggu jawaban darimu, Raya." Ucapan Arya kembali membuat Raya hanya bisa mengulas senyum getir di wajahnya. Lalu, melambaikan tangannya sebelum membalik badan, meninggalkan Arya yang masih memandangnya penuh harap.****Dua minggu kemudian."Aku pergi dulu," pamit Raya pada Alex, ketika pemuda itu sedang asyik men
"Ah, dia menutup teleponnya. Dia pikir siapa dirinya?" Alex berdecak kesal.Mobil Ferarri merah itu kini melaju menuju kearah Serpong, wajah Alex masih terlihat kesal, entah mengapa ia memutuskan pergi kerumah ibunya."Awas saja kalau aku melihatnya ada di rumah mama. Akan kuhabisi dia nanti malam." Ucap Alex dengan seringai diwajahnya yang penuh arti.****Mobil Alex kini sudah berhenti di depan rumah ibunya, di Serpong, mata pemuda itu menelisik sekitar. Raut wajahnya terlihat kesal dengan bibir yang terus berdecak.Alex menyandarkan tubuhnya, lalu mencabut kunci mobilnya. Ia tak langsung keluar, tapi masih terpaku di belakang kemudi. Keningnya berkerut, seakan sedang memikirkan sesuatu."Akhirnya, sampai juga kemari," gumam Alex sambil menatap dalam kearah rumah keluarga Pak Bambang, tempat dimana ibunya tinggal sekarang.Dengan langkah malas, akhirnya Alex keluar dari mobilnya. Cuaca panas siang ini, seakan ikut membakar hatinya. Wajahnya masih nampak kesal, lalu berjalan menuju p
"Apa yang kau inginkan?""Sederhananya, aku ingin kita menghabiskan malam ini berdua. Aku ingin tidur denganmu disini," bisik Alex lembut ditelinga Raya.Ucapan Alex seketika membuat mata Raya terbelalak lebar. Helaan nafas Alex kini terdengar ditelinga Raya, karena jarak mereka yang sangat dekat. Membuat degup jantung Raya kini tidak menentu."Ada apa denganmu. Kenapa bertingkah aneh seperti ini?" Tanya Raya dengan tatapan mata penuh tanya.Alex tak menjawabnya. Tangan pemuda itu kini lembut membelai rambut panjang Raya lalu menyibaknya ke belakang, tampak leher jenjang Raya yang putih menggoda."A-apa yang ingin kau lakukan?" Tanya Raya gugup."Menikmati malam pertama kita yang tertunda."****"Pergil kau, Menjauh dariku!" Usir Raya spontan.Alex membaringkan tubuhnya diatas ranjang sambil melingkarkan tangannya di pinggang Raya. Untuk sesaat mereka diam ketika pandangan mata mereka saling bertemu."Apa kau sedang sakit?" tanya Raya sambil meletakkan salah satu telapak tangannya di
"Jangan libatkan Stella. Kau tak tahu apa apa tentangnya." Nada suara Alex meninggi."Ya, aku memang tak tahu apa apa tentangnya. Tapi, jawabanmu menentukan masa depan pernikahan ini. Aku menunggu jawabanmu secepatnya. Selagi kau masih mencari jawabannya, maka jangan coba coba ikut campur dalam urusanku." Tegas Raya sambil menarik tangan Alex keluar dari kamarnya. Tak lama, terdengar suara pintu yang ditutup kasar.***Stella menekuk wajahnya. Sudah beberapa kali panggilan teleponnya tidak dijawab Alex. Beberapa kali shoot harus diulang karena konsentrasinya tidak begitu bagus.Tiga orang kru film mendapatkan teguran darinya karena kesalahan kecil, bahkan, Lina, asisten pribadinya juga tak luput terkena muntahan emosinya.Mata sang sutradara kini mendelik tajam padanya, seakan ingin mengatakan jika ia tidak ingin melihat kesalahan lagi. Stella berdecak kesal lalu meminta Lina agar mengambil sebotol air mineral untuknya."Ini." Ucap Lina menyerahkan sebotol air mineral padanya."Terima
"Aku akan memberimu undangan pernikahan kami. Itu bagus untuk membungkam mulutmu itu." Ketus Stella kesal."Maka aku akan menunggu saat itu tiba. Menunggu saat kau datang menjadi nyonya dirumah ini," Balas Raya terkekeh. Stella bangkit dan berdiri dari sofa mewah itu. Wajahnya terlihat sangat marah. Ucapan Raya barusan seakan menjadi menghina dan menantang baginya. Tak lama, terdengar deru mobilnya meninggalkan halaman rumah berlantai dua itu."Semoga kau beruntung, Stella. Ucap Raya dengan suara parau, lalu tersenyum penuh arti.***Sejak pertengkaran mereka seminggu yang lalu, hubungan antara Raya dan Alex sedikit merenggang. Tak ada sapaan atau canda hangat yang biasa mereka lakukan, kini mereka seakan seperti dua orang asing yang tak saling kenal.Sudah dua hari ini Alex tidak pergi ke kantor. Selama dua hari ia hanya dirumah saja, di dalam kamarnya. Entah apa yang dikerjakannya disana. Beberapa kali Raya mencoba menyapanya, memastikan dia baik baik saja di sana. Namun, hanya ter
Deru mobil Arya terdengar lalu menghilang dibalik pagar. Alex menatap Stella dengan tatapan tanya. Sedetik kemudian, Alex melepaskan tangan Stella dari lengannya dan berjalan menuju kamarnya. Mengabaikan Stella yang sedari tadi memanggilnya."Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Mengapa aku merasa sangat kesal melihat Raya pergi bersamanya?" Bisik Alex yang nyaris tak terdengar.***"Kau baik-baik saja," tanya Arya begitu mereka berdua duduk di sebuah cafe."Aku tak apa apa."Raya menghela nafas panjang. Sorot matanya yang sendu seolah menahan beban hatinya. Beberapa kali ia menghindar dari tatapan mata tajam Arya yang seakan ingin mengulitinya. Ia tak mengerti mengapa hatinya begitu gelisah. Seakan ada beban berat yang menunggu untuk dibebaskan.Raya tahu jika sejak tadi Arya terus memperhatikannya. Ia juga yakin jika pemuda itu tak berniat buruk padanya. Pertemuan dengan Stella tadi tak ayal merusak moodnya pagi ini.Satu persatu para pengunjung cafe ini mulai berdatangan. Beberapa o
"Benarkah seperti itu?" Desis Stella dengan nada tak percaya."Pulanglah. Aku ingin istirahat." Usir Alex."Apa saat ini kau sedang mengusirku?" Nada suara Stella sedikit meninggi."Terserah bagaimana kau ingin menanggapinya. Tapi saat ini aku sedang tak ingin melakukan apapun. Sekali ini tolong biarkan aku sendiri dulu." Pinta Alex."Apa ini semua karena Raya?" Cetus Stella.****Mata Stella tampak nanar, bibirnya bergetar. Ada luapan emosi dan amarah yang terlihat di sana. Berharap jika apa yang baru saja dikatakannya tadi tidaklah benar. Alex memilih bungkam. Tangannya kini mulai menjauhi gagang pintu kamarnya. Ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar, ia tak ingin Stella mengetahui kenyataan jika Raya tidak tidur di kamarnya. Ia takut jika rahasia pernikahannya dengan Raya diketahui Stella.Langkah Alex kini berbelok menuju ruang kerjanya, masih dengan Stella yang mengikuti langkahnya dibelakang. Hingga akhirnya mereka berdua saling berdiri berhadapan tak jauh dari meja kerja