Stella menyambut Alex dengan senyum yang mengembang. Ada binar kebahagiaan terlihat dimatanya. Gadis itu gembira ketika melihat Alex yang kini melangkah menghampirinya."Ayo!" Ajak Alex padanya."Iya. Pakai mobilku saja. Ini kuncinya." Ucap Stella sambil menyerahkan kunci mobilnya pada Alex.Perlahan sedan berwarna silver metalik itu berjalan keluar melewati pagar setinggi hampir tiga meter itu. Alex menurun sedikit kaca mobilnya lalu meninggalkan pesan pada penjaga rumahnya."Jika Bu Raya pulang bilang aku akan pulang malam."****Mobil sport mewah itu kini membelah jalanan ibukota. Sepanjang perjalanan Stella terlihat sibuk dengan ponselnya. Tak banyak yang mereka bicarakan, karena Alex hanya menjawab seperlunya saja dan tidak terlalu banyak bicara.Sebuah bangunan rumah dengan desain kontemporer kini berdiri dihadapan Alex. Untuk sesaat ia menatap Stella dengan tatapan penuh tanya. Ia tak mengerti mengapa Stella memintanya datang ke rumahnya."Ini kan rumahmu. Stella!" Tanya Alex t
Staf wanita itu mengeluarkan beberapa lembar dokumen diatas meja, dan segera menyodorkannya ke depan Arya untuk ditandatangani. Beberapa menit berlalu mendengar staf wanita itu menjelaskan hal hal terkait dokumen yang akan ditangani."Oh iya pak, saya melihat sebuah artikel berita online, tentang Pak Alex, adik bapak. Maaf pak, bukannya saya ingin ikut campur tapi apa benar jika Pak Alex dan Stella akan bertunangan?"***Arya menghentikan aktivitasnya begitu mendengarnya, matanya yang sedari tadi membaca dokumen yang hendak ditanda tanganinya terpaksa ia tunda. Ditatapnya baik baik wajah staf wanita itu, seakan mencari kejujuran akan ucapannya disana.Ada rasa tidak percaya dalam diri Arya dengan dengan apa yang baru saja didengarnya, ia tidak yakin jika Alex dan Stella akan bertunangan. Alex mungkin masih menyimpan rasa cinta pada Stella tapi berbuat hal sebodoh itu bukan kebiasaannya adik tirinya itu.Mungkinkah ini salah satu rencana Stella? Menghembus isu pertunangan demi keingina
"Apa suamimu ada di rumah?" Tanya Winda setengah berbisik."Mas Alex ada di kantornya. Ada apa menanyakannya?" "Aku tak sengaja melihat sebuah berita selebritis online, suamimu viral, Raya?" Tanya Winda sesaat setelah Raya mempersilakannya masuk.Raya langsung mengerutkan keningnya. Ucapan Winda benar benar membuatnya tak mengerti. Berita tentang apa hingga membuat Mas Alex viral hingga menyebabkan Winda langsung menanyakannya."Tidak. Aku tak tahu, lagipula aku jarang membuka dan membaca berita online. Mungkin karena aku terlalu sibuk mengetik. Hingga, tak sempat membaca berita atau gosip seputar selebriti." "Memangnya ada apa dengan Mas Alex?" Raya balik bertanya.***"Kau terlalu polos atau pura pura tidak tahu. Stella mengumumkan pertunangan dengan seorang pria yang sudah dikenalnya sejak masa sekolah dulu. Memang sih tak ada bukti foto pria itu dan juga, Stella tidak menyebutkan nama pria itu, tapi ada dugaan pria itu adalah suamimu, Raya. Karena sepanjang karirnya, Stella tak
"Aku menolak untuk menjawabnya. Apa kau keberatan?" Tantang Stella."Baiklah, jika itu yang kau inginkan. Aku tak akan ikut campur. Kau dengarkan aku baik baik. Aku tak peduli dengan skandal atau gosip murahan yang kau sebarkan itu. Tapi, satu hal yang harus kau ingat. Jika sampai kau menyentuh Raya. Aku tak akan tinggal diam. Kau sangat tahu, mudah bagiku menghancurkan karirmu dan menguliti semua kebohonganmu itu," Ancam Arya tegas dengan sorot mata yang seakan-akan ingin membunuh***Stella memalingkan wajahnya dengan sinis. Raut wajahnya tampak begitu kesal dengan sorot mata yang tajam. Terlihat jelas jika ia tak bisa menerima apa yang baru saja di katakan oleh Arya tadi.Suasana cafe ini sedikit ramai, beberapa kali terlihat pengunjung keluar dan masuk menikmati kenyamanan tempat ini. Stella melepas maskernya dan mengambil sebuah topi dari dalam Sling bag yang dipakainya. Ia memakai topi berwarna hitam itu agak sedikit rendah hingga hampir menyentuh matanya, demi menyamarkan wajah
"Ayo kuantar kau sampai ke mobilmu." Stella mengangguk sebentar. Lalu memutar bola matanya menatap meja. Ia kembali memakai maskernya, dan merapikan rambut lalu memasukkannya ke dalam topi yang dipakainya. Tak lama, gadis itu pun bangkit dari kursi yang didudukinya.Arya merangkul Stella, mereka berjalan cepat keluar dari cafe demi menghindari para penggemar Stella yang mulai menyadari keberadaannya disana, menuju tempat mobil Stella diparkir."Apa aku terlihat menyedihkan saat ini, Arya?" Tanya Stella sesaat setelah berada di dalam mobilnya.***"Cepat tutup pintunya, jika kau tak ingin para penggemarmu mengejarmu kemari," jawab Arya sambil memalingkan wajahnya."Kau benar, aku meminta sebuah portal berita selebritis untuk menyebarkan gosip murahan tentang pertunangan itu." Lanjut Stella."Kau tak ingin tahu alasannya, Arya? Mengapa aku sampai melakukan hal bodoh itu?" Lirih Stella.Arya diam, namun ia masih tetap mendengar Stella bicara. Beberapa orang terlihat mulai memperhatikan
"Ehm ... apa kau sudah tahu berita tentang pertunangan Stella?" Tanya Raya hati hati.Mendengar ucapan Raya membuat Alex seketika menoleh padanya. Pandangan menusuk yang diperlihatkan Alex membuat Raya tak nyaman, membuat Raya akhirnya memilih menundukkan wajahnya."Apa yang kau ketahui tentang berita pertunangan itu?" Tanya Alex kemudian sambil mendelik tajam pada Raya.****"Aku tak begitu mengerti.""Winda datang ke rumah dan memberitahuku jika kabar berita tentang pertunangan Stella cukup viral di internet. Beberapa portal berita selebritis online mengulas kabar ini di secara berulang ulang, dan banyak yang menduga jika calon tunangannya adalah kau," jelas Raya."Kau percaya dengan berita itu?" "Entahlah, aku tak tahu, kau lebih tahu," sindir Raya sambil mengendikkan bahunya."Ehm ... Penjaga rumah juga bilang, tadi siang ada wartawan yang datang kesini. Mencarimu untuk klarifikasi ...." "Tak usah ditemui." Potong Alex cepat.Raya memejamkan mata sejenak. Mencoba mengatur peras
Alex bangkit dan berdiri menuju lemari pakaiannya. Sebuah jaket diambilnya dan dipakainya menutupi kemeja yang belum sempat di bukanya tadi. Alex menyambar kunci mobilnya dan segera turun menuju garasi, tempat dimana mobilnya berada.Deru mobil terdengar. Tak lama mobil sport mewah keluaran Italia itu kini mulai berbelok meninggalkan bangunan rumah berlantai dua itu. Tanpa disadari Alex jika Raya menatap kepergiannya dari balik tirai di lantai dua rumah mereka."Apa yang ingin kau lakukan, Alex? Begitu sulitkah kau berterus terang, mengatakan hal yang sebenarnya padaku?" Bisik Raya lirih.***Alex memacu Ferrari merahnya cepat. Mobil sport mewah itu kini melaju dengan kencang di jalanan ibukota yang mulai lengang karena sudah lewat tengah malam. Wajahnya terlihat masam karena menahan emosinya yang tertahan. Meski matanya menatap fokus ke jalanan namun, tidak dengan isi kepala pemuda itu.Angin malam yang cukup kencang tak membuat Alex menurunkan kecepatan mobilnya. Tampak bulan sudah
Sebuah video yang memperlihatkan adegan Stella dan Alex yang saling memandang, diikuti dengan adegan selanjutnya yang membuat Raya seketika memalingkan wajahnya. Tampak dalam rekaman video itu, tangan Stella berusaha membuka kancing kemeja Alex satu persatu."A-apa ini Stella?" Tanya Raya dengan suara parau."Kau tak tahu apa ini, Raya? Ah ... bagaimana kalau kubilang jika suamimu begitu hebat memuaskanku di ranjang." Ucap Stella dengan mimik wajah mengejek.****Video berdurasi satu tiga menit itu selesai ketika Stella memeluk Alex dengan erat. Wajah Raya nampak pias. Berbanding terbalik dengan Stella yang kini tersenyum puas penuh kemenangan seakan telah berhasil mengalahkan musuhnya."Kau bohong! Tidak mungkin Alex bisa melakukan hal bodoh dan memalukan seperti itu denganmu!" Tolak Raya."Ha ... ha ... ha!""Kau tak ingin mempercayainya, bukan? Tapi, itulah yang sebenarnya. Kau tahu, Alex sangat menikmati malam romantisme itu!" "Video ini pasti hasil editanmu kan? Aku tidak yakin
"Terima kasih kau sudah bekerja keras untukku selama ini, jika perasaanku sudah lebih baik. Aku akan segera kembali, saat itu kau ambil semua kontrak. Aku tak akan menolaknya." Ujar Stella lalu menutup teleponnya."Maaf, tapi yang kubutuhkan saat ini adalah menjauh, karena jika aku tetap melihat Alex dan Raya bersama, akan membuatku sulit untuk bertahan. Aku butuh waktu untuk melepas segala beban ini dan menerima semua kenyataan ini." Aku butuh ketenangan untuk menata hidupku kembali." Bisik Stella hampir tak terdengar.****Tiga minggu kemudian."Kau benar- benar akan pergi?" Tanya Alex pada Arya, kakak tirinya. Ia sengaja datang ke rumah keluarga Pak Bambang. Untuk memastikan ucapan ibunya yang mengatakan bahwa Arya akan berangkat ke Australia, awal bulan depan."Iya, aku sudah memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku disana." Jelas Arya membenarkan pernyataan Alex."Kapan kau akan pergi?" "Minggu depan." Jawab Arya."Kau pergi bukan karena menyerah, bukan?""Anggap saja itulah a
Maaf, Kita Sudah MantanWajah mereka saling berhadapan satu sama lain, rona kemerahan nampak dipipi Raya, rasa malu membuat gadis itu memalingkan wajahnya, melihat sikap Raya yang masih malu, Alex membelai lembut pipi wanitanya."Aku ingin memiliki anak darimu, bisakah kita memulainya malam ini," goda Alex."Kau memang pria mes*m, entah mengapa aku bisa mencintaimu." Balas Raya tersenyum.***Tiga hari sudah Alex berada dirumah mertuanya, dan hari ini mereka akan kembali ke Jakarta, karena pekerjaan Alex yang sudah menunggu. Ada rasa haru ketika Bu Hartati melepas kepergian anak dan menantunya. Namun, setidaknya ia tak perlu khawatir lagi, karena Alex sudah berjanji akan menjaga dan membahagiakan putrinya seumur hidup.Tangan Bu Hartati melambai begitu Alphard hitam itu bergerak dan semakin menjauh, duduk dikursi belakang ada Alex yang berdampingan dengan Raya, sementara Pak Budi duduk dibelakang kursi kemudi. Perjalanan belasan jam akhirnya dilewati tanpa terasa karena rona bahagia
[Aku mencintai Raya. Tolong jangan mengganggunya lagi.]Kalimat itu terdengar sangat tegas diucapkan Alex. Membuat Arya mengerti jika ia tak akan pernah bisa bersaing dengan Alex. Ia pasrah jika akhirnya harus melepas Raya kembali pada Alex.Arya membuka laci meja kerjanya dan melirik pasport yang ada didalamnya. Tangannya kemudian meraih pasport itu dan menatapnya cukup lama."Mungkin sudah saatnya bagiku untuk mencari seseorang yang benar-benar bisa menerimaku." Lirihnya pelan.***Alphard hitam menepi tepat didepan pagar rumahnya. Deru mobil itu masih terdengar, tak lama nampak ada seorang pria yang keluar dari arah pintu kemudi, lalu berputar arah, mengeluarkan sebuah travel bag dan koper.Raya dan Bu Hartati masih memperhatikannya, sinar lampu tak cukup terang untuk melihat siapa gerangan yang baru saja keluar dari sana. Rasa penasaran membuat Bu Hartati fokus menatap pria itu."Mobil siapa itu?" Bu Hartati mengulang pertanyaannya, tanpa menoleh."Entahlah, aku tak tahu, mak. Tap
"Kau ada disini, Raya? Mak pikir kau sudah tidur, nak?"Sapaan Bu Hartati membuat Raya sedikit terkejut, refleks ia menoleh kearah ibunya yang berdiri di bibir pintu lalu duduk di sebelahnya, di kursi rotan panjang ini."Belum.""Apa hubunganmu dengan Alex, masih bermasalah?" Tanya Bu Hartati pada putrinya.***"Sedikit," jawab Raya."Kau mau cerita pada emakmu ini, nak?"Raya menghela nafas panjang begitu mendengar ucapan ibunya. Ada rasa terharu dalam hatinya atas pertanyaan ibunya. Membuat perasaan saat ini sedikit lebih baik."Alex dan aku memang menikah karena suatu alasan. Kami bertemu pertama kali di ..." Raya mulai menceritakan awal mula pertemuan mereka hingga akhirnya sepakat untuk menikah. Sesekali gadis itu terdiam, dan mengigit bibirnya, kala ia harus menceritakan bagaimana selama pernikahan, mereka tidak pernah berbagi tempat tidur.Bu Hartati menggelengkan kepalanya tatkala mendengar penjelasan putrinya. Ada rasa iba saat ia menatap ke wajah anak sulungnya itu. Sorot ma
"Aku hanya kau tidak ingin melewatkan kesempatanmu untuk menjadi lebih bersinar. Karirmu sedang bagus saat ini. Cobalah untuk berpikir ulang dan mempertimbangkannya lagi."Stella menghela nafas panjang, ia tahu akan sulit baginya untuk menolak keinginan managernya. Hanya saja saat ini yang diperlukan olehnya adalah menyembuhkan luka hatinya."Baiklah. Aku akan mempertimbangkannya lagi, tapi jika nanti keputusanku sudah final, kuharap kau bisa menerimanya." Ujar Stella lalu memutuskan sambungan teleponnya.****Mata Bu Hartati mendelik tajam pada Raya, putri sulungnya yang baru saja tiba lima menit yang lalu dari Jakarta. Tatapan wanita berusia empat puluh tahunan itu terasa menghujam seakan mengetahui alasan dibalik kepulangan putrinya. Meski dalam hati sebenarnya ia gembira karena Raya pulang mengunjunginya tetap saja ia tak bisa menepis rasa kecewanya akan sebuah kebohongan.Dua hari yang lalu, Bu Sekar, besannya telah meneleponnya dan membeberkan alasan dibalik pernikahan mereka, i
"Aku dalam perjalanan ke Palembang." Lapor Alex pada istrinya begitu panggilan teleponnya tersambung. Tak lama, wajah Alex nampak mendengkus kesal, karena lagi lagi Raya memutus sambungan teleponnya."Dasar kepala runcing. Entah mengapa aku bisa jatuh cinta dan menikahi wanita keras kepala seperti dirinya." Rutuk Alex yang langsung di sambut gelak tawa oleh Pak Budi."Jangan tertawa, pak." Sungut Alex kesal."Maaf, tapi aku tak bisa menahan tawa," ucap Pak Budi lalu menghentikan tawanya."Jangan kesal. Wanita memang seperti itu. Kita para laki-laki yang harus mengerti dan berjiwa besar menerima sikap mereka yang kadang kadang absurb dan membuat kesal. Istri saya juga sering marah pada saya tanpa alasan yang jelas." "Istri saya, kalau sudah kelihatan gelagatnya mau marah, saya langsung menyingkir pak. Soalnya bisa panjang urusannya. Apalagi kalau sudah mengomel. Wah, alamat tidur sama guling di luar saya pak," gurau Pak Budi sambil tetap fokus dengan kemudinya."Biasanya apa yang bisa
"Itu biasa terjadi, karena Mas Alex panik. Maka, hal kecil dan terlihat sepele bisa terlupa.""Mungkin saja kau benar. Terima kasih karena sudah membantuku dan maaf, jika aku sudah mengganggu waktu istirahatmu." Tutur Alex."Sama sama dan cobalah untuk menelponnya lagi. Siapa tahu kali ini Raya akan menjawabnya." Winda mencoba memberi saran.****Raya memandang ke luar jendela. Pemandangan malam yang gulita kini menghampirinya. Sesekali tampak kerlipan lampu jalan, membuat perjalanan pulangnya terasa syahdu. Rasa rindu kepada keluarga membuatnya tak sabar ingin segera bertemu dengan keluarganya.Malam kini semakin larut, Raya melirik layar ponselnya yang sudah menunjukkan pukul sebelas tiga puluh malam, ada puluhan notifikasi panggilan telepon masuk ke ponselnya yang tidak disadarinya. Sejak keluar dari rumah Alex, ia mengaktifkan mode senyap (silent) pada ponselnya.Sepanjang perjalanan Raya hanya diam, membuang pandangan keluar jendela, menikmati pemandangan malam, di sebelahnya dud
"Tak apa. Jadikan itu sebagai pelajaran untukmu. Jika suatu saat nanti ada pemuda yang jatuh cinta padamu, kau bisa lebih menghargainya." Ujar Arya bijak.Stella tersenyum getir mendengarnya. Tak lama, ia kembali menuangkan wine yang tersisa di botol ke dalam gelas, lalu dengan cepat, tanpa sempat dicegah, ia meminumnya sampai habis. ***"Hidupku terasa menyedihkan. Aku ditolak oleh orang yang selama bertahun tahun, perasaan cintanya kuabaikan. Rasanya tak akan ada lagi yang bisa mencintaiku seperti dirinya dulu." Isak Stella lirih.Lama Arya terdiam, karena tak tahu bagaimana harus bersikap atas pernyataan Stella barusan. Stella meliriknya seakan menunggu reaksinya. Karena merasa Arya mengacuhkan pernyataannya, akhirnya membuat Stella berdiri dan mengambil sebotol Red wine lagi dari dalam lemari kaca yang berada tak jauh darinya."Jangan minum lagi," Arya berusaha mencegah ketika melihat Stella memegang alat pembuka tutup botol."Kau tak perlu cemas. Aku tak akan mabuk." Stella terk
"Bu Raya bilang jika nanti bapak pulang, tolong masuk ke kamarnya."Setelah mendengar pesan yang disampaikan Pak Anton, Alex langsung membuka kunci rumahnya dan langsung berjalan menuju ke kamar Raya. Perasaan gelisah bercampur dengan rasa penasaran membuat Alex lupa untuk menelpon Raya dan bertanya langsung padanya. Tangan Alex nampak jelas sedikit gemetar begitu membuka pintu kamar Raya. Matanya menjelajahi tiap sudut ruangan. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah amplop berwarna putih di atas nakas.***Drrtttt!Ponsel Arya bergetar, tepat disaat ia baru saja hendak keluar dari ruang kerjanya. Dengan cepat tangannya merogoh ponselnya dari dalam saku jasnya.Raut wajah Arya seketika berubah ketika melihat nama yang tertera dilayar pipih itu. Sebuah pesan singkat yang dikirim Stella padanya. Pesan yang berisi agar ia bisa datang ke apartemen gadis itu.Arya meraih tas kerjanya lalu keluar dari ruangannya. Ia melirik sekretarisnya yang masih merapikan mejanya, lalu berjalan menuju temp