Alex melangkah menuju pintu utama rumahnya, rasa penasaran akhirnya membawanya meninggalkan dapur untuk mengetahui siapa gerangan yang datang bertamu kerumahnya pagi pagi begini. Tak lama sebuah pemandangan indahpun tersaji dihadapannya."Ini beneran buat aku, mas. Terima kasih. Ini indah, harum lagi. Aku suka," ucap Raya sambil memeluk sebuah buket bunga mawar segar.****Untuk sesaat Alex tak bisa bicara, hanya matanya saja yang tak berkedip menatap ke arah istrinya. Ia tak menyangka jika Arya, saudara tirinya itu tiba tiba datang kerumahnya, pagi pagi begini.Masih terdengar suara Raya yang mempersilakan Arya untuk masuk kedalam, wajah gadis yang baru menikah itu masih tersenyum manis, semakin menambah aura kecantikan Sang pengantin baru.Alex masih diam terpaku di salah sudut tersembunyi ruang tamu rumahnya. Bibirnya terlihat manyun, ketika dengan ramahnya ia melihat Raya menyapa dan mengajak Arya berbincang." ... Jadi kau sengaja membelikan bunga ini untukku? Ah, aku jadi terhar
"Suatu kehormatan untukku bisa mencicipi teh buatanmu," puji Arya."Silakan ... aku senang mendengarnya. Setidaknya ada yang suka dengan teh buatanku. Tidak seperti seseorang yang bisanya hanya mengeluh dan mengomel saja." Ucap Raya sambil melirik Alex yang terlihat melotot tajam padanya."Benarkah itu?" Arya mengulas senyum."Tentu saja. Kau tahu, ia juga sangat menyebalkan.""Sepertinya aku tahu siapa orangnya," balas Arya."Sstttt ... Jangan ucap namanya. Nanti orangnya akan besar kepala. Aku takut ia akan susah mengangkat kepalanya karena semakin besar dan berat." Ucap Raya setengah berbisik.Arya tidak menjawabnya, tapi pemuda itu terus mengulum senyum, sambil menoleh kearah Alex, yang terlihat mendengkus kesal."Siapa yang kau maksud?" Ketus Alex pada Raya.****"Entahlah. Aku pikir kau mengenalnya. Soalnya Mas Arya saja tahu siapa dia," jawab Raya datar."Kau benar benar membuatku kesal.""Dan kau benar benar pria yang sangat menyebalkan.""Ha ... ha ... ha!""Kenapa tertawa?"
"Sudahlah kau makan angin saja, jika tidak, hari ini kau puasa sajalah, hitung hitung ibadah pada Tuhan. Salah sendiri tadi sok-sok'an menghina masakanku. Rasakan, sekarang lapar kan." "Kau benar benar tega membiarkanku kelaparan," cibir Alex."Salahmu sendiri karena sengaja mencari ribut denganku," Hardik Raya sambil berlalu meninggalkan Alex yang masih sibuk mendengar dendang tangis dari perutnya lalu menatap kulkas kosong dihadapannya.***Seminggu sudah Raya dan Alex tinggal bersama. Namun, hubungan mereka masih belum juga ada perkembangan. Pertengkaran masih kerap terjadi diantara mereka. Sehari setelah kedatangan Arya kerumahnya. Alex mengajak Raya berbelanja kebutuhan dapur mereka, sekaligus membelikan barang barang keperluan pribadi istrinya. Tak hanya itu, ia juga memberikan Raya sebuah kartu debit miliknya."Ini Kartu ATM. Isinya ada sekitar enam puluh juta. Sementara kau pakai saja ini untuk beli keperluanmu. Nanti jika sempat aku akan membuatkan rekening khusus untuk mu
"Maaf, tapi aku tak bermaksud buruk. Aku cuma ingin meluruskan satu hal," tegas Raya."Apa ada kekeliruan?""Iya." Jawab Raya cepat. Lalu mengulurkan tangannya."Maaf, aku bukan Asisten rumah tangga disini. Kenalkan namaku Raya, istrinya Mas Alex." Tutur Raya datar.****Raut wajah Stella seketika berubah, begitu mendengar pernyataan Raya, tak lama dengan sorot mata tajam, aktris cantik itu memindai tubuh Raya dari atas sampai kebawah.Sebuah senyuman yang terkesan dipaksakan, terlihat di bibir Stella, butuh waktu beberapa detik baginya untuk kembali mendekat dan menghampiri Raya."Kau istrinya Alex?" Tanya Stella tak percaya."Iya, aku istrinya. Namaku Raya," jawab Raya."Oh, maafkan atas sikapku tadi. Aku pikir kau pelayan baru dirumah ini.""Tak masalah. Penampilanku sekarang memang seperti pembantu," ucap Raya mempertegas."Maaf, ada keperluan apa mencari Mas Alex?"Untuk beberapa saat, Stella terdiam. Bibirnya terlihat sedikit bergetar, Namun, tak ada sepatah katapun yang keluar.
"Stella?"Ada raut wajah gembira terlihat disana. Ketika mengetahui jika Stella yang menelpon. Sebuah senyuman terbit diwajah pemuda itu. Tak ingin membuang waktu segera saja ia menjawab panggilannya."Terima kasih atas hadiahnya. Ini sangat bagus.""Aku senang jika kau suka Alex." "Sebenarnya aku ingin minta tolong. Maukah kau menemaniku ke Bali akhir minggu ini? Aku ada acara disana. Kupikir akan lebih menyenangkan jika kau juga disana menemaniku. Sudah lama rasanya kita tidak berlibur bersama, iya kan?""Kau benar! Kita memang sudah lama tidak berlibur ke sana. Kebetulan hari itu tanggal merah berurutan. Tak ada salahnya jika mencari hiburan disana. Baiklah aku akan mengajak Raya. Kita akan berlibur bersama disana."Untuk sesaat Stella diam setelah mendengar apa yang baru saja di sampaikan Alex padanya. Dengan suara yang terdengar bergetar, ia akhirnya kembali bicara."Apa harus mengajak Raya? Apa kita tidak bisa lagi menghabiskan waktu bersama, seperti dulu sebelum kau menikah?"
"Ke Bali, apa untuk urusan pekerjaan?"Alex diam, tak lama ia memilih untuk mengangguk kecil. "Iya, aku pergi Ke Bali untuk urusan pekerjaan, aku memberitahumu sesuai dengan dengan kesepakatan kita sebelum menikah dulu," jawab Alex ragu.****"Kau tak masalah kan jika aku pergi ke sana selama dua hari?"Raya tak langsung menjawabnya, entah mengapa ia merasa sedikit aneh dengan sikap Alex yang terkesan menghindar dari tatapan matanya."Apa saat ini kau sedang tidak berbohong padaku?" Tanya Raya sambil menyipitkan matanya."Ke-kenapa aku harus berbohong padamu?""Sikapmu sedikit aneh. Kau juga terlihat gugup menjawab pertanyaanku." "Aku tidak gugup." "Sikapmu sangat mencurigakan." Lanjut Raya."Apanya yang mencurigakan? Kau saja yang aneh. Ah, sudahlah aku mau tidur," kilah Alex berusaha menghindar."Selamat malam."Dengan langkah cepat, Alex berjalan menuju kamarnya. Sebelum menutup pintu kamarnya, masih terlihat pemuda itu mengintip istrinya yang masih asyik menyanyi.Blam.Alex me
Raya memutuskan untuk terus menjelajah kamar milik suaminya. Raya semakin meyakini jika yang ditemukannya adalah foto diri Stella. Meski foto itu sedikit buram, karena diambil belasan tahun lalu, namun. Raya yakin jika gadis berseragam putih abu-abu itu adalah Stella. Tak lama, ia mengambil sebuah catatan kecil yang ada disudut bagian bawah meja kerja Alex, sebuah catatan kecil yang nyaris tersembunyi oleh tumpukan map."Bali with Stella, akhir minggu ini."****"Bali with Stella?" Raya mengeja kalimat catatan yang tertulis dalam kertas itu.Untuk beberapa saat, Raya diam menatap kalimat dalam tulisan itu. Bibirnya berdecak kesal. Menandakan emosinya kini sedang berubah."Apa maksudnya ini? Ia bilang pergi karena urusan pekerjaan, tapi ternyata pergi dengan Stella, Apakah ini artinya Alex dan Stella sudah berjanji akan berlibur bersama disana, karena inikah ia sampai berbohong padaku?"Raya menggeleng pelan. Ia tak habis pikir dengan cara berpikir Alex sekarang. Pernikahan mereka mema
"Aku cemburu ...? Kau bilang aku seorang sedang cemburu?""Iya, kau cemburu nona!" Sambar Winda cepat."Tak mungkin. Itu tidak benar. Aku hanya tak suka ia membodohiku, berbohong padaku. Entah mengapa rasanya seperti ...""Seperti tidak rela melihat mereka bersama, iya kan?"Raya diam, keningnya masih terlihat berkerut. Namun, Raut wajahnya mengatakan jika ia setuju dengan pernyataan Winda."Lalu ...?""Apanya?" Ketus Winda."Lalu, apa yang kulakukan?" Lanjut Raya.Winda menggeleng cepat. "Tanyakan itu pada dirimu sendiri, apa yang kau inginkan dengan pernikahanmu. Jika kau mau pernikahanmu hancur dalam setahun kedepan. Maka, tutup matamu tak usah pedulikan apapun yang dilakukan suamimu dan Stella. Tapi, jika kau ingin pernikahanmu bertahan, maka berjuanglah. Buktikan kekuatan dan berkuasanya seorang istri untuk menghajar pelakor," jelas Winda bersemangat."Kau memang kompor meleduk.""Lho aku benar, Raya. Jika aku yang berada diposisimu. Sudah ku susul mereka ke Bali.""Aku bisa mem