“Jangan ngejan dulu ya, Nad.” Mama Ajeng ikut mengusap-usap perut Nada. Menatap tak tega pada menantunya yang beberapa kali melengkuh panjang menahan sakit.Nada menegakkan tubuh dengan kedua kaki yang mengangkang karna perutnya udah kebawah. “Pak, mobilnya basah, nggak apa-apa?”Pak sopir sedikit menoleh. “Nggak apa-apa, mbak. Nanti bisa di cuci.”“Nanti saya tambahi bayarannya, Pak,” sahut mama Ajeng. “Kontraksinya udah sering, Nad?”Nada menganggukkan kepala. Memejam dan mengusap-usap perut bagian bawahnya untuk mengurangi rasa sakit yang hadir lagi. “Sebenarnya udah ngeflek dari tadi pagi, Ma. Aku udah chat ke bidan Lia. Dia menyarankanku untuk jalan-jalan di sekitaran rumah. Aku tadi jalan-jalan di halaman. Pas pak Saidi telpon mama tadi, itu pas kontraksinya mulai terasa sering datang.”Nada kembali diam menarik nafas dan membuangnya pelan-pelan melalui mulut. Begitu terus ia lakukan sampai mobil taxi telah berhenti di klinik bidan Lia. Seorang asisten bidan yang berjaga di dala
“Nggak mau turun dari gendongan?” tanya mama Ajeng, menatap baby Yoona yang tertidur di gendongan suster Ani.“Iya, bu. Badannya pasti kerasa nggak nyaman karna habis suntik imunisasi tadi pagi.” Suster Ani menjelaskan sambil menepuk-nepuk pelan pantat baby Yoona.Mama Ajeng melirik ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka.“Mbak Nada belum lama tidur. Ini baby Yoona baru selesai minum asi.” Kata suster Ani yang kerjanya nginap di rumah ini. Enggak tiap malam nginap sih. Nginapnya kalau Yoona lagi rewel atau Nada Cuma sendirian di rumah dan nggak lagi nggak bisa ngurusin Yoona. “Ibuk istirahat dulu. Belum lama pulang dari kerja, pasti capek banget.”Mama Ajeng menepuk lengan bahu suster Ani. “Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk membangunkan saya ya, sus.”“Iya, Bu,” jawab suster Ani dengan mengangguk.Mama Ajeng melangkah masuk ke dapur untuk mengambil minum. Terbiasa kalau tidur harus ada minum di kamar. Jadi sewaktu-waktu kalau haus, dia nggak perlu ngeluyur keluar kamar.Ddrtt
“Saya terima nikah dan kawinnya Marlina Saraswati binti Asilam untuk saya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”“Bagaimana, saksi?” tanya pak ustad yang masih menjabat tangan pak Fandi.Lingga yang duduk di sebelah kiri pak ustad melirik mamanya yang ada di samping kirinya. Mama Ajeng menganggukkan kepala tanpa ada air mata yang menggenang atau apa pun itu.“Sah,” jawab Lingga kemudian. Lalu kalimat sah dari mulut-mulut orang-orang yang menyaksikannya menyusul.“Alhamdulilahirobil’alamin….”Dan lantunan doa untuk kedua mempelai telah diamini oleh semua yang ada di ruang tamu rumah bu Marlin. Dengan amat bangga dan wajah yang berseri Bu Marlin mengecup punggung tangan pak Fandi, selayaknya pasangan pengantin yang baru resmi.“Sekarang ibu dan bapak telah resmi menjadi pasangan suami istri. Namun baru sah secara agama, belum negara. Bapak mau nginap di sini dan keluar masuk rumah ini, dipersilakan. Tidak akan ada lagi yang mengganggu atau menggrebeknya.” Tutur pak RT setelah selesai
Pukul 9.30amNada diam menatap anaknya yang baru saja tertidur. Pelan ia menarik putiing susunya dari mulut Yoona. Merapikan baju dan menyelimuti tubuh kecil Yoona dengan selimut bulu berwarna ungu terong. Mengecup pipi cubby Yoona pelan-pelan dan tersenyum saat menyadari betapa miripnya wajah Yoona dengan Lingga.Nada mengambil hp, mengusap layar dan membaca chat dari Dila yang belum sempat ia balas. Bukannya memanfaatkan Lingga, tapi setelah Nada dinikahi Lingga, Dila jadi punya hp sendiri. Nggak lagi ngerusuhin hp punya Faiz.[picture][Ponakan kamu baru aja tidur] send Dila.Nada mengusap-usap layar dan membuka status whatshap milik teman-teman yang tersimpan di kontak hp-nya. Kebanyakan teman-temannya itu kerja. Yang melanjutkan kuliah hanya beberapa saja. Tiba-tiba ada rasa yang iri di dalam hati Nada. Berandai, seandainya belum hamil, mungkin masih bisa bebas. Masih bisa hang out bareng teman-teman dan ke sana ke mari tanpa memikirkan anak yang akan nangis.Tapi….“Beruntung ba
[Beritanya langsung masuk dan jadi trending di tv. Ibu bisa melihatnya tanpa harus ke lokasi]Sebuah chat yang belum lama masuk di hp. Bu Marlin tersenyum penuh kemenangan. Ia mengetik beberapa huruf untuk membalas chat dari seseorang yang sudah ia bayar untuk melakukan suatu keinginan yang ‘kotor’.[Kerja bagus. Aku akan transfer sisanya] send BKeluar dari aplikasi chat itu lalu masuk ke aplikasi mbangking. Menguta-atik untuk membayar pesuruh yang tadi itu. Setelah mengirim bukti transfernya, bu Marlin menjatuhkan punggung ke sandaran sofa. memejamkan mata dengan bibir yang tersenyum lebar.‘Enak saja! Udah cerai dari mas Fandi, dapat hartanya setengah lebih, itu juga masih nuntut nafkah untuk Lauren! Dasar wanita tak tau diri! Matre sekali!’ maki bu Marlin ke mama Ajeng yang sekarang telah menjadi orang paling ia benci.Ddrtt… ddrtt….Hp miliknya yang ada di atas meja itu berdering, membuat bu Marlin beranjak menegakkan tubuh. Meraih hp yang layarnya menyala. Ada nama ‘Adisti’ yang
Ludes tak bersisa. Cuma ada kurang lebih lima persen dari seratus persen barang yang semua ada di gudang ini. Semua hilang menjadi abu. Ketika Lingga mendatangi gudang, asap yang ada di beberapa kayu bangunan gudang masih mengepul.Lingga memejam dalam dengan tangis di dalam dada yang tertahan. Kali ini terasa seperti ada gunung Slamet yang jatuh menimpa dada. Hampir seratus persen tabungannya telah digunakan untuk mengembangkan usaha barunya. Lalu, sekarang bagaimana?“Pak,” panggil Kurnia, ia menatap boss-nya dengan tatapan prihatin.Mau bilang jika tak perlu dulu memikirkan gaji karyawan, tapi mereka sebagai orang yang memiliki jabatan tinggi enggak bisa egois begitu. Enggak ada yang tau kepentingan dan kebutuhan setiap orang. Jadi, yang namanya hak itu tetap harus diberikan.“Saya bulan ini dan bulan berikutnya enggak digaji dulu nggak apa-apa. Saya akan bantu pikirkan untuk tetap bisa ngirim barang ke ‘Surya crop’ dan ke beberapa toko yang pembayarannya sudah masuk ke perusahaan.
[Enggak apa-apa, Mas. Kamu juga nggak pernah perhitungan sama keluargaku. Besok kalau punya uang lebih, ibu akan beli sawah lagi.]Nada menghela nafas membaca chat ke suami yang sudah centang dua biru, tapi belum dibalas lagi. Ia mengangkat wajah, menatap ibunya yang baru keluar dari ruang dalam. Bu Salma sudah pakai pakaian rapi, ada sertifikat tanah di tangan kanannya.“Ibu pergi ya,” pamitnya.Nada beranjak, melirik Yoona yang tiduran di karpet sambil pegang mainan. “Buk, bentar. Tunggu mas Lingga balas chatku.”Bu Salma tersenyum kecil. “Kenapa harus menunggu chat dibalas? Niat membantu itu nggak perlu begitu. Ibu ikhlas kok. Udah, ibu pergi ya. Keburu pak Lurah nanti nggak di rumah.”Nada menggigit bibir, iya sih bahagia karna ibunya amat peduli dengan suami. Tapi….“Bu,” panggil Nada sembari mencekal pergelangan tangan ibunya. “Ibu Cuma punya tanah itu. Masih ada Faiz dan Dilla.” Nada menggelengkan kepala. “Aku nggak mau semua dijual buat suamiku, buat aku. Anak ibu harus dapat
[Aku akan amat sibuk dalam satu minggu ini. Semua karyawanku lembur di lapangan jadi aku nggak pegang hp, sayang] Lingga mendapatkan solusi untuk kerugian yang sudah terjadi. Tapi sedih karna di saat LDR seperti sekarang ini, hanya hp yang bisa membuatnya tak kesepian dan tetap merasa dekat dengan suaminya.Cckk, ternyata rasa cinta itu sudah hadir di dalam hati Nada, tanpa Nada sadari kapan hadirnya.Lelaki tampan, fisiknya teramat sempurna dan memiliki karir yang bagus. Mau bertanggung jawab, bahkan menyayangi keluarganya juga. Wanita mana yang nggak jatuh cinta?Nada meletakkan hp di atas meja. Beranjak dari duduknya dan mendekati bu Salma yang sedang bermain sama Yoona. “Bu, aku ke warung bentar ya. Mau beli sabun mandi. Punya Yoona habis.”“Nitip beli merica ya. Nanti ibuk mau buat bakwan sayur.”Nada menganggukkan kepala. Melangkah keluar rumah setelah mencoel pipi Yoona. Jalan kaki ke warung yang masih ada satu RT. Mungkin sekitar 30 meter dari rumah Nada.“Eh, Nada,” sapa bu S