Pagi menyapa.Nada terusik saat ada yang mengusap-usap bagian bawah perutnya. ia membuka mata, menoleh sedikit dan mendapati suami yang langsung mengecup pipi.“Mas,” lirih Nada dengan suara khas bangun tidur.“Aku pengen, Nad,” pinta Lingga, tepat di telinga Nada.Tangannya menelusup masuk ke celana pendek yang Nada pakai. Mengusap-usap bagian bawah Nada. Bibirnya bergerak mengecupi leher Nada, lalu menyingkap kaos yang Nada pakai dan mulai asik di dada Nada yang bertambah bulat.“Mass, aeegh—” Nada menutup mulut dengan tangan. Tetap tak tahan akan rasa geli dari permainan tangan Lingga yang terus-terusan menekan-nekan daging kecilnya, Nada melengkuh lirih. Ia mencengkeram bahu Lingga dan menggelengkan kepala. “Mas, aku pengen pipis, udah… eeghh,” pintanya, tak tahan.Bukannya berhenti, tapi Lingga justru memasukkan satu jadi tengahnya ke lubang di bawah sana. bergerak pelan keluar masuk sampai dirasa milik Nada telah basah. Lingga menarik diri, menarik celana Nada dan membantu istri
Pak Fandi menatap berkeliling di ruang tamu, tanpa mempedulikan Nda, ia melangkah lebih masuk ke dalam. Menatap ke setiap sudut ruang tengah dan tatapannya terhenti pada pintu kamar yang sedikit terbuka.“Enak, dari babu jadi ratu?” tanya pak Fandi, menoleh dan menatap sinis ke Nada.Nada meremas-remas jari-jemari sendiri dengan dada yang berdebar tak normal. Di kepalanya ada banyak rangkaian kata yang akan ia gunakan menjawab setiap kata yang nanti dilontarkan pak Fandi, papa mertuanya.Pak Fandi menarik kursi di meja makan. Mejanya belum selesai Nada rapikan. “Habis makan siang barengan,” kata pak Fandi, lalu mendudukkan pantat di kursi dengan satu kaki yang menumpang ke kakinya yang lain. “Kamu pernah memikirkan perasaan Adis?”“Saya tidak pernah meminta Mas Lingga untuk meniduri saya. Saya juga tidak merencanakan untuk hamil, tapi saya sudah hamil sebelum mas Lingga dan mbak Adis menikah.”Kedua m
“Bokap lo minta ke gue untuk nggak lanjutin perceraian lo, brow.” Baru beberapa detik duduk di kursi depan meja kerja Lingga dan Faisal sudah membawa berita buruk.Lingga menghela nafas, karna dia sudah tau jika papanya akan melakukan hal seperti ini. “Jangan dihiraukan.”Satu alis Faisal bergerak ke atas. “Gue bakalan kena masalah nggak?”Lingga melirik sebentar. “Gue yang jamin.”Faisal tersenyum dengan helaan nafas lega. Udah lama Faisal jadi pengacaranya Lingga. Masalah apa pun, Faisal yang menyelesaikannya. Jadi si Faisalnya udah hafal banget.“Yang jelas gue males datang. Ada vidio yang kemarin sama fotonya. Itu udah bisa jadi bukti, kan?”Faisal mengangguk. “Ling, jadi beneran si Adis udah dipakai beberapa pria?”Lingga menatap malas. “Gue nggak punya waktu buat ngedit-ngedit vidio. Yang gue kirim ke elo, itu apa adanya. Rekaman si Roland juga tanpa g
Begitu mobilnya sudah terparkir di basemen, Lingga segera turun dan bergegas masuk ke gedung apartemen. Buru-buru ia melangkah menuju ke unitnya. Menempelkan card id ke pintu dan pintu langsung terbuka.“Nad, Nada,” panggilnya, tak sabar. Ada rasa trenyuh saat melihat Nada muncul di pintu kamar yang mereka huni. “Nada….” Lirih Lingga, meraih tubuh kecil Nada ke pelukan.Nada membalas pelukan, tersenyum haru mendapatkan perlakuan seperti ini dari Lingga. Senang pastinya, karna perlakuan ini menunjukkan jika Lingga memang peduli dengan keadaannya. Air mata bahagia penuh kelegaan tak bisa Nada bendung. Dia terisak dalam dekapan suaminya.Menit berlalu Lingga mengendurkan pelukan, membingkai wajah Nada dan mengusap kedua bulir yang mengalir di pipi Nada. “Maafkan aku, Nad,” ucapnya dengan wajah bersalah.Nada mengangguk merespon permintaan maaf Lingga. Ia mengusap kasar kedua mata yang akan kembali menangis. “A
Nada melengkuh, tersenyum saat mendapati ada tangan yang menyilang di dada, lagi ngelonin. Nada menyipitkan mata, menatap jam bulat kecil yang ada di atas meja sebelah ranjangnya. Lalu mengusap perut yang kebelet pipis. Pelan Nada mengangkat tangan Lingga, menyingkirkan tangan itu dan ia beranjak dari ranjang. Melihat istrinya yang beranjak pergi, Lingga pindah posisi tidur, tengkurap.Nggak Cuma pipis, tapi Nada sekalian mandi karna semalam abis ngasih kewajibannya ke suami, dia nggak sempat mandi. Cuma bersihin tubuh di beberapa bagian saja. Sekitar tiga puluh menit Nada keluar dengan handuk yang membungkus kepala, habis keramas.Tersenyum saja pas liat Lingga masih tidur tengkurap. Nada memilih keluar kamar untuk menyiapkan sarapan pagi. Suasana hati lebih baik dari pada kemarin malam, jadi mood masak juga baik banget.“Mas, aku bikin nasi goreng pakai telur setengah mateng,” katanya sembari meletakkan sepiring jatahnya suami di meja makan.
Ddrtt… ddrtt….Dering hp di dalam kamar membuat Nada menghentikan aktifitas. Ia menajamkan pendengaran untuk memastikan kalau hp-nya berdering. Begitu yakin, buru-buru Nada masuk ke kamar. tersenyum saat melihat nama ‘Faiz’ di layar hp.“Hallo,” sapa Nada sembari menempelkan hp ke telinga.“Nada….” Suara Bu Salma di seberang sana.Mendengar suara ibunya, Nada tersenyum dengan hati yang terasa hangat. “Ibu,” panggilnya.“Lagi apa, Nad?” tanya ibu.Nada melangkah ke jendela, menatap luar gedung dari kaca. “Tadi bersihin kompor, Bu.”“Bersihin kompor?” tanya ibu, kaya’ nggak percaya. “Kamu tinggal di rumah majikanmu itu?”“Enggak, Bu. Aku tinggal sama mas Lingga di apartemennya.”Helaan nafas panjang terdengar dari seberang telepon. “Kalian sudah menemui orang tua Lingga?”Nada menggigit bibir, karna ibu paling khawatir soal restu orang tua Lingga. “Belum, Bu.”“Nada… restu orang tua itu adalah pembuka jalan kebahagiaan untuk jalan rumah tangga kalian berdua. Kalau orang tua nak Lingga t
Lingga melangkah masuk ke unit apartemennya setelah pintu terbuka. Lebih masuk lagi dan menaruh tas kerjanya di sofa ruang tengah. Ia celingukan menatap ke dapur yang sepi. Lingga membuka pintu kamar, tatapannya tertuju ke arah ranjang, di mana istri kecilnya duduk di sana dengan kedua kaki yang menekuk.“Mas Lingga,” seru Nada lirih. Dia beranjak, melompat turun dan langsung berhambur memeluk suaminya. Menumpahkan tangisnya di dada Lingga. “Hiks… aku takut, Mas….” adunya.Kedua alis Lingga bertaut, ia membalas pelukan istrinya, lebih erat dan mengecup puncak kepala Nada. “Papa ke sini lagi?” tebaknya.Nada menggeleng dengan isakan yang terdengar lirih. Benar-benar ketakutan.Tangan Lingga yang ada di belakang punggung Nada mengepal dengan kedua mata yang memejam. Tidak tega mendengar tangisan istrinya. Menit berlalu setelah tangis Nada sedikit mereda, Lingga menarik tubuh kecil Nada ke ranjang. Duduk di tepi ranjang, bersebelahan.Pelan dan lembut Lingga mengusap bulir-bulir di pipi
Ddrtt… ddrtt….Kesibukan Lingga terhenti ketika hp yang ada di sebelah laptopnya menyala dan bergetar. Ia mengambil, menatap layar yang menampilkan nama kontak ‘Mama’. Tanpa ragu Lingga menggeser tombol untuk mengangkat telpon.“Hallo, Ma, sapanya sambil memasang earphone ke telinga.“Sehat, Ling?”Pertanyaan yang membuat Lingga sedikit mengulas senyum. “Aku lagi sibuk, Ma, belum bisa pulang,” jawabnya, karna tau kalau dia sedang disindir.“Nggak apa-apa. Yang penting kamunya sehat.”“Iya, Ma, aku sehat. Mama gimana? Sehat, kan?” Lingga balik bertanya.“Iya, sehat.” Terjeda untuk beberapa saat. Keduanya tak ada yang memulai bicara. “Kamu sama Adis, bagaimana? Kenapa mama lihat kalian ini semakin… semakin nggak dekat?” tanyanya dengan begitu hati-hati.Lingga menghela nafas, meletakkan mousenya dan menjatuhkan punggung ke sandaran kursinya. “Pasti mama juga udah tau apa alasanku. Aku… aku memang nggak baik, tapi aku menginginkan istri yang lebih baik dari aku. Seorang wanita yang baik,