Bu Winda membulatkan matanya melihat wanita yang menahan tangannya bahkan sorot matanya yang teduh kini tajam ke arahnya."Turunkan tanganmu padanya Winda. Aku tidak suka jika calon menantuku, kamu sakiti." Tegas Bu Belinda."Aku nggak salah dengar kan ini? Kamu selalu membelanya, apa untungnya kamu jadikan dia menantumu hah? Ah, aku lupa bukankah dia selingkuh dengan anakmu kan? Pantas dia menjadi menantumu kalian sama saja!" sinis Winda."Kamu salah. Sejak awal sudah aku ingatkan jika Fia tidak seburuk itu. Dan anakku tidak menyentuhnya! Jika kamu menganggap kami sama, tentu saja kamu sama. Sama-sama wanita terhormat!" jelas Bu Belinda, tidak kalah sengit."Bohong! Pengkhianatan memang pantas bersama dengan pengkhianatan. Kalian berdua benar-benar rendah dan hina!" seru Bu Winda."Jangan asal bicara Winda. Putraku mencintai Fia tulus, dan anak yang di kandung Fia adalah anak Faris cucu kandung kamu. Jika hari ini kamu tolak maka kelak kau akan menyesal Winda!" "Dia bukan cucuku. An
Faris berlari menolong Rara yang mengeluh kesakitan, bukan hanya Faris tapi juga kedua orang tuanya. Mereka membantu Faris segera membawa Rara ke rumah sakit."Mas sakit –" rengek Rara."Namanya melahirkan, pasti sakit!" ucap Bu Winda sinis. "Buk, sudah, malu ini di rumah sakit!" "Ck, si bapak. Biarin sih, suka suka ibu aja kenapa! Nyatanya memang gitu kok!" "Mas sakit," Rara tidak hentinya mengeluh sakit saat kontraksi semakin sering. Meski demikian Faris hanya bisa menghela napas sebab Rara menarik pergelangan tangannya agar tidak meninggalkan dirinya.Seorang dokter membatu Rara sehingga tidak lama kemudian terdengar suara tangis bayi yang memekikkan telinga."Alhamdulillah anaknya perempuan ya pak, buk, sehat normal tanpa ada kekurangan sesuatu apapun," ucap dokter, menjelaskan."Pak, silahkan di adzani," sambung dokter tersebut, ragu Faris mengambil bayi merah itu. Rara menatap wajah Faris dan anak yang ada di tangannya sesaat tatapan itu berembun. Seandainya keadaan tidak se
Rara menangis histeris setelah Faris menjatuhkan talak padanya. Terlebih sikap sang ayah yang justru begitu murka setelah mengetahui bahwa cucu yang baru saja dilahirkannya adalah benih dari pria lain. "Anak tidak tahu diri kamu. Kurang apa lagi kami mengingatkan kamu sampai kamu harus mengandung benih dari pria lain selain suami kamu!!" cetus Pak Bagas, kemarahannya tidak lagi terbendung."Pah jangan kayak gitu, ingat Rara anak kita satu-satunya. Lihatlah tubuhnya saja masih lemah apa kamu akan tetap marah padanya sekarang?" Bu Leni, mencoba untuk menghentikan amarah sang suami pada putrinya."Katakan padaku apa yang harus aku lakukan? Bagaimana kalau kabar memalukan ini tersebar luas di luar sana mau taruh di mana mukaku ini! Putri dari pengusaha hebat ternyata hamil anak orang lain begitu! Ini didikan kamu, kenapa waktu itu tidak menurut perkataan ku, anakmu itu untuk di Masukk ke pesantren tentu kejadian ini tidak akan mungkin terjadi pada kita." Kesal Pak Bagas."Pah, sudah. Seh
Tiga hari sudah setengah Faris menjatuhkan talak pada Rara selama tiga hari itu pula ia berusaha mencari di mana keberadaan Fia saat ini. Terakhir ia tahu bahwa Fia tinggal di rumah pribadi Erik namun sayang saat dia ke sana rumah itu sudah kosong hanya ada art yang berjaga di sana."Ah, Fia kamu di mana sekarang? Tolong maafkanlah semua kesalahan yang pernah aku lakukan, kembalilah aku sangat mencintai kamu aku tidak bisa jauh dari kamu Fia," tangis Faris, sesaat tiada guna karena sekarang ia pun kehilangan mantan istrinya dan anak yang ada dalam kandungannya. "Kamu baru pulang? Gimana apa kamu bisa bertemu sama Fia?" tanya Bu Leni. Melihat wajah putranya menandakan jika Fia tidak di temukan."Pindah ke mana dia, bukankah dia juga tidak punya rumah? Tapi kamu tahu siapa laki-laki yang membantu Fia, Faris?" "Laki-laki siapa Bu? Apa dia muda atau sudah tua?" Kali ini Paris justru penasaran siapakah laki-laki dimasukkan oleh ibunya."Paruh baya seusia ayahmu, tapi ibu rasa dia laki-l
Di dalam ruang persidangan, Faris di temani kedua orang tuanya serta Poppy hanya bisa diam meski hati mereka memberontak agar semua tetap pada posisinya. "Setelah melihat bukti dan fakta yang ada, pihak pengadilan memutuskan untuk meminta pada pelaku agar menyerahkan kembali harta yang sudah di curi ..."Bu Winda hanya bisa terdiam menundukkan kepala saat hakim memutuskan dirinya bersalah dan mintanya mengembalikan semua harta milik Fia. Meski harus kehilangan seluruh harta yang ia dapatkan dari menipu Fia, namun Bu Winda merasa lega karena Fia tidak menuntut pidana padanya. Fia yang ingin menyelesaikan masalah itu di jalur kekeluargaan agar selesai tanpa ada drama berkepanjangan. "Nak bolehkah ibu bicara sebentar sama kamu?" ucap Bu Winda, lirih. Saat mereka akan keluar dari ruang persidangan. "Apa yang ingin Ibu bicarakan padaku? Aku tidak ada waktu banyak. Silahkan," sahut Fia, tanpa menoleh pada Faris."Nak Fia tolong maafkan ibu, maafkan semua kesalahan yang pernah ibu lakukan
Benar yang di katakan Erik tidak lama Fia pindah ke ruang perawatan sang Ayah datang dengan wajah panik dan cemas. Akan tetapi saat memasuki ruangan di mana Shafia terbaring pria paruh baya itu tersenyum bahagia."Sayang maafkan ayah, bagaimana keadaan kamu?" tanya Pak Hanendra haru, antara sedih dan bahagia melihat putrinya yang melahirkan seorang anak laki-laki dan sedih karena statusnya seorang janda."Alhamdulillah Yah, cucu ayah laki-laki," lirih Fia.."Alhamdulillah, calon penerus. Sayang dimana cucu ayah?" tanya Pak Hanendra antusias, mendengar cucunya berjenis laki-laki. Cucu yang ia harapkan sejak lama. "Bu Fia, sudah waktunya menyusui," ucap suster. "Baik sus," dengan berlahan dan penuh kasih sayang Fia menyusui untuk pertama kalinya. Pak Hanendra memilih berbincang dengan Erik di luar, tidak menyangka jika Erik melakukan yang seharusnya di lakukan oleh suaminya. Akan tetapi semua tidak semudah itu, Fia menutup akses untuk Faris bertemu dengan anaknya.Sakit hati atas peno
Tangannya Fia terkepal kuat. Bagaimana pria tidak tahu diri itu mengaku bahwa anak yang baru beberapa hari lalu ia lahirkan adalah putranya, sedangkan dulu jangan mengakui bahkan dengan terang-terangan menuduh bahwa anak dalam kandungannya adalah benih dari pria lain. "Jangan biarkan orang seperti dia berkeliaran di sini! Jika hal itu terjadi laporkan ke pihak berwajib." Kata Fia dingin."Baik, nona." Fia memeluk tubuh mungil putranya yang berapa kali tersenyum. Entah siapa yang membuatnya bahagia. "Kenapa baru sekarang kamu mengakui bahwa putraku adalah anakmu, mas. Kenapa? Apa kamu sudah mengetahui kenyataan ini baru kamu menyadarinya?" gumam Fia, menghapus jejak air matanya. Fia meraih ponsel yang tersimpan di atas nakas dan mencari nomor yang akhir-akhir ini selalu menghubunginya. "Halo sayang, bagaimana kabar cucu ayah? Apa kamu membutuhkan sesuatu, nak?" tanya Pak Hanendra setelah mengangkat panggilan dari putrinya. "Cucu ayah baik-baik saja, Ayah benar aku membutuhkan sesua
Penyesalan memang selalu datang terlambat, meski begitu mereka berjuang untuk bisa kembali mendapatkan hati wanita yang pernah mereka sia-siakan. "Semua ini gara-gara, ibu. Kalau saja ibu nggak maksa aku nikahin Rara kejadiannya ini kayak gini nggak bakalan menimpa kita. Aku jadi pewaris tunggal kekayaan orang tua Fia." Suara menggema seluruh ruangan, Jordan hanya diam memperhatikan Ibu dan anak saling menyalahkan, tentu saja mereka tidak mau mengakui kesalahan mereka."Kenapa harus ibu yang di salahkan Faris? Kamu juga kan suka sama dia. Lagi pula masih ada harapan untuk kalian rujuk, Fia belum menikah kan? Itu artinya dia masih cinta sama kamu Faris. Kamu bisa mengambil hatinya lagi, ada anak buat kamu gunakan sebagai senjata," "Kalian akan mengunakan anak kecil itu?" Jordan menghampiri ibu dan anak itu, ia tidak setuju cucunya di jadikan keegoisan nenek dan Ayahnya. Kali ini Jordan harus bisa menyelamatkan mereka. Pria paruh baya itu memperhatikan mereka yang berdiri, hal itu mem
Fia mengulas senyum, melihat wanita yang bersembunyi di balik pintu ruang rapat. Ya, di sana Rara tengah menguping pembicaraannya di ruang rapat."Apa yang nona lakukan di sini? Bukankah saya meminta anda untuk menunggu di ruang kerja saya?" Rara tersenyum kikuk, bagaiman bisa ia kecolongan sampai Fia keluar dari ruang rapat. "Maaf," lirihnya menyembunyikan kegundahan hatinya.Wajah Fia tetap datar, sesaat memindai penampilan Rara. "Pakai baju yang baik dan benar. Aku tidak suka punya karyawan yang memamerkan pahanya." Ucap Fia tegas, aneh bukan? Dulu penampilan Rara tidak seperti itu tapi kini jauh berubah."Ada masalah dengan baju yang aku pakai? Ini sudah menjadi standar sebagai pekerja kantoran.""Itu berlaku di perusahaan lain. Tapi tidak dengan perusahaan yang aku mimpin. Jika kamu tidak bisa mengikuti peraturan maka silahkan, pintu keluar kamu masih ingat kan?""Ck, ribet amat sih!" Sinis Rara, tentu saja di dengar oleh Fia. Tapi Fia hanya diam, ia tahu apa yang harus di laku
Perusahaan PT Maju Jaya resmi menjadi milik Keluarga Hanendra. Satu minggu setelah kejadian itu, hari ini Pak Hanendra kembali mengadakan rapat dadakan.Kedatangan Pak Hanendra menjadi pusat perhatian karyawan di perusahaan. Tidak jarang terdengar bisik-bisik kedatangannya. Bahkan dari mereka mengetahui kejadian berapa hari yang lalu. "Selamat pagi." "Pagi pak Hanendra,"Petinggi perusahaan dan berapa karyawan, kini sudah datang dan karyawan staf biasa Tutut menghadiri sebagai wakil, agar mengetahui kabar apa yang akan di sampaikan oleh pemimpin baru mereka."Saya rasa tidak perlu lagi menjelaskan, karena kalian pasti sudah tahu. Untuk kedepannya saya minta kerja samanya pada kalian semua, Selain itu, saya minta kalian jujur, jika kalian ingin pergi dari sini. Silahkan, saya tidak akan menahan kalian, karena saya tahu benar bagaimana kalian bekerja di perusahaan ini."Pak Hanendra, memperhatikan para staf perusahaan barunya. Ia tahu benar jika mereka adalah orang-orang kepercayaan B
"Baiklah. Kami tunggu kabar baiknya dari kamu Fia.""Pak langsung ke rumah ayah ya,""Baik buk."Jarak rumah yang tidak terlalu jauh, dan jalanan yang tidak begitu ramai mempercepat Fia sampai di rumah sang ayah."Assalamualaikum, ayah, aku datang!""Waalaikumsalam nak, kamu sendirian? Mana Al, kenapa tidak kamu aja ke sini. Ayah kangen nak," "Al di rumah ayah. Aku cuma mampir ke sini sebelum ke restoran," Hanendra tersenyum simpul, ia tahu kedatangan putrinya karena ada hal yang ingin di sampaikan padanya. "Ada apa nak? Ayah tahu kamu ingin bicara sama ayah,"Fia menghela napasnya sebelum kembali bicara."Ayah, bisakah ayah mempertimbangkan kembali kompensasi itu. Mereka sudah mengakui kesalahan dan meminta maaf padaku" ujar Fia lirih. "Baiklah, anakku. Ayah akan mempertimbangkannya. Tapi mereka harus membuktikan perubahan mereka. Satu lagi nak, ada hal yang tidak bisa ayah katakan padamu sekarang. Jika ayah tetap memperpanjang masalah ini, itu tidak ada hubungannya dengan masalah
Rara dan Bu Leni saling menatap, kemudian berpaling dan pergi dengan marah. Bermaksud untuk meminta bantuan nyatanya gagal. "Sayang sudahlah, jangan pikirkan lagi. Biarkan mereka menerima konsekuensi dari perbuatannya. Kamu sudah benar tidak membantunya," ujar Erik. "Ya mas, tapi apa benar kalau ayah meminta kompensasi segitu besarnya?" Gumam Fia, tidak yakin jika ayahnya melakukan hal itu."Sayang, dengarkan mas. Di dunia bisnis itu banyak kecurangan di dalamnya, terkadang orang yang kita anggap sahabat justru dialah yang menjadi musuh sesungguhnya. Jadi yakinlah jika ayah memiliki alasan untuk itu. Yuk, sekarang kita istirahat atau –" Fia menyembunyikan wajahnya yang merona, karena ulah sang suami."Kenapa wajahmu, merah sayang?""Mas!" seru Fia, memukul lengan suaminya. Kebahagiaan yang kini di rasakan oleh Fia, memiliki suami yang begitu mencintainya. Menjadikan dirinya satu-satunya ratu di rumah mereka, mencintai dan dicintai dua hal yang tentu berbeda. Dulu Fia begitu mencint
Fia bertukar pandangan dengan Erik, pria tampan itu menahan pergelangan tangan Fia agar tidak beranjak dari kursinya. "Biar mas yang keluar. Kamu tetap di sini, kedatangan mereka bukan sekedar silaturahmi," ujar pria itu berdiri."Aku ikut mas! Mereka ingin bertemu denganku," ujar Fia, tanpa tahu siapa yang datang."Baiklah, ayok. Bik Suni tolong jaga Al, bawa ke kamarnya. Suster Ani sebentar lagi datang, nanti akan membantu bibi," "Baik dek, bibi jaga den Al. Kalian hati hati, perasaan bibi tidak enak," ujar bik Suni, yang kini ikut pindah bersama Fia mengingat di rumah lama Erik ia kesepian."Ya bik, sayang ayok!"Erik tidak melepaskan tangan Fia, tak ingin sesuatu terjadi padanya. Suara gedoran pintu memekikkan telinga, terlebih teriakan mereka yang menganggu Erik dan keluarganya."Mas kamu tahu siapa mereka?" tanya Fia, suara dari luar tidak begitu jelas. Mengingat mereka berada di ruang makan."Entahlah dek, pikiran mas mengarah pada mereka,""Siapa?"Erik membuka pintu, di san
Bagas terguncang, memandang dokumen somasi tersebut. Ia merasa terjebak dalam situasi tak terkeluarkan. Nilai yang tertera membuatnya sekan terhimpit batu yang cukup besar sehingga sulit untuk bergerak. "Pak Hanendra, saya... saya tidak tahu apa yang harus saya katakan." "Tidak perlu berbicara banyak. Anda hanya perlu memenuhi permintaan saya. Jika tidak, konsekuensinya akan sangat berat. Putriku adalah segalanya, dan anda tahu benar bagaimana saya sejak dulu." "Apa persahabatan kita, dan kerja sama yang sejak lama ini tidak membuat —" "Satu minggu, waktu lebih dari cukup untuk memberikan waktu itu untukmu. Silahkan pergi dari kantorku." Malam itu, Bagas pulang ke rumah dengan wajah murung. Istrinya, Leni, menyambutnya dengan khawatir. "Apa yang terjadi, mas? Kamu terlihat sangat cemas. Pertemuan itu apa membuatmu," "Hanendra meminta ganti rugi Rp 125 miliar. Jika tidak, ia akan hancurkan perusahaan kita. Bahkan perusahaan itu bisa jatuh di tangannya," Leni tersentak, t
Ketakutan di rasakan oleh Leni dan Bagas, perusahaan yang ia pimpin segera gulung tikar. Hanendra ayah dari Fia akan membalas perbuatan anak dan istrinya. Mereka yang menghina Fia di restoran akan berakibat buruk untuk kelanjutan kerja sama mereka di perusahaan."Ini semua gara-gara kamu dan anakmu itu. Kalau saja kamu dan Rara tidak mengusik Fia masalah ini tidak akan terjadi pada kita!""Tapi ini tidak sepenuhnya salah aku mas. Kamu tahu kan dia itu–""Sudah diam. Pikirkan gimana caranya agar perusahaan kita tetap aman!"Suasana seketika hening mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Leni dan Bagas berdiri di depan jendela, menatap ke luar dengan wajah penuh kecemasan. Perusahaan mereka, PT. Maju Jaya, terancam bangkrut.Bagas menarik napas dalam-dalam. "Bagaimana ini bisa terjadi, Leni? Kamu dan anakmu selalu membuat masalah,"Leni menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu, mas. Tapi ini semua gara-gara Fia. Ia tidak akan berhenti mengusik anak kita sampai hancur."Bagas tersenyum
Dua wanita itu terkejut mendengar pengakuan pria, yang mereka kenal seorang pengusaha ternama. Bukan hanya pria itu saja tapi juga Erik, meski begitu Bu Leni memiliki sedikit keberanian untuk membalas perkataan Erik. Tapi kali ini Bu Leni di buat diam seribu bahasa."Pu –putri? Jadi dia itu, tidak tidak mungkin ini tidak mungkin kan? Aku pasti sedang bermimpi? Anda berbohong kan? Katakan padaku kalau ini tidak benar?" ucap Bu Leni, berharap apa yang ia dengar semuanya hanya kebohongan. "Sayangnya, semua yang anda dengar itu benar adanya. Bu Belinda kita pergi sekarang, jangan lagi berurusan dengan mereka." Bu Belinda mengangguk, berdua meninggalkan mereka yang terdiam di tempat. Namun baru berapa langkah keluar pak Hanendra berhenti dan berbalik melihat wanita yang ada di depannya."Saya ingatkan lagi, jangan pernah mendekati apa lagi berani menyentuhnya. Shafia adalah putriku, sedikit saja anda mendekatinya maka saya tidak akan segan-segan melakukan hal yang tidak pernah terpikirkan
Melihat sikap Fia dan ibu mertuanya yang diam membuat Rara kesal. Berbeda dengan dua wanita yang tengah kesal, Fia yang malas berurusan dengan mereka yang sudah menghancurkan rumah tangganya. Meski tidak sepenuhnya salah sebab Ibu mertuanya yang mendesak suaminya untuk menikah lagi."Kau tuli?" Ucap Rara, yang mengalihkan perhatian Fia."Kau bicara denganku?" tanya Fia acuh."Iya lah sama kamu, memangnya ada orang lain di dini hah!" Ujarnya dingin."Oh, aku kira kau sedang berbicara dengan orang lain. Apa kamu tidak capek mengganggu ku?" Kali ini Fia menatap wanita di depannya."Sebelum kamu hancur, aku akan mengganggumu Fia!" "Lakukan kalau kamu bisa, aku tidak peduli. Suatu saat kamu akan memetik hasil dari perbuatanmu. Ayok buk kita pergi, biar nanti ayah sama mas Erik nyusul kita,""Aku belum selesai bicara Fia! Kau harus merasakan apa yang aku rasakan sekarang. Gara-gara kamu, aku diceraikan oleh suamiku! Kamu seorang pelakor!" Serunya sehingga menarik perhatian pengunjung resto