Rara menangis histeris setelah Faris menjatuhkan talak padanya. Terlebih sikap sang ayah yang justru begitu murka setelah mengetahui bahwa cucu yang baru saja dilahirkannya adalah benih dari pria lain. "Anak tidak tahu diri kamu. Kurang apa lagi kami mengingatkan kamu sampai kamu harus mengandung benih dari pria lain selain suami kamu!!" cetus Pak Bagas, kemarahannya tidak lagi terbendung."Pah jangan kayak gitu, ingat Rara anak kita satu-satunya. Lihatlah tubuhnya saja masih lemah apa kamu akan tetap marah padanya sekarang?" Bu Leni, mencoba untuk menghentikan amarah sang suami pada putrinya."Katakan padaku apa yang harus aku lakukan? Bagaimana kalau kabar memalukan ini tersebar luas di luar sana mau taruh di mana mukaku ini! Putri dari pengusaha hebat ternyata hamil anak orang lain begitu! Ini didikan kamu, kenapa waktu itu tidak menurut perkataan ku, anakmu itu untuk di Masukk ke pesantren tentu kejadian ini tidak akan mungkin terjadi pada kita." Kesal Pak Bagas."Pah, sudah. Seh
Tiga hari sudah setengah Faris menjatuhkan talak pada Rara selama tiga hari itu pula ia berusaha mencari di mana keberadaan Fia saat ini. Terakhir ia tahu bahwa Fia tinggal di rumah pribadi Erik namun sayang saat dia ke sana rumah itu sudah kosong hanya ada art yang berjaga di sana."Ah, Fia kamu di mana sekarang? Tolong maafkanlah semua kesalahan yang pernah aku lakukan, kembalilah aku sangat mencintai kamu aku tidak bisa jauh dari kamu Fia," tangis Faris, sesaat tiada guna karena sekarang ia pun kehilangan mantan istrinya dan anak yang ada dalam kandungannya. "Kamu baru pulang? Gimana apa kamu bisa bertemu sama Fia?" tanya Bu Leni. Melihat wajah putranya menandakan jika Fia tidak di temukan."Pindah ke mana dia, bukankah dia juga tidak punya rumah? Tapi kamu tahu siapa laki-laki yang membantu Fia, Faris?" "Laki-laki siapa Bu? Apa dia muda atau sudah tua?" Kali ini Paris justru penasaran siapakah laki-laki dimasukkan oleh ibunya."Paruh baya seusia ayahmu, tapi ibu rasa dia laki-l
Di dalam ruang persidangan, Faris di temani kedua orang tuanya serta Poppy hanya bisa diam meski hati mereka memberontak agar semua tetap pada posisinya. "Setelah melihat bukti dan fakta yang ada, pihak pengadilan memutuskan untuk meminta pada pelaku agar menyerahkan kembali harta yang sudah di curi ..."Bu Winda hanya bisa terdiam menundukkan kepala saat hakim memutuskan dirinya bersalah dan mintanya mengembalikan semua harta milik Fia. Meski harus kehilangan seluruh harta yang ia dapatkan dari menipu Fia, namun Bu Winda merasa lega karena Fia tidak menuntut pidana padanya. Fia yang ingin menyelesaikan masalah itu di jalur kekeluargaan agar selesai tanpa ada drama berkepanjangan. "Nak bolehkah ibu bicara sebentar sama kamu?" ucap Bu Winda, lirih. Saat mereka akan keluar dari ruang persidangan. "Apa yang ingin Ibu bicarakan padaku? Aku tidak ada waktu banyak. Silahkan," sahut Fia, tanpa menoleh pada Faris."Nak Fia tolong maafkan ibu, maafkan semua kesalahan yang pernah ibu lakukan
Benar yang di katakan Erik tidak lama Fia pindah ke ruang perawatan sang Ayah datang dengan wajah panik dan cemas. Akan tetapi saat memasuki ruangan di mana Shafia terbaring pria paruh baya itu tersenyum bahagia."Sayang maafkan ayah, bagaimana keadaan kamu?" tanya Pak Hanendra haru, antara sedih dan bahagia melihat putrinya yang melahirkan seorang anak laki-laki dan sedih karena statusnya seorang janda."Alhamdulillah Yah, cucu ayah laki-laki," lirih Fia.."Alhamdulillah, calon penerus. Sayang dimana cucu ayah?" tanya Pak Hanendra antusias, mendengar cucunya berjenis laki-laki. Cucu yang ia harapkan sejak lama. "Bu Fia, sudah waktunya menyusui," ucap suster. "Baik sus," dengan berlahan dan penuh kasih sayang Fia menyusui untuk pertama kalinya. Pak Hanendra memilih berbincang dengan Erik di luar, tidak menyangka jika Erik melakukan yang seharusnya di lakukan oleh suaminya. Akan tetapi semua tidak semudah itu, Fia menutup akses untuk Faris bertemu dengan anaknya.Sakit hati atas peno
Tangannya Fia terkepal kuat. Bagaimana pria tidak tahu diri itu mengaku bahwa anak yang baru beberapa hari lalu ia lahirkan adalah putranya, sedangkan dulu jangan mengakui bahkan dengan terang-terangan menuduh bahwa anak dalam kandungannya adalah benih dari pria lain. "Jangan biarkan orang seperti dia berkeliaran di sini! Jika hal itu terjadi laporkan ke pihak berwajib." Kata Fia dingin."Baik, nona." Fia memeluk tubuh mungil putranya yang berapa kali tersenyum. Entah siapa yang membuatnya bahagia. "Kenapa baru sekarang kamu mengakui bahwa putraku adalah anakmu, mas. Kenapa? Apa kamu sudah mengetahui kenyataan ini baru kamu menyadarinya?" gumam Fia, menghapus jejak air matanya. Fia meraih ponsel yang tersimpan di atas nakas dan mencari nomor yang akhir-akhir ini selalu menghubunginya. "Halo sayang, bagaimana kabar cucu ayah? Apa kamu membutuhkan sesuatu, nak?" tanya Pak Hanendra setelah mengangkat panggilan dari putrinya. "Cucu ayah baik-baik saja, Ayah benar aku membutuhkan sesua
Penyesalan memang selalu datang terlambat, meski begitu mereka berjuang untuk bisa kembali mendapatkan hati wanita yang pernah mereka sia-siakan. "Semua ini gara-gara, ibu. Kalau saja ibu nggak maksa aku nikahin Rara kejadiannya ini kayak gini nggak bakalan menimpa kita. Aku jadi pewaris tunggal kekayaan orang tua Fia." Suara menggema seluruh ruangan, Jordan hanya diam memperhatikan Ibu dan anak saling menyalahkan, tentu saja mereka tidak mau mengakui kesalahan mereka."Kenapa harus ibu yang di salahkan Faris? Kamu juga kan suka sama dia. Lagi pula masih ada harapan untuk kalian rujuk, Fia belum menikah kan? Itu artinya dia masih cinta sama kamu Faris. Kamu bisa mengambil hatinya lagi, ada anak buat kamu gunakan sebagai senjata," "Kalian akan mengunakan anak kecil itu?" Jordan menghampiri ibu dan anak itu, ia tidak setuju cucunya di jadikan keegoisan nenek dan Ayahnya. Kali ini Jordan harus bisa menyelamatkan mereka. Pria paruh baya itu memperhatikan mereka yang berdiri, hal itu mem
"Ayah sedang apa di sini?" Suara lembut itu menghentikan langkah Jordan. "Fia? Anak ayah, mana cucu ayah?" Wajah lelah pria paruh baya itu berubah ceria, melihat wajah tampan terlelap dalam stroller. "Inilah cucu ayah, nak?" tanya Jordan, terharu. "Ya, ayah, cucu ayah. Bukankah ayah ingin cucu laki-laki? Dan benar yang di katakan ayah, aku hamil anak laki-laki harapan ayah," "Boleh ayah menggendongnya?" "Tentu saja. Ayah adalah kakeknya tidak ada halangan untuk tidak memeluknya," "Ayah belum jawab pertanyaan ku, apa yang terjadi pada Ayah?" Jordan tersenyum mengusap kepala yang tertutup Khimar itu. "Panjang ceritanya nak, ayah mau makan, gimana kalau kamu gabung sama ayah? Ayah harap kamu tidak menolaknya," "Apa! Jadi ayah meninggalkan rumah? Ada apa ayah? Apa yang terjadi, apa ayah dan ibu –" Pak Jordan menceritakan masalah yang terjadi di keluarganya termasuk istrinya yang berusaha untuk mendekati Fia lagi. Pengakuan mantan mertuanya membuat Fia menyadari j
"Tidak ada yang bisa mengusiknya, termasuk kamu. Biarkan dia bahagia bersama anak dan suaminya yang baru. Ini masalah kamu yang buat, jangan sekali-kali kamu rusak kebahagiaannya. Sudah cukup luka yang kita berikan pada Shafia, bukankah dulu kamu yang meragukan kesetiaan Fia dan menolak kehamilannya? Lalu untuk apa kamu ingin berjuang? Mbak Winda, Fia dan Erik akan menikah bukankah itu yang di tuduhkan kalian? Dan perlu kalian ketahui Erik mencintai Fia jauh sebelum Faris mengenal Fia hanya saja Erik menyia-nyiakan kesempatan itu hingga kami memintanya untuk kuliah di luar negeri. Kedatangan aku ke sini hanya untuk memberikan kabar ini mengenai undangannya biar Erik sendiri yang datang ke sini, Faris jangan usik calon menantu dan cucuku. Jika itu terjadi tante sendiri yang akan —""Aku tahu Tan, aku tidak akan mengganggu hubungan mereka. Aku titipkan Shafia dan an–"Faris mengusap wajahnya, malu? Tentu saja anak yang dulu di tolak kini di akuinya."Al, tetaplah anak kamu. Bukan hanya
Plak"Kenapa ayah menampar ku? Apa aku membuat ayah marah?" Faris, mengusap cairan merah di sudut bibirnya. "Menjijikan!" Umpat Jordan."Ck, sudahlah jangan ikut campur masalah ku dan Fia. Ayah, sebenarnya siapa yang anak ayah, aku atau Fia? Selama ini ayah tidak sedikit pun mendukung keinginanku, bukankah ayah menginginkan menantu ayah kembali?"Plak Sekali lagi Jordan menampar Faris. Jordan, ayah Faris, sangat marah ketika mengetahui kebenaran tentang Faris yang meminta syarat sebelum mendonorkan darahnya untuk Al. "Faris, apa yang kamu lakukan?! Kamu meminta syarat menceraikan Fia dari Erik sebelum mendonorkan darahmu untuk Al?!" Jordan berteriak dengan nada marah.Faris tidak peduli dengan kemarahan ayahnya. "Apa yang salah, Ayah? Aku hanya ingin Fia kembali kepadaku."Jordan tidak bisa percaya dengan jawaban Faris. "Kamu tidak memiliki hati! Anakmu sendiri membutuhkan darahmu, dan kamu meminta syarat seperti itu?! Kamu tidak layak menjadi ayah!"Faris tersenyum sinis. "Ayah tida
"Mah, Al kecelakaan? Kapan, dan di mana? Apa tadi ayah yang memberi kabar? Sekarang gimana keadaannya, ayo kita ke sana mah!" Seru Faris panik."Mah?" sambung Faris, melihat Ibunya justru tenang."Sayang, duduk sebentar. Biarkan semua berjalan sesuai rencana, dan kamu sebentar lagi mendapatkan apa yang kamu inginkan, tunggu di sini," Faris menggeleng, bagaimana mungkin Ibunya bersikap tenang mendengar kecelakaan cucunya. "Mama, sadar akan ucapan mama?" tanya Faris, tak habis pikir."Sangat sadar. Faris duduk dan dengarkan kata mama, sejengkal lagi impian kamu untuk rujuk menjadi nyata. Fia akan menghubungimu dan meminta kamu untuk mendonorkan darah dan ..." Winda menjeda ucapannya, tersenyum kelicikan tercetak jelas di bibirnya."Jadi ini semua karena ..." "Ya, mama yang melakukannya. Kamu tenang tidak ada yang melihat dan itu melalui orang suruhan mama, dan kamu pun menyetujuinya.""Ya, tapi aku tidak setuju kalau mama mencelakai Al, dia anak aku mah!" "Sudahlah, kamu yang member
"Faris? Kamu sudah pulang?" Winda mengerutkan keningnya, melihat sang putra pulang lebih awal. Mengingat baru sehari kembali bekerja di perusahaan yang berada di luar kota namun kali ini anak sulungnya sudah ada di depan pintu di jam makan siang."Bisa geser mah? Aku lelah," ucapnya lirih, sarat akan kekesalan yang terpendam."Tunggu, wajah kamu kenapa lebam begitu?" Winda menahan tubuh Faris, hal itu semakin membuat pria tampan itu semakin kesal."Mah, bisa minggir tidak?!" Winda menggeser tubuhnya, membiarkan anaknya masuk. "Mama ambilkan air minum dulu," Winda gegas ke dapur, mengambil air putih untuk putranya."Minumlah, setelah itu jelaskan pada Mama apa yang terjadi. Kenapa kamu pulang dengan wajah bonyok semua kayak gini, kamu berantem sama siapa?""Bisa diam mah? Aku lelah, aku pusing, pulang mau tenang!" seru Faris, Winda menghela napas melihat sikap Faris."Baiklah, mama akan diam. Kamu mau makan sekarang? Biar mama siapkan,""Tidak perlu!" Faris meninggalkan Winda begitu
"Apa yang sudah kamu lakukan pada anakku huh? Apa begini caramu menghancurkan kami? Sayangnya hal itu tidak berlaku pada kami, aku akan menghancurkan kamu Faris!" geram Erik, sejak meninggalkan rumah untuk menemui Faris yang seenaknya mencuci otak putranya. "Haha! Kau takut? Erik, kamu lupa dia itu anakku, apa pun yang aku lakukan itu semua terserah sama aku, itu hak aku, paham?" Faris merapikan keras kemejanya yang sedikit berantakan karena ulah Erik. Bugh! Bugh! "Kamu pikir aku akan membiarkan semuanya terjadi. Kamu salah besar Faris, aku sendiri yang akan membuatmu menyesal karena sudah menyentuh keluargaku!" tegas Erik. Faris hanya tersenyum, sudut bibirnya terasa asin Erik berhasil melukainya. Melihat tingkah sepupu sekaligus ayah tiri anaknya, sedikit perasaan cemas namun Faris mampu bersikap tenang menghadapi Erik. "Kau takut Erik? Kamu lupa ikatan darah lebih kental dari apa pun dan aku yakin apa yang kamu lakukan ini akan membawa kehancuran hubunganmu dan Fia. Ka
"Jadi itu benar bund?" "Ya sayang, kenapa kamu tanya itu sama bunda? Jagoan bunda memikirkan hal lain?" tanya Fia, lembut."Tidak ada bund!" sahut Al santai.Hari berikutnya sikap Al seperti biasa hanya saja lebih diam, setiap Fia menanyakan selalu di jawab gelengan dan tidak apa-apa. Permintaan tiba tiba Al yang menginginkan sekolah dan permintaan yang sebentarnya membuat Fia curiga. Akan tetapi Fia mengabaikan mengira semua akan baik baik saja."Hari ini kita akan daftar sayang, kamu sudah pilih sekolah mana yang kamu inginkan?" tanya Fia, kali ini mengusap punggung putranya.Pembawaan yang tenang seakan semua berjalan sesuai keinginan, tanpa di ucapkan Fia tahu jika putranya menyembunyikan sesuatu. Akan tetapi Fia tidak tahu apa, ia akan membicarakan kegelisahannya pada yang suami."Kamu tahu apa yang terjadi?" tanya Erik, khawatir dengan perubahan sikap anak sambungnya, sama seperti yang di rasakan Fia.Fia hanya menggeleng, ingin mengatakan jika curiga pada Faris itu tidak mungk
Kebahagiaan yang tidak pernah terpikirkan oleh Erik, jika akan secepat ini membuat istrinya hamil penerus untuknya. Sejak awal Erik tidak peduli dengan anak sebab sebelum menikah dengannya Fia memiliki anak yang sangat ia cintai. Tidak berbeda jauh berbeda dengan Erik, kehamilan ini adalah kehamilan yang kedua untuk Fia sehingga memudahkan wanita cantik berhijab itu menyikapinya dengan santai. Berbeda dengan Erik yang cemas bahkan kini bersikap posesif terhadapnya."Assalamualaikum sayang, kamu di mana?""Waalaikumsalam mas kamu sudah pulang? Aku ada di dapur. Apa yang kamu bawa itu?" Fia berbalik menyambut kedatangan Erik, entah kenapa hari ini Fia merindukan aroma tubuh pria yang begitu mencintainya."Kamu lupa apa yang kamu minta tadi siang? Di mana Al?" Erik mengecup kening Fia sekilas, sebelum berlanjut mengusap perut rata Fia."Aku kira tidak ada mas. Aku lupa Al sedang pergi bersama ayah, sebentar lagi pulang." Fia berulang kali mengendus kemeja yang masih melekat di tubuh Er
Kebahagiaan Fia dan Erik tidak lepas dengan kedua orang tua mereka. Al yang begitu antusias dengan kehamilan ibunya tak jarang mengajak adiknya yang berada dalam perut untuk bermain bersama."Bund, kalau jadi Abang apa perlu jadi berani?" tanya Al polos."Itu tidak perlu sayang, cukup jadi Abang yang baik dan sayang untuk adik. Satu lagi jadi pelindung bukan berarti jadi berani karena keberanian itu juga untuk diri sendiri. Untuk menjaga diri Abang saat berada di luar rumah.""Begitu ya bund?""Iya sayang,""Abang mau adik perempuan bund!" antusias Al."Boleh, berdoa mintalah pada Allah agar Abang punya adik perempuan ya," "Ya bunda!" Demi kehamilannya membuat Fia tak bisa beraktivitas banyak di luar, sehingga semua urusan ia serahkan kembali pada sang ayah. Begitu pula dengan Erik yang melarang aktivitas yang berat pada Fia."Bagaimana hari ini sayang? Apa ada yang kamu inginkan?" Erik duduk membelai kepala yang tertutup kerudung."Aku menginginkan sesuatu, apa kamu akan mengabulka
Erik yang mendapat keluhan dari Fia mengenai kedatangan mantan suaminya, yang tidak lain adalah sepupunya yang datang di saat dirinya pergi ke kantor. Namum hal itu kini bernafas lega karena Faris memutuskan untuk bekerja di luar kota dan meminta waktu untuk bertemu seharian dengan Al. Hal itu tidak menjadi hal yang sulit di kabulkan oleh Fia. "Aku permisi, mulai hari ini aku akan datang di akhir pekan. Dan aku harap waktu sehari itu untukku bersama dengan Al," ujar Faris sebelum meninggalkan rumah Erik."Silahkan aku tidak akan membatasinya, asalkan kamu menepati janji untuk tidak mengusik istriku." Tegas Erik."Tentu, kamu jangan khawatir."Itulah percakapan dua pria dewasa, Erik menatap punggung sepupunya yang semakin jauh. "Aku harap kamu bukanlah ancaman untuk anak dan istriku. Jika hal itu terjadi aku tidak akan memaafkan kamu Faris." Gumam pria tampan itu.Hari hari berlalu begitu tenang, sudah setahun ini Faris datang di akhir pekan walau hanya sekedar menjemput Al untuk bert
Sudah berapa hari Pak Bagas terbaring di rumah sakit, tubuhnya yang semakin melemah membaut Rara dan ibunya semakin khawatir. Meski dokter memintanya terus dirawat, akan tetapi karena keuangan mereka yang kini semakin semrawut sehingga memutuskan untuk membawanya pulang ke rumah, mereka sendiri yang akan merawatnya. "Mah apa selama ini ayah tidak pernah menyimpan kekayaan lain selain perusahaan dan rumah ini?" tanya Rara, menatap ayahnya berada di rumah sakit dan perusahaan yang sudah diambil alih oleh orang tua Fia. Kehidupan mereka semakin sulit. Bukan hanya keuangan bahkan berapa tunggakan hutang semakin menjerat."Kalau ada buat apa mama menyembunyikannya, justru karena tidak ada itu yang membuat mama pusing. Ra, coba tanya suamimu apa suamimu masih punya tabungan? Mama masih ingat sebelum kejadian, ayahmu sudah mentransfer ke rekening suamimu dan juga ke rekening pribadi kamu. Mama rasa uang itu masih aman di dalam rekening kamu dan juga suamimu, setidaknya masih ada," ujar Leni