Tangannya Fia terkepal kuat. Bagaimana pria tidak tahu diri itu mengaku bahwa anak yang baru beberapa hari lalu ia lahirkan adalah putranya, sedangkan dulu jangan mengakui bahkan dengan terang-terangan menuduh bahwa anak dalam kandungannya adalah benih dari pria lain. "Jangan biarkan orang seperti dia berkeliaran di sini! Jika hal itu terjadi laporkan ke pihak berwajib." Kata Fia dingin."Baik, nona." Fia memeluk tubuh mungil putranya yang berapa kali tersenyum. Entah siapa yang membuatnya bahagia. "Kenapa baru sekarang kamu mengakui bahwa putraku adalah anakmu, mas. Kenapa? Apa kamu sudah mengetahui kenyataan ini baru kamu menyadarinya?" gumam Fia, menghapus jejak air matanya. Fia meraih ponsel yang tersimpan di atas nakas dan mencari nomor yang akhir-akhir ini selalu menghubunginya. "Halo sayang, bagaimana kabar cucu ayah? Apa kamu membutuhkan sesuatu, nak?" tanya Pak Hanendra setelah mengangkat panggilan dari putrinya. "Cucu ayah baik-baik saja, Ayah benar aku membutuhkan sesua
Penyesalan memang selalu datang terlambat, meski begitu mereka berjuang untuk bisa kembali mendapatkan hati wanita yang pernah mereka sia-siakan. "Semua ini gara-gara, ibu. Kalau saja ibu nggak maksa aku nikahin Rara kejadiannya ini kayak gini nggak bakalan menimpa kita. Aku jadi pewaris tunggal kekayaan orang tua Fia." Suara menggema seluruh ruangan, Jordan hanya diam memperhatikan Ibu dan anak saling menyalahkan, tentu saja mereka tidak mau mengakui kesalahan mereka."Kenapa harus ibu yang di salahkan Faris? Kamu juga kan suka sama dia. Lagi pula masih ada harapan untuk kalian rujuk, Fia belum menikah kan? Itu artinya dia masih cinta sama kamu Faris. Kamu bisa mengambil hatinya lagi, ada anak buat kamu gunakan sebagai senjata," "Kalian akan mengunakan anak kecil itu?" Jordan menghampiri ibu dan anak itu, ia tidak setuju cucunya di jadikan keegoisan nenek dan Ayahnya. Kali ini Jordan harus bisa menyelamatkan mereka. Pria paruh baya itu memperhatikan mereka yang berdiri, hal itu mem
"Ayah sedang apa di sini?" Suara lembut itu menghentikan langkah Jordan. "Fia? Anak ayah, mana cucu ayah?" Wajah lelah pria paruh baya itu berubah ceria, melihat wajah tampan terlelap dalam stroller. "Inilah cucu ayah, nak?" tanya Jordan, terharu. "Ya, ayah, cucu ayah. Bukankah ayah ingin cucu laki-laki? Dan benar yang di katakan ayah, aku hamil anak laki-laki harapan ayah," "Boleh ayah menggendongnya?" "Tentu saja. Ayah adalah kakeknya tidak ada halangan untuk tidak memeluknya," "Ayah belum jawab pertanyaan ku, apa yang terjadi pada Ayah?" Jordan tersenyum mengusap kepala yang tertutup Khimar itu. "Panjang ceritanya nak, ayah mau makan, gimana kalau kamu gabung sama ayah? Ayah harap kamu tidak menolaknya," "Apa! Jadi ayah meninggalkan rumah? Ada apa ayah? Apa yang terjadi, apa ayah dan ibu –" Pak Jordan menceritakan masalah yang terjadi di keluarganya termasuk istrinya yang berusaha untuk mendekati Fia lagi. Pengakuan mantan mertuanya membuat Fia menyadari j
"Tidak ada yang bisa mengusiknya, termasuk kamu. Biarkan dia bahagia bersama anak dan suaminya yang baru. Ini masalah kamu yang buat, jangan sekali-kali kamu rusak kebahagiaannya. Sudah cukup luka yang kita berikan pada Shafia, bukankah dulu kamu yang meragukan kesetiaan Fia dan menolak kehamilannya? Lalu untuk apa kamu ingin berjuang? Mbak Winda, Fia dan Erik akan menikah bukankah itu yang di tuduhkan kalian? Dan perlu kalian ketahui Erik mencintai Fia jauh sebelum Faris mengenal Fia hanya saja Erik menyia-nyiakan kesempatan itu hingga kami memintanya untuk kuliah di luar negeri. Kedatangan aku ke sini hanya untuk memberikan kabar ini mengenai undangannya biar Erik sendiri yang datang ke sini, Faris jangan usik calon menantu dan cucuku. Jika itu terjadi tante sendiri yang akan —""Aku tahu Tan, aku tidak akan mengganggu hubungan mereka. Aku titipkan Shafia dan an–"Faris mengusap wajahnya, malu? Tentu saja anak yang dulu di tolak kini di akuinya."Al, tetaplah anak kamu. Bukan hanya
Ucapan Erik lembut, begitu lembut membuat Fia semakin nyaman dan percaya jika keputusannya menerima pinangan Erik itu tidak salah. Pria yang mencintainya diam-diam kini telah menjadi suami sekaligus ayah untuk anaknya."Aku tidak lupa untuk itu mas, lakukan yang sama jika aku lalai menjalankan tugasku sebagai seorang istri dan ibu untuk anak kita kelak. Mas satu yang aku minta darimu, tetaplah menjadi mas Erik yang sekarang, menerima aku dan anakku," "Kalau itu kamu jangan ragukan aku. Al, selain anakku dia juga keponakan aku, sayang." Berdua saling berbincang Erik memberikan kartu persegi empat, yang membuat Fia terkejut kartu itu berwarna hitam. "Mas ini untuk apa? Aku —""Mulai hari ini kamu tidak boleh mengeluarkan uang kamu sendiri. Pakai ini, ini adalah nafkah pertama yang aku berikan. Kamu sudah menjadi tanggung jawabku, hanya menunggu sah saja sayang," Fia tidak bisa menolak lagi, Erik pria dingin nan cuek itu begitu berbeda ketika hanya bersama dengan Fia dan keluarganya.
Mereka saling berjanji dalam hati, akan terus menjaga kesucian cinta mereka. Ujian dan kerikil yang akan menghalangi langkah keduanya adalah bumbu manis dalam rumah tangga. Erik menggenggam cinta dan kesetiaan untuk satu wanita, dialah yang teristimewa Shafia Wening Wajendra. Shafia Wening Wajendra atau Fia menautkan jarinya menyatu dengan dalam genggaman, siap menghadapi ujian yang akan menghampiri mereka. Berjanji akan terus bersama meski ia tahu ada hati dan tangisan seorang wanita bergelar Ibu. Di sana matanya berembun cintanya mendapatkan imam yang akan menjadi penyejuk hatinya kelak. Pria yang menjadikan dirinya seorang ratu dalam istana cinta mereka.Mencintaimu adalah keharusan, mendapatkan dirinya adalah takdir. Erik Benjamin Melangkah bersama denganmu adalah kemauanku, menyambut uluran cintamu adalah keharusan. Shafia Wening WajendraKeduanya menikmati semilir angin pantai yang menyapa wajah dan tubuh mereka. Pasmina berkibar mengikuti angin yang menerbangkannya di pantai
Melihat sikap Fia dan ibu mertuanya yang diam membuat Rara kesal. Berbeda dengan dua wanita yang tengah kesal, Fia yang malas berurusan dengan mereka yang sudah menghancurkan rumah tangganya. Meski tidak sepenuhnya salah sebab Ibu mertuanya yang mendesak suaminya untuk menikah lagi."Kau tuli?" Ucap Rara, yang mengalihkan perhatian Fia."Kau bicara denganku?" tanya Fia acuh."Iya lah sama kamu, memangnya ada orang lain di dini hah!" Ujarnya dingin."Oh, aku kira kau sedang berbicara dengan orang lain. Apa kamu tidak capek mengganggu ku?" Kali ini Fia menatap wanita di depannya."Sebelum kamu hancur, aku akan mengganggumu Fia!" "Lakukan kalau kamu bisa, aku tidak peduli. Suatu saat kamu akan memetik hasil dari perbuatanmu. Ayok buk kita pergi, biar nanti ayah sama mas Erik nyusul kita,""Aku belum selesai bicara Fia! Kau harus merasakan apa yang aku rasakan sekarang. Gara-gara kamu, aku diceraikan oleh suamiku! Kamu seorang pelakor!" Serunya sehingga menarik perhatian pengunjung resto
Dua wanita itu terkejut mendengar pengakuan pria, yang mereka kenal seorang pengusaha ternama. Bukan hanya pria itu saja tapi juga Erik, meski begitu Bu Leni memiliki sedikit keberanian untuk membalas perkataan Erik. Tapi kali ini Bu Leni di buat diam seribu bahasa."Pu –putri? Jadi dia itu, tidak tidak mungkin ini tidak mungkin kan? Aku pasti sedang bermimpi? Anda berbohong kan? Katakan padaku kalau ini tidak benar?" ucap Bu Leni, berharap apa yang ia dengar semuanya hanya kebohongan. "Sayangnya, semua yang anda dengar itu benar adanya. Bu Belinda kita pergi sekarang, jangan lagi berurusan dengan mereka." Bu Belinda mengangguk, berdua meninggalkan mereka yang terdiam di tempat. Namun baru berapa langkah keluar pak Hanendra berhenti dan berbalik melihat wanita yang ada di depannya."Saya ingatkan lagi, jangan pernah mendekati apa lagi berani menyentuhnya. Shafia adalah putriku, sedikit saja anda mendekatinya maka saya tidak akan segan-segan melakukan hal yang tidak pernah terpikirkan
"Apa yang sudah kamu lakukan pada anakku huh? Apa begini caramu menghancurkan kami? Sayangnya hal itu tidak berlaku pada kami, aku akan menghancurkan kamu Faris!" geram Erik, sejak meninggalkan rumah untuk menemui Faris yang seenaknya mencuci otak putranya. "Haha! Kau takut? Erik, kamu lupa dia itu anakku, apa pun yang aku lakukan itu semua terserah sama aku, itu hak aku, paham?" Faris merapikan keras kemejanya yang sedikit berantakan karena ulah Erik.Bugh!Bugh!"Kamu pikir aku akan membiarkan semuanya terjadi. Kamu salah besar Faris, aku sendiri yang akan membuatmu menyesal karena sudah menyentuh keluargaku!" tegas Erik.Faris hanya tersenyum, sudut bibirnya terasa asin Erik berhasil melukainya. Melihat tingkah sepupu sekaligus ayah tiri anaknya, sedikit perasaan cemas namun Faris mampu bersikap tenang menghadapi Erik. "Kau takut Erik? Kamu lupa ikatan darah lebih kental dari apa pun dan aku yakin apa yang kamu lakukan ini akan membawa kehancuran hubunganmu dan Fia. Kamu lupa itu
"Jadi itu benar bund?" "Ya sayang, kenapa kamu tanya itu sama bunda? Jagoan bunda memikirkan hal lain?" tanya Fia, lembut."Tidak ada bund!" sahut Al santai.Hari berikutnya sikap Al seperti biasa hanya saja lebih diam, setiap Fia menanyakan selalu di jawab gelengan dan tidak apa-apa. Permintaan tiba tiba Al yang menginginkan sekolah dan permintaan yang sebentarnya membuat Fia curiga. Akan tetapi Fia mengabaikan mengira semua akan baik baik saja."Hari ini kita akan daftar sayang, kamu sudah pilih sekolah mana yang kamu inginkan?" tanya Fia, kali ini mengusap punggung putranya.Pembawaan yang tenang seakan semua berjalan sesuai keinginan, tanpa di ucapkan Fia tahu jika putranya menyembunyikan sesuatu. Akan tetapi Fia tidak tahu apa, ia akan membicarakan kegelisahannya pada yang suami."Kamu tahu apa yang terjadi?" tanya Erik, khawatir dengan perubahan sikap anak sambungnya, sama seperti yang di rasakan Fia.Fia hanya menggeleng, ingin mengatakan jika curiga pada Faris itu tidak mungk
Kebahagiaan yang tidak pernah terpikirkan oleh Erik, jika akan secepat ini membuat istrinya hamil penerus untuknya. Sejak awal Erik tidak peduli dengan anak sebab sebelum menikah dengannya Fia memiliki anak yang sangat ia cintai. Tidak berbeda jauh berbeda dengan Erik, kehamilan ini adalah kehamilan yang kedua untuk Fia sehingga memudahkan wanita cantik berhijab itu menyikapinya dengan santai. Berbeda dengan Erik yang cemas bahkan kini bersikap posesif terhadapnya."Assalamualaikum sayang, kamu di mana?""Waalaikumsalam mas kamu sudah pulang? Aku ada di dapur. Apa yang kamu bawa itu?" Fia berbalik menyambut kedatangan Erik, entah kenapa hari ini Fia merindukan aroma tubuh pria yang begitu mencintainya."Kamu lupa apa yang kamu minta tadi siang? Di mana Al?" Erik mengecup kening Fia sekilas, sebelum berlanjut mengusap perut rata Fia."Aku kira tidak ada mas. Aku lupa Al sedang pergi bersama ayah, sebentar lagi pulang." Fia berulang kali mengendus kemeja yang masih melekat di tubuh Er
Kebahagiaan Fia dan Erik tidak lepas dengan kedua orang tua mereka. Al yang begitu antusias dengan kehamilan ibunya tak jarang mengajak adiknya yang berada dalam perut untuk bermain bersama."Bund, kalau jadi Abang apa perlu jadi berani?" tanya Al polos."Itu tidak perlu sayang, cukup jadi Abang yang baik dan sayang untuk adik. Satu lagi jadi pelindung bukan berarti jadi berani karena keberanian itu juga untuk diri sendiri. Untuk menjaga diri Abang saat berada di luar rumah.""Begitu ya bund?""Iya sayang,""Abang mau adik perempuan bund!" antusias Al."Boleh, berdoa mintalah pada Allah agar Abang punya adik perempuan ya," "Ya bunda!" Demi kehamilannya membuat Fia tak bisa beraktivitas banyak di luar, sehingga semua urusan ia serahkan kembali pada sang ayah. Begitu pula dengan Erik yang melarang aktivitas yang berat pada Fia."Bagaimana hari ini sayang? Apa ada yang kamu inginkan?" Erik duduk membelai kepala yang tertutup kerudung."Aku menginginkan sesuatu, apa kamu akan mengabulka
Erik yang mendapat keluhan dari Fia mengenai kedatangan mantan suaminya, yang tidak lain adalah sepupunya yang datang di saat dirinya pergi ke kantor. Namum hal itu kini bernafas lega karena Faris memutuskan untuk bekerja di luar kota dan meminta waktu untuk bertemu seharian dengan Al. Hal itu tidak menjadi hal yang sulit di kabulkan oleh Fia. "Aku permisi, mulai hari ini aku akan datang di akhir pekan. Dan aku harap waktu sehari itu untukku bersama dengan Al," ujar Faris sebelum meninggalkan rumah Erik."Silahkan aku tidak akan membatasinya, asalkan kamu menepati janji untuk tidak mengusik istriku." Tegas Erik."Tentu, kamu jangan khawatir."Itulah percakapan dua pria dewasa, Erik menatap punggung sepupunya yang semakin jauh. "Aku harap kamu bukanlah ancaman untuk anak dan istriku. Jika hal itu terjadi aku tidak akan memaafkan kamu Faris." Gumam pria tampan itu.Hari hari berlalu begitu tenang, sudah setahun ini Faris datang di akhir pekan walau hanya sekedar menjemput Al untuk bert
Sudah berapa hari Pak Bagas terbaring di rumah sakit, tubuhnya yang semakin melemah membaut Rara dan ibunya semakin khawatir. Meski dokter memintanya terus dirawat, akan tetapi karena keuangan mereka yang kini semakin semrawut sehingga memutuskan untuk membawanya pulang ke rumah, mereka sendiri yang akan merawatnya. "Mah apa selama ini ayah tidak pernah menyimpan kekayaan lain selain perusahaan dan rumah ini?" tanya Rara, menatap ayahnya berada di rumah sakit dan perusahaan yang sudah diambil alih oleh orang tua Fia. Kehidupan mereka semakin sulit. Bukan hanya keuangan bahkan berapa tunggakan hutang semakin menjerat."Kalau ada buat apa mama menyembunyikannya, justru karena tidak ada itu yang membuat mama pusing. Ra, coba tanya suamimu apa suamimu masih punya tabungan? Mama masih ingat sebelum kejadian, ayahmu sudah mentransfer ke rekening suamimu dan juga ke rekening pribadi kamu. Mama rasa uang itu masih aman di dalam rekening kamu dan juga suamimu, setidaknya masih ada," ujar Leni
Kedekatan Faris dan Al semakin intens, baik Fia dan Erik serta kedua orang tua mereka tidak melarang atau pun membatasi Faris bertemu dengan Al. Darah yang mengalir dalam tubuh Al adalah darah dari keluarga Indurasmi suka atau tidak itu tidak mungkin di pungkiri, hal itulah yang memutus hubungan antara anak dan ayah.Kesibukan Fia di kantor tentu menyita banyak waktu sehingga wanita berhijab itu memutuskan untuk menyerahkan semua urusan kantor pada asisten pribadinya. Tentu dengan orang kepercayaan Ayahnya yang sampai saat ini masih bekerja di perusahaan dan memiliki kedudukan yang tinggi.Pagi ini Fia di sibukkan dengan peralatan dapur, menu sarapan yang wajib untuk keluarga kecilnya. Karena Hanendra memutuskan untuk pulang ke rumah pribadinya dan Ibu Belinda yang juga memilih pulang ke kediamannya."Alhamdulillah beres! Mbok tolong siapkan piringnya di sini ya, aku ke kamar dulu pasti dua jagoan aku sudah bangun," ucap Fia, lembut membuat para pekerjaan di rumahnya begitu nyaman dan
Siapapun akan merasa iri melihat kedekatan antara Erik dan Al, siapa sangka mereka hanyalah ayah dan anak tiri. Pemandangan indah di depannya membuat hati seseorang terasa sakit dan cemburu.Lebih dari empat jam di kediaman Fia dan Erik tidak sedikit pun Al bermain dengan Faris. Anak itu begitu dekat dengan Erik, tidak jarang menolak ajakan Faris. Namun Erik yang notabenenya hanyalah ayah sambung sekaligus sepupu Faris menjelaskan pada putranya jika Faris adalah orang terdekat mereka. Sehingga Al bersedia duduk di samping Faris, hanya duduk diam tanpa bermanja-manja padanya seperti yang di lakukannya pada Erik."Anak kecil memang tidak bisa di bohongi, mana yang tulus mana yang bulus." Gumam Fia, entah kenapa hatinya gelisah."Berikan kesempatan pada Faris mengenal anaknya, begitu sebaliknya biarkan Al mengenali ayah kandungannya. Kamu dah Erik sudah sepakat sebelumnya bukan? Lalu untuk apa kamu berubah pikiran?" Pak Hanendra mengusap punggung putrinya."Tapi Yah, aku nggak bisa perca
"Aww, ayah!" Faris mengusap lengannya yang mendapatkan pukulan dari sang Ayah."Rindu terlarang. Buang jauh perasaan itu Faris, kamu yang salah dalam apapun mengenai Fia. Jadi ayah minta untuk tidak lagi mengatakan hal yang tidak pantas." Ucap Jordan tegas.Bagaimana bisa putranya merindukan mantan istrinya. Dulu sering ia nasehati untuk tidak melakukan hal yang merugikan dirinya, nyatanya semua hanya angin lalu. Putranya justru mengikuti kemauan ibunya sehingga rumah tangganya hancur, bukan hanya dengan Fia, tapi juga dengan Rara."Mas kamu ini gimana sih. Orang anak sendiri kok di gituin, biarin aja napa, sapa tau mereka masih ada jodoh, Faris rujuk sama Fia. Kan kamu juga yang bahagia kan mas?" ujar Winda tanpa beban."Kamu ini mikir apa sih! Atau kamu sama anakmu sedang memikirkan cara untuk mendekati Fia, melalui cucuku? Faris buang jauh impian kamu itu, ayah orang pertama yang menentang itu. Kamu lupa Fia menikah dengan siapa? Bagaimana ayahnya, sudahlah Faris dan kamu sudah cu