“Aku pastikan besok akan terbukti. Good night! Mmuahh!” goda Zafran sambil mencium tangannya sendiri dan diarahkan kepada Atira. “Kiss jauh,” ucapnya. Atira berlagak seolah menangkap ciuman itu, kemudian ia buang. “Belum boleh!” tolaknya sambil tertawa. “You break my heart, break my hope! Hadeuh... “ keluh Zafran dengan sebuah lagu viral milik Putri Ariani. “Kok, suara kamu bagus banget!” kagum Atira saat mendengar Zafran bernyanyi sepenggal lirik lagu. “Kalau udah nikah, kita karokean sampe pagi. Aku tahu suara kamu bagus banget, Tira!” ungkap Zafran sambil menutup pintu unit apartemen milik Atira. Atira tersenyum dengan tingkah polah Zafran, tentunya sisi menyenangkan yang baru ia tahu. Rasanya, cinta itu sudah tumbuh dengan dibuktikan ia sering senyum-senyum sendiri. Tiba-tiba, Zafran menyembuhkan lagi kepalanya dari balik pintu. “Jangan lupa, enggak boleh buka pintu buat siapapun kecuali aku.” Setelah mengatakan itu, ia
“Aaahhhhh...!” “Tira! Tira! Ada apa Nak?” Bu Asih mengusap peluh yang bercucuran di kening menantu, atau mantan menantu kesayangannya. Wanita paruh baya itu kaget saat mendengar teriakan Atira dan langsung memeriksa keadaan Atira di kamarnya. Ia menemukan Atira tengah terduduk dengan nafas ngos-ngosan, persis orang yang habis lari maraton. “Sayang, kenapa?” tanya bu Asih kembali dengan raut wajah khawatir. Mata Atira menangkap sosok anak kecil yang kini tengah berdiri ketakutan di belakang bu Asih. “Daffa!” panggil Atira sambil merentangkan tangannya. “Sini, sayang!” pinta Atira. Bocah lelaki itu tak langsung menghampiri Atira, matanya melirik bu Asih seolah meminta persetujuan. Bu Asih menganggukkan kepala, barulah Daffa mau menghampiri Atira. Wajah takutnya kini berangsur menghilang. “Kamu ketiduran pakai mukena. Kamu mimpi buruk?” tanya bu Asih menatap lekat ke manik mata Atira. Atira merasa dejavu, ia seolah mengulangi kejadi
“Bu!” Atira semakin erat memeluk bu Asih. Ia pun berpikir mengapa sampai hati Bayu berbuat demikian. Ia merasa jika selama ini ia belum mengenal Bayu dengan baik. Namun, ia tak boleh meledak-ledak, ia harus membuat bu Asih tak terpuruk lagi. Nyatanya, bu Asih lebih berat dalam berpikir daripada dirinya. Ia yang memang ditempa hidup sendiri sekian lama, nyatanya ia lebih kuat. “Bu, siapa yang bilang kalau mas Bayu yang mengirimkan pizza itu?” tanya Atira dengan mata menelisik. “Semua memang dugaan Ibu, Bayu terus menunggu kamu di luar sampai akhirnya kamu kembali. Bahkan, saat kamu terdengar berbincang di Koridor dengan Zafran, ibu intip Bayu masih ada di depan rumah. Kamu enggak bertemu Bayu?” tanya bu Asih yang otomatis membuat Atira menggelengkan kepalanya. “Betulan, kamu enggak ketemu Bayu?” tanya bu Asih meyakinkan. “Enggak, Bu. Aku enggak ketemu mas Bayu. Yang aku baru tahu, Zafran memiliki unit apartemen tepat di depan kita. Nomer 1405,” ucap Atira yang membuat bu Asih mangg
“Apa Om?” tanya Zafran mengulangi pertanyaannya. “Hahahahahaha... “ tawa pak Syamsul terbahak-bahak. Zafran pun mengeraskan rahangnya karena tak terima dipermainkan oleh pamannya sendiri. “Sudah ah, Om masih banyak urusan. Sana!” kekehnya yang membuat Zafran menyerah. Seberapa kesal pun ia dengan seseorang, ia bukan tipe orang yang mudah terprovokasi. Apalagi, yang membercandainya merupakan orang-orang tersayang baginya, termasuk pak Syamsul. “Kalau bukan Om sendiri, udah aku cincang!” kesal Zafran sambil tertawa. “Ya, mana ada kamu cincang Om. Keluarga kita bukan keluarga yang ringan tangan, tapi ringan hati,” tunjuk pak Syamsul ke arah dada Zafran. “Iya dah, serah Om! Pokoknya aku enggak mau tahu, Om harus bilang apa rahasia tentang istriku! Kalau enggak, sampe jamuran juga aku diem di sini!” ucap Zafran lagi.“Ya udah, besok Om yang kawinin tuh si artis,” tawanya lagi sambil mengerlingkan matanya. “Aku bilangin tante Rena, baru tahu rasa!” ancam Zafran sambil mengeluar
“Zafran, Tira! Huhuhuhuhu... “ tangis pilu terdengar dari sambungan telepon. “Kenapa sama Zafran, Mah?” seru Atira sambil bangun dan berlari menuju kamar bu Asih. “Bu!” teriak Atira histeris. Ia sangat khawatir dengan apa yang telah menimpa Zafran. Bahkan, ia menyesal karena telah mengabaikan panggilannya. “Ada apa, Tira?” tanya bu Asih yang tiba-tiba dipeluk Atira dengan tangisan. Bahkan bu Retno pun kini ikut hadir di sana. “Ada apa, Tira?” tanya bu Retno ikutan menangis. Tangannya terus mengelus-elus punggung Atira yang sedang tersedu di pelukan bu Asih. “Tira, tenang!” ucap bu Asih. Bu Retno segera berlalu, ia berniat untuk menghubungi Zafran dan menanyakan langsung apa yang terjadi. Saat ia melihat layar ponsel, ia menemukan panggilan Zafran sebanyak tujuh kali. Tanpa pikir panjang, bu Retno segera menghubungi balik nomor Zafran. Tanpa menunggu satu kali bunyi tut, panggilan itu pun segera diangkat oleh Zafran. “Hallo Bu. Atira beneran nangis ya?” ucap Zafran de
Tak berselang lama, ponsel Atira pun kembali berdering. Padahal, tadi pun Atira tidak pernah merasa memutuskan sambungannya. Saat melihat siapa yang menghubungi, Atira langsung mengangkat sambungan telepon tersebut. “Hallo, Mamah! Gimana sekarang Zafran? Mamah! Hallo!” Atira langsung memberondong dengan pertanyaan yang berputar-putar. “Hallo sayang!” jawab Zafran merasa bersalah. “Zafran, ini betulan kamu? Hah? Ini asli? Not just a prank? Sayang!” ucap Atira dengan berurai air mata. “Iya sayang, ini aku. Maafin aku, udah bohongin kamu tadi!” ucap Zafran lagi. “Maksud kamu?” tanya Atira terdengar tidak terima. “Tadi aku kesal karena kamu enggak angkat telepon aku. Jadi... jadi aku inisiatif mau bikin sesuatu yang bikin kamu perhatiin aku. Pas banget mamah lewat, jadi muncullah niatan iseng buat ngerjain kamu. Maafin aku yang enggak pernah mengira kalau kamu akan sekhawatir itu sama aku. Jadinya, aku ngerasa dicintai. Maafin aku ya!” ucap Zafran dengan penuh keseriusan. Tiba-tiba
Zafran langsung mengeraskan rahangnya saat ia melihat wajah Helen tanpa dosa datang ke gelaran resepsi mereka. Wanita licik ini bahkan tampil anggun dengan balutan gaun mewah, bahkan melebihi kemewahan gaun sang pengantin wanita. Untung saja Atira lebih cantik dan bersinar di acara pernikahannya, sehingga kemewahan gaun yang digunakan Helen hanya menjadi gunjingan saja. “Siapa yang mengundangmu, hah?” tanya Zafran dengan suara yang hanya bisa didengar oleh Helen dan kedua mempelai. Plakkk... “Ahahahahahahaha, rupanya suamiku sudah benar-benar dibutakan oleh pelakor.” teriak Helen secara tiba-tiba, bahkan dengan berurai air mata setelah ia memukul pipinya sendiri. Mendengar ada keributan di atas pelaminan, pengiring musik dan penyanyi jebolan ajang pencarian bakat yang menghibur para tamu undangan pun menghentikan lagunya sejenak. Bu Asih, pak Suwardi dan bu Haliza yang sedang menikmati santap siang pun segera kembali ke atas panggung tempat pelaminan berdiri gagah. Para tamu undan
“Apa kamu yakin, honey?” tanya Helen dengan bergelayut manja di pundak seorang lelaki. “Yakin dong, demi kamu apapun bisa ku lakukan termasuk mengenyahkan artis pendatang baru itu. Mantan suamimu yang bodoh itu pasti akan semakin gila karenanya.” Seringai licik pun terdengar dari kedua orang berbeda generasi itu. “Aahhh, aku jadi semakin cinta deh.” Helen mengecup singkat pipi lelaki tua berkepala plontos yang wajahnya terus saja di blur. “Lagian, lelaki tua itu akan semakin kehilangan jejak anak kandungnya sendiri.”“I love you!” ucap Helen yang kembali mengecup pipi lelaki berkepala plontos itu. “Eiittt, semua itu enggak gratis. Kamu harus ada setiap aku mau kamu, setiap aku butuh. Istriku yang cantik itu payah, setelah melahirkan dia jadi mirip dengan babu, tak bisa berdandan. Padahal saya modalin besar, dianya aja yang katro. Masa pergi kondangan pake kain jarik, baju alakadarnya. Malu-maluin aja!” keluh lelaki itu lagi. “Namanya juga masih bocah ingusan, orang kampun