Luna menatap punggung Aldi dengan mata berkaca-kaca. Dia bahkan tidak bisa mengejar pria berambut ikal itu untuk sekadar mengucapkan terima kasih dan menjelaskan alasannya memilih untuk tetap berada di sisi Reno.Suara tawa licik yang berasal dari sisinya membuat Luna menoleh dan mendapati seringai Reno yang kini menatapnya lurus. “Kamu menangis? Ada apa, Luna? Apa kalian sudah benar-benar jatuh cinta satu sama lain dalam waktu sesingkat itu?” tanya Reno dengan nada mengejek.Luna segera membuang muka dan beranjak mendahului Reno. Tatapan matanya kini beralih pada langit-langit rumah sakit yang didominasi warna putih. Luna berusaha keras menahan air mata yang hendak terjatuh dari manik indah miliknya.“Kalian berdua memang benar-benar naif. Terutama kamu, Luna. Bagaimana bisa kamu langsung mempercayai pria asing yang berlagak menjadi pahlawan kesiangan dan memilih kabur bersamanya seperti itu? Apa yang kamu harapkan dari pria tidak jelas seperti Aldi?” gumam Reno sembari terkekeh pela
Luna menatap wajah ibu yang masih terlihat pucat. Meski begitu, keadaan ibu juga sudah cukup membaik. Ibu yang tadinya hanya bisa terdiam dan tersenyum tipis ketika melihat Luna kini sudah bisa tersenyum lebih lebar dan sesekali bicara dalam suara perlahan. Luna mengecup pelan tangan ibu dan menatap mata ibu dengan penuh cinta. Melihat ibu bisa bertahan dan membaik setelah kedatangannya sungguh membuat Luna merasa sangat senang.“Bu, maaf kalau Reno terlalu lama perginya. Bagaimana perasaan ibu sekarang? Sudah jauh lebih baik?” Suara Reno yang mendadak terdengar dari sisinya membuat Luna menoleh. Suaminya itu memang sempat pergi sekitar lima jam lalu untuk memenuhi jadwal pekerjaannya.Ibu mengangguk pelan dan tersenyum. Wanita paruh baya itu mengelus lembut pergelangan tangan Reno dan menatap menantunya itu dengan penuh kasih sayang. Luna yang melihat semua itu segera mengalihkan pandangannya. Satu-satunya alasan Luna memilih berada di sisi Reno adalah demi kebaikan kedua orang tuany
Luna menatap wajah Reno yang tersenyum lebar di depannya. "Kamu sudah melihat postinganku?" tanya Reno dengan nada santai, tetapi bagi Luna sikap Reno justru membuatnya merasa sedikit ngeri. "Iya, sudah. Terima kasih karena sudah memilih angle yang pas meskipun aku sedang tidur, jadi nggak kelihatan jelek banget," jawab Luna mencoba tertawa kecil demi mencairkan suasana. Reno mengangguk pelan dan kini menatap ruangan yang didominasi warna putih di sekitarnya. Beberapa tas besar berisi pakaian dan keperluan ibu selama berada di rumah sakit tertumpuk rapi di pojok ruangan, sementara ibu tengah berada di kamar mandi bersama ayah Luna. "Aku sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk menghalau rumor itu, tetapi kita tetap harus melakukan konferensi pers ini," ucap Reno sembari memasukkan sesuap nasi uduk ke dalam mulutnya. Pagi ini, Reno dan Luna akan segera menuju tempat konferensi pers demi menjelaskan keadaan rumah tangga mereka yang selama ini dirumorkan tengah goyah. "Ya, aku men
"Ada apa?" tanya Reno begitu melihat wajah Luna yang tampak lebih sendu setelah bicara dengan ibunya. Wanita dengan rambut yang dibiarkan tergerai itu hanya menggeleng pelan sebelum memasuki mobil hitam milik suaminya. "Dilihat dari raut wajahmu, sepertinya ibu habis menceramahimu lagi ya," celetuk Reno sembari terkekeh pelan. Luna mengambil cermin kecil yang berada di tas dan mulai kembali memperbaiki riasannya yang sedikit terhapus karena air mata. "Makanya, jadi istri yang baik dan nurut saja sama suami. Lagipula, memangnya selama ini aku pernah memukulmu kalau kamu tidak salah?" Pertanyaan Reno membuat Luna berdecih pelan. Pria tampan yang berada di belakang kemudi itu benar-benar arogan dan tidak pernah mau mengakui kesalahannya. Apakah menurutnya lawan mainnya datang terlambat adalah kesalahan Luna? Atau masalah-masalah teknis yang terkadang terjadi di lokasi syuting juga merupakan kesalahan Luna sehingga Reno selalu melampiaskannya dengan memukul dan menghina Luna. "Su
Luna melirik sekilas pada sosok Aldi yang hanya terdiam di tempatnya sejak tadi. Genggaman tangan Reno yang bergerak perlahan membuat Luna menoleh dan mendapati senyum manis yang diperlihatkan suaminya itu. "Ada apa? Kamu masih merasa tidak nyaman?" tanya Reno dengan nada lembut sembari melirik kumpulan wartawan yang masih berada di sekitar mereka. Luna segera menggeleng dan melanjutkan langkahnya memasuki mobil hitam yang sudah berada di depannya. Pikiran Luna sudah tidak terlalu fokus sejak dia menyadari keberadaan Aldi di antara wartawan yang hadir untuk meliput konferensi pers mereka. Ditambah lagi, pertanyaan terakhir yang diajukan seorang wartawan tentang rumor kedekatannya dengan Aldi membuat Luna mendadak gagu. Untunglah Reno masih bisa mengendalikannya dan balik menuduh wartawan yang datang memang ingin membuat nama mereka jelek, karena berulang kali Reno dan Luna menyatakan bahwa hubungan mereka baik-baik saja, wartawan lain terus saja menimpali dengan pertanyaan-pertany
Plak! Tongkat kayu itu mendarat dengan cukup kencang di paha sebelah kanan Luna, membuat Luna meringis demi menahan rasa sakit yang segera menjalar di sekujur pahanya. Celana panjang berwarna putih yang dikenakannya juga terkena debu dari tongkat itu dan kini meninggalkan bekas berwarna abu-abu yang terlihat cukup jelas. "Sepertinya itu tidak terlalu sakit, ya. Aku memang belum mengeluarkan seluruh tenagaku," desis Reno sembari menatap wajah Luna tajam. Pria itu menatap jam dinding yang tergantung di pojok kamar. Dia sudah memerintahkan asisten rumah tangga mereka untuk pergi membeli beberapa keperluan, jadi setidaknya dia punya waktu sekitar tiga puluh menit untuk 'bicara' dengan Luna. "Santai saja, Luna, kita masih punya banyak waktu. Bukankah sudah lama kita tidak bicara berdua saja seperti ini?" tanya Reno yang kini berganti posisi dan duduk di depan Luna. "Wah, bagaimana bisa aku jadi canggung di depanmu ya? Ternyata kita memang sudah tidak sedekat itu ya," ucap Reno sembari
Bab 33Luna mengerjapkan matanya perlahan. Rasa nyeri segera menjalar ke seluruh tubuhnya. Wanita itu melenguh pelan dan berusaha menggerakkan tubuhnya perlahan.Manik hitam Luna menangkap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah empat sore. Luna mencoba berdiri untuk menuju kamar mandi, tetapi rasa nyeri pada bagian punggung dan kaki membuatnya mengurungkan niat.Luna menatap langit-langit kamar di atasnya dengan mata berkaca-kaca. Sejak awal, Luna sudah tahu resiko apa yang akan dia dapatkan dengan kabur dari rumah dan malah bertemu dengan Aldi, tetapi rasa kecewa pada kedua orang tua dan juga perasaan muak karena terus diperlakukan kasar oleh Reno membuatnya mengabaikan itu semua dan tetap melanjutkan apa yang dia mulai.Sayangnya, tekad Luna yang sudah bulat untuk pergi dari Reno masih kalah kuat dengan cengkraman Reno kepadanya. Luna menatap beberapa luka memar yang terlihat di tangannya. Entah sebanyak apa luka yang dia miliki di bagian tubuh yang lainnya.Tetesan air m
WARNING! Bab ini mengandung adegan kekerasan!“Bi Imah! Kenapa lama sekali sih?” Suara wanita paruh baya yang terdengar dingin itu membuat Bi Imah semakin gelagapan dan segera bergerak mendekati pintu. Luna yang berada di pojok ruangan segera melipat sajadah dan memeluknya dengan erat. Baru saja dia merasa sedikit tenang karena kehadiran Bi Imah, kini sosok lain yang akan menghancurkan ketenangan itu kembali datang.“Iya, ibu. Maafkan saya, bu.” Tubuh gempal Bi Imah yang berada di depan pintu segera menepi ke luar kamar setelah sebuah tangan mendorongnya dengan cukup kencang. Tidak hanya itu, sosok mama mertua Luna yang mengenakan dress merah muda menutup pintu dan segera menghampiri Luna.Mama Reno bertahan di tempatnya selama beberapa saat dengan tatapan mata yang tertuju lurus pada Luna yang masih meringkuk di pojok ruangan. Sebuah senyuman sinis tampak di wajahnya yang masih terlihat cantik di usianya yang memasuki kepala lima.“Ada apa, Luna? Mengapa kamu terlihat sangat ketakuta
Luna menatap layar ponselnya sembari memasukkan segenggam kacang goreng ke dalam mulutnya. “Perselingkuhan Aktor Terkenal Reno dengan Aktris Pendatang Baru.” Luna membaca judul berita di layar kecil itu dengan nada datar. Tidak ada lagi rasa sedih ataupun kecewa dari sorot matanya, seolah-olah Luna sudah sangat terbiasa dengan berita perselingkuhan itu.Bi Imah yang tengah menyiapkan sarapan mendekat dan membaca berita yang sama dari ponsel Luna. “Jadi mereka tertangkap kamera lagi ya? Apa Pak Reno sengaja melakukan ini?” tanya Bi Imah dengan raut penasaran.Luna menoleh heran demi mendengar pertanyaan asisten rumah tangganya. “Kenapa Mas Reno harus melakukan itu, bi? Memang apa untungnya? Bukankah seharusnya berita seperti ini malah bisa merugikan Mas Reno ya?” Luna justru balas bertanya dengan raut bingung.Wanita paruh baya yang mengenakan celemek kuning itu mengambil kursi di depan Luna dan menghela napas panjang. “Mungkin saja ‘kan Pak Reno sedang tes ombak? Karena kemarin Bu Lun
Reno menatap rumah besar di depannya dengan wajah kesal. Setelah insiden di jalan tadi, dia memutuskan untuk mengemudikan mobil dan mengantar Maria dan Angga pulang lebih dulu. Entah apa yang ada di pikiran manajernya itu sampai-sampai tidak fokus dalam mengemudi dan hampir membahayakan mereka semua.“Luna, semua ini karena kamu! Seandainya sejak awal kamu mendengarku dan mengabaikan Aldi, pasti kehidupanku akan baik-baik saja! Aku dekat dengan Maria juga ‘kan karena kamu yang mulai cari gara-gara dan merepotkanku terus,” geram Reno sambil memukul setir di depannya.“Sebenarnya di mana kamu bersembunyi, Luna? Mungkinkah kamu kembali ke rumah?” tanya Reno pada dirinya sendiri. Upayanya mendatangi kontrakan Luna setelah tayangan klarifikasi itu tidak membuahkan hasil. Meskipun sudah menunggu di depan rumah petak itu sejak siang hingga malam hari, Reno sama sekali tidak melihat Luna. Sepertinya Luna sudah tahu keberadaannya dan berhasil melarikan diri lebih dulu. Tetapi ke mana wanita it
Reno menghentakkan kakinya kencang-kencang setelah menutup pintu coklat di belakangnya. Dia benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan reaksi sinis seperti itu dari salah satu direktur yang biasanya selalu memujanya. Ditambah lagi, sikap sinis itu dia dapatkan tepat di depan Aldi, musuh terbesarnya saat ini."Siapa yang akan menangis katamu? Tentu saja itu adalah kamu, Aldi! Dasar tidak tahu diri!" geram Reno sambil meninju tangannya ke sembarang arah dan berjalan menuju lift di ujung koridor. Berita-berita tentang kekerasan yang dia lakukan pada Luna sudah tersebar luas di berbagai media. Tidak seperti biasanya, manajernya, Angga bahkan mengatakan bahwa dia belum mendapat berita apapun dari agensi mereka tentang upaya membersihkan namanya. Hal itu jelas membuat Reno semakin pusing, ditambah dengan sikap direktur yang tadi dia temui. Mungkinkah saat ini dia tengah dikucilkan? "Kenapa jadi aku yang harus dikucilkan? Padahal Aldi dan Luna yang bersalah. Kalau saja Aldi tidak datang
Brak!Aldi mengangkat kepalanya karena suara pintu kantornya yang mendadak dibuka dengan kencang. Lebih tepatnya, seseorang yang tampak sangat marah membantingnya dan kini menatap lurus pada dirinya.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang la—”Grab!Belum sempat Aldi menyelesaikan ucapannya, sebuah tangan kekar telah mencapai dirinya dan kini mencengkram kerah kemeja hitam yang dia kenakan.“Kurang ajar! Katakan di mana Luna sekarang!” ucap Reno dengan mata memerah. Gigi putihnya bahkan bergetar karena menahan emosi.Aldi menatap pria di depannya dengan dingin. Siapa sangka pagi harinya akan dibuka dengan kemarahan Reno yang mendadak datang di kantornya yang sangat tenang.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang lain.” Bukannya menjawab perkataan Reno, pria dengan rambut ikal yang kini dikuncir kecil itu justru mengulangi ucapannya sendiri.B
"Saya merasa senang mendengarnya pak. Semoga semua berjalan sesuai rencana, sehingga posisi bapak di agensi itu tidak akan goyah."Luna yang bermaksud mengambilkan air minum dan beberapa snack untuk Bi Imah menghentikan langkahnya tepat di dinding pembatas dapur ketika mendengar suara berat milik Bara. Sebuah nama segera melintas dalam pikiran Luna ketika mendengar kata-kata 'posisi' dan 'agensi'. "Mas Aldi? Mungkinkah Bara bicara dengan Mas Aldi?" tanya Luna pada dirinya sendiri. Seolah tersihir, kedua kakinya bergerak mendekat dan berniat mencuri dengar pembicaraan Bara dan temannya itu. "Baik, pak. Saya mengerti. Saya akan melakukan semua yang bapak minta," ujar Bara dengan mantap. Luna terdiam di sisi lain dapur dan berusaha menahan napas agar Bara tidak merasa terganggu dengan keberadaannya. Sesekali, wanita muda itu mengintip ke dapur dan mendapati Bara yang tengah duduk di meja makan. Mangkuk bakso miliknya yang masih tersisa separuh sama sekali tidak memalingkan perhatian L
Ting Tong! Bara menghentikan Luna dengan tangannya dan beranjak lebih dulu mendekati pintu utama dengan aksen garis putih itu. Sementara di belakangnya, Luna mengekor dengan tatapan curiga. Hampir saja dirinya terlarut dalam rasa penasaran yang mungkin saja menyeretnya dalam bahaya. Bara membuka sedikit ujung gorden demi mengecek siapa yang berada di balik pintu. "Iya, pak. Beliau sudah datang," ujarnya pelan pada lawan bicara di telepon.Luna yang berada tepat di belakangnya menghela napas lega. Artinya, orang yang berada di belakang pintu bukanlah ancaman bagi mereka.Wanita yang mengenakan dress bunga itu mengernyit kecil ketika Bara membisikkan sesuatu melalui telepon. Rasa penasaran tentang siapa yang diajak bicara oleh pria itu mendadak mencuat. Melihat bagaimana Bara sangat waspada ketika mengangkat telepon, Luna jadi menduga-duga kalau lawan bicara aktor muda itu mungkin saja adalah pemilik rumah mewah ini."Mba, bibi yang akan membantu Mba Luna selama di sini sudah datang."
“Bara, apa ini foto pemilik rumah?”Pertanyaan Luna membuat Bara menoleh dan menatapnya dengan wajah pucat. Sebelum Luna datang ke sini, Bara ingat betul dia sudah menyingkirkan semua foto ataupun barang-barang yang bisa menjadi petunjuk tentang pemilik rumah mewah itu, tetapi sepertinya dia melewatkan satu pigura kecil yang kini menjadi perhatian Luna.“Bara? Apa pemilik rumah ini seorang aktor juga sepertimu?” Luna yang merasa semakin bingung setelah melihat ekspresi Bara mencoba mengganti pertanyaannya, tetapi Bara masih terdiam dan kini hanya tersenyum tipis.“Ah, bukan. Pemilik rumah ini memang bukan aktor mba, tetapi saya kenal baik dengannya, hehe. Jadi, Mba Luna tenang saja, Mas Reno tidak akan tahu kalau Mba Luna ada di sini,” jawab Bara dengan senyum terpaksa.Luna mengulum senyum kecil ketika mendengar jawaban lawan bicaranya yang terlihat sangat gugup. Wanita cantik itu menatap foto anak laki-laki kecil dengan rambut ikal itu sekali lagi, sekadar memastikan bahwa foto itu
Luna menatap kosong pada lemari besar yang tampaknya dibuat dari kayu berkualitas tinggi. Warna lemari yang putih tampak selaras dengan ruangan besar yang juga didominasi warna putih dan abu-abu.Sudah sekitar dua puluh menit wanita itu berdiam diri di atas kasur empuk yang dilapisi seprai putih bersih. Luna merasa sedikit sangsi dengan ucapan Bara yang mengatakan kalau rumah ini sangat jarang ditempati, karena seprai yang menyelimuti kasur itu juga terasa sangat bersih dan seperti baru diganti.“Sebenarnya rumah siapa ini? Mungkinkah rumah salah satu aktor terkenal juga? Kenapa Bara tidak mau memberitahuku soal itu?” gerutu Luna sambil melayangkan pandangan pada ruangan yang tampaknya dua kali lipat lebih besar dari kamar yang biasa dia tempati bersama dengan Reno.Luna memijat pelan kepalanya begitu mengingat soal Reno. Entah bagaimana keadaan pria yang sangat temperamental itu. Mungkinkah Reno masih berada di rumah kontrakan Luna, atau dia sudah pulang dan mengamuk di rumah?Helaan
“Hmph!” Luna berusaha menggerakkan tangannya sekuat tenaga, tetapi seseorang yang berada di belakangnya menarik tangan Luna dengan lebih kuat, membuat wanita itu terpaksa berjalan mundur. Luna menduga orang yang membekapnya adalah seorang pria jika dilihat dari ukuran tangan yang jauh lebih besar dari miliknya, ditambah sebuah jam tangan berwarna hitam yang melingkar di tangannya yang terasa tidak asing bagi Luna.Luna membelalakkan mata dan menoleh begitu mengingat siapa yang biasa mengenakan jam tangan hitam itu. Pria yang menariknya mundur mengenakan masker dan kacamata hitam sehingga membuatnya tidak dapat mengenalinya dengan mudah, tetapi Luna merasa sedikit lega ketika menyadari bahwa pria itu mungkin orang yang cukup dekat dengannya.Langkah Luna terasa lebih ringan setelah pria itu melepaskan tangan dan memberi isyarat di atas bibirnya, meminta Luna untuk tidak bicara apapun dan bergegas mengikuti langkahnya yang bergerak menuju sisi lain dari gang sempit itu.Sesuai dengan pe