WARNING! Bab ini mengandung adegan kekerasan! BRAK! Hentakan pintu yang terdengar cukup keras membuat wanita berambut sebahu yang setengah terlelap itu membelalakkan mata. Manik hitamnya menangkap wajah tampan yang tampak dipenuhi emosi mendekat ke arahnya. “Aku tidak percaya kamu masih bisa tidur dengan nyaman padahal suamimu baru saja dihina habis-habisan di depan banyak orang, Luna,” ujar pria tampan yang tengah menyeringai tajam itu dengan suara sepelan mungkin. Luna segera mengeratkan jaket hitamnya begitu menyadari apa yang akan terjadi pada dirinya. “Maaf Mas Reno, aku tidak mengerti maksud mas,” jawab Luna dengan nada memelas. PLAK! Benar saja, sebuah tamparan keras mengenai wajah cantiknya. Luna menatap pria di depannya dengan ekspresi linglung. Kesadarannya bahkan belum benar-benar pulih, tetapi Reno sudah melampiaskan emosi kepadanya. “Biar kuberitahu apa yang baru saja terjadi. Aktor pendatang baru itu menghinaku dengan mengatakan di depan semua orang kalau bukan ka
Aldi segera membuang muka setelah mendengar pertanyaan Reno. Pria itu juga balik mendorong Reno agar menjauh darinya. “Jangan pernah menyebutku seperti itu. Aku selalu merasa jijik setiap mendengarnya,” jawab Aldi dengan nada ketus. Reno tertawa kecil demi mendengar jawaban Aldi. “Apa aku sedang ditolak oleh kakakku sendiri?” “Sudah lama kita tidak bertemu, ya. Apa yang sebenarnya terjadi sampai kamu repot-repot mendatangiku ke sini?” tanya Reno sembari mendekat dan menggerakkan tangannya ke arah ponsel Aldi. Grab! Dalam sekejap, Aldi menghentikan gerakan tangan Reno yang hendak mengambil ponselnya dan menatap pria di depannya dengan wajah datar. Di depannya, Reno menyeringai pelan mendapati perlakuan dingin dari pria yang disebutnya sebagai kakak. “Aku tidak akan pernah membiarkan siapapun mengganggu kehidupanku, meskipun orang itu adalah keluargaku sendiri,” ucap Reno dengan penuh penekanan. Tangan kekarnya terangkat perlahan dan menarik kerah kemeja yang dikenakan Aldi. Mesk
Aldi mengangkat tangannya dan hendak menyentuh pelan pipi Luna ketika wanita itu menghentikan gerakannya dan menatap Aldi dengan tatapan tajam. “Jangan bersikap tidak sopan! Se—” Ucapan Luna terhenti ketika Aldi menutup bibir Luna dengan tangannya. Luna yang masih merasakan sakit di sekujur tubuhnya hanya terdiam. Wanita itu sudah kehilangan tenaga untuk sekadar membalas perlakuan pria asing di depannya. Aldi menatap Luna dalam-dalam. “Maaf, saya hanya ingin memeriksa luka yang ada di pipi anda. Saya juga tidak memiliki niat jahat, jadi anda tenang saja.” “Apa anda selalu menutupi perilaku suami anda seperti ini?” tanya Aldi setelah tertawa kecil setelah melepaskan tangannya. Luna mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan dari pria ikal di sampingnya. “Apa maksud anda bertanya seperti itu? Perilaku suami saya yang seperti apa yang anda bicarakan?” tanya Luna dengan nada suara yang sedikit meninggi, seolah sengaja menunjukkan perasaan tidak nyaman. Aldi hanya tersenyum kecil mendenga
“Berpisahlah dengan Reno,” ujar Aldi dengan mantap. Manik hitamnya menatap lurus pada wajah Luna, memberi isyarat kalau dia serius dengan ucapannya. Luna spontan bergerak untuk duduk, tetapi Aldi menahan gerakan wanita itu. “Jangan banyak bergerak,” ucapnya pelan. “Pak Aldi, apa anda sadar dengan apa yang baru saja anda katakan? Bagaimana bisa anda meminta saya melakukan hal seperti itu? Anda bahkan belum mengenal saya,” ucap Luna setengah berbisik. Wanita itu sama sekali tidak mengira kalau permintaan seperti itu yang akan keluar dari bibir pria asing yang kini duduk dengan tenang di sisi bednya. “Bukankah itu sebanding, Bu Luna? Anda tidak akan mendapat perlakuan kasar lagi dari Reno, dan video itu juga tidak akan tersebar.” Aldi tersenyum lebar setelah menjelaskan penawaran yang dia berikan pada Luna. Wanita cantik dengan blouse coklat itu mematung sejenak dan menatap kosong pada langit-langit di rumah sakit. Tanpa sadar, setetes air mata mulai mengalir perlahan dari ujung matan
“Wanita licik! Tidak punya hati!” Sosok Aldi berjalan cepat dan segera mencengkram kerah blouse berwarna putih yang dikenakan oleh Mama Reno. Gerakan Aldi yang sangat cepat membuat wanita paruh baya itu tidak sempat bersiap dan hampir terjatuh jika tangan Luna tidak membantu menahan tubuhnya. “Aldi!” Papa Reno mendekat dan berusaha menahan tangan Aldi yang sudah mengepal. Wajah dingin Aldi kini memancarkan emosi dan kebencian yang sangat dalam, kedua matanya bahkan sudah memerah. Luna yang berada di belakang Mama Reno berusaha menenangkan Aldi sembari membantu mertuanya untuk kembali berdiri. “Setelah ibu saya, sekarang anda mau membunuh wanita lain? Hanya demi reputasi anak hina itu, anda meminta Luna mati perlahan-lahan!” Aldi menggeram dan mengencangkan cengkraman tangannya. Sementara Papa Reno masih berusaha menghentikan Aldi. Air mata mulai membasahi wajah pria yang selalu tampil dengan penuh wibawa itu. “Sayang, aku sudah berulang kali bilang, jangan membawa anak ini kembali!
Bab 6 Rasa Aman Aldi mengulurkan tangan ketika Luna mencoba untuk berdiri dari bednya. Sebuah senyum kecil terbentuk di wajah dinginnya.“Terima kasih,” ucap Luna sembari menggenggam tangan Aldi dan mulai berjalan pelan melewati rentetan bed yang berada di IGD.Luna melirik pelan pada tangannya yang bertaut dengan Aldi. Pria berambut ikal itu hanya berjalan dengan tatapan lurus ke depan, tetapi Luna tahu betul kalau Aldi berusaha menyelaraskan langkahnya agar Luna merasa nyaman. Tanpa sadar, Luna menarik ujung bibirnya sembari menundukkan kepala.“Tunggu di sini ya, biar saya carikan taksi dulu,” ucap Aldi sesampainya mereka di depan ruang IGD.Luna mengangguk pelan dan menempati kursi kosong di samping seorang ibu hamil yang menyambutnya dengan senyum ramah.“Pengantin baru ya mba?” Luna menoleh kaget demi mendengar celetukan ibu hamil di sampingnya.Wanita berambut sebahu itu menggelengkan kepala dan tersenyum canggung. “Ah, bukan bu, dia bukan suami saya,” jawab Luna sembari terta
Luna menatap papan kayu dengan nama “Retno Cahyaningsih” yang tertancap di sebuah makam yang berada tepat di depannya.Aldi yang sudah lebih dulu mengambil tempat duduk di atas sebuah undakan kecil dari batu memberi isyarat pada Luna untuk duduk di sisinya. “Kita doakan ibuku dulu ya,” ujar Aldi yang mulai membaca ayat suci Al-Quran.Luna hanya mengangguk pelan dan menatap pria di sampingnya sembari mengingat-ingat ucapan Aldi pada mama mertuanya. Seingatnya, Aldi mengatakan kalau ibunya adalah korban, dan dia tidak mau kalau Luna menjadi korban selanjutnya. Apakah mama mertuanya sudah melakukan kejahatan pada ibu Aldi sampai menyebabkannya meninggal dunia?Meskipun kepalanya masih dipenuhi tanda tanya, Luna tetap membacakan ayat suci Al-Quran dan mengamini doa-doa yang dipanjatkan Aldi dengan khusyuk.“Ibu, ini Aldi bu. Hari ini Aldi bawa teman, dia istrinya Reno,” ucap Aldi sembari mencabut beberapa rumput yang berada di atas tanah pemakaman itu.“Ibu pasti bertanya-tanya kenapa Ald
Luna menatap kosong pada jalanan yang padat. Wanita itu masih berusaha memproses semua hal yang baru saja dia dengar dari Aldi. Kisah terkelam dari keluarga Reno yang sama sekali tidak pernah dia bayangkan.Selama lima tahun pernikahannya dengan Reno, pria itu sama sekali tidak pernah menyinggung masalah pribadi keluarganya. Dia hanya bicara seperlunya. Bahkan Reno juga tidak pernah menyebut nama Aldi di depannya, karena itulah saat ini Luna merasa seperti mendapat hantaman fakta yang terlalu mengejutkan.Wajah mama dan papa mertuanya mendadak berseliweran di dalam kepala Luna. Mama mertuanya memiliki senyum tipis yang terkesan menyeramkan, tetapi selama ini mama cukup baik padanya, meskipun Luna percaya hal itu dilakukan mama demi menjaga nama baik Reno dan untuk menekan Luna agar tetap bungkam.Sementara itu, papa mertuanya merupakan orang yang jarang berbicara. Papa memiliki perawakan tinggi besar dan selalu mengenakan kacamata. Pria dengan rambut yang sudah setengahnya berwarna pu
Luna menatap layar ponselnya sembari memasukkan segenggam kacang goreng ke dalam mulutnya. “Perselingkuhan Aktor Terkenal Reno dengan Aktris Pendatang Baru.” Luna membaca judul berita di layar kecil itu dengan nada datar. Tidak ada lagi rasa sedih ataupun kecewa dari sorot matanya, seolah-olah Luna sudah sangat terbiasa dengan berita perselingkuhan itu.Bi Imah yang tengah menyiapkan sarapan mendekat dan membaca berita yang sama dari ponsel Luna. “Jadi mereka tertangkap kamera lagi ya? Apa Pak Reno sengaja melakukan ini?” tanya Bi Imah dengan raut penasaran.Luna menoleh heran demi mendengar pertanyaan asisten rumah tangganya. “Kenapa Mas Reno harus melakukan itu, bi? Memang apa untungnya? Bukankah seharusnya berita seperti ini malah bisa merugikan Mas Reno ya?” Luna justru balas bertanya dengan raut bingung.Wanita paruh baya yang mengenakan celemek kuning itu mengambil kursi di depan Luna dan menghela napas panjang. “Mungkin saja ‘kan Pak Reno sedang tes ombak? Karena kemarin Bu Lun
Reno menatap rumah besar di depannya dengan wajah kesal. Setelah insiden di jalan tadi, dia memutuskan untuk mengemudikan mobil dan mengantar Maria dan Angga pulang lebih dulu. Entah apa yang ada di pikiran manajernya itu sampai-sampai tidak fokus dalam mengemudi dan hampir membahayakan mereka semua.“Luna, semua ini karena kamu! Seandainya sejak awal kamu mendengarku dan mengabaikan Aldi, pasti kehidupanku akan baik-baik saja! Aku dekat dengan Maria juga ‘kan karena kamu yang mulai cari gara-gara dan merepotkanku terus,” geram Reno sambil memukul setir di depannya.“Sebenarnya di mana kamu bersembunyi, Luna? Mungkinkah kamu kembali ke rumah?” tanya Reno pada dirinya sendiri. Upayanya mendatangi kontrakan Luna setelah tayangan klarifikasi itu tidak membuahkan hasil. Meskipun sudah menunggu di depan rumah petak itu sejak siang hingga malam hari, Reno sama sekali tidak melihat Luna. Sepertinya Luna sudah tahu keberadaannya dan berhasil melarikan diri lebih dulu. Tetapi ke mana wanita it
Reno menghentakkan kakinya kencang-kencang setelah menutup pintu coklat di belakangnya. Dia benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan reaksi sinis seperti itu dari salah satu direktur yang biasanya selalu memujanya. Ditambah lagi, sikap sinis itu dia dapatkan tepat di depan Aldi, musuh terbesarnya saat ini."Siapa yang akan menangis katamu? Tentu saja itu adalah kamu, Aldi! Dasar tidak tahu diri!" geram Reno sambil meninju tangannya ke sembarang arah dan berjalan menuju lift di ujung koridor. Berita-berita tentang kekerasan yang dia lakukan pada Luna sudah tersebar luas di berbagai media. Tidak seperti biasanya, manajernya, Angga bahkan mengatakan bahwa dia belum mendapat berita apapun dari agensi mereka tentang upaya membersihkan namanya. Hal itu jelas membuat Reno semakin pusing, ditambah dengan sikap direktur yang tadi dia temui. Mungkinkah saat ini dia tengah dikucilkan? "Kenapa jadi aku yang harus dikucilkan? Padahal Aldi dan Luna yang bersalah. Kalau saja Aldi tidak datang
Brak!Aldi mengangkat kepalanya karena suara pintu kantornya yang mendadak dibuka dengan kencang. Lebih tepatnya, seseorang yang tampak sangat marah membantingnya dan kini menatap lurus pada dirinya.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang la—”Grab!Belum sempat Aldi menyelesaikan ucapannya, sebuah tangan kekar telah mencapai dirinya dan kini mencengkram kerah kemeja hitam yang dia kenakan.“Kurang ajar! Katakan di mana Luna sekarang!” ucap Reno dengan mata memerah. Gigi putihnya bahkan bergetar karena menahan emosi.Aldi menatap pria di depannya dengan dingin. Siapa sangka pagi harinya akan dibuka dengan kemarahan Reno yang mendadak datang di kantornya yang sangat tenang.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang lain.” Bukannya menjawab perkataan Reno, pria dengan rambut ikal yang kini dikuncir kecil itu justru mengulangi ucapannya sendiri.B
"Saya merasa senang mendengarnya pak. Semoga semua berjalan sesuai rencana, sehingga posisi bapak di agensi itu tidak akan goyah."Luna yang bermaksud mengambilkan air minum dan beberapa snack untuk Bi Imah menghentikan langkahnya tepat di dinding pembatas dapur ketika mendengar suara berat milik Bara. Sebuah nama segera melintas dalam pikiran Luna ketika mendengar kata-kata 'posisi' dan 'agensi'. "Mas Aldi? Mungkinkah Bara bicara dengan Mas Aldi?" tanya Luna pada dirinya sendiri. Seolah tersihir, kedua kakinya bergerak mendekat dan berniat mencuri dengar pembicaraan Bara dan temannya itu. "Baik, pak. Saya mengerti. Saya akan melakukan semua yang bapak minta," ujar Bara dengan mantap. Luna terdiam di sisi lain dapur dan berusaha menahan napas agar Bara tidak merasa terganggu dengan keberadaannya. Sesekali, wanita muda itu mengintip ke dapur dan mendapati Bara yang tengah duduk di meja makan. Mangkuk bakso miliknya yang masih tersisa separuh sama sekali tidak memalingkan perhatian L
Ting Tong! Bara menghentikan Luna dengan tangannya dan beranjak lebih dulu mendekati pintu utama dengan aksen garis putih itu. Sementara di belakangnya, Luna mengekor dengan tatapan curiga. Hampir saja dirinya terlarut dalam rasa penasaran yang mungkin saja menyeretnya dalam bahaya. Bara membuka sedikit ujung gorden demi mengecek siapa yang berada di balik pintu. "Iya, pak. Beliau sudah datang," ujarnya pelan pada lawan bicara di telepon.Luna yang berada tepat di belakangnya menghela napas lega. Artinya, orang yang berada di belakang pintu bukanlah ancaman bagi mereka.Wanita yang mengenakan dress bunga itu mengernyit kecil ketika Bara membisikkan sesuatu melalui telepon. Rasa penasaran tentang siapa yang diajak bicara oleh pria itu mendadak mencuat. Melihat bagaimana Bara sangat waspada ketika mengangkat telepon, Luna jadi menduga-duga kalau lawan bicara aktor muda itu mungkin saja adalah pemilik rumah mewah ini."Mba, bibi yang akan membantu Mba Luna selama di sini sudah datang."
“Bara, apa ini foto pemilik rumah?”Pertanyaan Luna membuat Bara menoleh dan menatapnya dengan wajah pucat. Sebelum Luna datang ke sini, Bara ingat betul dia sudah menyingkirkan semua foto ataupun barang-barang yang bisa menjadi petunjuk tentang pemilik rumah mewah itu, tetapi sepertinya dia melewatkan satu pigura kecil yang kini menjadi perhatian Luna.“Bara? Apa pemilik rumah ini seorang aktor juga sepertimu?” Luna yang merasa semakin bingung setelah melihat ekspresi Bara mencoba mengganti pertanyaannya, tetapi Bara masih terdiam dan kini hanya tersenyum tipis.“Ah, bukan. Pemilik rumah ini memang bukan aktor mba, tetapi saya kenal baik dengannya, hehe. Jadi, Mba Luna tenang saja, Mas Reno tidak akan tahu kalau Mba Luna ada di sini,” jawab Bara dengan senyum terpaksa.Luna mengulum senyum kecil ketika mendengar jawaban lawan bicaranya yang terlihat sangat gugup. Wanita cantik itu menatap foto anak laki-laki kecil dengan rambut ikal itu sekali lagi, sekadar memastikan bahwa foto itu
Luna menatap kosong pada lemari besar yang tampaknya dibuat dari kayu berkualitas tinggi. Warna lemari yang putih tampak selaras dengan ruangan besar yang juga didominasi warna putih dan abu-abu.Sudah sekitar dua puluh menit wanita itu berdiam diri di atas kasur empuk yang dilapisi seprai putih bersih. Luna merasa sedikit sangsi dengan ucapan Bara yang mengatakan kalau rumah ini sangat jarang ditempati, karena seprai yang menyelimuti kasur itu juga terasa sangat bersih dan seperti baru diganti.“Sebenarnya rumah siapa ini? Mungkinkah rumah salah satu aktor terkenal juga? Kenapa Bara tidak mau memberitahuku soal itu?” gerutu Luna sambil melayangkan pandangan pada ruangan yang tampaknya dua kali lipat lebih besar dari kamar yang biasa dia tempati bersama dengan Reno.Luna memijat pelan kepalanya begitu mengingat soal Reno. Entah bagaimana keadaan pria yang sangat temperamental itu. Mungkinkah Reno masih berada di rumah kontrakan Luna, atau dia sudah pulang dan mengamuk di rumah?Helaan
“Hmph!” Luna berusaha menggerakkan tangannya sekuat tenaga, tetapi seseorang yang berada di belakangnya menarik tangan Luna dengan lebih kuat, membuat wanita itu terpaksa berjalan mundur. Luna menduga orang yang membekapnya adalah seorang pria jika dilihat dari ukuran tangan yang jauh lebih besar dari miliknya, ditambah sebuah jam tangan berwarna hitam yang melingkar di tangannya yang terasa tidak asing bagi Luna.Luna membelalakkan mata dan menoleh begitu mengingat siapa yang biasa mengenakan jam tangan hitam itu. Pria yang menariknya mundur mengenakan masker dan kacamata hitam sehingga membuatnya tidak dapat mengenalinya dengan mudah, tetapi Luna merasa sedikit lega ketika menyadari bahwa pria itu mungkin orang yang cukup dekat dengannya.Langkah Luna terasa lebih ringan setelah pria itu melepaskan tangan dan memberi isyarat di atas bibirnya, meminta Luna untuk tidak bicara apapun dan bergegas mengikuti langkahnya yang bergerak menuju sisi lain dari gang sempit itu.Sesuai dengan pe