Luna menatap kosong pada jalanan yang padat. Wanita itu masih berusaha memproses semua hal yang baru saja dia dengar dari Aldi. Kisah terkelam dari keluarga Reno yang sama sekali tidak pernah dia bayangkan.
Selama lima tahun pernikahannya dengan Reno, pria itu sama sekali tidak pernah menyinggung masalah pribadi keluarganya. Dia hanya bicara seperlunya. Bahkan Reno juga tidak pernah menyebut nama Aldi di depannya, karena itulah saat ini Luna merasa seperti mendapat hantaman fakta yang terlalu mengejutkan.
Wajah mama dan papa mertuanya mendadak berseliweran di dalam kepala Luna. Mama mertuanya memiliki senyum tipis yang terkesan menyeramkan, tetapi selama ini mama cukup baik padanya, meskipun Luna percaya hal itu dilakukan mama demi menjaga nama baik Reno dan untuk menekan Luna agar tetap bungkam.
Sementara itu, papa mertuanya merupakan orang yang jarang berbicara. Papa memiliki perawakan tinggi besar dan selalu mengenakan kacamata. Pria dengan rambut yang sudah setengahnya berwarna putih itu memiliki aura berwibawa yang kuat dan membuat siapapun yang ada di dekatnya merasa segan. Siapa yang menyangka kalau dulu papa sampai hati memperlakukan anak kandung dan istrinya seperti itu.
Luna menoleh sekilas pada Aldi yang juga menikmati pemandangan di luar jendela taksi yang tengah membawa mereka membelah jalanan padat ibu kota. Setelah mereka keluar dari pemakaman, Aldi sama sekali belum bicara padanya. Sesekali Luna mendapati Aldi yang mengusap pelan matanya. Pasti sulit bagi pria itu setelah menceritakan kisah sekelam itu pada Luna.
“Saya melihat Reno yang berada di ujung tangga dan menyeringai pada saya. Tidak jauh dari sana, wanita selingkuhan itu hanya terdiam dan menyaksikan keributan itu dengan wajah tenang. Hanya papa yang sibuk membantu petugas tandu dan menghubungi beberapa orang. Saat itulah, saya tahu Reno yang telah mendorong ibu saya. Dan wanita tidak tahu diri itu hanya menonton peristiwa itu. Saya benar-benar yakin itulah yang terjadi, dan mungkin itulah yang memang sudah diinginkan sejak lama oleh wanita hina itu.” Kata-kata Aldi kembali berputar-putar di dalam kepala Luna.
Dia tidak bisa membayangkan betapa hancurnya Aldi saat itu. Belum lagi, Aldi harus menerima kenyataan kalau setelah ibunya tiada, dia juga terusir dari rumah itu. Aldi terpaksa tinggal di rumah salah satu saudara dari papanya sampai dia lulus sekolah menengah atas.
“Kita makan dulu ya, Bu Luna,” ucap Aldi begitu mobil taksi berwarna biru itu berhenti tepat di sebuah rumah makan khusus ayam dan ikan bakar yang berada di pusat kota.
Luna hanya mengangguk pelan dan mengikuti langkah Aldi yang sudah lebih dulu keluar. Selepas makan, mereka akan langsung pulang menuju rumah Reno. Langkah Luna mendadak gontai ketika mengingat hal itu. Tidak bisakah mereka pergi lagi ke tempat lain? Luna sungguh tidak ingin kembali ke rumahnya setelah mengetahui semua yang sudah dilakukan oleh suami dan mertuanya.
“Saya minta maaf karena cerita saya pasti membuat Bu Luna tidak nyaman. Bu Luna boleh mengabaikan cerita saya, saya tidak memaksa Bu Luna untuk percaya pada saya,” ucap Aldi membuka pembicaraan.
Luna menggeleng pelan. Sebuah senyum tulus terukir di wajah cantiknya. “Tidak perlu minta maaf, justru saya berterima kasih karena Pak Aldi sudah mau bercerita, padahal itu pasti bukan hal yang mudah bagi Pak Aldi untuk mengenang kembali semua kekejaman itu,” balas Luna dengan tulus.
Aldi hanya mengangguk pelan dan mulai menyesap es jeruk yang ada di gelasnya. “Sekarang Bu Luna sudah mengerti ‘kan kenapa saya bersikeras untuk menjaga Bu Luna?” tanya Aldi.
“Iya, saya mengerti. Tetapi, saya punya pertanyaan pak. Apa kemarin itu benar-benar pertemuan pertama Pak Aldi dengan Mas Reno setelah sekian lama?” Luna balas bertanya. Karena seingatnya, Reno juga terlihat terkejut begitu melihat Aldi berada di luar ruangannya.
“Sebelumnya, bisakah kita mengganti panggilan masing-masing? Rasanya panggilan ibu-bapak ini terlalu formal,” celetuk Aldi sembari terkekeh pelan.
Luna tertawa kecil dan mengangguk. Dia juga merasakan hal yang sama. “Kalau begitu bagaimana kalau saya panggil Mas Aldi? Bagaimanapun, Mas Aldi kan kakak ipar saya. Mas panggil nama saya saja, Luna,” ucap Luna yang langsung disetujui oleh Aldi.
“Soal pertanyaan kamu, memang benar kemarin pertama kali kami bertemu lagi setelah sekian lama. Saya sering melihat Aldi di poster film ataupun iklan-iklan produk, dan saya merasa muak karena dia masih bisa hidup dengan nyaman setelah melakukan kejahatan pada saya. Karena itu saya bertekad untuk membalas dendam. Kebetulan sekali, kemarin saya berhasil menemuinya, dan saya juga jadi tahu kalau Reno sama sekali belum berubah,” jawab Aldi panjang lebar. Pria itu tampak kurang nyaman ketika mengucapkan kalimat terakhirnya.
Luna mengangguk paham. Aldi pasti merasa enggan membicarakan tentang bagaimana kemarin dia menyaksikan KDRT yang dilakukan Reno pada Luna.
“Kamu tenang saja, saya tidak akan menyebarkan video yang saya punya selama kamu memberi saya ijin untuk bisa sering berada di dekat kamu. Dan tolong hubungi saya kalau ada sesuatu yang buruk terjadi ya.” Aldi menyodorkan ponselnya dan meminta Luna untuk menyalin nomor ponsel Aldi.
“Kalau butuh teman cerita, saya juga siap kok mendengarkan,” sambung Aldi yang dibalas dengan senyum manis Luna.
Luna memang baru tahu sebagian dari kisah masa lalu Aldi. Entah apa saja yang sudah terjadi pada Aldi setelah dia diusir dari rumah mama Reno, tetapi Luna yakin itu semua adalah masa-masa yang sangat berat bagi Aldi.
“Terima kasih ya mas, karena sudah mau menolong saya, tetapi Mas Aldi juga tidak perlu terlalu khawatir, saya akan menjaga diri sebaik mungkin,” ucap Luna dengan tulus. Dalam hatinya, wanita itu juga menyimpan kekaguman atas sikap Aldi yang tetap memilih untuk menjadi orang baik setelah semua yang dia lalui.
“Itu juga yang dikatakan ibu saya, Luna. Tetapi nyatanya, ibu tidak benar-benar bisa menjaga dirinya.” Ucapan Aldi membuat Luna terdiam dan menutup mulutnya rapat-rapat.
Aldi yang menyadari perubahan eskpresi Luna terkekeh pelan dan menyodorkan sebuah piring berisi ayam bakar pesanannya. “Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Maaf ya kalau saya mendadak membahas soal ibu. Kamu tidak perlu merasa bersalah, apalagi sampai merasa tidak enak, saya sudah berdamai dengan semua itu, kok,” ujar Aldi dengan tatapan sungguh-sungguh.
Luna tersenyum kecil dan mulai menyendok nasi di piringnya. Manik hitamnya menatap Aldi yang juga sibuk dengan ikan bakarnya. Untuk pertama kalinya, Luna menemukan seseorang yang dengan terang-terangan menyatakan berada di pihaknya. Berbeda dengan saran yang biasa dia dengar untuk terus memperbaiki diri, menerima Reno apa adanya, menjaga aib suaminya, Aldi justru memberikan jalan keluar yang berbeda. Pria berambut ikal itu seolah membawa angin segar di tengah kalutnya kehidupan Luna.
Nada dering yang terdengar dari ponsel Luna segera mengalihkan perhatian keduanya. Nama Reno tampak di layar sebagai panggilan masuk.
Luna menghela napas dalam-dalam begitu mobil taksi yang dia tumpangi bersama Aldi berhenti di depan gerbang sebuah rumah besar. Suara berat Reno di telepon tadi kembali membuat Luna bergidik. Suaminya itu hanya menyuruhnya untuk segera pulang, tetapi Luna dapat mengira amarah seperti apa yang tengah ditahan oleh Reno.Aldi yang berada di sampingnya menatap Luna dan tersenyum kecil. “Ayo, biar saya temani,” ujarnya dengan suara mantap.Luna sudah berulang kali meminta Aldi untuk tidak mengantarnya. Bukannya Luna tidak merasa takut, tetapi wanita itu hanya tidak mau membuat Aldi terlibat terlalu dalam, apalagi sampai terluka karena kelakuan Reno. Meskipun Luna masih merasakan sakit di sekujur tubuhnya, tetapi dia juga tidak siap melihat Aldi dan Reno bertengkar di hadapannya. Biar saja dia yang menjadi pelampiasan amarah Reno, seperti yang biasanya terjadi.Luna melangkah keluar dari mobil dengan gontai. Seandainya dia punya tempat pulang selain rumah ini. Sebelumnya, dia pernah mencoba
“Beraninya kamu membela pria lain di depan suamimu sendiri! Apa kamu sudah tidak waras, Luna?” seru Reno yang melepas diri dari pelukan mamanya dan beranjak mendekati Luna.Luna berusaha menguatkan kakinya yang masih terasa nyeri. Ingatan Luna tentang percakapan singkatnya dengan ibu hamil di rumah sakit dan fakta kelam tentang keluarga Reno membuatnya bertekad untuk mulai berani melawan. Dari ekor matanya, Luna dapat melihat mama mertuanya hanya tersenyum kecil sembari menatapnya, terlihat jelas kalau mama Reno justru senang melihat apa yang sedang terjadi.Bruk!Luna memejamkan mata kuat-kuat, tetapi wanita itu tidak merasakan goncangan sama sekali di tubuhnya. ‘Apa yang terjadi? Apa tendangan Mas Reno meleset?’ batin Luna sembari berusaha membuka matanya.Wanita itu segera memekik ketika melihat papa mertuanya tersungkur tepat di bawah kakinya. Di hadapannya, Reno tengah berusaha mengatur napasnya sembari menatap Luna tajam. Pri
Mama Reno menatap suaminya dengan tatapan tajam, tetapi pria berkacamata itu sama sekali tidak terpengaruh.“Saya perlu memastikan keselamatan Luna dan Aldi sebelum saya pergi,” ucap papa Reno dengan suara mantap.“Hahaha, hari ini papa benar-benar lucu. Apa yang sebenarnya sedang papa lakukan?” Suara tawa Reno membuat semua orang segera menoleh ke arahnya.“Papa takut aku akan memukuli Luna? Memangnya kenapa pa? Bukankah itu adalah hal yang biasa? Selama ini papa tidak pernah menghentikanku, kok,” sambung Reno dengan nada bicara yang terkesan meledek.Luna yang berada di sebrang aktor tampan itu menatapnya tajam. Suaminya itu benar-benar meniru sifat ibunya. “Mas, tolong jangan bicara seperti itu pada papa,” ucap Luna pelan.Papa menoleh pada Luna dengan mata yang berkaca-kaca. Apa yang dikatakan Reno memang benar. Selama ini, papa tidak pernah menghentikan Reno ataupun meminta putranya itu untuk mem
Luna menatap layar ponselnya dengan perasaan tidak menentu. Sudah dua hari dia berada di rumah orang tuanya, tetapi Aldi sama sekali belum menghubunginya, padahal pria berambut ikal itu sudah berjanji untuk segera menghubungi ketika mengantar dirinya.“Mas Aldi pasti sedang sibuk ya?” tanya Luna pada dirinya sendiri. Manik hitamnya beralih pada jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh pagi.“Tetapi apa ya pekerjaan Mas Aldi? Kemarin dia tidak ada cerita apapun tentang pekerjaannya,” gumam Luna sembari merebahkan tubuhnya di kasur.Wanita yang mengenakan piyama berwarna hijau tosca itu memejamkan mata perlahan. Luna tidak akan pernah melupakan hari pertemuannya dengan Aldi karena begitu banyak hal yang terjadi di waktu yang sama. Untuk pertama kalinya, Luna melihat papa mertuanya yang selama ini lebih banyak diam dan menerima keputusan istrinya membela Luna habis-habisan. Selain itu, Luna juga dapat melihat raut wajah malu dan tidak terima yang ditunjukkan oleh mama Reno. Wanita yang
“Luna, bahkan sekarang kamu sudah berani melawan ibu!” bentak ibu dengan nada tinggi begitu melihat apa yang dilakukan Luna.Wanita berambut panjang itu menatap ibu dengan tatapan nanar. Luna sudah dapat menebak kalau ibu pasti akan sangat marah padanya. Wanita yang sudah melahirkannya itu juga pasti akan menuntut Luna untuk meminta maaf pada Reno dan memperbaiki hubungan mereka. Namun, Luna sudah terlalu lelah berada dalam kungkungan Reno yang selalu bersikap kasar padanya. Dia ingin memiliki pernikahan yang bahagia, tanpa harus merasakan sakit karena tendangan atau pukulan Reno setiap kali pria itu marah.“Ibu, tolong dengarkan Luna. Tidak bisakah ibu berada di pihak Luna sekali saja? Apa semua ini belum cukup untuk membuat ibu sadar, bu?” tanya Luna sembari menunjuk pada beberapa luka lebam yang ada di tubuhnya.Ibu menatap Luna dengan ekspresi kesal. Tampaknya, luka-luka itu belum cukup untuk membuat ibu meredakan emosinya. Padahal baru beberapa menit yang lalu ibu meminta maaf pa
Luna mengerjapkan mata beberapa kali demi memastikan bahwa dia tidak salah melihat bahwa di depannya Aldi tengah tersenyum kecil dan melambaikan tangan. Pria berambut ikal itu terlihat lebih tampan ketika mengenakan setelan jas hitam dan sebuah dasi dengan warna senada.“Mas Aldi sedang apa di sini?” tanya Luna sembari menatap sekeliling. Wanita itu tidak melihat siapapun di dekat Aldi.“Jangan berpikir yang aneh-aneh! Saya sedang ada pekerjaan,” jawab Aldi sembari menjitak pelan kepala Luna sembari tertawa kecil.“Bukankah seharusnya saya yang curiga sama kamu? Kamu pergi jauh-jauh ke sini hanya menggunakan piyama begini, apakah ada sesuatu yang terjadi?” Aldi balas bertanya sembari memerhatikan pakaian Luna yang memang sangat mencolok.Wanita dengan rambut dikucir satu itu tersenyum kecil dan menunduk. “Yah, ada hal besar yang terjadi di rumah, jadi saya memutuskan untuk pergi menyendiri dulu di sini, ternyata malah bertemu sama Mas Aldi,” jawab Luna yang masih mencoba tertawa getir
Luna mengejar Aldi yang sudah berada di depan kafe. Pria berambut ikal itu tampak menolehkan kepalanya ke berbagai arah seperti sedang mencari seseorang.“Ada apa mas?” tanya Luna dengan rasa penasaran.Aldi menoleh pada Luna dan menatap wanita itu dengan raut wajah khawatir. “Kamu yakin akan bermalam di sini? Berapa lama rencananya kamu di sini?” Bukannya menjawab pertanyaan Luna, pria dengan dasi yang sudah bergeser dari tempatnya itu malah balik bertanya.Luna mengangguk ragu demi melihat wajah Aldi yang tampak sangat khawatir. “Memang ada apa sih mas? Saya sama sekali tidak melihat apapun tadi,” ucap Luna dengan penekanan karena sejak tadi Aldi tidak juga menjawab pertanyaannya.Aldi menghela napas panjang dan meminta Luna untuk menunggu sebentar di luar kafe. “Saya bayar makanannya dulu ya,” ujar Aldi tanpa mengindahkan pertanyaan Luna.Wanita yang tengah berada dalam pelariannya itu menatap punggung Aldi dan mendecakkan bibirnya pelan. Apa sebenarnya yang Aldi lihat sampai pria
Luna menatap layar ponselnya yang sudah dia matikan sejak keluar dari rumah siang tadi. Wanita yang sudah berganti pakaian dengan kaus hitam polos dan celana pendek berwarna abu-abu itu mengambil benda pipih itu dan merebahkan diri di atas kasur.“Haruskah aku menghidupkannya? Aku sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun, tetapi apa yang dikatakan Mas Aldi cukup menggangguku juga,” gumam Luna sembari menatap langit-langit kamar hotel yang bernuansa putih dan coklat itu.Berbagai kemungkinan buruk mendadak memenuhi kepala Luna. Bagaimana kalau apa yang dikatakan Aldi benar dan pria mencurigakan itu memang mengincarnya?Luna beranjak dari tempat tidur dan menuju pintu kaca yang tertutup. Perlahan, tangannya memutar kenop pintu yang langsung menuju balkon di depan kamarnya. Luna melangkahkan kakinya dengan rasa ragu yang tidak bisa dia sembunyikan.“Woah, kenapa terlihat tinggi sekali?” tanya Luna sembari menatap parkiran mobil dan rentetan kafe yang berada di seberang hotel. Dalam piki
Luna menatap layar ponselnya sembari memasukkan segenggam kacang goreng ke dalam mulutnya. “Perselingkuhan Aktor Terkenal Reno dengan Aktris Pendatang Baru.” Luna membaca judul berita di layar kecil itu dengan nada datar. Tidak ada lagi rasa sedih ataupun kecewa dari sorot matanya, seolah-olah Luna sudah sangat terbiasa dengan berita perselingkuhan itu.Bi Imah yang tengah menyiapkan sarapan mendekat dan membaca berita yang sama dari ponsel Luna. “Jadi mereka tertangkap kamera lagi ya? Apa Pak Reno sengaja melakukan ini?” tanya Bi Imah dengan raut penasaran.Luna menoleh heran demi mendengar pertanyaan asisten rumah tangganya. “Kenapa Mas Reno harus melakukan itu, bi? Memang apa untungnya? Bukankah seharusnya berita seperti ini malah bisa merugikan Mas Reno ya?” Luna justru balas bertanya dengan raut bingung.Wanita paruh baya yang mengenakan celemek kuning itu mengambil kursi di depan Luna dan menghela napas panjang. “Mungkin saja ‘kan Pak Reno sedang tes ombak? Karena kemarin Bu Lun
Reno menatap rumah besar di depannya dengan wajah kesal. Setelah insiden di jalan tadi, dia memutuskan untuk mengemudikan mobil dan mengantar Maria dan Angga pulang lebih dulu. Entah apa yang ada di pikiran manajernya itu sampai-sampai tidak fokus dalam mengemudi dan hampir membahayakan mereka semua.“Luna, semua ini karena kamu! Seandainya sejak awal kamu mendengarku dan mengabaikan Aldi, pasti kehidupanku akan baik-baik saja! Aku dekat dengan Maria juga ‘kan karena kamu yang mulai cari gara-gara dan merepotkanku terus,” geram Reno sambil memukul setir di depannya.“Sebenarnya di mana kamu bersembunyi, Luna? Mungkinkah kamu kembali ke rumah?” tanya Reno pada dirinya sendiri. Upayanya mendatangi kontrakan Luna setelah tayangan klarifikasi itu tidak membuahkan hasil. Meskipun sudah menunggu di depan rumah petak itu sejak siang hingga malam hari, Reno sama sekali tidak melihat Luna. Sepertinya Luna sudah tahu keberadaannya dan berhasil melarikan diri lebih dulu. Tetapi ke mana wanita it
Reno menghentakkan kakinya kencang-kencang setelah menutup pintu coklat di belakangnya. Dia benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan reaksi sinis seperti itu dari salah satu direktur yang biasanya selalu memujanya. Ditambah lagi, sikap sinis itu dia dapatkan tepat di depan Aldi, musuh terbesarnya saat ini."Siapa yang akan menangis katamu? Tentu saja itu adalah kamu, Aldi! Dasar tidak tahu diri!" geram Reno sambil meninju tangannya ke sembarang arah dan berjalan menuju lift di ujung koridor. Berita-berita tentang kekerasan yang dia lakukan pada Luna sudah tersebar luas di berbagai media. Tidak seperti biasanya, manajernya, Angga bahkan mengatakan bahwa dia belum mendapat berita apapun dari agensi mereka tentang upaya membersihkan namanya. Hal itu jelas membuat Reno semakin pusing, ditambah dengan sikap direktur yang tadi dia temui. Mungkinkah saat ini dia tengah dikucilkan? "Kenapa jadi aku yang harus dikucilkan? Padahal Aldi dan Luna yang bersalah. Kalau saja Aldi tidak datang
Brak!Aldi mengangkat kepalanya karena suara pintu kantornya yang mendadak dibuka dengan kencang. Lebih tepatnya, seseorang yang tampak sangat marah membantingnya dan kini menatap lurus pada dirinya.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang la—”Grab!Belum sempat Aldi menyelesaikan ucapannya, sebuah tangan kekar telah mencapai dirinya dan kini mencengkram kerah kemeja hitam yang dia kenakan.“Kurang ajar! Katakan di mana Luna sekarang!” ucap Reno dengan mata memerah. Gigi putihnya bahkan bergetar karena menahan emosi.Aldi menatap pria di depannya dengan dingin. Siapa sangka pagi harinya akan dibuka dengan kemarahan Reno yang mendadak datang di kantornya yang sangat tenang.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang lain.” Bukannya menjawab perkataan Reno, pria dengan rambut ikal yang kini dikuncir kecil itu justru mengulangi ucapannya sendiri.B
"Saya merasa senang mendengarnya pak. Semoga semua berjalan sesuai rencana, sehingga posisi bapak di agensi itu tidak akan goyah."Luna yang bermaksud mengambilkan air minum dan beberapa snack untuk Bi Imah menghentikan langkahnya tepat di dinding pembatas dapur ketika mendengar suara berat milik Bara. Sebuah nama segera melintas dalam pikiran Luna ketika mendengar kata-kata 'posisi' dan 'agensi'. "Mas Aldi? Mungkinkah Bara bicara dengan Mas Aldi?" tanya Luna pada dirinya sendiri. Seolah tersihir, kedua kakinya bergerak mendekat dan berniat mencuri dengar pembicaraan Bara dan temannya itu. "Baik, pak. Saya mengerti. Saya akan melakukan semua yang bapak minta," ujar Bara dengan mantap. Luna terdiam di sisi lain dapur dan berusaha menahan napas agar Bara tidak merasa terganggu dengan keberadaannya. Sesekali, wanita muda itu mengintip ke dapur dan mendapati Bara yang tengah duduk di meja makan. Mangkuk bakso miliknya yang masih tersisa separuh sama sekali tidak memalingkan perhatian L
Ting Tong! Bara menghentikan Luna dengan tangannya dan beranjak lebih dulu mendekati pintu utama dengan aksen garis putih itu. Sementara di belakangnya, Luna mengekor dengan tatapan curiga. Hampir saja dirinya terlarut dalam rasa penasaran yang mungkin saja menyeretnya dalam bahaya. Bara membuka sedikit ujung gorden demi mengecek siapa yang berada di balik pintu. "Iya, pak. Beliau sudah datang," ujarnya pelan pada lawan bicara di telepon.Luna yang berada tepat di belakangnya menghela napas lega. Artinya, orang yang berada di belakang pintu bukanlah ancaman bagi mereka.Wanita yang mengenakan dress bunga itu mengernyit kecil ketika Bara membisikkan sesuatu melalui telepon. Rasa penasaran tentang siapa yang diajak bicara oleh pria itu mendadak mencuat. Melihat bagaimana Bara sangat waspada ketika mengangkat telepon, Luna jadi menduga-duga kalau lawan bicara aktor muda itu mungkin saja adalah pemilik rumah mewah ini."Mba, bibi yang akan membantu Mba Luna selama di sini sudah datang."
“Bara, apa ini foto pemilik rumah?”Pertanyaan Luna membuat Bara menoleh dan menatapnya dengan wajah pucat. Sebelum Luna datang ke sini, Bara ingat betul dia sudah menyingkirkan semua foto ataupun barang-barang yang bisa menjadi petunjuk tentang pemilik rumah mewah itu, tetapi sepertinya dia melewatkan satu pigura kecil yang kini menjadi perhatian Luna.“Bara? Apa pemilik rumah ini seorang aktor juga sepertimu?” Luna yang merasa semakin bingung setelah melihat ekspresi Bara mencoba mengganti pertanyaannya, tetapi Bara masih terdiam dan kini hanya tersenyum tipis.“Ah, bukan. Pemilik rumah ini memang bukan aktor mba, tetapi saya kenal baik dengannya, hehe. Jadi, Mba Luna tenang saja, Mas Reno tidak akan tahu kalau Mba Luna ada di sini,” jawab Bara dengan senyum terpaksa.Luna mengulum senyum kecil ketika mendengar jawaban lawan bicaranya yang terlihat sangat gugup. Wanita cantik itu menatap foto anak laki-laki kecil dengan rambut ikal itu sekali lagi, sekadar memastikan bahwa foto itu
Luna menatap kosong pada lemari besar yang tampaknya dibuat dari kayu berkualitas tinggi. Warna lemari yang putih tampak selaras dengan ruangan besar yang juga didominasi warna putih dan abu-abu.Sudah sekitar dua puluh menit wanita itu berdiam diri di atas kasur empuk yang dilapisi seprai putih bersih. Luna merasa sedikit sangsi dengan ucapan Bara yang mengatakan kalau rumah ini sangat jarang ditempati, karena seprai yang menyelimuti kasur itu juga terasa sangat bersih dan seperti baru diganti.“Sebenarnya rumah siapa ini? Mungkinkah rumah salah satu aktor terkenal juga? Kenapa Bara tidak mau memberitahuku soal itu?” gerutu Luna sambil melayangkan pandangan pada ruangan yang tampaknya dua kali lipat lebih besar dari kamar yang biasa dia tempati bersama dengan Reno.Luna memijat pelan kepalanya begitu mengingat soal Reno. Entah bagaimana keadaan pria yang sangat temperamental itu. Mungkinkah Reno masih berada di rumah kontrakan Luna, atau dia sudah pulang dan mengamuk di rumah?Helaan
“Hmph!” Luna berusaha menggerakkan tangannya sekuat tenaga, tetapi seseorang yang berada di belakangnya menarik tangan Luna dengan lebih kuat, membuat wanita itu terpaksa berjalan mundur. Luna menduga orang yang membekapnya adalah seorang pria jika dilihat dari ukuran tangan yang jauh lebih besar dari miliknya, ditambah sebuah jam tangan berwarna hitam yang melingkar di tangannya yang terasa tidak asing bagi Luna.Luna membelalakkan mata dan menoleh begitu mengingat siapa yang biasa mengenakan jam tangan hitam itu. Pria yang menariknya mundur mengenakan masker dan kacamata hitam sehingga membuatnya tidak dapat mengenalinya dengan mudah, tetapi Luna merasa sedikit lega ketika menyadari bahwa pria itu mungkin orang yang cukup dekat dengannya.Langkah Luna terasa lebih ringan setelah pria itu melepaskan tangan dan memberi isyarat di atas bibirnya, meminta Luna untuk tidak bicara apapun dan bergegas mengikuti langkahnya yang bergerak menuju sisi lain dari gang sempit itu.Sesuai dengan pe