Aldi mengangkat tangannya dan hendak menyentuh pelan pipi Luna ketika wanita itu menghentikan gerakannya dan menatap Aldi dengan tatapan tajam.
“Jangan bersikap tidak sopan! Se—” Ucapan Luna terhenti ketika Aldi menutup bibir Luna dengan tangannya. Luna yang masih merasakan sakit di sekujur tubuhnya hanya terdiam. Wanita itu sudah kehilangan tenaga untuk sekadar membalas perlakuan pria asing di depannya.
Aldi menatap Luna dalam-dalam. “Maaf, saya hanya ingin memeriksa luka yang ada di pipi anda. Saya juga tidak memiliki niat jahat, jadi anda tenang saja.”
“Apa anda selalu menutupi perilaku suami anda seperti ini?” tanya Aldi setelah tertawa kecil setelah melepaskan tangannya.
Luna mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan dari pria ikal di sampingnya. “Apa maksud anda bertanya seperti itu? Perilaku suami saya yang seperti apa yang anda bicarakan?” tanya Luna dengan nada suara yang sedikit meninggi, seolah sengaja menunjukkan perasaan tidak nyaman.
Aldi hanya tersenyum kecil mendengarnya. “Anda sangat tidak pandai bermain peran, berbeda sekali dengan Reno,” ujarnya dengan nada kecewa.
“Meskipun anda sudah meninggikan suara demi menutupi rasa takut, tetapi ekspresi wajah anda tidak bisa berbohong, Bu Luna,” sambung Aldi dengan percaya diri.
Luna hanya menatap wajah pria itu sekilas dan berniat untuk melangkah keluar dari ruang tunggu.
“Saya melihat semuanya, Bu Luna. Saya melihat semua kekerasan itu. Saya bahkan punya videonya,” ujar Aldi dengan santai.
Sesuai dugaannya, wanita cantik itu segera membalikkan tubuh dan memberi isyarat pada Aldi untuk menutup mulutnya. “Siapa anda sebenarnya? Saya akan melaporkan perlakuan tidak sopan anda!”
“Nama saya Aldi. Dan saya hanya ingin memberitahu anda tentang video itu,” jawab Aldi dengan wajah datar.
Luna menatap pria ikal itu dengan raut khawatir. Ucapan Aldi tentang video itu jelas mengganggunya. “Mari bicara setelah acara selesai,” ucap wanita itu sembari berlalu meninggalkan Aldi yang hanya tersenyum kecil.
Angga yang berada di depan pintu menengok sebentar dan mengangguk pelan pada Aldi sebelum menyusul langkah kaki Luna.
“Apa yang baru saja dikatakan oleh pria asing itu? Kalau sampai semua itu benar dan Mas Reno tahu, entah apa yang akan dia lakukan padaku,” batin Luna sembari mengurut dahinya pelan.
“Ah, benar-benar. Nanti aku akan bicara dengan pria itu agar dia mau tutup mulut.” Pemikiran-pemikiran semacam itu terus saja terngiang di kepala Luna. Wanita dengan rambut sebahu itu menghela napas panjang ketika langkah kakinya semakin mendekati ruang konferensi pers.
“Silakan, Bu Luna.” Suara Angga yang sudah berada di sampingnya membuat Luna sedikit terkejut. Pria yang mengenakan topi hitam itu hanya tersenyum singkat dan mengarahkan Luna untuk mendekat ke panggung di mana Reno dan pemain film lainnya sudah menunggu.
“Selamat datang, Luna, kami semua sudah menunggumu,” sambut Reno sembari memberikan senyum lebar dan merentangkan tangannya. Luna membalas senyum dari suaminya dengan sama lebarnya dan menyandarkan tubuh dalam pelukan Reno sesaat, cukup untuk membuat orang-orang yang berada di dalam ruangan bersorak senang melihat keduanya.
“Terimakasih sudah mau menemaniku,” ucap Reno sedikit lebih pelan, bersamaan dengan kecupan singkat di dahi Luna.
Wanita itu hanya tersenyum kecil dan menganggukkan kepala. Ekor matanya menangkap wajah dingin Aldi yang hanya menatap mereka dari kejauhan. Luna menyandarkan tubuhnya di bahu Reno dan menatap kamera sembari tersenyum manis.
Sesi foto bersama yang berlangsung sekitar dua puluh menit itu diakhiri dengan foto bersama para pemain dengan media dan penggemar yang berada di ruangan.
“Hati-hati, mendekat saja padaku,” titah Reno sembari merangkul pundak istrinya yang sedikit terdesak karena banyaknya orang di dekat mereka.
“Iya, mas,” cicit Luna sembari membenarkan posisi berdirinya. Rasa sakit kembali menjalari kakinya yang beberapa kali terkena tendangan dari Reno.
Duk!
“Aduh!” Luna yang berusaha keras menahan rasa sakit di kakinya langsung terjatuh begitu seorang aktor muda yang berada di depannya tidak sengaja menyenggol kaki Luna.
“Luna!” Reno segera bersimpuh dan memeriksa keadaan Luna. Tidak hanya memeriksa, Reno juga secara tidak langsung berusaha memblok Luna agar tidak terlalu terlihat oleh awak media.
“Aku baik-baik saja, mas, tolong bantu aku keluar saja,” ujar Luna pelan. Wanita itu menundukkan kepala karena tidak ingin orang lain melihat wajah kesakitannya.
Aktor muda yang berada di depan mereka juga mendekat dan bermaksud meminta maaf, tetapi Reno justru menatapnya dengan tajam. “Tidak perlu mencari muka,” bisik Reno tepat di telinga aktor dengan mata kecoklatan itu.
“Maafkan saya, Bu Luna, Maafkan saya, Pak Reno. Saya benar-benar tidak sengaja. Saya juga tidak menyenggol dengan keras, tidak mungkin Bu Luna terjatuh begitu saja karena terkena lengan saya,” ucap aktor muda itu dengan berani.
Reno segera menahan tubuh aktor yang hendak mendekat itu dan menatapnya dengan tatapan dingin. “Saya mengerti. Sekarang tolong beri jalan untuk istri saya, Luna harus segera beristirahat,” ujar Reno dengan penuh penekanan.
Aktor muda itu segera memundurkan langkahnya dan menuruti keinginan Reno. Angga dan beberapa staff lain segera mendekat dan membantu membukakan jalan untuk Reno dan Luna. Begitu juga dengan Aldi yang berjalan di belakang mereka.
Reno memapah Luna dengan telaten dan berulang kali meminta Luna untuk berhati-hati dan bersabar.
“Cepat siapkan mobil,” titah Reno pada Angga yang berada di belakangnya. Reno segera menutup pintu tanpa menyadari kehadiran Aldi di belakangnya.
“Kenapa kamu tidak berhati-hati sih? Bagaimana kalau para media merasa curiga? Cuma disenggol pelan seperti itu saja langsung jatuh!” geram Reno sembari menatap tajam wajah Luna.
Wanita di depannya hanya menundukkan kepala dan menggumamkan kata maaf. “Aku sudah berusaha menahannya, mas, tetapi kakiku benar-benar sakit, maafkan aku,” ujar Luna pelan.
“Lebih baik kita pulang saja, jangan sampai ada orang lain yang mendengar keributan ini lagi,” ucap Aldi yang segera disambut tatapan tajam oleh Reno, serta tatapan pasrah Luna.
“Wah, anak jalanan ini! Aku kira kamu sudah pergi dari tadi,” ujar Reno sembari mendekati Aldi dan hendak mencengkram kerah pria itu, tetapi kali ini Aldi menahannya dan balas menatap Reno dengan tajam.
“Jangan pedulikan aku! Aku hanya ingin membantu Luna, agar tidak ada lagi korban lain setelah ibuku,” jawab Aldi dengan nada sinis.
Luna yang mendengar itu menoleh pelan. Sepertinya Reno sudah mengenal pria berambut ikal itu, tetapi hubungan keduanya juga tampak tidak baik.
Reno mendecih pelan dan mengibaskan tangan. “Kita ke rumah sakit dulu. Bagaimanapun, akan terlihat sangat janggal kalau aku tidak melakukan apapun pada istriku yang sedang sakit,” ujar Reno sembari mengambil tas ranselnya yang berada di atas kursi.
Pria tampan itu memberi isyarat pada Aldi untuk membawakan barang-barang Luna, sementara dirinya memapah Luna sampai menaiki mobil.
“Kalau bukan karena kamu, semuanya tidak akan kacau seperti ini,” gerutu Reno begitu mobil hitam yang dikendarai oleh Angga tampak mendekat. Luna yang berada di sisinya hanya menundukkan kepala.
Angga buru-buru turun dan menyambar barang bawaan Aldi. Hal itu jelas membuatnya mendapat tatapan sinis dari Reno.
“Naiklah! Kalau kamu ingin membantu Luna, lakukan sekarang! Mari kita lihat apa yang bisa dilakukan pria payah sepertimu,” ucap Reno setengah berbisik.
Aldi hanya mendecih pelan. Dia sama sekali tidak butuh ijin Reno untuk melakukan itu.
Sesuai perkataannya, Reno kembali memapah Luna sampai mereka berada di IGD. Setelah menyelesaikan urusan administrasi, pria itu kembali menghampiri Luna yang tengah terbaring di atas bed rumah sakit bersama Angga dan Aldi yang berdiri di dekatnya.
“Lakukan seperti biasa, Luna. Beritahu dokter kalau luka memarmu karena jatuh, dan tolak saran untuk rawat inap. Habiskan saja infusmu dan segera pulang,” ucap Reno sembari mengelus pelan rambut Luna, tetapi setiap perkataannya penuh penekanan. Luna hanya mengangguk lemah mendengarnya, sementara Aldi menggelengkan kepala melihat apa yang terjadi di depannya.
“Aku pulang dulu, aku benar-benar lelah. Jangan ganggu aku, kalau ada apa-apa, biar Aldi yang urus,” ujar Reno singkat sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan mereka. Pria tampan itu memberi isyarat pada Angga untuk mengikutinya.
“Pak.” Angga menatap Aldi singkat. Raut wajahnya memancarkan kecanggungan dan juga rasa bersalah.
Aldi mengangguk pelan dan menyuruh Angga untuk bergegas menyusul Aldi.
“Ck, anak itu benar-benar. Asal dia tahu saja, karirnya bisa hancur sekejap kalau video yang aku punya tersebar,” ujar Aldi begitu Reno sudah berada di luar ruangan IGD.
Luna yang mendengar itu segera menyentuh tangan Aldi dan menatapnya dengan raut wajah ketakutan. “Saya mohon jangan sebarkan video itu, saya mohon,” ucap wanita itu sungguh-sungguh.
“Katakan saja berapa yang anda butuhkan, tetapi jangan sebarkan video itu.” Ucapan Luna membuat Aldi menatap wanita itu dengan tatapan kecewa.
“Saya tidak butuh uang anda,” ujar Aldi singkat. Sebuah senyum kecil muncul di wajah pria berambut ikal itu.
“Berpisahlah dengan Reno,” ujar Aldi dengan mantap. Manik hitamnya menatap lurus pada wajah Luna, memberi isyarat kalau dia serius dengan ucapannya. Luna spontan bergerak untuk duduk, tetapi Aldi menahan gerakan wanita itu. “Jangan banyak bergerak,” ucapnya pelan. “Pak Aldi, apa anda sadar dengan apa yang baru saja anda katakan? Bagaimana bisa anda meminta saya melakukan hal seperti itu? Anda bahkan belum mengenal saya,” ucap Luna setengah berbisik. Wanita itu sama sekali tidak mengira kalau permintaan seperti itu yang akan keluar dari bibir pria asing yang kini duduk dengan tenang di sisi bednya. “Bukankah itu sebanding, Bu Luna? Anda tidak akan mendapat perlakuan kasar lagi dari Reno, dan video itu juga tidak akan tersebar.” Aldi tersenyum lebar setelah menjelaskan penawaran yang dia berikan pada Luna. Wanita cantik dengan blouse coklat itu mematung sejenak dan menatap kosong pada langit-langit di rumah sakit. Tanpa sadar, setetes air mata mulai mengalir perlahan dari ujung matan
“Wanita licik! Tidak punya hati!” Sosok Aldi berjalan cepat dan segera mencengkram kerah blouse berwarna putih yang dikenakan oleh Mama Reno. Gerakan Aldi yang sangat cepat membuat wanita paruh baya itu tidak sempat bersiap dan hampir terjatuh jika tangan Luna tidak membantu menahan tubuhnya. “Aldi!” Papa Reno mendekat dan berusaha menahan tangan Aldi yang sudah mengepal. Wajah dingin Aldi kini memancarkan emosi dan kebencian yang sangat dalam, kedua matanya bahkan sudah memerah. Luna yang berada di belakang Mama Reno berusaha menenangkan Aldi sembari membantu mertuanya untuk kembali berdiri. “Setelah ibu saya, sekarang anda mau membunuh wanita lain? Hanya demi reputasi anak hina itu, anda meminta Luna mati perlahan-lahan!” Aldi menggeram dan mengencangkan cengkraman tangannya. Sementara Papa Reno masih berusaha menghentikan Aldi. Air mata mulai membasahi wajah pria yang selalu tampil dengan penuh wibawa itu. “Sayang, aku sudah berulang kali bilang, jangan membawa anak ini kembali!
Bab 6 Rasa Aman Aldi mengulurkan tangan ketika Luna mencoba untuk berdiri dari bednya. Sebuah senyum kecil terbentuk di wajah dinginnya.“Terima kasih,” ucap Luna sembari menggenggam tangan Aldi dan mulai berjalan pelan melewati rentetan bed yang berada di IGD.Luna melirik pelan pada tangannya yang bertaut dengan Aldi. Pria berambut ikal itu hanya berjalan dengan tatapan lurus ke depan, tetapi Luna tahu betul kalau Aldi berusaha menyelaraskan langkahnya agar Luna merasa nyaman. Tanpa sadar, Luna menarik ujung bibirnya sembari menundukkan kepala.“Tunggu di sini ya, biar saya carikan taksi dulu,” ucap Aldi sesampainya mereka di depan ruang IGD.Luna mengangguk pelan dan menempati kursi kosong di samping seorang ibu hamil yang menyambutnya dengan senyum ramah.“Pengantin baru ya mba?” Luna menoleh kaget demi mendengar celetukan ibu hamil di sampingnya.Wanita berambut sebahu itu menggelengkan kepala dan tersenyum canggung. “Ah, bukan bu, dia bukan suami saya,” jawab Luna sembari terta
Luna menatap papan kayu dengan nama “Retno Cahyaningsih” yang tertancap di sebuah makam yang berada tepat di depannya.Aldi yang sudah lebih dulu mengambil tempat duduk di atas sebuah undakan kecil dari batu memberi isyarat pada Luna untuk duduk di sisinya. “Kita doakan ibuku dulu ya,” ujar Aldi yang mulai membaca ayat suci Al-Quran.Luna hanya mengangguk pelan dan menatap pria di sampingnya sembari mengingat-ingat ucapan Aldi pada mama mertuanya. Seingatnya, Aldi mengatakan kalau ibunya adalah korban, dan dia tidak mau kalau Luna menjadi korban selanjutnya. Apakah mama mertuanya sudah melakukan kejahatan pada ibu Aldi sampai menyebabkannya meninggal dunia?Meskipun kepalanya masih dipenuhi tanda tanya, Luna tetap membacakan ayat suci Al-Quran dan mengamini doa-doa yang dipanjatkan Aldi dengan khusyuk.“Ibu, ini Aldi bu. Hari ini Aldi bawa teman, dia istrinya Reno,” ucap Aldi sembari mencabut beberapa rumput yang berada di atas tanah pemakaman itu.“Ibu pasti bertanya-tanya kenapa Ald
Luna menatap kosong pada jalanan yang padat. Wanita itu masih berusaha memproses semua hal yang baru saja dia dengar dari Aldi. Kisah terkelam dari keluarga Reno yang sama sekali tidak pernah dia bayangkan.Selama lima tahun pernikahannya dengan Reno, pria itu sama sekali tidak pernah menyinggung masalah pribadi keluarganya. Dia hanya bicara seperlunya. Bahkan Reno juga tidak pernah menyebut nama Aldi di depannya, karena itulah saat ini Luna merasa seperti mendapat hantaman fakta yang terlalu mengejutkan.Wajah mama dan papa mertuanya mendadak berseliweran di dalam kepala Luna. Mama mertuanya memiliki senyum tipis yang terkesan menyeramkan, tetapi selama ini mama cukup baik padanya, meskipun Luna percaya hal itu dilakukan mama demi menjaga nama baik Reno dan untuk menekan Luna agar tetap bungkam.Sementara itu, papa mertuanya merupakan orang yang jarang berbicara. Papa memiliki perawakan tinggi besar dan selalu mengenakan kacamata. Pria dengan rambut yang sudah setengahnya berwarna pu
Luna menghela napas dalam-dalam begitu mobil taksi yang dia tumpangi bersama Aldi berhenti di depan gerbang sebuah rumah besar. Suara berat Reno di telepon tadi kembali membuat Luna bergidik. Suaminya itu hanya menyuruhnya untuk segera pulang, tetapi Luna dapat mengira amarah seperti apa yang tengah ditahan oleh Reno.Aldi yang berada di sampingnya menatap Luna dan tersenyum kecil. “Ayo, biar saya temani,” ujarnya dengan suara mantap.Luna sudah berulang kali meminta Aldi untuk tidak mengantarnya. Bukannya Luna tidak merasa takut, tetapi wanita itu hanya tidak mau membuat Aldi terlibat terlalu dalam, apalagi sampai terluka karena kelakuan Reno. Meskipun Luna masih merasakan sakit di sekujur tubuhnya, tetapi dia juga tidak siap melihat Aldi dan Reno bertengkar di hadapannya. Biar saja dia yang menjadi pelampiasan amarah Reno, seperti yang biasanya terjadi.Luna melangkah keluar dari mobil dengan gontai. Seandainya dia punya tempat pulang selain rumah ini. Sebelumnya, dia pernah mencoba
“Beraninya kamu membela pria lain di depan suamimu sendiri! Apa kamu sudah tidak waras, Luna?” seru Reno yang melepas diri dari pelukan mamanya dan beranjak mendekati Luna.Luna berusaha menguatkan kakinya yang masih terasa nyeri. Ingatan Luna tentang percakapan singkatnya dengan ibu hamil di rumah sakit dan fakta kelam tentang keluarga Reno membuatnya bertekad untuk mulai berani melawan. Dari ekor matanya, Luna dapat melihat mama mertuanya hanya tersenyum kecil sembari menatapnya, terlihat jelas kalau mama Reno justru senang melihat apa yang sedang terjadi.Bruk!Luna memejamkan mata kuat-kuat, tetapi wanita itu tidak merasakan goncangan sama sekali di tubuhnya. ‘Apa yang terjadi? Apa tendangan Mas Reno meleset?’ batin Luna sembari berusaha membuka matanya.Wanita itu segera memekik ketika melihat papa mertuanya tersungkur tepat di bawah kakinya. Di hadapannya, Reno tengah berusaha mengatur napasnya sembari menatap Luna tajam. Pri
Mama Reno menatap suaminya dengan tatapan tajam, tetapi pria berkacamata itu sama sekali tidak terpengaruh.“Saya perlu memastikan keselamatan Luna dan Aldi sebelum saya pergi,” ucap papa Reno dengan suara mantap.“Hahaha, hari ini papa benar-benar lucu. Apa yang sebenarnya sedang papa lakukan?” Suara tawa Reno membuat semua orang segera menoleh ke arahnya.“Papa takut aku akan memukuli Luna? Memangnya kenapa pa? Bukankah itu adalah hal yang biasa? Selama ini papa tidak pernah menghentikanku, kok,” sambung Reno dengan nada bicara yang terkesan meledek.Luna yang berada di sebrang aktor tampan itu menatapnya tajam. Suaminya itu benar-benar meniru sifat ibunya. “Mas, tolong jangan bicara seperti itu pada papa,” ucap Luna pelan.Papa menoleh pada Luna dengan mata yang berkaca-kaca. Apa yang dikatakan Reno memang benar. Selama ini, papa tidak pernah menghentikan Reno ataupun meminta putranya itu untuk mem
Luna menatap layar ponselnya sembari memasukkan segenggam kacang goreng ke dalam mulutnya. “Perselingkuhan Aktor Terkenal Reno dengan Aktris Pendatang Baru.” Luna membaca judul berita di layar kecil itu dengan nada datar. Tidak ada lagi rasa sedih ataupun kecewa dari sorot matanya, seolah-olah Luna sudah sangat terbiasa dengan berita perselingkuhan itu.Bi Imah yang tengah menyiapkan sarapan mendekat dan membaca berita yang sama dari ponsel Luna. “Jadi mereka tertangkap kamera lagi ya? Apa Pak Reno sengaja melakukan ini?” tanya Bi Imah dengan raut penasaran.Luna menoleh heran demi mendengar pertanyaan asisten rumah tangganya. “Kenapa Mas Reno harus melakukan itu, bi? Memang apa untungnya? Bukankah seharusnya berita seperti ini malah bisa merugikan Mas Reno ya?” Luna justru balas bertanya dengan raut bingung.Wanita paruh baya yang mengenakan celemek kuning itu mengambil kursi di depan Luna dan menghela napas panjang. “Mungkin saja ‘kan Pak Reno sedang tes ombak? Karena kemarin Bu Lun
Reno menatap rumah besar di depannya dengan wajah kesal. Setelah insiden di jalan tadi, dia memutuskan untuk mengemudikan mobil dan mengantar Maria dan Angga pulang lebih dulu. Entah apa yang ada di pikiran manajernya itu sampai-sampai tidak fokus dalam mengemudi dan hampir membahayakan mereka semua.“Luna, semua ini karena kamu! Seandainya sejak awal kamu mendengarku dan mengabaikan Aldi, pasti kehidupanku akan baik-baik saja! Aku dekat dengan Maria juga ‘kan karena kamu yang mulai cari gara-gara dan merepotkanku terus,” geram Reno sambil memukul setir di depannya.“Sebenarnya di mana kamu bersembunyi, Luna? Mungkinkah kamu kembali ke rumah?” tanya Reno pada dirinya sendiri. Upayanya mendatangi kontrakan Luna setelah tayangan klarifikasi itu tidak membuahkan hasil. Meskipun sudah menunggu di depan rumah petak itu sejak siang hingga malam hari, Reno sama sekali tidak melihat Luna. Sepertinya Luna sudah tahu keberadaannya dan berhasil melarikan diri lebih dulu. Tetapi ke mana wanita it
Reno menghentakkan kakinya kencang-kencang setelah menutup pintu coklat di belakangnya. Dia benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan reaksi sinis seperti itu dari salah satu direktur yang biasanya selalu memujanya. Ditambah lagi, sikap sinis itu dia dapatkan tepat di depan Aldi, musuh terbesarnya saat ini."Siapa yang akan menangis katamu? Tentu saja itu adalah kamu, Aldi! Dasar tidak tahu diri!" geram Reno sambil meninju tangannya ke sembarang arah dan berjalan menuju lift di ujung koridor. Berita-berita tentang kekerasan yang dia lakukan pada Luna sudah tersebar luas di berbagai media. Tidak seperti biasanya, manajernya, Angga bahkan mengatakan bahwa dia belum mendapat berita apapun dari agensi mereka tentang upaya membersihkan namanya. Hal itu jelas membuat Reno semakin pusing, ditambah dengan sikap direktur yang tadi dia temui. Mungkinkah saat ini dia tengah dikucilkan? "Kenapa jadi aku yang harus dikucilkan? Padahal Aldi dan Luna yang bersalah. Kalau saja Aldi tidak datang
Brak!Aldi mengangkat kepalanya karena suara pintu kantornya yang mendadak dibuka dengan kencang. Lebih tepatnya, seseorang yang tampak sangat marah membantingnya dan kini menatap lurus pada dirinya.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang la—”Grab!Belum sempat Aldi menyelesaikan ucapannya, sebuah tangan kekar telah mencapai dirinya dan kini mencengkram kerah kemeja hitam yang dia kenakan.“Kurang ajar! Katakan di mana Luna sekarang!” ucap Reno dengan mata memerah. Gigi putihnya bahkan bergetar karena menahan emosi.Aldi menatap pria di depannya dengan dingin. Siapa sangka pagi harinya akan dibuka dengan kemarahan Reno yang mendadak datang di kantornya yang sangat tenang.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang lain.” Bukannya menjawab perkataan Reno, pria dengan rambut ikal yang kini dikuncir kecil itu justru mengulangi ucapannya sendiri.B
"Saya merasa senang mendengarnya pak. Semoga semua berjalan sesuai rencana, sehingga posisi bapak di agensi itu tidak akan goyah."Luna yang bermaksud mengambilkan air minum dan beberapa snack untuk Bi Imah menghentikan langkahnya tepat di dinding pembatas dapur ketika mendengar suara berat milik Bara. Sebuah nama segera melintas dalam pikiran Luna ketika mendengar kata-kata 'posisi' dan 'agensi'. "Mas Aldi? Mungkinkah Bara bicara dengan Mas Aldi?" tanya Luna pada dirinya sendiri. Seolah tersihir, kedua kakinya bergerak mendekat dan berniat mencuri dengar pembicaraan Bara dan temannya itu. "Baik, pak. Saya mengerti. Saya akan melakukan semua yang bapak minta," ujar Bara dengan mantap. Luna terdiam di sisi lain dapur dan berusaha menahan napas agar Bara tidak merasa terganggu dengan keberadaannya. Sesekali, wanita muda itu mengintip ke dapur dan mendapati Bara yang tengah duduk di meja makan. Mangkuk bakso miliknya yang masih tersisa separuh sama sekali tidak memalingkan perhatian L
Ting Tong! Bara menghentikan Luna dengan tangannya dan beranjak lebih dulu mendekati pintu utama dengan aksen garis putih itu. Sementara di belakangnya, Luna mengekor dengan tatapan curiga. Hampir saja dirinya terlarut dalam rasa penasaran yang mungkin saja menyeretnya dalam bahaya. Bara membuka sedikit ujung gorden demi mengecek siapa yang berada di balik pintu. "Iya, pak. Beliau sudah datang," ujarnya pelan pada lawan bicara di telepon.Luna yang berada tepat di belakangnya menghela napas lega. Artinya, orang yang berada di belakang pintu bukanlah ancaman bagi mereka.Wanita yang mengenakan dress bunga itu mengernyit kecil ketika Bara membisikkan sesuatu melalui telepon. Rasa penasaran tentang siapa yang diajak bicara oleh pria itu mendadak mencuat. Melihat bagaimana Bara sangat waspada ketika mengangkat telepon, Luna jadi menduga-duga kalau lawan bicara aktor muda itu mungkin saja adalah pemilik rumah mewah ini."Mba, bibi yang akan membantu Mba Luna selama di sini sudah datang."
“Bara, apa ini foto pemilik rumah?”Pertanyaan Luna membuat Bara menoleh dan menatapnya dengan wajah pucat. Sebelum Luna datang ke sini, Bara ingat betul dia sudah menyingkirkan semua foto ataupun barang-barang yang bisa menjadi petunjuk tentang pemilik rumah mewah itu, tetapi sepertinya dia melewatkan satu pigura kecil yang kini menjadi perhatian Luna.“Bara? Apa pemilik rumah ini seorang aktor juga sepertimu?” Luna yang merasa semakin bingung setelah melihat ekspresi Bara mencoba mengganti pertanyaannya, tetapi Bara masih terdiam dan kini hanya tersenyum tipis.“Ah, bukan. Pemilik rumah ini memang bukan aktor mba, tetapi saya kenal baik dengannya, hehe. Jadi, Mba Luna tenang saja, Mas Reno tidak akan tahu kalau Mba Luna ada di sini,” jawab Bara dengan senyum terpaksa.Luna mengulum senyum kecil ketika mendengar jawaban lawan bicaranya yang terlihat sangat gugup. Wanita cantik itu menatap foto anak laki-laki kecil dengan rambut ikal itu sekali lagi, sekadar memastikan bahwa foto itu
Luna menatap kosong pada lemari besar yang tampaknya dibuat dari kayu berkualitas tinggi. Warna lemari yang putih tampak selaras dengan ruangan besar yang juga didominasi warna putih dan abu-abu.Sudah sekitar dua puluh menit wanita itu berdiam diri di atas kasur empuk yang dilapisi seprai putih bersih. Luna merasa sedikit sangsi dengan ucapan Bara yang mengatakan kalau rumah ini sangat jarang ditempati, karena seprai yang menyelimuti kasur itu juga terasa sangat bersih dan seperti baru diganti.“Sebenarnya rumah siapa ini? Mungkinkah rumah salah satu aktor terkenal juga? Kenapa Bara tidak mau memberitahuku soal itu?” gerutu Luna sambil melayangkan pandangan pada ruangan yang tampaknya dua kali lipat lebih besar dari kamar yang biasa dia tempati bersama dengan Reno.Luna memijat pelan kepalanya begitu mengingat soal Reno. Entah bagaimana keadaan pria yang sangat temperamental itu. Mungkinkah Reno masih berada di rumah kontrakan Luna, atau dia sudah pulang dan mengamuk di rumah?Helaan
“Hmph!” Luna berusaha menggerakkan tangannya sekuat tenaga, tetapi seseorang yang berada di belakangnya menarik tangan Luna dengan lebih kuat, membuat wanita itu terpaksa berjalan mundur. Luna menduga orang yang membekapnya adalah seorang pria jika dilihat dari ukuran tangan yang jauh lebih besar dari miliknya, ditambah sebuah jam tangan berwarna hitam yang melingkar di tangannya yang terasa tidak asing bagi Luna.Luna membelalakkan mata dan menoleh begitu mengingat siapa yang biasa mengenakan jam tangan hitam itu. Pria yang menariknya mundur mengenakan masker dan kacamata hitam sehingga membuatnya tidak dapat mengenalinya dengan mudah, tetapi Luna merasa sedikit lega ketika menyadari bahwa pria itu mungkin orang yang cukup dekat dengannya.Langkah Luna terasa lebih ringan setelah pria itu melepaskan tangan dan memberi isyarat di atas bibirnya, meminta Luna untuk tidak bicara apapun dan bergegas mengikuti langkahnya yang bergerak menuju sisi lain dari gang sempit itu.Sesuai dengan pe