Pamela mengangkat pot berisi bunga krisan merah yang sedang rekah sempurna seraya meminta Wulan memeganginya sebentar.“Untuk Ace, titip ya.” Pamela mengerling sambil menarik slang air. “Jangan di banting, awas!”Wulan menatap pot bunga dari bahan plastik kuyup oleh air lalu mengernyitkan, “Untuk apa?” tanyanya heran. Bunga krisan merah mana romantis, lagian wanita mana yang rela memberi pria bunga jika wanita itu tidak setengah gila. Wulan mencibirnya, “Tidak usah mempermalukan diri sendiri. Ini tidak penting, ada bunga lain yang lebih bagus!” sarannya dengan galak.Pamela memutar kran dan mengelap tangannya yang basah di kaos Ace. Budak cinta itu mengirim kaos-kaosnya agar di pakai Pamela, akunya agar slalu dekat.“Itu untuk merayunya, biar dia tahu aku punya inisiatif untuk romantis. Lagian bunga krisan merah melambangkan cinta, hasrat, dan keberanian. Itu seperti kami, kan?” ‘Tapi ini hanya satu tangkai!’ Wulan mendengus, ‘Melambangkan arti yang mana?’ keluhnya sambil mengendikka
“Nah selesai.” Pamela tersenyum setelah mengikat tangan Ace dengan dasi birunya. “Aku ingin melihatmu lepas dan tertahan, Ace.”Ace balas tersenyum, senang rasanya bisa bermain-main dengan Pamela di ranjang barunya yang berlapis seprai coklat tua dengan wangi pelembut pakaian pilihan gadisnya. Sentuhan warna, interior dan pajangan kamarnya yang gres pun sudah menutup kenangan yang terlukis di kamarnya dengan sesuatu yang manis dan manja. Pamela memilih satu lukisan bertema pedesaan Eropa saat musim semi. Warna cerah dari bunga yang bermekaran mengekspresikan perasaannya, dan langitnya yang biru, mengekspresikan perasaannya.“Kamu ingin melakukan apa, sayang?” Ace bertanya dengan gusar, meski secuil perasaannya mengira bahwa Pamela meniru gaya Damian. Jakun Ace bergerak, menelan secepatnya duga-duganya sendiri sebelum menanyakannya.“Atau kamu ingin memuaskan dirimu sendiri? Kamu ingin melihatku terlena dan tersiksa karena fantasimu?”Punggung Ace berpasrah pada sandaran kepala ranja
“It's so dark right now, I can't see any light around me. That's because the light is coming from you. You can't see it but everyone else can.” -Lang Leav--Ace sibuk memperhatikan layar komputernya untuk mengamati perkembangan nilai saham sebelum Pamela hadir dengan rok span hitam panjang dengan belahan tinggi dan kemeja putih yang ia selipkan didalamnya. Lekuk tubuhnya yang sempurna dengan sepatu converse high itu membuatnya terbatuk-batuk saking mengejutkannya penampilan Pamela.Ace membuka penutup gelas dan meneguknya sampai tandas. ”Selamat pagi, Nona. Ada yang bisa aku bantu?” gurau Ace sembari bangkit dari kursi dan menghampirinya. Pamela melepas kaca mata bacanya selagi Ace hendak memandangnya dengan tatapan penuh perhitungan. “Kenapa?” Pamela mengernyit. “Apa penampilanmu dulu saat bekerja juga seperti ini?” Ace merunut ulang penampilannya dari atas ke bawah. Ace berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.“Badanmu terlalu seksi, sayang. Ya ampun, apa aku boleh meng
Bakso tandas. Fitting baju pengantin selesai. Tetapi pekerjaan dan siapa yang menjadi bekingan Damian masih mengembara dengan lincah di pikiran Ace. Karena itu, di bawah langit ibukota yang mendung dan panas, Ace bergeming di rooftop perusahaan seorang diri. Sorot matanya nampak menerawang jauh sementara dua jemarinya mengapit batang rokoknya yang sudah menyala. “Aku sudah menutup akses lawyer yang berminat membantunya, keluarganya aku beri buah simalakama agar mereka sibuk mengurus perut dan emosi agar tidak memiliki dana dan waktu untuk besuk di penjara. Lantas siapa yang menjaminnya?” Ace menggeleng, benci permainan teka-teki yang akan melibatkan detektif, pembobolan rekaman cctv dan penyergapan sang penyusup ulung untuk menerjang rasa penasarannya. Namun, fakta siapa yang menjadi dalang di balik bebasnya Damian adalah kutukan seumur hidup yang akan menakut-nakuti kepercayaannya.Ace menyesap rokoknya, embusan angin lantas membuat asapnya sirna. “Mungkin papa?” Ace menerka, raha
“Siapa kamu?”“Suruhan siapa?”Ace mencoba menahan diri untuk tidak memberitahu fungsi alat setrum yang dipegangnya ke seorang pria tinggi, kurus dan berkacamata yang gelagatnya sudah ditandai sebagai tangan kanan bekingan Damian sejak langkah pertama Ace memasuki lobi hotel. Tetapi pria itu tetap bungkam setelah di sergap bersama VIP escort.“Kenapa diam? Apa yang kamu sembunyikan?” desak Ace. “Siapa orang yang menyuruhmu?”Pria pemilik tato di pergelangan tangannya itu menggeleng keras kepala. “Geledah! Ambil sidik jari, ponsel dan apapun yang bisa membuat semua bicara!” pungkas Anang Brotoseno dengan tegas. Ada tiga pria dan satu wanita yang dicurigai. Kini mereka berada di ruangan terpisah dengan mata yang tertutup kain hitam di gudang penyimpanan mobil lawas Anang Brotoseno. Seluruh alat gerak di ikat dan sampai belum ada jawaban terbaik, pantang bagi mereka melepas tawanannya apalagi yang menyebalkan satu itu. Satu-satunya yang enggan bicara.“Jangan sampai kalian keluar dari
“Orang itu menipuku!” teriak Hanung. Cangkir kopi di mejanya melayang dan jatuh berkeping-keping menjadi benda tak berguna. “Doni Firmansyah, keparat. Dia tidak melaporkan padaku situasi semalam.” Hanung mencengkeram kerah Si Pengacara. “Kamu juga nipu aku?” bentaknya dengan mata melotot. “Ace tidak ke hotel itu?”Si Pengacara tidak merespon kekacauan yang dilakukannya, ia mendorong tubuh Hanung seraya pindah ke jendela untuk menatap pemandangan di luar rumah kontrakan yang di sewa Hanung untuk mengelabui musuh-musuhnya.Si Pengacara melirik Hanung yang membuat segalanya tidak beraturan. “Aku sudah melakukan tugasku sebagai kacungmu dan agen ganda. Aku ini sejatinya penghianat. Tapi tidak dengan informasi dariku!” Si Pengacara meninggikan suaranya di tengah suara benda-benda berjatuhan. “Aku selesai hari ini, tidak lagi menjadi kacungmu atau keluarga Wiratmaja!”Hanung menolehkan kepalanya, saat itu ia menahan diri untuk tidak melukai Si Pengacara. Pria empat puluh tahun yang memp
Pamela menendangi karung beras berlumur darah, tidak mungkin darah kambing atau sapi, itu hewan terlalu mahal untuk di sembelih cuma-cuma dan menjadi barang ancaman. Aromanya pun tidak menyengat dan prengus. Pasti darah ayam, Pamela membatin dengan yakin. Sambil mereka-reka kemungkinan lain benda sialan yang membuatnya menahan rasa jijik bau anyir, Pamela menoleh, Hamidah Fitria menyeret Ace yang masih setengah sadar untuk melihat situasi yang terjadi. “Apa yang terjadi... Oh...” Hamidah Fitria menjerit histeris karena dengan beraninya Pamela mengeluarkan isi karung beras itu dengan tangan kosong.Satu ekor anak kambing, berbulu putih, lehernya tersayat dengan rapi dan di beri nama ‘Pamela’ dengan pilok merah. “Kurang ajar, berani-beraninya ada orang ngancam aku.” bentak Pamela sambil berkacak pinggang. “Orang itu nggak tahu cari masalah sama siapa?”Kesal, Pamela melinting lengan bajunya dan menghentak-hentakkan kaki menuju rumah. Gayanya sudah mirip preman anyar yang tegap dan ga
“Itu tidak bisa yang mulia. Uang yang digunakan Damian adalah uang tidak jelas. Bisa saja uang yang digunakan adalah money laundry dari pendukungnya? Hasil curian?” seru Pamela ketika Hakim menyatakan keputusannya menerima uang sebesar 450 juta dari Damian sebagai uang pengganti perusahaan Miranti dalam bentuk cek. Hakim meminta Pamela tenang dengan sabar meski kepalanya geleng-geleng. Pamela terlalu aktif mencegah kebebasan Damian dengan menyerobot ucapan Hakim, Damian dan Penasihat.“Saksi diam sebentar. Beri waktu terdakwa untuk menjelaskan uang dari mana ini. Lagipula anda itu mantan tunangannya, sudah tidak ada empati terhadap terdakwa?” Hakim berdehem, menyudutkan Pamela dengan tatapan matanya yang terbingkai kacamata oval.Pamela bersedekap dan membuang muka. “Aku hanya ingin menyuarakan pendapatku, yang mulia. Aku korban. Aku menginginkan yang terbaik untuk menghukum Damian agar setimpal dengan rasa sakit hatiku.” Pamela menyentuh dadanya yang seperti di pukul palu sidang. D