Disangka Masih
Hilang Ingatan
Part 74
❤️❤️❤️
PoV Arjuna
***Kepalaku tadi sakit sekali. Pasti itu adalah efek dari racun yang telah masuk ke dalam tubuh. Saat aku mengingat memori dulu, sakit, otakku berfikir keras namun tak mampu menahannya. Ternyata aku sampai tak sadarkan diri. Dan kata suster, kini aku ada di ruang ICU. Apa keadaanku separah itu?
Ternyata memang kini aku sudah terbaring di ruang intensif.
Tadi pun mulutku di pasangi sungkup oksigen, tapi sekarang aku merasa lebih baik. Hingga kini aku sudah bisa bernafas normal perlahan. Memang ini masih mema
PoV Aurel***Kini sudah genap satu minggu sejak Arjuna berubah. Ia telah mulai mengakui kalau apa yang selama ini ia lakukan itu salah. Dia telah membenci orang yang sangat menyayangi dirinya dan juga Tania. Sosok Tante Sandra kini telah hadir sebagai sosok ibu bagi Arjuna.Sekarang Arjuna masih belum bisa pulih benar. Dia sudah lantang bicara, tapi pada saat berjalan, acap kali ia masih terkulai karena efek racun yang di berikan oleh Tante Windy. Dan sekarang, Arjuna sudah bisa pulang ke rumah. Tante Sandra dan Feri ikut menjaga dengan cara mereka tinggal bersama di rumah Arjuna. Sesuai keinginan Arjuna.Lalu Putri?Sejak saat itu, Putri pun tinggal di rumah mereka untuk bisa merawat Arjuna dengan intensif. Karena Putri juga seorang
"Tante, Juna, emm ... saya sama Feri mau izin bawa Tania untuk ikut sama kami. Rencananya Aurel sama Feri akan pergi ke rumah almarhum opa dan almarhumah oma. Apa boleh Tania ikut bersama kami?" tanyaku sedikit tak enak hati.Arjuna dan Tante Sandra heran."Memang ada apa? Kok kayak tiba-tiba?" tanya Tante Sandra. Putri pun ada di sekitar kami."Gini, Mah, rencananya Aurel mau tengok kampung halaman opa dan omanya. Sekalian ... kita juga akan cari tahu soal tante Windy yang adiknya papa Aurel itu. Ada sesuatu hal yang sedang kami selidiki, Mah." Feri menjelaskan."Soal tante Windy?" Arjuna lumayan terpancing untuk bicara kalau bahas soal mereka. Aku dan Feri manggut-manggut."Ada apa memangnya?" tanya Arjuna."Makanya kita mau cari tahu. Ada hal yang mungkin tidak di ceritakan oleh almarhum orang t
Apa yang telah di ceritakan oleh Simbok membuat aku dan Feri benar-benar kaget. Ternyata Tante Windy bukanlah adik kandung dari Almarhum Papa. Dia hanyalah anak angkat yang di temukan di teras rumah sejak usia Almarhum Papa masih balita. Usia Papa saat itu katanya baru lima tahun, dan Tante Windy, bayi yang malang itu dia ternyata baru lahir ke dunia dua bulan yang lalu.Lalu? Kenapa Simbok tahu? Padahal Tante Windy adalah anak yang di buang?Jelas saja, dan penjelasan dari rahasia ini yang makin membuatku kaget. Simbok sendiri yang menyimpan bayi itu. Dia pura-pura tak tahu, dan bayi itu adalah bayi dari tetangganya yang miskin. Karena takut kebutuhan si bayi tidak terpenuhi, jadinya bayi wanita itu sengaja di simpan di teras rumah Opa dan Oma. Karena Simbok bilang, Opa dan Oma adalah orang yang baik. Dia pasti mau merawat bayi asing. Apalagi bayinya seorang wanit
"Non sudah pulang?" tanya Simbok."Iya, Mbok. Aduh lelah sekali.""Si Non mandi dulu gih!" Suruh Simbok."Sebentar. Masih berkeringat," jawabku santai. Simbok belum pergi. Dia seperti ingin bercerita sesuatu."Ada apa, Mbok?" tanyaku lalu meraih gelas di isi air mineral yang sudah terhidang di meja."Non, ada kabar dari rumah sakit jiwa!"Setelah beberapa menit aku duduk santai, tiba-tiba Simbok memberiku kabar seperti apa yang ia katakan barusan."Rumah sakit jiwa? Soal apa, Mbok?" Aku belum ngeuh. Alisku saling bertaut menyelidik."Iyo, Non. Katanya ... em, itu ... mantan Ibu mertua Non sekarat."Deg!"Ibu sekarat? Loh, sekarat apanya, Mbok?" tanyaku super kaget dan mengiba."Si Non te
"Itu Ibuku, Rel?" Mas Andri dengan raut wajah iba bicara. Dia dalam pengawasan pihak kepolisian. Alhamdulillah dia dapat izin untuk menemui Ibunya."Iya, Mas. Kamu masuk saja. Dia pasti sangat merindukan kamu sebagai anaknya, Mas." Aku kembali angkat bicara. Dalam situasi dan kondisi seperti ini sejenak rasa kesal dan amarah pada Mas Andri tersingkirkan.Feri dan aku saling menoleh. Mas Andri mulai berjalan memasuki ruangan Bu Lasmi. Wajahnya lusuh sekali. Pakaian khas Rutan sudah beberapa bulan ini melekat di badannya. Netra pria itu seperti berkaca-kaca. Sontak tenggorokan ini malah tercekak hebat. Aku seakan ingin menangis ketika melihat seorang anak dan Ibu baru saja akan bertemu. Bahkan dalam kondisi seperti ini. Ibu berada di rumah sakit jiwa, anak ada di dalam jeruji besi. Yang kini hanya akan berjumpa dalam batasan waktu.Nampak Feri juga menghela nafas panjang de
"Ada apa, Pak Heru?" Mas Andri bertanya. Kami memang heran, ada apa Heru memanggil kami yang baru saja akan segera pergi?"Mas Andri, ibu anda ... arkh, ayok kita masuk lagi. Pak Polisi, tolong izinkan kembali tahanan melihat kondisi ibunya." Heru meminta dengan sangat pada kedua orang polisi. Mereka saling memberi tanggapan."Ada apa sebenarnya?" Mas Andri makin penasaran. Raut wajah Heru menampakkan kegelisahan yang amat mendalam."Bu Lasmi membenturkan kepalanya. Dan dia sekarang sedang di evakuasi. Pendarahannya tak henti juga. Ayok!""Apa?" Aku dan Feri kaget."Ayok!" Heru mengajak kami dengan tergesa-gesa."Ibu!" Mas Andri berteriak. "Pak, tolong buka lagi borgol saya sebentar, Pak. Saya mau lihat ibu saya, Pak!" Dengan sangat Mas Andri memohon. Kedua polisi saling pandang lagi."Baiklah, lepas. Kit
"Ini ... asisten saya, Pak. Asisten spesial." Mendengar jawaban Feri aku kaget. "Apa? Asisten? Siapa?" Aku menegurnya. Raut wajah ini kupasang emosi."Asisten Mas Feri?" Pak Manajer nampak kaget."Ih, maaf, Pak, bukan. Saya ini ....""Bener, Pak, dia asisten hati saya. Kami akan segera menikah."Teg!Kuteguk saliva mendengar jawaban Feri yang sambil senyam-senyum itu."Oh, Mas Feri sama Mbak Aurel ini pacaran? Serasi sekali. Pengusaha muda dua-duanya. Cocok. Saya tahu Mbak Aurel ini yang punya hotel berbintang itu, kan? Kalian memang cocok."Kembali aku kaget. Feri malah tersenyum puas melihatku."Eh, kami tidak pacaran, Pak. Dia saja yang asal bunyi." Aku menegur Feri."Jangan sungkan, Mbak. Saya juga pernah ada di masa-masa ini. Kalau begitu silahkan Mas dan Mbak kembal
Entah mengapa aku masih kepikiran dengan omongan Feri. Maksudnya apa coba? Ah, anak itu telah membuat rasaku tak karuan. Kalau di fikir-fikir, alasan aku sering ajak dirinya kemanapun, rasanya, malah nyaman saja. Tapi aku baru sadari sekarang. Dia itu cuek tapi banyak beri wejangan. Dia juga tukang ngibul, tapi humoris.Huwh ...Tubuh ini ku dorong ke sofa. Waktu masih menunjukkan pukul empat sore. Aku sudah mandi dan berganti baju sambil menunggu malam datang. Entah mengapa, kata-kata Feri tadi siang masih saja terngiang-ngiang. "Pikir-pikir lagi ya, Rel?" katanya tadi. Pikir-pikir apa?"Non? Kok melamun? Nih, susu jahe. Biar rilek. Awas, masih panas." Simbok datang menghampiriku membawa nampan berisikan satu gelas susu jahe."Enggak. Gak melamun." Aku menjawab spontan."Hemh, masak sih?" Simbok senyam-senyu