Elio Maharaja Putra Rangga Wijaya, nama yang diberikan oleh sang mama untuk si sulung. Elina Maharatu Putri Rangga Wijaya, nama yang diberikan oleh sang papa untuk si cantik berbadan gempal.Saat ini, kedua bayi tersebut berada di ruang perawatan, terlihat dari balik kaca di ruangan tersebut. Gerakan mereka menunjukkan bahwa mereka lahir dengan sehat walafiat; satu tampan dan satu lagi cantik, keduanya begitu menggemaskan.Kebahagiaan menyelimuti Febby dan Rangga saat mereka resmi menjadi orang tua. Setelah melewati proses persalinan yang penuh tantangan dan rasa sakit, Febby akhirnya melahirkan si kembar yang menggemaskan: Elio dan Elina. Meski setiap detik saat melahirkan terasa seperti bertaruh nyawa, Febby merasa semua itu sepadan ketika melihat wajah mungil anak-anaknya.Kebahagiaan yang mendalam dirasakan terutama oleh kedua orang tua si kembar. Mereka sangat bersyukur telah dikaruniai anak kembar. Setelah memberikan nama kepada kedua bayi, kini yang menemani Febby di rumah sa
Ditempat berbeda Monica duduk di sofa empuk di ruang tamunya, matanya tak lepas dari layar ponsel. Berita tentang kelahiran anak kembar Febby dan Rangga menghiasi feed media sosialnya. Gambar ceria pasangan itu, dengan senyum lebar di wajah mereka dan bayi-bayi kecil yang terbungkus selimut pastel, membuat hatinya bergetar. “Keduanya sehat dan bahagia,” tulis akun Wijaya Group di postingan tersebut. Monica menggigit bibir, merasakan amarah menggelora dalam dadanya.“Apa ini?” Monica bergumam sambil memandang foto itu dengan tatapan tajam. “Febby merasa sudah mendapatkan segalanya.”Dia menghela napas, berusaha menenangkan dirinya. Namun, perasaan tidak tenang itu terus menjalar. Bagaimana bisa mereka hidup bahagia sementara dia hanya bisa menatap dari kejauhan? Rangga seharusnya bersamanya, bukan dengan wanita itu. Dia mengatur ulang pikirannya, berusaha untuk tetap fokus pada rencananya.Monica beranjak dari sofa, berjalan ke jendela, dan melihat keluar. Jalanan di depan rumahnya
Dua Hari KemudianBaby Elio dan Elina, buah cinta Rangga dan Febby, akhirnya pulang ke rumah setelah tiga hari berada di rumah sakit. Setibanya di rumah, suasana langsung meriah dengan semua pelayan berkumpul di ruang tamu, siap menyambut dua bayi mungil yang akan menjadi pusat perhatian semua orang di rumah itu."Selamat datang, Tuan dan Nona muda Elio dan Elina!" seru salah satu pelayan, disambut tawa bahagia dan tepuk tangan dari yang lain. “Terima kasih,” jawab Luna dan Rangga kompak.Mereka tampak begitu antusias, mengagumi bayi kembar yang baru saja tiba. Beberapa pelayan sudah menyiapkan dekorasi khusus di ruang bayi yang terletak di lantai dua. Ruangan itu didesain khusus untuk si kembar, dengan dua tema yang mencerminkan perbedaan mereka, nuansa biru lembut untuk Elio dan pink manis untuk Elina.Begitu Rangga dan Febby masuk ke ruang bayi bersama si kembar, mereka langsung disambut pemandangan yang begitu indah. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan gambar-gambar lucu, pernak-
“Siapa Bi?” tanya Rangga.“Katanya dari Klien bisnis anda, Tuan.”Rangga mengangguk, lalu meminta izin pada Febby untuk menemui tamu yang dimaksud.Ternyata bukan klien bisnisnya yang datang, melainkan asisten dari klien bisnis Rangga membawa banyak perlengkapan bayi untuk Elina dan Elio.Banyak sekali yang ikut bahagia dengan kelahiran si kembar. Setelah menurunkan semuanya dari mobil box, Rangga mengucapkan terima kasih.“Sampaikan salam saya pada atasanmu ya, Mike,” ucap Rangga.“Baik Tuan, saya pamit dulu.”Rangga pun mengangguk dan mengantar sampai halaman depan. Setelah itu kembali masuk ke dalam rumah.Rangga sangat bahagia, ternyata begini rasanya menjadi orang tua, pikirnya. Rangga bersumpah akan menjaga istri dan anak-anaknya dengan segenap jiwa dan raga, dia juga tidak akan membiarkan Febby memakai KB karena Rangga ingin punya banyak anak agar rumahnya ramai. Semua sudah terencana dalam benaknya.****Suasana di rumah besar itu malam ini terasa lebih hangat sejak kepulangan
Pagi berikutnya, sinar matahari menembus tirai kamar tidur mereka, memberikan cahaya lembut yang membangunkan Rangga. Dia melirik ke sebelahnya, Febby masih terlelap dengan nafas yang tenang. Senyum kecil tersungging di wajahnya, menyadari betapa hebat istrinya dalam menghadapi peran baru sebagai ibu.Sebelum tangis si kembar memecah kesunyian pagi, Rangga memutuskan untuk bangun lebih dulu. Rangga menuju ke kamar mandi untuk gosok gigi dan membersihkan wajah.Kemudian dia berjalan menuju kamar bayi, memastikan Elio dan Elina masih tidur dengan tenang. Suster Barbara sudah bersiap di sana, menyiapkan botol susu dan perlengkapan pagi untuk si kembar."Selamat pagi, Tuan," sapa suster Barbara dengan senyuman hangat. “Pagi juga suster.”Tangisan Elina mengusik obrolan pagi itu, “saya kasih susu dulu untuk baby Elina Tuan, anda istirahat saja,” kata Barbara.Rangga mengangguk, merasa bersyukur memiliki suster Barbara yang selalu sigap membantu. Kini giliran Elio yang mulai merengek."Te
Rangga mendekati buah hatinya lagi. Dia akan dengan setia menemani sang istri untuk merawat buah cinta mereka.“Cepat besar ya sayang, jangan kelamaan ambil jatah susunya Papa,” ucap Rangga sambil mengusap lembut pipi Elina. Sementara Elio kembali terlelap di boks bayinya.“Sayang,” panggil Rangga.“Iya sayang?” jawab sang istri.“Aku kapan boleh melakukannya sayang? Kangen tahu. Masih keluar darah gak?” tanya Rangga. Febby mendengus pelan, sejak sehari habis melahirkan sang suami sudah merengek minta jatah.“Aku ini lahiran normal sayang, pastinya lama lah nunggu bersihnya,” jawab Febby.Rangga berdecak, “kalau begitu pakai mulut saja ya sayang? Please,” Rangga merengek seperti anak kecil.Tak punya pilihan lain, dan Febby kasihan juga melihat suaminya gelisah. Setelah Elina kembali tidur pulas, Febby dan Rangga masuk ke dalam kamarnya.“Loh, kok duduk?” tanya Rangga saat sang istri duduk di atas sofa kamar mereka.“Katanya mau pake mulut?” Mendengar itu Rangga tersenyum lebar. Dia
Arka mendongak, matanya membulat kaget. Perempuan itu... Nabila?Wanita itu berdiri dengan senyum lembut yang masih sama seperti dulu. Nabila, cinta pertamanya, yang terakhir kali dilihatnya bertahun-tahun lalu saat mereka masih SMA. Dia tidak percaya matanya. Bagaimana mungkin wanita ini tiba-tiba muncul di depan matanya lagi? Dan di tempat ini?Arka mencoba menenangkan diri, meski tubuhnya terasa kaku. "N-Nabila?" suaranya terdengar bergetar, namun ia berusaha tetap tenang.Nabila tersenyum lebih lebar, lalu melangkah masuk ke ruangan dengan anggun. "Hai, Arka. Lama tidak bertemu." Suaranya masih terdengar sehangat dulu, dan itu membuat jantung Arka berdetak lebih cepat dari yang diharapkannya.Arka langsung berdiri dari kursinya, masih setengah tak percaya. "Iya, lama sekali," gumamnya. Pikirannya langsung berputar-putar, mencoba memahami situasi ini. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Nabila tertawa kecil, senyum di wajahnya tak pernah pudar. "Aku dapat panggilan kerja, Arka. Pek
Tepat pukul 01.00, Monica duduk di meja kerjanya dengan gelisah, lampu meja kecil menerangi ruangan yang sunyi. Di tangannya, sebuah telepon yang terus dipelototi. Wajahnya tegang, alisnya berkerut, menunjukkan betapa frustrasinya dia. Sudah berhari-hari Monica menyusun rencana untuk mengacaukan bisnis Rangga, khususnya dengan menghancurkan salah satu gudang milik suami Febby itu. Namun, berita yang baru saja diterimanya membuat kemarahannya meledak.Ponselnya bergetar, dan pesan dari anak buahnya masuk. Saat membacanya, Monica mengepalkan tangannya dengan kuat."Bos, kami nggak bisa masuk ke gudangnya. Keamanannya ketat, lebih dari yang kami duga."Monica meremas ponselnya, lalu membantingnya ke meja. "Apa-apaan ini!" desisnya penuh amarah.Selama ini, Monica selalu berusaha untuk menjatuhkan Rangga secara perlahan, menggunakan cara-cara licik dan diam-diam. Dia merasa sudah merencanakan segalanya dengan baik, mulai dari mengamati sistem keamanan gudang, mempelajari pola penjagaann