“Kami hanya kasihan pada Febby, Pak Adam,” ucap salah satu ibu-ibu itu.“Sebaik apapun niat kalian, akan jauh lebih baik kalau kalian fokus pada kehidupan masing-masing. Berhenti bergosip dengan dalih kasihan pada Febby.”Para ibu-ibu itu bergegas membereskan belanjaannya dan membayarnya. Mereka tak mau berurusan dengan Adam, orang yang paling disegani dan paling berkuasa di perumahan itu.“Lanjutkan belanjamu, Feb. Bapak mau melanjutkan jogging dulu.”Febby mengangguk. “Terima kasih, Pak Adam.”Febby kembali fokus pada penjual sayur. Setelah mendapatkan yang dia butuhkan, Febby langsung menuju rumahnya.Saat membuka pintu rumah, suara sang mama tiri terdengar nyaring hingga menyentak telinganya.“Kerjakan semua pekerjaan rumah, masak, masakkan yang enak untuk Mama dan Rossa.”“Baik, Ma,” jawab Febby.Febby menuju dapur, lalu menyiapkan sarapan, makan siang, serta makan malam untuk keluarganya. Febby juga membersihkan rumah dan semua kamar di rumah itu. Dia juga menyetrika hingga tak
"Sebentar," kata Febby, menghentikan kegiatan pemanasan mereka."Febbyyyyyyyy," teriak Rossa sekali lagi. Kali ini sambil menggedor pintu kamar sang adik tiri.Rangga memijat kepalanya, kenapa istrinya seakan diperlakukan seperti pelayan? Bukankah rumah ini milik orang tua kandung Febby? pikir Rangga."Aku keluar dulu, ya," pamitnya pada Rangga setelah berhasil membuat pakaian Rangga berantakan.Ceklek."Mana makan malamnya? Kami mau makan, karena akan pergi," ucap Rossa dengan suara keras."Sebentar, Kak, Febby siapkan dulu di meja makan," jawab Febby.Febby melangkah menuju dapur, air mata yang akan tumpah sekuat tenaga dia tahan. Febby tak ingin memancing amarah sang kakak tiri lagi.'Ya Tuhan, aku lelah,' keluh Febby dalam hati. Seharian ini dia tak sempat istirahat karena harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, termasuk melayani kakak dan Mama tirinya.Febby menyajikan semua makanan di atas meja, lalu memanggil kakak dan Mama tirinya."Tinggalkan kami, kami tak ingin satu meja d
“Rangga, saya harus mengatakan bahwa saya sangat terkesan dengan presentasimu hari ini. Apa yang kamu lakukan di sini jauh melebihi ekspektasi saya. Kamu tidak hanya memahami pasar dengan sangat baik, tetapi juga mampu menyusun strategi yang sangat tepat untuk perusahaan ini. Saya sudah cukup lama berada di industri ini, tapi apa yang kamu tunjukkan hari ini sungguh di luar prediksi awal saya,” ujar Brian.Pujian dari Brian membuat Rangga merasa sangat dihargai, namun ia tetap merendah. “Terima kasih, Pak Brian. Saya hanya berusaha melakukan yang terbaik untuk perusahaan ini,” jawab Rangga dengan senyum tulus.Brian pagi ini sengaja mengadakan rapat hanya dengan tim pemasaran, karena tim ini memiliki andil besar dalam kemajuan perusahaan.“Untuk karyawan magang lainnya, kalian juga punya kesempatan yang sama seperti Rangga. Kalian harus bisa menunjukkan kemampuan penjualan kalian. Keluarkan semua keterampilan yang kalian miliki dan bekerjalah dengan totalitas,” ucap Brian.“Siap, Pak
"Kenapa sepertinya dia sangat membenciku?" tanya Rangga pada dirinya sendiri. Saat keluar dari ruangan Brian, ia melihat John masih merencanakan kelicikan untuknya.Tak mau ambil pusing, Rangga bergegas ke lapangan untuk kembali menjual properti milik Sejahtera Group. Sebentar lagi, keinginannya akan terwujud—menjadi karyawan tetap di perusahaan ini.Saat sedang melajukan motornya, Rangga memutuskan untuk menepi sebentar, guna menghubungi Arka."Halo, Tuan," sapa suara di seberang telepon."Arka, sepertinya John punya niat buruk padaku. Hari ini Brian banyak memuji kinerjaku. Awasi dia, ya. Jangan sampai John menghambat rencana kita.""Baik, Tuan. Akan saya laksanakan segera. Keadilan harus ditegakkan."Setelah itu, Rangga memutus sambungan telepon dan kembali melajukan motor bututnya menuju lokasi yang telah disepakati dengan klien yang akan membeli properti Sejahtera Group.Sementara itu, di tempat lain, Febby kembali dimarahi oleh sang mama tiri."Cepat serahkan sisa uang yang kamu
“Kembalikan uang itu!” pekik Febby, ingin merebut uangnya kembali dari tangan pria yang tak asing baginya.“Maksudmu uang ini aku kembalikan?” tanya pria tersebut. “Bahkan kamu belum mencicil sedikit pun utang dari Rossa. Aku tak peduli siapa yang berhutang, yang jelas kalian wajib membayarnya,” tambah pria itu lagi.“Kumohon, jangan sekarang. Aku benar-benar membutuhkan uang itu. Aku sudah berhenti bekerja, dan sengaja menjual sisa perhiasanku hanya untuk membeli kebutuhan rumah,” jawab Febby penuh permohonan.Namun, pria itu malah tertawa terbahak-bahak. “Kamu pikir aku peduli dengan apa yang terjadi dalam hidupmu? Kalian semua sama. Disaat berutang, mulutnya begitu manis, tapi ketika harus mengembalikan, semua saling tuduh dan tidak mau membayarnya,” tegas pria itu penuh amarah kepada Febby.“Aku tidak mau bayar karena aku tidak pernah berutang padamu! Aku tidak pernah punya urusan denganmu! Harusnya kau minta sama Kak Rossa dan Mama, bukan sama aku! Sini, kembalikan uangku!” kata
"Masuk. Tuan Brata menunggumu di dalam," ucap salah satu orang suruhan sang rentenir. Hanya butuh waktu satu jam saja, akhirnya mereka bisa membawa Rossa datang menemui majikannya.Rossa pun segera masuk ke dalam ruangan yang dimaksud. Di dalam ruangan itu, terlihat wajah Tuan Brata babak belur. Ia sudah menduga, ini pasti ada hubungannya dengan adik tirinya, sehingga Tuan Brata mengutus orang mencarinya dan meminta Rossa datang saat itu juga."Apa yang terjadi, Tuan?" tanya Rossa, duduk persis di hadapan Tuan Brata. Rentenir tersebut menghisap rokok dan membuang asapnya ke udara. Rossa beberapa kali terbatuk akibat asap rokok itu."Kamu masih bertanya apa yang terjadi? Ini semua atas ulah adik iparmu yang tiba-tiba saja datang, sok jadi pahlawan untuk melindungi Febby," ucapnya menjelaskan.Rossa sangat kesal mendengar Rangga yang menjadi penyebab kemarahan Tuan Brata.Tuan Brata kini menoleh ke arah Rossa yang duduk di hadapannya, lalu bertanya, "Kapan kamu akan melunasi hutangmu? K
“Cepat keluar dari jendela!” ucap Tuan Brata pada Rossa, yang saat itu masih dalam keadaan tubuh polos. Rossa segera melompat, bahkan sampai didorong oleh pria tersebut.Pakaian, tas, dan sepatunya dilempar oleh Tuan Brata, membuat wanita itu semakin kesal. Terlebih, pria tersebut segera menutup jendela ruangan itu.Seseorang menghampiri Rossa, namun wanita itu mengabaikan keberadaan pria tersebut. Ia terus mengenakan pakaiannya. Setelah rapi, ia segera keluar dari area markas itu tanpa mempedulikan sapaan anak buah Tuan Brata.“Sialan! Bisa-bisanya wanita itu datang saat suaminya baru saja ingin bersenang-senang denganku. Sudah sejak lama aku menunggu kesempatan ini, baru saja akan terjadi, malah ada yang mengganggu!” gerutu Rossa pada dirinya sendiri sambil berlalu menjauhi area markas.Wanita itu segera mengeluarkan ponselnya dan memesan taksi online. Tak butuh waktu lama, taksi online pun segera datang, dan Rossa yang tadinya sedang bersenang-senang dengan teman-temannya kini mem
"Ini kartu nama saya, Tante. Kalau Febby benar-benar mau bekerja pada saya, Tante bisa hubungi saya di nomor ini," ucap Bayu pada Mayang sambil menyerahkan kartu namanya kepada wanita paruh baya itu.Mayang menerimanya lalu membaca kartu nama tersebut dalam hati. Setelah itu, ia memasukkan kartu nama Bayu, ke dalam dompetnya."Terima kasih, Nak Bayu. Tante akan segera menghubungi kamu. Kasihan Febby, yang awalnya punya keinginan untuk menjadi wanita karier, tetapi setelah bertemu dengan lelaki miskin itu, dia justru harus menjadi ibu rumah tangga. Bahkan, pelayan kami dipecat olehnya untuk menghemat biaya hidup selama satu bulan," ucap Mayang dengan nada penuh kelicikan.Bayu menggeleng, tak menyangka ada lelaki pengecut dan tidak bertanggung jawab seperti Rangga."Kok ada ya laki-laki seperti itu? Benar-benar tidak punya tanggung jawab," ucap Bayu kesal.Sang Mama ikut menimpali, "Iya, Mama juga heran. Ada laki-laki yang tidak bertanggung jawab seperti itu. Sekarang, kamu sebaiknya b