"Masuk. Tuan Brata menunggumu di dalam," ucap salah satu orang suruhan sang rentenir. Hanya butuh waktu satu jam saja, akhirnya mereka bisa membawa Rossa datang menemui majikannya.Rossa pun segera masuk ke dalam ruangan yang dimaksud. Di dalam ruangan itu, terlihat wajah Tuan Brata babak belur. Ia sudah menduga, ini pasti ada hubungannya dengan adik tirinya, sehingga Tuan Brata mengutus orang mencarinya dan meminta Rossa datang saat itu juga."Apa yang terjadi, Tuan?" tanya Rossa, duduk persis di hadapan Tuan Brata. Rentenir tersebut menghisap rokok dan membuang asapnya ke udara. Rossa beberapa kali terbatuk akibat asap rokok itu."Kamu masih bertanya apa yang terjadi? Ini semua atas ulah adik iparmu yang tiba-tiba saja datang, sok jadi pahlawan untuk melindungi Febby," ucapnya menjelaskan.Rossa sangat kesal mendengar Rangga yang menjadi penyebab kemarahan Tuan Brata.Tuan Brata kini menoleh ke arah Rossa yang duduk di hadapannya, lalu bertanya, "Kapan kamu akan melunasi hutangmu? K
“Cepat keluar dari jendela!” ucap Tuan Brata pada Rossa, yang saat itu masih dalam keadaan tubuh polos. Rossa segera melompat, bahkan sampai didorong oleh pria tersebut.Pakaian, tas, dan sepatunya dilempar oleh Tuan Brata, membuat wanita itu semakin kesal. Terlebih, pria tersebut segera menutup jendela ruangan itu.Seseorang menghampiri Rossa, namun wanita itu mengabaikan keberadaan pria tersebut. Ia terus mengenakan pakaiannya. Setelah rapi, ia segera keluar dari area markas itu tanpa mempedulikan sapaan anak buah Tuan Brata.“Sialan! Bisa-bisanya wanita itu datang saat suaminya baru saja ingin bersenang-senang denganku. Sudah sejak lama aku menunggu kesempatan ini, baru saja akan terjadi, malah ada yang mengganggu!” gerutu Rossa pada dirinya sendiri sambil berlalu menjauhi area markas.Wanita itu segera mengeluarkan ponselnya dan memesan taksi online. Tak butuh waktu lama, taksi online pun segera datang, dan Rossa yang tadinya sedang bersenang-senang dengan teman-temannya kini mem
"Ini kartu nama saya, Tante. Kalau Febby benar-benar mau bekerja pada saya, Tante bisa hubungi saya di nomor ini," ucap Bayu pada Mayang sambil menyerahkan kartu namanya kepada wanita paruh baya itu.Mayang menerimanya lalu membaca kartu nama tersebut dalam hati. Setelah itu, ia memasukkan kartu nama Bayu, ke dalam dompetnya."Terima kasih, Nak Bayu. Tante akan segera menghubungi kamu. Kasihan Febby, yang awalnya punya keinginan untuk menjadi wanita karier, tetapi setelah bertemu dengan lelaki miskin itu, dia justru harus menjadi ibu rumah tangga. Bahkan, pelayan kami dipecat olehnya untuk menghemat biaya hidup selama satu bulan," ucap Mayang dengan nada penuh kelicikan.Bayu menggeleng, tak menyangka ada lelaki pengecut dan tidak bertanggung jawab seperti Rangga."Kok ada ya laki-laki seperti itu? Benar-benar tidak punya tanggung jawab," ucap Bayu kesal.Sang Mama ikut menimpali, "Iya, Mama juga heran. Ada laki-laki yang tidak bertanggung jawab seperti itu. Sekarang, kamu sebaiknya b
"Febby tidak akan bekerja lagi, Ma. Aku akan menanggung semua kebutuhan di rumah ini, tapi aku tidak bisa berjanji memberikan kemewahan bagi Mama dan juga Rossa," jawab Rangga, yang kebetulan mendengar obrolan istrinya dan Mayang di ruang tamu.Febby menatap suaminya, wajahnya terlihat marah setelah mendengar perintah Mayang yang meminta Febby untuk kembali bekerja."Kamu jangan ikut campur urusanku dengan anakku! Kamu di rumah ini hanya benalu yang sengaja datang untuk menumpang hidup agar tidak kehujanan di luar sana. Kamu tidak punya hak untuk mengatur kehidupan kami karena selama ini aku yang membesarkan Febby, bukan kamu!" jawab Mayang sambil berdiri dan menatap tajam ke arah menantunya."Tapi kenyataannya, sekarang Febby adalah istriku, Ma," sahut Rangga."Aku pastikan, sebentar lagi Febby akan menceraikanmu! Kami tidak sudi memiliki menantu miskin dan tidak memiliki apa-apa sepertimu. Kamu tidak tahu, kan, kalau aku terpaksa harus mengabaikan perasaan anak kandungku sendiri unt
Malam harinya, setelah mereka selesai makan malam, Rossa menyusul masuk ke dalam kamar sang mama."Rossa punya ide untuk membuat gembel itu semakin malu dan tidak berguna," ucap Rossa setelah menutup pintu kamar mamanya."Ide apa, sayang?" tanya sang mama dengan antusias.Rossa membisikkan sesuatu di telinga mamanya. Wanita paruh baya itu pun mengangguk setuju dengan ide gila anaknya."Mama setuju dengan idemu itu. Kita harus membuat laki-laki terkutuk itu angkat kaki dengan sendirinya dari rumah ini. Sejak kedatangannya, hidup kita semakin hancur dan kacau. Mama tidak ikhlas melihat Febby diperalat olehnya," ungkap sang mama dengan nada geram."Lagian, Febby juga sok penurut banget, sok ingin menikah sekali seumur hidup. Sudah tahu punya suami miskin, masih saja berpikir untuk menikah sekali seumur hidup," Rossa menimpali dengan nada kesal."Ya sudah, sekarang Mama mau istirahat dulu. Besok pagi kita akan membuat laki-laki itu semakin tak punya harga diri. Mama akan membantu memulusk
Rossa mengerti keinginan pria paruh baya di hadapannya ini, wanita itu pun langsung berlutut di hadapan Andika, memanjakan bagian intim pria itu dengan bibirnya.Desahan terus tercetus dari mulut Andika, karena merasakan kenikmatan yang satu minggu ini sangat ia rindukan.Andika, ikut memaju mundurkan kepala Rossa, agar miliknya semakin dalam masuk ke dalam bibir perempuan itu."Aaaaaaaah, sayaaaaaang," desah Andika.Puas miliknya dimanjakan dengan bibir sang wanita, dia meminta Rossa, untuk duduk di atas pangkuannya. Tubuh mereka dalam keadaan polos, keringat mulai membanjiri keduanya. Rossa memulai permainan utama, bergerak naik turun di atas pangkuan pria tersebut, sementara Andika, menikmati dua gunung kembar milik Rossa, dan meninggalkan jejak kepemilikan di sana. Rossa melengkungkan tubuhnya, agar Andika bisa puas menikmati dua bagian menyembul miliknya."Ciuuum, aku," pinta Andika.Sambil bergerak di atas pangkuan pria itu, Rossa melabuhkan ciuman panas, melibatkan lidahnya,
“Jangan berbohong! Di rumah ini tidak pernah ada CCTV! Kamu mau menipu kami? Sudah ketahuan mencuri, masih saja mencari alasan,” ucap Rossa, meyakini bahwa di rumahnya tidak ada CCTV. Mayang pun sependapat; mereka merasa Rangga hanya beralasan untuk menghindari cemoohan tetangga.Febby menatap ke arah sang mama. "Ada, Ma. Febby yang meminta Rangga untuk memasangnya. Akhir-akhir ini, banyak sekali kasus pencurian di sekitar kita. Karena Febby sering sendirian di rumah, Febby minta Rangga untuk memasang CCTV," jawab Febby, mencoba menjelaskan.Mayang melotot penuh amarah, menatap sang anak tiri, "Lancang sekali kamu! Pasang CCTV di rumah tanpa izin Mama? Apa kamu sudah tidak menganggap Mama ini sebagai Mamamu, huh?" tanya Mayang dengan suara melengking, penuh amarah.Febby menggeleng, "Bukan begitu, Ma. Kita tak pernah melakukan hal aneh di rumah ini. Tujuan Febby memasang CCTV hanya untuk pengamanan diri saja. Febby minta maaf kalau belum sempat memberitahu Mama dan Kakak tentang hal
“Sialan tuh Bos. Masa lebih membutuhkan anak magang daripada orang hebat seperti Febby. Aku akan buktikan kalau Febby punya karier yang lebih baik dengan Bayu. Biar kapok si Brian,” gerutu Mayang kesal.Mayang tidak bisa menyembunyikan rasa kesal yang membara di dalam hatinya. Dengan langkah cepat, dia melangkah keluar dari kantor Sejahtera Group dan segera meraih ponselnya dari dalam tas. Tanpa ragu, dia mengetik nomor kontak Bayu. Saat panggilan tersambung, suara Bayu yang khas dan penuh percaya diri terdengar dari seberang.“Halo, Tante.”"Nak Bayu," suara Mayang terdengar serius dan tanpa basa-basi. "Tante butuh bantuanmu. Bisa kita bertemu hari ini?""Ada apa, Tan? Kedengarannya penting," jawab Bayu dengan nada penasaran.“Ya, sangat penting. Tante butuh bertemu denganmu secepatnya. Bagaimana kalau kita bertemu saat jam makan siang di restoran dekat rumahmu?”Bayu terdiam sejenak, sepertinya sedang mempertimbangkan permintaan Mayang. "Baiklah Tan, jam satu siang di restoran itu.
Arka masih berdiri dengan ekspresi serius, berhadapan dengan Nabila yang tampak gugup. Sebuah kesalahan fatal baru saja terjadi, membuat Nabila harus menghadapi amarah Arka, rekan kerjanya yang juga dikenal sebagai tangan kanan Rangga.“Ma–maaf,” ucap Nabila dengan nada terbata-bata. Matanya menatap meja, tak berani menatap langsung ke arah Arka. “Aku akan memperbaikinya.”Arka menyilangkan tangan di depan dada, ekspresinya tetap tegas. “Sudah seharusnya begitu, Nabila. Jangan campur adukkan masalah pribadi dengan urusan kantor,” tegurnya. “Data ini sangat penting. Kita dibayar untuk bekerja, bukan untuk mengecewakan pemilik perusahaan.”Nada suaranya yang dingin membuat Nabila merasa semakin bersalah. Rekan kerja lain di tempat itu, yang mendengar percakapan mereka, memilih untuk mengabaikannya.Nabila menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu Arka benar, dan ia harus memperbaiki kesalahan ini secepat mungkin. “Baik, Arka,” ucapnya dengan nada penuh penyesalan. “Unt
Arka mengetuk pintu ruang kerja Rangga dengan hati yang sudah terasa berat sejak tadi. Ia tahu, percakapan ini akan melibatkan Nabila, yang terlihat semakin berusaha mendekatinya belakangan ini. Setelah mendengar suara Rangga mempersilakan masuk, Arka membuka pintu dan melangkah masuk bersama Nabila. Mereka duduk berdampingan, meskipun suasana di antara keduanya terasa canggung.Rangga menatap mereka sejenak, matanya tajam namun tetap ramah. Ia memulai pembicaraan, “Arka, saya akan segera mempersiapkan penggantimu-”Belum selesai kalimat itu terucap, Nabila langsung memotong, “Maksud Anda bagaimana, Tuan?”Nada suaranya terdengar penuh rasa ingin tahu, namun juga sedikit ketakutan. Ia menatap Rangga, mencoba mencari penjelasan dari kalimat yang setengah terucap itu.Rangga tersenyum tipis, mengalihkan pandangannya pada Arka yang tampak tenang. “Arka kan sebentar lagi akan menikah,” lanjut Rangga, nadanya penuh pengertian. “Dia akan menjadi pimpinan salah satu anak cabang Wijaya Group
“Kalian ini berani-beraninya, ya, ngomongin Mama,” ujar Febby pura-pura marah sambil memandang mereka dengan alis terangkat.Elina dan Elio hanya tertawa kecil, tampak tak terpengaruh oleh wajah pura-pura serius mamanya. “Kami hanya bercanda, Mama!” jawab mereka serempak dengan wajah polos dan senyum lebar, seperti berusaha meyakinkan bahwa mereka tidak bersalah.Febby menggeleng, lalu tersenyum. “Ya sudah, ayo cepat sarapan dulu. Nanti keburu terlambat ke sekolah,” katanya dengan suara lembut, namun tetap tegas.“Siap, Mama!” balas mereka, masih dalam nada polos dan penuh semangat.Tak lama kemudian, Elina dan Elio mengambil tas mereka, dan bersiap turun ke lantai bawah. Di ruang makan, Rangga, sudah duduk dengan rapi dan tampan dalam setelan kerjanya, menunggu mereka dengan sabar. Di meja itu juga sudah ada nenek mereka, dan Rossa, yang duduk menunggu sambil tersenyum melihat keceriaan anak-anak itu.Melihat kedatangan mereka, Rangga segera berdiri dari kursinya dan dengan penuh kas
Malam telah larut ketika Mayang dan Rossa memasuki kamar. Setelah percakapan hangat bersama keluarga, mereka kini berdua, bersiap untuk beristirahat. Namun, suasana hati Rossa tampak tidak tenang. Ia duduk di tepi tempat tidur dengan pandangan menerawang, sementara Mayang mengamati anaknya dengan lembut dari sudut ruangan."Ma," Rossa akhirnya membuka suara dengan nada pelan, tapi penuh rasa takjub, "Rossa sama sekali nggak menyangka, ternyata Arka bakal mendapatkan hadiah sebesar itu dari Rangga. Padahal tadi kami sempat diskusi, setelah menikah mungkin dia hanya akan pulang ke Sun City setiap akhir pekan. Tapi sekarang… hadiah itu mengubah segalanya. Kami bahkan bisa tinggal di sana bersama Mama."Mayang mendekati anaknya dan duduk di sebelahnya. Ia menggenggam tangan Rossa dengan lembut. "Iya, Sayang. Mama juga nggak pernah menyangka. Kalau Mama ingat-ingat lagi… Mama malu sekali atas apa yang pernah Mama lakukan ke Rangga dulu." Suara Mayang mulai serak. "Mama dulu menghina dia
Setelah Arka pamit pulang, Febby, Rangga, dan Mayang masih duduk bersama. Di samping mereka, Rossa duduk tenang, menyimak obrolan sambil tersenyum kecil, namun di wajahnya ada keraguan yang tersirat.Febby yang duduk di sebelah Rossa menatapnya dengan penuh perhatian. "Kakak, rencananya mau menikah di sini atau di kota Sun City?" tanyanya lembut, ingin tahu keputusan kakak tirinya itu. Pertanyaan itu sontak membuat semua mata di ruangan tertuju pada Rossa, menunggu jawabannya.Rossa tersenyum tipis, lalu menghela napas panjang. "Kak Rossa sih inginnya di Sun City saja," jawabnya akhirnya, memandangi mereka satu per satu. "Di sana banyak kenangan yang ingin kami pertahankan, tempat-tempat yang istimewa untukku dan Arka. Lagipula, kami juga akan tinggal di sana setelah menikah... meskipun harus berpisah jarak dan waktu dengan Arka yang akan tetap bekerja di sini." Ada sedikit nada ragu di ujung kalimatnya, seakan-akan perpisahan itu adalah pengorbanan yang tak mudah baginya.Rangga ya
“Kamu serius, sayang?” tanya Arka.Rossa mengangguk, “aku serius sayang. Kapanpun aku siap,” ulang Rossa.“Dua bulan lagi ada hari baik, apa kamu mau?”Rossa mengangguk.Arka kembali masuk ke dalam rumah sang atasan, dia minta Rangga dan febby kembali turun sebentar. Mereka pun berkumpul di ruang keluarga rumah mewah Rangga.Suasana hangat penuh kekeluargaan begitu terasa, terutama dengan adanya Febby yang tengah mengandung anak kedua, membawa kebahagiaan tersendiri bagi seluruh keluarga. Melihat Arka yang tampak ragu-ragu, Rangga segera menepuk punggungnya dan mempersilakannya duduk di samping."Ada apa, Ark? Kok wajahmu serius banget?" tanya Rangga, berusaha mencairkan suasana.Arka menarik napas dalam-dalam, memandangi ketiganya satu per satu, lalu berkata, "Saya ingin minta izin, Sama tante, Tuan dan Nyonya. Setelah berdiskusi dengan Rossa, kami memutuskan untuk menikah dua bulan lagi."Pernyataan itu mengejutkan semua orang, terutama Mayang, yang tidak menyangka rencana pernika
Rangga dan keluarganya bersiap untuk malam spesial mereka. Ia merangkul bahu istrinya, Febby, yang sedang hamil, dengan lembut sembari mengajak kedua anak kembar mereka, Elina dan Elio."Ayo, sayang, kita bersiap," ucapnya dengan suara hangat yang penuh semangat.Bocah kembar berusia empat tahun yang energik, tidak bisa menahan kebahagiaan mereka. Setiap kali diajak makan di luar, mereka tahu pasti bisa memilih menu yang mereka inginkan tanpa batasan. Restoran mewah dengan berbagai pilihan hidangan daging adalah favorit mereka.Si kembar masuk ke dalam kamarnya bersama suster Barbara."Kamu mau daging apa nanti?" tanya Elina sambil memandang adik kembarnya, dengan mata berbinar. Mereka sedang dibantu mengganti pakaian oleh suster Barbara, yang setia menemani mereka setiap hari."Aku mau daging sapi saja, kamu daging ayam saja, nanti kita bagi," jawab Elio, mencoba memberi saran."Oke, tos dulu dong!" Elina mengulurkan tangannya, dan keduanya melakukan tos sambil tertawa kecil.Suster
Rangga menatap Febby dengan perasaan yang tak menentu, dia nyaris tak percaya dengan berita yang baru saja ia dengar. Matanya menatap lekat-lekat wajah istrinya, seolah mencari kepastian lebih dalam dari sekadar kata-kata.“Ka—kamu beneran hamil, sayang?” tanyanya dengan suara terbata, penuh harap dan ketidakpercayaan.Febby tersenyum hangat, lalu mengangguk dengan penuh keyakinan. “Iya, sayang. Kita akan punya anak lagi,” jawabnya lembut, seolah kata-katanya itu adalah musik indah yang meresap ke dalam hati Rangga.Seolah tak mampu menahan luapan rasa bahagianya, Rangga menarik tubuh Febby ke dalam pelukan. Air mata jatuh tanpa malu-malu dari kedua matanya, namun ia tak peduli. Dalam hatinya, ia terus-menerus bersyukur pada Tuhan atas anugerah ini. Ia mengusap wajah Febby dengan jemari lembutnya, lalu menghujani pipi, kening, dan bibir istrinya dengan ciuman bertubi-tubi.“Aku bahagia sekali, sayang. Aku benar-benar nggak menyangka kalau Tuhan memberi kita kepercayaan lagi,” ucap Ra
"Nabila!" panggil Rangga ketika ia sudah ada di lobi. Kebetulan, Nabila juga masih berada di sekitar lobi. Dengan cepat, Nabila mendekati Rangga."Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sopan."Harusnya sih, saya tidak perlu bicara seperti ini. Saya minta maaf sebelumnya kalau apa yang akan saya ucapkan ini menyinggung perasaanmu," ucap Rangga mengawali kalimatnya, membuat jantung Nabila berdebar semakin kencang."I-iya, Tuan. Ada apa?" tanya Nabila dengan suara lirih."Tolong jangan berharap apa pun lagi pada Arka, apalagi mengejarnya secara berlebihan. Dia bisa menjadi orang yang paling membencimu karena dia sangat tidak menyukai wanita agresif. Dan sekarang, Arka sudah memiliki calon istri, dan mereka akan segera menikah. Calon istrinya itu adalah kakak iparku sendiri. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggu hubungan mereka lagi. Kamu sudah pernah melewatkan kesempatan emas, di mana saat itu Arka benar-benar ingin mengulang kembali hubungan kalian yang pernah terputus," uca