Mark yang mendengar kasiat sop tersebut pun tertarik dan ikut mencicipi.“Tolong jangan dihabiskan. Makanan ini aku bawa untuk Lusi,” protes Madona.“Untuk membuat seorang wanita hamil, dibutuhkan pria yang sehat juga ‘kan?” ujar Mark beralasan agar diperbolehkan menghabiskan seluruh sop di dalam mangkuk. “Ya sudah! Nanti malam aku kirim lagi buat Lusi.”“Terima kasih, Mbak Madona baik deh,” puji Lusi senang.Mereka berdua sarapan bersama dengan ditemani oleh Madona.***Kegiatan hari ini adalah memetik buah jeruk di kebun. Karena letak perkebunan berada dibalik bukit. Satu-satunya cara agar bisa sampai di sana hanya dengan menggunakan helikopter.Aldo tercengang melihat kelihaian Mark dalam mengendarai helikopter. Ternyata selama ini, Aldo terlalu meremehkan Mark.“Wah, Sayang. Kamu keren banget. Bisa nyetir helikopter,” puji Lusi tak pernah berhenti menatap Mark.“Aku dul
Satu minggu setelah acara liburan di pulau pribadi milik Aldo. Aldo makin gencang mendekati Lusi, memberikan banyak hadiah menarik kepada Lusi. Tak dapat dipungkiri, perlakuan manis Aldo membuat Lusi sejenak melupakan kenyataan bahwa Aldo hanya berpura-pura baik. “Kamu kasih aku banyak hadiah, aku merasa tersanjung. Terus sekarang kamu mengajakku makan siang bersama. Aku benaran senang,” ungkap Lusi. “Tumben kamu boleh pergi makan siang bersamaku tanpa membawa Mark?” tanya Aldo. “Iya nih, aku juga gak tahu kenapa suamiku memperbolehkan. Mungkin karena nanti aku dijemput,” jawab Lusi. Tak lama kemudian Alex datang mengantar minuman untuk mereka. Dia sengaja menyamar sebagai pelayan restoran agar bisa memantau Lusi dengan leluasa. “Terima kasih, loh!” ucap Lusi terkejut melihat Alex mengenakan pakaian pelayan. Setelah itu, Alex berlalu pergi. Namun masih setia mengawasi Lusi dan Aldo dari kejauhan. “Lusi, apa kegiatanmu sehari-hari?” tanya Aldo menatap Lusi yang mulai makan. “Ak
Mark tergelitik mendengar kalimat terakhir Lusi. Sama persis dengan perkataannya tadi ketika mengajak Lusi pergi untuk menemui Aldo. “Kalian membiarkan kami terus berdiri? Aku ingin berbicara sambil duduk,” ujar Madona. “Maaf, aku terlalu banyak berbicara. Silakan kalian duduk,” pinta Lusi. Mereka bertiga duduk di hadapan Mark. Mark sengaja memilih restoran di hotel sebagai saksi tempat, dijualnya Distrik Red kepada pihak Nyonya Maria. Jika Nyonya Maria bersedia membeli. “Aku tidak suka basa-basi. Mari kita mulai saja,” kata Mark membuka buku tebal berisi surat sertifikat bangunan dan tanah Distrik Red. “Berapa harga yang harus aku keluarkan untuk memiliki Distrik Red secara utuh?” tanya Nyonya Maria. Mark tersenyum tipis. “Harga Distrik Red bahkan lebih mahal dari harga pulau kecil milikmu yang kemarin kita kunjungi. Mungkin kamu harus menyerahkan seluruh harta yang kamu miliki untuk menukarnya dengan Distrik Red. Bagaimana? Kamu sudah siap jatuh miskin?” Nyonya Maria tercengan
Distrik Red akan menjadi kota baru. Dengan perencanaan pembangunan seratus gedung apartemen yang menjulang tinggi. Serta berbagai fasilitas lengkap yang sangat modern. Sehingga para penghuni tidak perlu lagi keluar dari kawasan Distrik Red untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tak hanya itu, mega proyek yang diberi nama New Distrik Red ini juga menjanjikan lingkungan yang nyaman, dan aman bagi warga yang nanti menjadi penghuni New Distrik Red. Siaran iklan yang begitu menarik, dan harga per unit apartemen yang sangat murah, membuat banyak warga berbondong-bondong mendaftar agar bisa mendapatkan tempat tinggal di New Distrik Red. Respons masyarakat yang begitu baik menerima mega proyek New Distrik Red. Membuat pihak Nyonya Maria senang. Baru satu hari iklan ditayangkan saja, sudah menarik puluhan investor. Mereka sangat yakin untuk menyetor uang mereka pada proyek ini. Apalagi pembangunan kota baru ini dijalankan oleh Geo Grup Asia, perusahaan besar yang tidak perlu diragukan lagi k
“Tidak boleh memelihara singa, soalnya singa binatang buas. Di sini gak ada yang memelihara singa loh,” jawab Lusi. “Begitu ya? Sayang sekali, Padahal aku ingin memelihara singa.” Mark tertawa kecil melihat wajah tegang Lusi. Menggoda Lusi memanglah hal paling menyenangkan bagi Mark. Sebelah tangan Mark terulur untuk mengelus kening Lusi. “Aku hanya bercanda, Sayangku. Mana mungkin aku memelihara singa. Kita ‘kan sudah punya gembul yang menggemaskan,” jawab Mark. Lusi merasa sangat lega. “Aku pikir serius!” pekik Lusi memukul pelan punggung tangan Mark. “Kamu terlalu polos, Sayangku. Bikin aku makin cinta,” bisik Mark. *** Untuk merayakan berjalannya mega proyek New Distrik Red, Aldo mengadakan pesta meriah di sebuah gedung hotel ternama di Jakarta. “Dengan adanya pesta ini, aku berharap hubungan kita makin erat, dan proyek kita berhasil.” Salah satu investor menjabat tangan Aldo. “Terima kasih, silakan menikmati suasa pesta,” kata Aldo. Semua pengunjung pesta menikmati seg
“Sa-salah informasi?” Mark tersenyum miring melihat Dini gugup. Tentu saja, Mark tahu jika Dini lah yang dulu akan menikah dengannya, walaupun mereka belum pernah bertemu secara langsung. Sebelumnya, Nyonya Maria telah memberi tahu terlebih dahulu mengenai Dini. “Kenyataannya aku tidak buta dan lumpuh," terang Mark. "Ada apa dengan wajahmu? Kenapa tegang begitu? Aku membuatmu takut?” tanyanya. Dini sama sekali tak menyangka, pria berusia empat puluh tahun yang akan menikah dengannya dulu, ternyata seorang pria tampan nan rupawan. Tak hanya itu, dilihat dari mobil dan pakaian Mark, pasti Mark sangat kaya. “Mbak Dini kenapa?” tanya Lusi lirih. Pandangan Dini beralih pada Lusi. Dini memandang Lusi intens, gaun yang dikenakan oleh Lusi sangat indah dan terlihat mahal. Perhiasan yang menempel pada tubuh Lusi juga terlihat memukau. “Sedang menyesali sesuatu ya?” ujar Mark menyeringai. “Apa maksud anda? Aku tidak menyesali apa pun kok. Aku hanya terkejut saja. Aku pikir anda mengalami
Mark sengaja berpura-pura sedih demi mengerjai Dini. “Apa?” pekik Dini terkejut. “Kenapa kamu melakukan itu? Lusi bukan wanita baik,” terangnya kemudian. Mark tersenyum tipis. “Yeah... Mau bagaimana lagi? Aku sangat menyukai Lusi. Cinta itu buta ‘kan?” Mark berdiri lalu berlalu meninggalkan Dini yang mematung. *** “Sini, Ibu. Aku saja yang membawa semua belanjaan, Ibu,” pinta Lusi. Dengan kasar Ibu Tutik menyerahkan semua barang belanjaannya kepada Lusi. “Kok kamu gak bilang kalau sebenarnya suamimu tidak mengalami kebutaan atau kelumpuhan? Kamu mau main rahasia sama ibumu sendiri?” pekik Ibu Tutik mendesak Lusi untuk membalas ucapannya. “Aku tidak main rahasia sama, Ibu. Tuan Mark memang pernah sakit. Tapi sekarang sudah sembuh,” jelas Lusi. “Sakit apa?” tanya Ibu Tutik seakan tidak memercayai anaknya. “Sakit gak bisa melihat dan gak bisa berjalan. Aku bersyukur, sekarang Tuan Mark sudah sembuh, dan bisa menjalani aktivitas layaknya manusia normal.” “Kamu pikir aku percaya
“Aku meminta Alex mengurus beberapa pekerjaan, Sayangku,” jawab Mark. “Oh... Pantesan kok gak kelihatan lagi.” “Kenapa? Kamu merindukan Alex?” tanya Mark dengan nada cemburu. “Engga kok! Hanya bertanya saja,” kata Lusi. “Aku cemburu kalau kamu merindukan pria lain. Hanya aku pria yang boleh kamu pikirkan. Tidak ada pria lain,” tandas Mark. Mark meletakkan kepalanya di atas paha Lusi. Bila dilihat dari bawah, Lusi terlihat sangat menggemaskan. Mark mengulurkan sebelah tangannya untuk mengelus pipi gembul Lusi. “Belum mandi ‘kan? Ayo mandi, Sayang,” ajak Lusi baru ingat jika mereka berdua belum mandi, padahal hari sudah mulai menggelap. Seketika tubuh Mark meremang ngeri. Dia masih takut mandi di kamar mandi rumah ini. “Kepalaku pusing banget, Sayangku. Sepertinya gak usah mandi. Besok pagi saja mandinya sebelum pulang.” Mark mengeluarkan alasan, Berharap alasan itu bisa menyelamatkan hidupnya. “Ya sudah, kamu besok pagi saja mandinya. Aku mandi dulu ya, Sayang. Gak enak kalau g