“Makan malam bersama? Bukankah itu sudah keluar dari konteks?” tanya Mark berusaha sebisa mungkin untuk tidak kasar. Reina tertawa cukup keras. “Kamu kaku banget sih? Emangnya gak bosan? Rapat di kantor terus? Sekali-kali sambil makan malam ‘kan bisa,” dalih Reina. “Kita bisa melakukan itu di rapat selanjutnya. Sekarang mari kita fokus membahas produk yang akan kita kembangkan bersama,” pungkas Mark menarik tangan Reina agar tidak meyentuh pahanya lagi. Dengan wajah cemberut, akhirnya Reina memilih mengalah, dan kembali duduk di kursinya. “Gak asyik ah,” ujar Reina. “Maaf jika aku tidak asyik,” sahut Mark tersenyum tipis. Reina terpesona melihat senyuman manis Mark. Dirinya mengurungkan niatnya yang ingin merajuk. “Sebelum membahas produk. Mengapa kita tidak membicarakan mengenai kontrak kerja sama kita? Toh, kamu belum menandatangani kontrak,” pungkas Reina mengingatkan Mark. Mark tersenyum miring. “Karena melihat tingkahmu barusan, aku jadi gugup,” kata Mark. “Aku membuatmu
Reina sedang asyik mengulik informasi mengenai Mark. Namun hasilnya tidak terlalu memuaskan. Dia hanya mendapat informasi nama dan tanggal lahir Mark, serta di perusahaan mana Mark bekerja. “Kirain Mark orang terkenal, atau hebat. Ternyata cuma seorang Presdir Liba Company,” cemooh Reina. “Cuma? Kamu pikir jabatan Presdir mudah diraih oleh sembarangan orang?” cetus Madona tidak terima bila ada orang yang meremehkan Mark. “Presdir itu di atasnya CEO ‘kan?” tanya Reina. “Lah? Aku saja yang lulusan SMA bisa menjadi CEO Plus Industri,” tambahnya. “Kamu kok menyamakan hidupmu dengan hidup Mark?” “Iya ‘kan sama-sama pemimpin perusahaan. Bedanya, Mark jauh lebih tua dua puluh tahun dariku,” tandas Reina kekeh dengan pemikirannya. Madona menggelengkan kepala, terheran dengan Reina. “Kayaknya kamu harus mempelajari struktur perusahaan.” “Untuk apa? Nyonya Maria saja tidak pernah memintaku untuk belajar. Aku hanya disuruh duduk manis sebagai CEO. Iya aku mau saja. Toh aku gak perlu susah
“Eh? Kok tumben Tuan Aldo ngasih aku hadiah? Padahal ‘kan kita berdua tidak pernah saling menyapa atau mengobrol bareng,” ungkap Lusi merasa heran.“Mungkin Aldo naksir sama kamu,” celetuk Alex asal.“Kok naksir? Aku ini kakak ipar Tuan Aldo loh,” sangkal Lusi.Mark tersenyum tipis menatap Lusi yang sedang kebingungan.“Mungkin Tuan Aldo ingin menjalin silaturahmi denganku. Baguslah, sesama anggota keluarga memang harus menjalin hubungan yang baik,” pungkas Lusi terlihat senang menerima hadiah dari Aldo.“Kata-katamu terdengar bagus, Lusi. Tapi, kamu jangan lupa, siapa orang yang telah membuat suamimu lumpuh dan buta,” ucap Alex mengingatkan.Wajah Lusi berubah sedih mengingat kelakuan jahat Nyonya Maria kepada Mark.Mark tersenyum tipis. “Tidak perlu diingat. Setiap perbuatan pasti ada karmanya. Jika Aldo ingin memperbaiki hubungan persaudaraan denganku. Aku akan dengan senang hati menyambut.”A
Lusi tertawa canggung meladeni pernyataan aneh Aldo. Jujur, sekarang dia amat merasa tidak nyaman. Rasanya ingin Aldo segera pergi dari hadapannya. Tepat pada waktunya. Lusi merasa sangat lega melihat kehadiran Mark. “Ada tamu rupanya,” kata Mark duduk di samping Lusi. Aldo sempat terkejut dengan kemunculan Mark secara tiba-tiba. Kalau boleh jujur, sebenarnya Aldo sedikit takut dengan kakak tirinya itu. “Seharusnya kamu menghubungiku terlebih dahulu kalau mau datang berkunjung. Biar aku bisa menyambutmu dengan hangat,” ungkap Mark. Mendengar kata manis Mark, tubuh Aldo terasa kaku. Bila diingat ke belakang, belasan tahun lalu, ketika Aldo masih berusia sepuluh tahun. Mark memperlakukannya dengan begitu baik, meski ibunya membuat rumah tangga kedua orang tua Mark hancur lebur. “Tuan Aldo? Kenapa kok diam saja? Jangan bengong, nanti ada hantu yang merasuki loh,” ujar Lusi melambaikan tangan di depan wajah tampan Aldo. “Eh? Maaf, aku hanya teringat sesuatu, jadi terdiam,” kata Aldo
“Sayangku, apakah Aldo menghubungimu, atau datang kemari lagi?” tanya Mark di sela kegiatan mereka berdua yang sedang makan malam bersama. “Tuan Aldo tidak kemari lagi. Tapi, dia menghubungiku tadi siang lewat panggilan telefon,” terang Lusi. “Apa yang kalian berdua bicarakan? Boleh aku mengetahuinya, Sayangku?” Lusi mengangguk. “Tentu saja, kamu boleh tahu. Tadi itu, aku diajak liburan bersama. Kamu juga diajak kok,” jawab Lusi. “Lalu? Jawaban apa yang kamu beri?” “Aku jawab bakal ngobrol dulu sama kamu. Terus yaudah panggilan terputus. Hanya itu saja.” “Kira-kira kamu mau gak liburan bersama Aldo? Kamu tidak takut dengannya? Maria pernah mencelakaiku,” pungkas Mark penasaran dengan jawaban apa yang akan Lusi lontarkan. Dengan sedikit keraguan, Lusi menjawab, “Sebenarnya aku agak takut. Tapi, kita tidak boleh melupakan bahwa setiap orang bisa berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Yang memiliki kuasa atas hati seseorang hanya Tuhan.” Jawaban Lusi selalu bisa membuat Mark
Mark yang mendengar kasiat sop tersebut pun tertarik dan ikut mencicipi.“Tolong jangan dihabiskan. Makanan ini aku bawa untuk Lusi,” protes Madona.“Untuk membuat seorang wanita hamil, dibutuhkan pria yang sehat juga ‘kan?” ujar Mark beralasan agar diperbolehkan menghabiskan seluruh sop di dalam mangkuk. “Ya sudah! Nanti malam aku kirim lagi buat Lusi.”“Terima kasih, Mbak Madona baik deh,” puji Lusi senang.Mereka berdua sarapan bersama dengan ditemani oleh Madona.***Kegiatan hari ini adalah memetik buah jeruk di kebun. Karena letak perkebunan berada dibalik bukit. Satu-satunya cara agar bisa sampai di sana hanya dengan menggunakan helikopter.Aldo tercengang melihat kelihaian Mark dalam mengendarai helikopter. Ternyata selama ini, Aldo terlalu meremehkan Mark.“Wah, Sayang. Kamu keren banget. Bisa nyetir helikopter,” puji Lusi tak pernah berhenti menatap Mark.“Aku dul
Satu minggu setelah acara liburan di pulau pribadi milik Aldo. Aldo makin gencang mendekati Lusi, memberikan banyak hadiah menarik kepada Lusi. Tak dapat dipungkiri, perlakuan manis Aldo membuat Lusi sejenak melupakan kenyataan bahwa Aldo hanya berpura-pura baik. “Kamu kasih aku banyak hadiah, aku merasa tersanjung. Terus sekarang kamu mengajakku makan siang bersama. Aku benaran senang,” ungkap Lusi. “Tumben kamu boleh pergi makan siang bersamaku tanpa membawa Mark?” tanya Aldo. “Iya nih, aku juga gak tahu kenapa suamiku memperbolehkan. Mungkin karena nanti aku dijemput,” jawab Lusi. Tak lama kemudian Alex datang mengantar minuman untuk mereka. Dia sengaja menyamar sebagai pelayan restoran agar bisa memantau Lusi dengan leluasa. “Terima kasih, loh!” ucap Lusi terkejut melihat Alex mengenakan pakaian pelayan. Setelah itu, Alex berlalu pergi. Namun masih setia mengawasi Lusi dan Aldo dari kejauhan. “Lusi, apa kegiatanmu sehari-hari?” tanya Aldo menatap Lusi yang mulai makan. “Ak
Mark tergelitik mendengar kalimat terakhir Lusi. Sama persis dengan perkataannya tadi ketika mengajak Lusi pergi untuk menemui Aldo. “Kalian membiarkan kami terus berdiri? Aku ingin berbicara sambil duduk,” ujar Madona. “Maaf, aku terlalu banyak berbicara. Silakan kalian duduk,” pinta Lusi. Mereka bertiga duduk di hadapan Mark. Mark sengaja memilih restoran di hotel sebagai saksi tempat, dijualnya Distrik Red kepada pihak Nyonya Maria. Jika Nyonya Maria bersedia membeli. “Aku tidak suka basa-basi. Mari kita mulai saja,” kata Mark membuka buku tebal berisi surat sertifikat bangunan dan tanah Distrik Red. “Berapa harga yang harus aku keluarkan untuk memiliki Distrik Red secara utuh?” tanya Nyonya Maria. Mark tersenyum tipis. “Harga Distrik Red bahkan lebih mahal dari harga pulau kecil milikmu yang kemarin kita kunjungi. Mungkin kamu harus menyerahkan seluruh harta yang kamu miliki untuk menukarnya dengan Distrik Red. Bagaimana? Kamu sudah siap jatuh miskin?” Nyonya Maria tercengan