Hari ini kasus Adelia disidangkan. Sidang sengaja dibuka untuk publik, agar masyarakat makin bebas berkomentar.
Mark dan Lusi tidak menghadiri persidangan dengan alasan kondisi kesehatan yang belum pulih.Baru saja Adelia duduk di kursi terdakwa. Suara sorakan dari beberapa wartawan menyambut kedatangan wanita itu.Sang hakim meminta wartawan untuk tenang. Dia ingin persidangan segera dilaksanakan.“Mbak Adelia, kamu kok tega banget membunuh ayah kandungmu sendiri! Kenapa kamu melakukan itu, Mbak?” tanya Putri yang tidak bisa membendung rasa sesak di dadanya.“Shut the fuck off! Kamu hanya wanita benalu!” bentak Adelia tidak senang mendengar suara Putri.“Astagfirullah, Mbak Adelia!” balas Putri menangis sedih.“Nyonya Putri, sekarang anda harus tetap tenang. Nanti ada giliran untuk berbicara. Harap kuatkan dirimu,” tegur Hakim dengan suara lembut.“Dasar wanita benalu tidak tahu diri,” geMina menoleh ke sumber suara. Senyuman manis terpantri di wajahnya yang elok, begitu melihat sosok pria yang selama ini dia cintai. “Nanda? Kamu ikut aku masuk? Kirain kamu bakal nungguin aku di luar saja,” kata Mina menghampiri pria yang diketahui bernama Nanda itu. Nanda merupakan tunangan sekaligus calon suami Mina. Mereka telah lama menjalin hubungan. Nanda sendiri merupakan seorang CEO di departemen kesehatan milik keluarganya. Mereka berdua bertemu di rumah sakit waktu Mina menemani Smith berobat rutin. Dari sana, timbullah rasa suka karena sering berkomunikasi. “Kupikir kamu takut masuk ke tempat di mana pernah terjadi pembantaian,” tutur Mina berdiri tepat di hadapan Nanda. “Iya, aku memang takut. Tapi, rasa khawatirku kepadamu jauh lebih besar, ketimbang rasa takutku,” kata Nanda mengelus dagu Mina. Mina selalu senang dengan sikap manis Nanda terhadapnya. “Kamu bisa saja, jangan gombalin aku terus,” balas Mina tersipu malu. “Ayo kita pergi ke gedung yang akan menjadi
“Boleh saja kalau kamu mau membawa Adelia pergi. Tapi ada syaratnya,” ucap Mark tersenyum tipis. “Syarat apa? Kematian palsu untuk Adelia? Tenang, memalsukan sesuatu adalah keahlianku,” jawab Felix santai. “Kamu memang harus memalsukan kematian Adelia. Namun, bukan itu yang aku maksud.” Felix memiringkan kepala tanda tidak mengerti dengan arah pembicaraan Mark. “Kenapa kamu tidak bicara terus terang saja? Jangan bermain jinak-jinak merpati denganku. Aku bukan kekasihmu,” protes Felix. Mark tertawa geli mendengar perkataan Felix. “Jika kamu ingin membawa Adelia pergi. Kamu harus menemui Lusi, dan menginap beberapa hari di rumah kami. Bertingkahlah seolah-olah kamu kembali.” “Itu saja?” tanya Felix. Mark mengangguk sebagai jawaban. “Astaga, aku pikir syarat apa? Ternyata hanya itu.” “Kalau hanya itu, kenapa kamu tidak kembali? Bukankah kamu sudah janji kepada Lusi untuk kembali setelah mengurus para mafia di Mexico?” pungkas Mark sedikit mengintimidasi Felix. Dengan menghembus
“Mas Nanda ada-ada saja,” timpal Lusi tertawa kecil. “Boleh saja, siapa takut? Ayo kita buktikan, siapa di antara kita yang paling jago,” sahut Mark setuju dengan ajakan Nanda. “Astaga, Tuan Mark. Suamiku hanya bercanda saja. Tidak perlu di seriusin,” sela Mina tidak enak dengan Mark. “Aku sedang tidak bercanda, Mina,” sangkal Nanda. “Hanya sedang bergurau saja,” tambahnya cepat diselingi suara tawa kecil. “Kirain benaran.” Mina merasa lega. “Kuharap, Tuan Mark tidak tersinggung dengan candaanku,” ujar Nanda masih tertawa kecil. “Santai saja, aku bukan tipe orang yang mudah tersinggung,” jawab Mark tetap tenang. “Syukurlah, ternyata kamu tidak sedingin gosip yang beredar,” ungkap Nanda. “Aku merasa sangat beruntung, bisa mengobrol santai bersama seorang pria yang memiliki kualitas hidup tinggi,” pujinya seolah tidak percaya bisa duduk sedekat ini dengan Mark. “Jangan percaya gosip, sebelum kamu bertemu dengan orangnya secara langsung,” timpal Mark. “Boss Mark memang dingin ban
“Makan malam bersama? Bukankah itu sudah keluar dari konteks?” tanya Mark berusaha sebisa mungkin untuk tidak kasar. Reina tertawa cukup keras. “Kamu kaku banget sih? Emangnya gak bosan? Rapat di kantor terus? Sekali-kali sambil makan malam ‘kan bisa,” dalih Reina. “Kita bisa melakukan itu di rapat selanjutnya. Sekarang mari kita fokus membahas produk yang akan kita kembangkan bersama,” pungkas Mark menarik tangan Reina agar tidak meyentuh pahanya lagi. Dengan wajah cemberut, akhirnya Reina memilih mengalah, dan kembali duduk di kursinya. “Gak asyik ah,” ujar Reina. “Maaf jika aku tidak asyik,” sahut Mark tersenyum tipis. Reina terpesona melihat senyuman manis Mark. Dirinya mengurungkan niatnya yang ingin merajuk. “Sebelum membahas produk. Mengapa kita tidak membicarakan mengenai kontrak kerja sama kita? Toh, kamu belum menandatangani kontrak,” pungkas Reina mengingatkan Mark. Mark tersenyum miring. “Karena melihat tingkahmu barusan, aku jadi gugup,” kata Mark. “Aku membuatmu
Reina sedang asyik mengulik informasi mengenai Mark. Namun hasilnya tidak terlalu memuaskan. Dia hanya mendapat informasi nama dan tanggal lahir Mark, serta di perusahaan mana Mark bekerja. “Kirain Mark orang terkenal, atau hebat. Ternyata cuma seorang Presdir Liba Company,” cemooh Reina. “Cuma? Kamu pikir jabatan Presdir mudah diraih oleh sembarangan orang?” cetus Madona tidak terima bila ada orang yang meremehkan Mark. “Presdir itu di atasnya CEO ‘kan?” tanya Reina. “Lah? Aku saja yang lulusan SMA bisa menjadi CEO Plus Industri,” tambahnya. “Kamu kok menyamakan hidupmu dengan hidup Mark?” “Iya ‘kan sama-sama pemimpin perusahaan. Bedanya, Mark jauh lebih tua dua puluh tahun dariku,” tandas Reina kekeh dengan pemikirannya. Madona menggelengkan kepala, terheran dengan Reina. “Kayaknya kamu harus mempelajari struktur perusahaan.” “Untuk apa? Nyonya Maria saja tidak pernah memintaku untuk belajar. Aku hanya disuruh duduk manis sebagai CEO. Iya aku mau saja. Toh aku gak perlu susah
“Eh? Kok tumben Tuan Aldo ngasih aku hadiah? Padahal ‘kan kita berdua tidak pernah saling menyapa atau mengobrol bareng,” ungkap Lusi merasa heran.“Mungkin Aldo naksir sama kamu,” celetuk Alex asal.“Kok naksir? Aku ini kakak ipar Tuan Aldo loh,” sangkal Lusi.Mark tersenyum tipis menatap Lusi yang sedang kebingungan.“Mungkin Tuan Aldo ingin menjalin silaturahmi denganku. Baguslah, sesama anggota keluarga memang harus menjalin hubungan yang baik,” pungkas Lusi terlihat senang menerima hadiah dari Aldo.“Kata-katamu terdengar bagus, Lusi. Tapi, kamu jangan lupa, siapa orang yang telah membuat suamimu lumpuh dan buta,” ucap Alex mengingatkan.Wajah Lusi berubah sedih mengingat kelakuan jahat Nyonya Maria kepada Mark.Mark tersenyum tipis. “Tidak perlu diingat. Setiap perbuatan pasti ada karmanya. Jika Aldo ingin memperbaiki hubungan persaudaraan denganku. Aku akan dengan senang hati menyambut.”A
Lusi tertawa canggung meladeni pernyataan aneh Aldo. Jujur, sekarang dia amat merasa tidak nyaman. Rasanya ingin Aldo segera pergi dari hadapannya. Tepat pada waktunya. Lusi merasa sangat lega melihat kehadiran Mark. “Ada tamu rupanya,” kata Mark duduk di samping Lusi. Aldo sempat terkejut dengan kemunculan Mark secara tiba-tiba. Kalau boleh jujur, sebenarnya Aldo sedikit takut dengan kakak tirinya itu. “Seharusnya kamu menghubungiku terlebih dahulu kalau mau datang berkunjung. Biar aku bisa menyambutmu dengan hangat,” ungkap Mark. Mendengar kata manis Mark, tubuh Aldo terasa kaku. Bila diingat ke belakang, belasan tahun lalu, ketika Aldo masih berusia sepuluh tahun. Mark memperlakukannya dengan begitu baik, meski ibunya membuat rumah tangga kedua orang tua Mark hancur lebur. “Tuan Aldo? Kenapa kok diam saja? Jangan bengong, nanti ada hantu yang merasuki loh,” ujar Lusi melambaikan tangan di depan wajah tampan Aldo. “Eh? Maaf, aku hanya teringat sesuatu, jadi terdiam,” kata Aldo
“Sayangku, apakah Aldo menghubungimu, atau datang kemari lagi?” tanya Mark di sela kegiatan mereka berdua yang sedang makan malam bersama. “Tuan Aldo tidak kemari lagi. Tapi, dia menghubungiku tadi siang lewat panggilan telefon,” terang Lusi. “Apa yang kalian berdua bicarakan? Boleh aku mengetahuinya, Sayangku?” Lusi mengangguk. “Tentu saja, kamu boleh tahu. Tadi itu, aku diajak liburan bersama. Kamu juga diajak kok,” jawab Lusi. “Lalu? Jawaban apa yang kamu beri?” “Aku jawab bakal ngobrol dulu sama kamu. Terus yaudah panggilan terputus. Hanya itu saja.” “Kira-kira kamu mau gak liburan bersama Aldo? Kamu tidak takut dengannya? Maria pernah mencelakaiku,” pungkas Mark penasaran dengan jawaban apa yang akan Lusi lontarkan. Dengan sedikit keraguan, Lusi menjawab, “Sebenarnya aku agak takut. Tapi, kita tidak boleh melupakan bahwa setiap orang bisa berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Yang memiliki kuasa atas hati seseorang hanya Tuhan.” Jawaban Lusi selalu bisa membuat Mark